provinsi: LAMPUNG

  • Banjir Lampung dalam Ingatan Warga: Pertama Kali Kami Kebanjiran

    Banjir Lampung dalam Ingatan Warga: Pertama Kali Kami Kebanjiran

    Humas BPBD Provinsi Lampung, Wahyu Hidayat, melaporkan, sedikitnya 115 rumah dan 350 warga terdampak banjir di dua kabupaten tersebut. Air kini sudah surut dan tidak ada korban jiwa. 

    “Alhamdulillah kondisi sudah membaik,” singkatnya.

    Sebelumnya diberitakan, hujan deras yang mengguyur wilayah Lampung sejak Rabu sore (3/12/2025) memicu bencana beruntun. Empat kabupaten dilanda banjir, tanah longsor, hingga angin puting beliung. Daerah terdampak meliputi Pesisir Barat, Tanggamus, Lampung Utara, dan Lampung Selatan. 

    Humas BPBD Provinsi Lampung, Wahyu Hidayat membenarkan rangkaian bencana tersebut. “Empat kabupaten terdampak dan kami masih melakukan pendataan di lapangan,” ujar Wahyu kepada Liputan6.com, Kamis (4/12/2025). 

    Bencana pertama terjadi di Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan, Selasa sore (2/12/2025). Angin puting beliung memporak-porandakan sedikitnya 34 rumah di tiga desa. Warga dibuat panik saat hembusan angin kencang meratakan atap rumah dalam hitungan detik.

    Sehari kemudian, Rabu (3/12), hujan deras disertai angin kencang menghantam Kabupaten Pesisir Barat. Dua kecamatan terdampak longsor dan banjir hingga setinggi satu meter. Sejumlah akses jalan lintas sempat tertutup material tanah dan bebatuan, menghambat mobilitas warga. 

    Di Desa Bumi Agung, Kecamatan Abung Timur, Lampung Utara, warga kembali dikejutkan hujan badai. Sejumlah fasilitas serta rumah warga rusak. Aliran listrik padam total sejak Rabu petang pukul 17.00 WIB, menyisakan kegelapan di tengah kondisi darurat. 

    Di Kabupaten Tanggamus, banjir menerjang Kelurahan Pasar Madang, Kecamatan Kota Agung, sekitar pukul 15.30 WIB. Luapan Sungai Kali Bego tidak mampu dibendung setelah tanggul jebol.

    Kapolres Tanggamus AKBP Rahmad Sujatmiko menyebut tiga RT yakni RT 10, RT 14, dan RT 16 terendam setinggi lutut hingga pinggang orang dewasa. Sementara RT 8 dan RT 9 juga terendam dengan ketinggian lebih rendah.

    “Diperkirakan sekitar 350 rumah terdampak banjir,” kata Rahmad dikonfirmasi. 

    Aparat kepolisian, kelurahan, dan RT turun langsung mengevakuasi anak-anak dan lansia ke lokasi aman. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, namun kerugian materi dipastikan besar karena banyak perabot rumah terendam air.

    “Air mulai surut sekitar pukul 17.30 WIB setelah hujan mereda,” ujarnya.

    Rahmad menerangkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan perangkat kelurahan agar perbaikan tanggul dilakukan sesegera mungkin guna mencegah banjir susulan. 

    “Tim kesehatan puskesmas juga dikerahkan untuk memantau kondisi warga terdampak,” tutupnya.

     

  • 2
                    
                        Kapal Pengangkut Gelondongan Kayu Asal Sumbar Terdampar di Lampung, Ada "Barcode" Perusahaan
                        Regional

    2 Kapal Pengangkut Gelondongan Kayu Asal Sumbar Terdampar di Lampung, Ada "Barcode" Perusahaan Regional

    Kapal Pengangkut Gelondongan Kayu Asal Sumbar Terdampar di Lampung, Ada “Barcode” Perusahaan
    Tim Redaksi
    LAMPUNG, KOMPAS.com
    – Sebuah kapal tongkang pengangkut gelondongan kayu terdampar di pesisir Pantai Kabupaten Pesisir Barat.
    Pada potongan kayu terdapat
    barcode
    perusahaan.
    Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Yuni Iswandari menyampaikan, kapal itu terdampar di Pantai Tanjung Setia sejak 6 November 2025.
    Dari keterangan yang dihimpun kepolisian, kapal tongkang itu berasal dari Sumatera Barat (Sumbar) pada 2 November 2025.
    “Muatannya sekitar 4.800 kubik kayu,” kata Yuni saat dihubungi, Kamis (5/12/2025).
    Diduga,
    cuaca ekstrem
    menjadi penyebab utama kapal kehilangan kendali hingga akhirnya terdampar.
    Selain itu, tali pengikat kapal disebut ikut terlilit dan memperparah situasi.
    “Cuaca saat itu sangat ekstrem. Ada tali kapal yang terlilit, sehingga mengakibatkan tongkang terdampar,” katanya.
    Dari pendataan sementara, ribuan batang kayu itu memiliki panjang hingga 6 meter dengan diameter mencapai 50-100 sentimeter.
    Selain itu, tercantum
    barcode 
    bertuliskan nama perusahaan PT MPL dan “Sumatera Barat”.
    Yuni memastikan, pihak kepolisian telah mengambil langkah cepat menindaklanjuti insiden tersebut.
    Sejumlah anak buah kapal (ABK) juga telah dimintai keterangan.
    Hingga kini, kondisi tongkang beserta muatan kayu masih berada di lokasi, dan penanganan kasus ditangani Polres
    Pesisir Barat
    bersama Direktorat Polairud Polda Lampung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peringatan Pakar UGM soal Banjir Sumatera, Dosa Ekologis Harus Dihentikan!

