Warga Pasar Gelombang, Kayu Tanam, Padang Pariaman mendapat berkah di balik peristiwa meninggalnya Nia Kurnia Sari, remaja penjual gorengan. Makam Nia banyak dikunjungi oleh masyarakat dari dalam hingga luar daerah Sumatera Barat.
Ringkasan

Jakarta –
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menargetkan rehabilitasi lahan mangrove seluas 6.000 hektar di Sumatera Utara (Sumut) tuntas pada 2027. Percepatan rehabilitasi penanaman itu dilakukan melalui program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR).
“Kalau 6.000 kita jenjang sampai tahun 2027 ya, jenjang daya manusia itu sendiri, dari tahun 2024,” kata Asisten Rehabilitasi Mangrove PPIU M4CR Sumatera Utara, Sigit Prasetyo di Swiss-Belinn Hotel, Medan, Sumatera Utara, Minggu (1/12/2024).
Sigit mengatakan target rehabilitasi 6.000 hektar lahan mangrove itu merupakan data indikatif. Dia menuturkan pihaknya masih berupaya mencapai target tersebut hingga tahun 2027.
“Untuk target M4CR sendiri seperti yang kita tahu sejak awal, untuk di Sumatera Utara berdasarkan data indikatif di angka 6.000 (hektar). Perlu kita ketahui bersama juga bahwa data ini merupakan data indikatif sebelum dilakukan identifikasi dan inventarisasi sehingga untuk sampai detik ini, kita masih berprogres untuk menuju angka yang sudah ada,” ujarnya.
Dia mengatakan percepatan rehabilitasi mangrove di Sumut dilakukan dengan penambahan kurikulum mangrove di tingkat SMA. Kemudian, peningkatan kesadaran masyarakat melalui sosialisasi secara formal dan informal, serta kerja sama dengan perguruan tinggi dalam menyusun rancangan kegiatan.
“Dan untuk progress tersebut kita melaksanakan beberapa strategi pelaksanaan percepatan rehabilitasi mangrove di Sumut. Mulai dari peningkatan kesadaran masyarakat melalui penambahan kurikulum mangrove tingkat SMA, sosialisasi baik formal dan informal, kita juga melaksanakan kerja sama dengan universitas dalam rangka penyusunan rancangan kegiatan untuk pencapaian target kita, juga baru-baru ini coba membentuk