    Peringatan Pakar UGM soal Banjir Sumatera, Dosa Ekologis Harus Dihentikan!

    Jakarta

    Banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah di Sumatra pekan lalu kembali mengingatkan bahwa pulau ini memang punya sejarah panjang terkait bencana alam.

    Arus besar yang datang tiba-tiba membawa kayu, lumpur, dan bongkahan tanah dari lereng-lereng curam Bukit Barisan. Meski terlihat mendadak, penyebabnya sebenarnya sudah lama terbentuk, mulai dari kondisi geologi, perubahan iklim, hingga kerusakan lingkungan.

    Dalam sebuah diskusi yang dilaporkan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Ir. Hatma Suryatmojo dari Fakultas Kehutanan UGM menjelaskan bahwa bentuk alam Sumatera membuat wilayah ini sangat rentan. Dari Aceh sampai Lampung, deretan lereng curam mengalirkan air langsung ke dataran rendah. Banyak pemukiman juga berdiri di area kipas vulkanik, yang secara alami menjadi jalur aliran air saat hujan turun.

    “Dengan pola seperti itu, hujan deras pasti membawa material dalam jumlah besar dan kecepatan tinggi,” kata Hatma seperti dikutip dari situs resmi UGM, Jumat (5/12/2025).

    Ia menilai kerusakan lingkungan di hulu memperparah kondisi tersebut. Pembukaan lahan, pemukiman yang naik ke dataran tinggi, dan hilangnya hutan membuat air hujan tak lagi terserap dengan baik. Tanpa tutupan hutan, air langsung menggelontor turun ke sungai dalam volume besar dan memicu banjir bandang.

    “Para pihak yang menjadi kontributor dosa ekologis itu sudah saatnya berhenti,” tegasnya.

    Sejatinya, hutan punya kemampuan alami untuk menahan air. Dalam kondisi ideal, sepertiga air hujan bisa tertahan di daun dan ranting, dan lebih dari separuhnya meresap ke tanah. Jika hutannya hilang, air langsung bergerak bersama-sama menuju sungai.

    “Neraca airnya pasti berubah dan debit puncaknya meningkat drastis,” jelas Hatma.

    Mantan Kepala BMKG, Prof. Dwikorita Karnawati, menambahkan bahwa perubahan iklim membuat situasi semakin sulit. Suhu global yang sudah naik 1,55°C memicu hujan ekstrem lebih sering dari sebelumnya. Jika tren ini tidak ditekan, peningkatannya bisa mencapai 3,5°C pada akhir abad. “Kalau mitigasi ekologinya dilewatkan, kita bisa musnah,” katanya.

    Ia juga menyoroti geologi Sumatera yang labil. Batuan di wilayah itu terbentuk dari tumbukan lempeng dan banyak memiliki retakan. Saat terjadi gempa kecil saja, retakan ini bisa memicu longsor. Longsoran kemudian dapat membendung sungai dan menjadi bendungan alami yang berisiko jebol sewaktu-waktu.

    “Retakan-retakan itu membuat wilayah ini sangat rentan terhadap gerakan tanah,” ujarnya.

    Bukan hanya itu, anomali siklon tropis juga ikut berperan. Siklon yang biasanya tidak memasuki wilayah tropis kini justru tumbuh dan melintas di Indonesia, membawa hujan deras selama berhari-hari. Akibatnya, risiko banjir bandang meningkat dan periode ulang bencananya semakin pendek. “Siklonnya tidak lagi patuh pada jalurnya,” kata Dwikorita.

    Ia menjelaskan bahwa fenomena ini sudah terlihat sejak munculnya Siklon Seroja dan Cempaka beberapa tahun lalu. Polanya makin jelas dengan hadirnya Siklon Senyar yang bahkan melintasi daratan hingga mencapai Semenanjung Malaya.

    “Siklonnya tidak lagi patuh pada jalurnya, dan ini anomali yang semakin sering muncul,” ujarnya.

    Ia menjelaskan bahwa fenomena ini sudah terlihat sejak munculnya Siklon Seroja dan Cempaka beberapa tahun lalu. Polanya makin jelas dengan hadirnya Siklon Senyar yang bahkan melintasi daratan hingga mencapai Semenanjung Malaya.

    “Ini anomali yang menunjukkan perubahan iklim semakin mempengaruhi dinamika siklon di kawasan Indonesia,” tutupnya.

    (rns/rns)

  • BMKG Ungkap Potensi Hujan Lebat pada 5-11 Desember, Ini Daftar Wilayahnya
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Desember 2025

    BMKG Ungkap Potensi Hujan Lebat pada 5-11 Desember, Ini Daftar Wilayahnya Nasional 5 Desember 2025

    BMKG Ungkap Potensi Hujan Lebat pada 5-11 Desember, Ini Daftar Wilayahnya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan potensi hujan lebat yang terjadi pada 5-7 Desember 2025 dan 8-11 Desember 2025.
    Pada 5-7 Desember 2025,
    hujan lebat
    berpotensi terjadi di wilayah Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung); Jawa (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur); Kalimantan Barat; Maluku Utara; Maluku; Papua Pegunungan; dan Papua Selatan.
    Sedangkan pada 8-11 Desember 2025, hujan lebat berpotensi terjadi di Sumatera Utara; Riau; Jambi; Kepulauan Bangka Belitung; Bengkulu; Lampung; Jawa Barat; Jawa Timur; Nusa Tenggara Barat; Kalimantan Barat; Papua Pegunungan; Maluku Utara (peluang angin kencang); Sulawesi Utara (peluang angin kencang).
    Kepala
    BMKG
    Teuku Faisal Fathani mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, menyusul potensi meningkatnya curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan.
    “Kami mengajak masyarakat untuk tetap waspada tetapi tidak perlu panik. Pastikan saluran air berfungsi baik, jaga kebersihan lingkungan, dan pantau pembaruan cuaca melalui InfoBMKG sebelum beraktivitas,” ujar Faisal dalam siaran pers, Jumat (5/12/2025).
    BMKG mencatat sejumlah daerah masih berpeluang diguyur hujan berintensitas lebat dalam beberapa hari mendatang. Faisal juga mengingatkan agar masyarakat hanya merujuk pada informasi resmi.
    “Kami mengingatkan masyarakat agar tidak mudah mempercayai informasi cuaca dari sumber yang tidak resmi,” kata Faisal.
    Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan, aktivitas atmosfer berskala global, regional, dan lokal tengah meningkat. Fenomena seperti Gelombang Rossby Ekuator, Gelombang Kelvin, dan Madden–Julian Oscillation (MJO) turut memicu pembentukan awan hujan.
    “Aktivitas gelombang atmosfer tersebut terutama memperkuat pembentukan awan hujan di sebagian wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua,” kata Guswanto.
    Selain itu, Bibit Siklon Tropis 93W yang terpantau di timur Filipina juga memberikan dampak tidak langsung berupa peningkatan hujan di wilayah Sulawesi Utara dan Maluku Utara.
    Dok. Freepik/Freepik Ilustrasi cuaca ekstrem.
    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (
    Menko PMK
    )
    Pratikno
    mengatakan, pemerintah bersiaga mengantisipasi
    potensi hujan lebat
    yang diprediksi terjadi di sejumlah wilayah.
    Hal tersebut disampaikan Pratikno dalam konferensi pers penanggulangan bencana Sumatera di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (3/12/2025).
    “BMKG sudah menyampaikan ada potensi hujan lebat, bahkan sangat lebat sampai akhir tahun ini, termasuk di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Jawa, Kalimantan, Maluku, dan Papua,” jelas Pratikno dalam konferensi pers.
    “Dan ini, kami telah mewaspadai dan mempersiapkan sedini mungkin untuk mengurangi risiko semaksimal mungkin,” sambungnya.
    Salah satu upaya pemerintah untuk menekan intensitas hujan lebat itu adalah dengan melakukan modifikasi cuaca.
    Harapannya, antisipasi yang dilakukan pemerintah dapat menurunkan risiko bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah yang berpotensi terjadinya
    cuaca ekstrem
    .
    “Dan ini, kami telah mewaspadai dan mempersiapkan sedini mungkin untuk mengurangi risiko semaksimal mungkin,” ujar Pratikno.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Panggilan Darurat dari Sumatera: Pemerintah Gamang Tetapkan Bencana Nasional?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Desember 2025

    Panggilan Darurat dari Sumatera: Pemerintah Gamang Tetapkan Bencana Nasional? Nasional 5 Desember 2025

    Panggilan Darurat dari Sumatera: Pemerintah Gamang Tetapkan Bencana Nasional?
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    GUBERNUR
    Aceh, Muzakir Manaf, menyamakan banjir yang menerjang provinsinya sebagai tsunami kedua. Itu momen terkelam dalam sejarah Aceh sejak bergabung dengan republik Indonesia–gempa dahsyat dengan skala yang “menyundul” Skala Richter di akhir 2004 silam.
    Kini, “tsunami” itu berulang, tapi dari sebab lain: Diduga paduan faktor alam dan ulah manusia.
    “Aceh seakan mengalami tsunami kedua. Tugas kita adalah melayani mereka yang terdampak. Tidak boleh ada jeda kemanusiaan di lapangan,” kata Mualem, begitu gubernur Aceh itu karib disapa (
    Antara
    , 2/12/2025).
    Skala dampak banjir di tanah rencong menjangkau 18 kabupaten/kota, tersebar di 226 kecamatan serta 3.310 desa (gampong). Hingga 4 Desember 2025, sebanyak 277 orang meninggal di Aceh. Sedikitnya 193 korban hilang dan 1.800 luka-luka.
    Bukan hanya Aceh, banjir serupa menghumbalang Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Data terakhir, korban meninggal di Sumut mencapai 299 orang, korban hilang 159 orang dan 610 luka-luka.
    Adapun di Sumatera Barat, sebanyak 200 orang meninggal, 212 orang lainnya masih hilang dan 111 orang luka-luka. Total warga terdampak banjir besar di Aceh, Sumut, dan Sumbar menembus 3,3 juta jiwa (
    Liputan6.com
    , 4/12/2025).
    Banjir besar itu juga meluluhlantakkan infrastruktur seperti jembatan, fasilitas pendidikan, rumah ibadah, kantor hingga rumah warga.
    Data di atas menggambarkan betapa daruratnya bencana di tiga provinsi itu. Panggilan yang mestinya mendesak pemerintah pusat di Jakarta merespons dengan sigap dan supercepat.
    Terlebih dalam bencana ini, terindikasi ada kejahatan korporasi dan manusia di balik banjir dan longsor. Pemandangan kayu gelondongan di sejumlah titik lokasi banjir memberi kabar tentang adanya ulah manusia di balik bencana ini. Menteri Lingkungan Hanif Faisol mulai mengakui soal ini.
    “Ada indikasi pembukaan-pembukaan kebun sawit yang menyisakan log-log. Karena memang kan
    zero burning
    , sehingga kayu itu tidak dibakar, tapi dipinggirkan,” ujar Hanif Faisol (
    Kompas.com
    , 3/12/2025).
    Sang menteri melanjutkan, “Ternyata banjirnya yang cukup besar, mendorong itu (gelondongan kayu) menjadi bencana berlipat-lipat.”
    Dalam UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah

    longsor.
    Sementara bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
    Bencana di Sumatera kali ini adalah kombinasi antara faktor alam (curah hujan ekstrem) dengan kerusakan ekologi yang diduga karena ulah manusia, khususnya korporasi.
    Daya rusaknya mencekam. Tak salah jika menteri Lingkungan Hidup bilang “bencana berlipat-lipat”. Maksudnya, dampak banjir itu ke mana-mana, sangat merusak, luas dan parah.
    Namun, mengapa pemerintah tak lekas menetapkannya sebagai bencana nasional? Apakah perlu data dan informasi lagi untuk menggedor Jakarta bertanggung jawab?
    Sebagian kepala daerah telah melempar handuk atau bendera putih, tanda tak sanggup. Mengapa Jakarta masih kagok dan gamang?
    Kemarin adalah masa lalu, hari ini adalah kenyataan, dan esok adalah masa depan. Korban banjir membutuhkan kehadiran pemerintah untuk menghadapi kenyataan pahit ini.
    Mereka perlu diyakinkan bahwa masa depannya bisa ditegakkan. Namun, tak mungkin mereka membangun rumah, sekolah, tempat ibadah, jembatan hingga infrastruktur publik lainnya dengan swadaya.
    Negara perlu hadir lewat pemerintah terdekat. Ketika pemerintah terdekat tak sanggup, Jakarta harus menanggung beban.
    Negeri kita punya UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pasal 51 ayat 1 menyebutkan, “Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana.”
    Ayat 2 menorehkan siapa yang harus bertanggung jawab. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk skala nasional dilakukan oleh presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/wali kota.
    Sudah waktunya Presiden Prabowo Subianto mengambil tanggung jawab. Saat ini tak penting lagi memberi “cap” bantuan presiden untuk beras atau kebutuhan pokok untuk korban banjir di Sumatera.
    Kini dibutuhkan seorang komandan yang menggerakkan tim dari Jakarta untuk turun ke lokasi bencana.
    Data dan informasi dihimpun untuk menggerakkan pekerjaan raksasa ini. Skala prioritas dibuat paling penting menyelamatkan manusia.
    Mereka yang berada di pengungsian tak boleh lapar. Tak boleh lagi ada cerita korban banjir, seperti di Sibolga, Sumatera Utara yang berebut makanan di minimarket. Sebelumnya diberitakan “menjarah”.
    Jangan lagi ada penjabat yang dengan enteng bicara, ”
    Banjir Sumatera
    cuma besar di media sosial”. Korban banjir di Sumatera memanggil. Panggilan mereka darurat, terkait nyawa yang tak ada “penggantinya di toko”.
    Pemerintah pusat punya duit kok. Dana makan bergizi gratis (MBG) tidak seluruhnya terserap tahun ini. Untuk program ini Badan Gizi Nasional (BGN) pernah minta dana tambahan hingga berjumlah Rp 171 triliun.
    Dari dana teralokasi tahun ini, bisa dikembalikan ke kas negara jika tak sanggup diserap. Pemerintah harus tahu mana yang lebih darurat dan mana yang harus ditangguhkan.
    Ini bukan masa normal. Bertindak
    business as usual
    tidak cukup. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa harus lentur. Menurut dia, saat ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih memiliki lebih dari Rp 500 miliar dana siap pakai. Apakah itu cukup?
    Keadaan dan situasi lapangan yang berbicara. Satu yang pasti, anggaran penanganan bencana justru turun pada RAPBN 2026 menjadi Rp 491 miliar. Padahal di APBN 2025 masih Rp 2,01 triliun (
    CNBCIndonesia.com
    , 1/12/2025).
    Negara ini berada di lintasan “cincin api Pasifik”. Indonesia rentan dengan gempa bumi. Pada 2004 silam, negeri kita telah berpengalaman menangani bencana superbesar: Tsunami Aceh dan lalu Nias.
    Seyogianya pengalaman itu tidak bikin pemerintah kagok dan gagap lagi. Itu menimpa ujung Sumatera di masa Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kala.
    Di masa itu pemerintah terpaksa dan harus rela membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias.
    Duet militer dan sipil itu juga memobilisasi bantuan internasional karena super dahsyatnya kerusakan akibat tsunami dan gempa bumi saat itu.
    Dalam lima tahun BRR bekerja, badan ini menghabiskan Rp 74 triliun untuk merehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias. BRR membangun 134.000 rumah, 3.600 kilometer jalan dan 1.400 gedung sekolah.
    Apakah badan semacam BRR ini diperlukan untuk menjawab masalah saat ini?
    Menurut saya, iya. Itu merupakan bentuk kehadiran negara. Skala masalah dan kerjanya mungkin tak sebesar di Aceh 2004. Namun ingat, banjir akhir November 2025 ini memorakporandakan tiga provinsi di Sumatera.
    Untuk saat ini, yang paling penting adalah segera menetapkan status bencana nasional di Sumatera. Wakil rakyat di DPR jangan hanya menyerahkan urusan ini kepada presiden.
    Sebaliknya, DPR harus di depan dalam memberikan saran kepada presiden untuk menyatakan status bencana nasional di Sumatera.
    Korban banjir menunggu bantuan, daerah yang aksesnya terputus perlu segera dibuka, kerusakan infrastruktur yang massal harus segera dibangun.
    Sementara itu, mulai sekarang layak dikaji ulang keserakahan bangsa ini dalam mengeruk alam. Dalam siaran pers bertajuk “Dari Hulu yang Robek ke Kampung yang Tenggelam: Banjir Sumatera dan Ledakan Izin Ekstraktif”, Jatam mengingatkan hal yang sudah lama tidak didengar.
    Mengutip data Kementerian ESDM, Jatam memperlihatkan bahwa Sumatera telah diperlakukan sebagai zona pengorbanan untuk tambang minerba, mineral dan batu bara. Di pulau ini, ada 1.907 wilayah izin usaha pertambangan minerba aktif dengan total luas 2.458.469,09 hektare.
    Kepadatan izin ini terkonsentrasi di Bangka Belitung (443 izin), Kepulauan Riau (338), Sumatera Selatan (217), Sumatera Barat (200), Jambi (195), dan Sumatera Utara (170).
    Sementara provinsi lain seperti Lampung, Bengkulu, Aceh, dan Riau juga dijejali puluhan hingga ratusan izin di darat maupun laut.
    Menurut Jatam, luasan dan sebaran konsesi ini berarti jutaan hektare jaringan hutan, kebun rakyat, dan lahan basah yang dulu berfungsi sebagai penyangga air kini berubah menjadi area galian, infrastruktur tambang, dan jalur angkut, yang melemahkan kemampuan DAS untuk menahan dan mengalirkan air secara perlahan.
    Tekanan terhadap ekosistem Sumatera tidak berhenti pada tambang minerba. Sedikitnya 28 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) beroperasi atau dikembangkan di pulau ini, dengan sebaran terbesar di Sumatera Utara sebanyak 16 titik, diikuti Bengkulu (5 PLTA), Sumatera Barat (3), Lampung (2), dan Riau (2).
    Negeri ini harus mengkaji ulang tentang pembangunan yang bertumpu pada industri ekstraktif.
    Saya ingin ulang lagi pernyataan Bjorn Hettne dalam buku “Teori Pembangunan dan Tiga Dunia” (1990). Di buku ini, ia menyebut pembangunan adalah salah satu gagasan yang tertua dan terkuat dari semua gagasan Barat (baca: Eropa).
    Unsur utamanya, kata Hettne, tak lain metafora pertumbuhan. Pembangunan sesuai dengan metafora ini dipahami sebagai organisme, imanen, terarah, kumulatif, dan bertujuan.
    Sumatera hari ini adalah kisah pembangunan yang kehilangan arah. Saat alam rusak, cuma soal waktu ia bakal memukul balik manusia.
    Bencana Sumatera
    bukan semata karena faktor alam, tapi juga karena ulah manusia–kepanjangan tangan dari korporasi–yang serakah.
    Sesuatu yang digugat dan tidak dikehendaki oleh Presiden Prabowo ketika berulang-ulang mengucapkan ‘Serakahnomics’ di sejumlah kesempatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Ribuan Kayu Besar Berdiameter 2 Meter Lebih Terdampar di Lampung, Dibawa dari Sumbar

    Viral Ribuan Kayu Besar Berdiameter 2 Meter Lebih Terdampar di Lampung, Dibawa dari Sumbar

    GELORA.CO – Sebuah video memperlihatkan ribuan gelondongan kayu besar berdiameter kurang lebih 2 meter terdampar di sepanjang Pantai Tanjung Setia, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, membuat publik heboh. Kayu-kayu tersebut merupakan muatan kapal tongkang yang kandas akibat cuaca ekstrem.

    Dalam video dan foto yang viral di media sosial menunjukkan kondisi kayu yang terdampar di tepi pantai. Tak jauh dari pantai terlihat kapal tongkang yang membawa muatan kayu tersebut;

    Mengejutkannya, ribuan kayu ukuran besar ini ternyata dibawa dari Sumatra Barat (Sumbar) terdiri atas kayu meranti merah, meranti putih, dan kayu kruing yang jumlahnya mencapai 4.800 kubik. Kapal tongkang yang membawanya kandas setelah tali pengikatnya diduga terlilit akibat angin kencang dan gelombang tinggi.

    Kandasnya kapal menyebabkan ribuan batang kayu terempas ke pantai dan berserakan di jalur perahu nelayan bersandar.

    Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun membenarkan terdamparnya kapal tongkang tersebut. Dia menyebut polisi sudah mengambil langkah penanganan cepat dengan memeriksa sejumlah saksi.

    “Kapal tongkang di Pesisir Barat. Pada 2 November dari Sumatera Barat menuju ke arah Pesisir Barat. Kemudian kandas akibat cuaca ekstrem dan terlilit talinya,” ujar Kombes Yuni, Kamis (5/12/2025).

    Dia juga mengungkap bahwa hingga kini kapal masih berada di lokasi. Polres Pesisir Barat dan Direktorat Polair telah meminta keterangan tiga anak buah kapal (ABK) 

    “Kondisinya masih ada di sana. Aparat sudah mengambil langkah-langkah dan tindakan, sudah ambil keterangan tiga ABK. Muatan kayu itu, beban muatan kurang lebih 4.800 kubik terdiri atas kayu meranti merah, kayu meranti putih, kayu kruing,” ujarnya.

    Saat ini, proses penanganan lanjutan tengah menunggu koordinasi dengan otoritas terkait. Kayu-kayu yang terdampar terus diawasi untuk kepentingan penyelidikan secara menyeluruh

  • Masuk Blue Book, Empat Proyek PGEO Berpeluang Dapat Pendanaan 613 Juta Dolar AS

    Masuk Blue Book, Empat Proyek PGEO Berpeluang Dapat Pendanaan 613 Juta Dolar AS

    JAKARTA – Sebanyak empat proyek panas bumi milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) masuk dalam Blue Book 2025–2029 oleh Kementerian PPN/Bappenas.

    Dengan masuknya proyek ini, PGEO berpotensi mendapatkan pendanaan indikatif sebesar 613 juta dolar AS untuk pengembangan proyek panas bumi.

    Direktur Eksplorasi & Pengembangan PGE Edwil Suzandi merinci, keempat proyek PGE yang masuk dalam Blue Book 2025-2029 diantaranya Lumut Balai Unit 3, Lumut Balai Unit 4, Gunung Tiga/Ulubelu Extension I, serta Lahendong Unit 7–8 & Binary.

    Total nilai investasi untuk keempat proyek ini mencapai lebih dari 1,09 miliar dolar AS. 

    Realisasi proyek-proyek ini diproyeksikan menambah 215 MW kapasitas listrik rendah emisi, yang direncanakan beroperasi secara bertahap mulai tahun 2029 hingga 2032.

    “Hal ini mempertegas komitmen dalam pengembangan potensi 3 GW panas bumi Perseroan,” ujar Edwil, Kamis, 4 Desember.

    Lebih lanjut ia menjelaskan, keempat proyek ini berpotensi memperoleh pendanaan luar negeri melalui skema indicative concessional loan dengan nilai mencapai 613 juta dolar AS, yang berpotensi berasal dari sejumlah lembaga multilateral seperti World Bank, ADB, JBIC, atau JICA.

    “Pengembangan proyek-proyek ini tidak hanya meningkatkan bauran energi terbarukan nasional, tetapi juga menghadirkan multiplier effects bagi masyarakat di sekitar wilayah operasi, mulai dari penciptaan lapangan kerja baru hingga bertumbuhnya aktivitas ekonomi lokal,” beber dia.

    Lebih lanjut, kata Edwil, masing-masing proyek memiliki karakteristik serta peran strategis yang berbeda dalam memperkuat portofolio panas bumi nasional. Adapun belanja modal atau capex PLTP Lumut Balai Unit 3 mencapai 305 juta dolar AS dan Lumut Balai Unit sebesar 290 juta dolar AS akan memperkokoh klaster pengembangan panas bumi PGE di Sumatera Selatan.

    Sementara itu, Gunung Tiga/Ulubelu Extension I dengan capex sebesar 227 juta dolar AS akan menambah pasokan energi bersih di Provinsi Lampung melalui penerapan teknologi two-phase binary yang menawarkan efisiensi lebih tinggi.

    Di Sulawesi Utara, proyek Lahendong Unit 7–8 & Binary dengan belanja modal sebesar 274 juta dolar AS memperluas pengembangan panas bumi di salah satu wilayah dengan potensi geothermal terbesar di Indonesia.

    Edwil juga menyebut, melalui skema Subsidiary Loan Agreement (SLA), yakni mekanisme pinjaman terusan dari salah satu lembaga multilateral kepada Pemerintah Indonesia yang menawarkan pembiayaan berbiaya rendah dan berjangka panjang, kelayakan ekonomi proyek menjadi semakin kuat.

    Skema pembiayaan ini berpotensi meningkatkan Internal Rate of Return (IRR) proyek sebesar 1–3 persen sehingga memberikan nilai tambah bagi perusahaan sekaligus memastikan keberlanjutan investasi jangka panjang.

    “Pada tahap selanjutnya, PGE akan memasuki proses negosiasi dengan lembaga multilateral untuk memperoleh term pendanaan paling optimal termasuk struktur pembiayaan, tingkat suku bunga, tenor, serta persyaratan teknis dan lingkungan,” tandas dia.

  • Viral Kapal Tongkang Muatan Kayu Terdampar di Pesisir Barat Lampung, 3 ABK Diperiksa Polisi

    Viral Kapal Tongkang Muatan Kayu Terdampar di Pesisir Barat Lampung, 3 ABK Diperiksa Polisi

    Liputan6.com, Jakarta – Warga pesisir Pantai Tanjung Setia, Kecamatan Pesisir Selatan, Pesisir Barat, Lampung dikejutkan oleh terdamparnya kapal tongkang yang membawa muatan kayu hutan dalam jumlah besar. Peristiwa yang viral di media sosial itu tidak hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga merusak sejumlah perahu nelayan.

    Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun mengonfirmasi adanya kapal tongkang yang membawa muatan sekitar 4.800 kubik kayu itu kandas di perairan Pesisir Barat.

    “Kapal itu diketahui berangkat dari Sumatera Barat pada 2 November 2025. Kemudian kandas pada 6 November 2025,” jelas Yuni, Kamis (4/12/2025).

    Dia bilang, cuaca ekstrem menjadi penyebab utama kapal kehilangan kendali hingga akhirnya terdampar. Selain itu, tali pengikat kapal disebut ikut terlilit dan memperparah situasi.

    “Cuaca saat itu sangat ekstrem. Ada tali kapal yang terlilit, sehingga mengakibatkan tongkang terdampar,” katanya.

    Yuni memastikan pihak kepolisian telah mengambil langkah cepat menindaklanjuti insiden tersebut. Sejumlah anak buah kapal (ABK) juga telah dimintai keterangan.

    “Tiga ABK sudah kami mintai keterangan untuk penyelidikan lebih lanjut,” ujarnya.

    Hingga kini, kondisi tongkang beserta muatan kayu masih berada di lokasi dan penanganan kasus ditangani Polres Pesisir Barat bersama Direktorat Polair.

    “Masih ada di sana sampai hari ini,” ujarnya

     

     

  • Kasus Penculikan dan Pemerkosaan Remaja di Lampung Dipicu Utang Rp10 Juta Jadi Ratusan Juta

    Kasus Penculikan dan Pemerkosaan Remaja di Lampung Dipicu Utang Rp10 Juta Jadi Ratusan Juta

    Liputan6.com, Lampung – Fakta baru terungkap dalam kasus penculikan sekaligus pemerkosaan terhadap remaja perempuan berinisial NA (16) di Lampung Timur. Aksi kejahatan yang dilakukan tersangka Ida Bagus Made Wibawa (27), itu disebut dipicu persoalan utang orang tua korban kepada orang tua pelaku.

    Kasatreskrim Polres Lampung Timur, AKP Stefanus Boyoh mengatakan, utang tersebut awalnya sebesar Rp10 juta, namun kemudian berbunga sangat tinggi hingga mencapai ratusan juta rupiah.

    “Yang kami identifikasi utangnya Rp10 juta. Namun, berbunga banyak sampai ratusan juta. Jadi ya konteksnya bukan utang piutang, jangan dicampur adukan,” ujarnya, Kamis (4/12/2025).

    Kendati demikian, ia menegaskan persoalan utang piutang itu sama sekali tidak bisa menjadi alasan pembenar tindakan penculikan dan persetubuhan terhadap anak di bawah umur.

    “Ya mau punya utang atau enggak, tetap tidak dibenarkan menyetubuhi dan menculik anak di bawah umur. Itu fokus utama penindakan kami,” tegas Boyoh.

    Ia juga menyebut pihaknya tidak masuk ke ranah pribadi keluarga tersebut. “Nah itu urusan mereka, kami fokus pada perbuatan pidananya,” jelasnya.

    Barang-Barang Milik Korban Ikut Dirampas

    Tak hanya menculik korban selama enam bulan, pelaku juga diduga mengambil sejumlah perabotan rumah tangga milik orang tua korban.

    Dalam penggeledahan di rumah tersangka, polisi menemukan barang-barang yang diduga hasil pencurian, di antaranya ; satu termos air panas warna pink, satu unit setrika merek Maspion, satu alat mandi (shower) tanpa merek, satu kompor listrik merek Raksonic, satu televisi merek Sharp, satu magic com merek Miyako, satu kulkas merek Sharp warna merah yang telah dicat hitam, satu selimut warna cokelat kombinasi dan satu bungkus plastik berisi pakaian milik korban.

    Saat ini tersangka telah ditahan dan dijerat atas kasus penculikan serta persetubuhan anak di bawah umur. Polisi masih terus melakukan pendalaman guna mengembangkan penyidikan.

  • Dikira Korban Lakalantas, Ternyata Tukang Cukur Tewas Dianiaya Sopir Truk di Banten
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        4 Desember 2025

    Dikira Korban Lakalantas, Ternyata Tukang Cukur Tewas Dianiaya Sopir Truk di Banten Regional 4 Desember 2025

    Dikira Korban Lakalantas, Ternyata Tukang Cukur Tewas Dianiaya Sopir Truk di Banten
    Tim Redaksi
    SERANG, KOMPAS.com
    – Anan Riyanto (32) ditemukan tewas di Jalan Raya Cikande-Rangkasbitung, Jawilan, Kabupaten Serang, Banten, Minggu (9/11/2025).
    Awalnya, warga Desa Cijoro, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak mengira korban mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal.
    Namun, setelah dilakukan penyelidikan, terungkap bahwa Anan merupakan korban
    penganiayaan
    yang menyebabkan kematian.
    “Awalnya dikira korban laka. Kita cek ada kejanggalan karena keluarga korban melaporkan kepada kami bahwa ditemukan luka bekas kekerasan,” ungkap Kapolres Serang AKBP Condro Sasongko kepada wartawan, Kamis (4/12/2025).
    Menindaklanjuti laporan tersebut, penyidik bersama dokter forensik melakukan ekhumasi dan menemukan luka serius pada tubuh korban. Seperti patah tulang dasar tengkorak bagian depan, patah tulang wajah, dan patah pada rahang bawah.
    “Melalui rekaman CCTV dan rangkaian penyelidikan, kami memastikan bahwa korban bukan meninggal karena kecelakaan, melainkan akibat tindak kekerasan,” jelas Condro.
    Hasil penyelidikan mengungkap, Anan adalah korban penganiayaan yang dilakukan sopir dan kernet truk ayam potong.
    Tim Resmob segera bergerak setelah mengetahui identitas pelaku. Mereka menangkap dua tersangka berinisial MN (29), warga Pringsewu, dan RA (23), warga Lampung Selatan.
    Keduanya ditangkap saat mengambil Delivery Order (DO) ayam potong di PT Cibadak Indah Sari Farm 2, Jalan Raya Jasinga–Tenjo, Desa Bojong, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, pada Sabtu (22/11/2025).
    “Sudah jadi tersangka keduanya. Tersangka RA perannya memukul dengan kunci roda berkali-kali, tersangka MN menyuruh memukul dan membiarkan,” kata Kasat Reskrim Polres Serang AKP Andi Kurniady.
    Dari keterangan tersangka, Andi menjelaskan, kasus penganiayaan terjadi saat keduanya mengendarai truk Mitsubishi BE 8673 C untuk mengambil DO ayam potong di wilayah Rangkasbitung.
    Ketika mereka memperlambat kendaraan untuk mencari tempat makan, Anan, yang kemudian diketahui sebagai korban, mendekat dan menumpang.
    Namun, dalam waktu kurang dari 10 menit, tersangka secara tiba-tiba memukul Anan menggunakan tangan dan kunci roda yang diambil dari bawah jok.
    Dalam kondisi terluka, korban berusaha membuka pintu saat kendaraan melaju dengan kecepatan 60 km/jam.
    Akibatnya, Anan ditemukan warga dalam kondisi tidak bernyawa.
    “Para pelaku bukannya memberikan pertolongan, tetapi justru melanjutkan perjalanan dan meninggalkan korban begitu saja,” tambah Andi.
    Keduanya kini dijerat dengan pasal 351 ayat (3) KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal 7 tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.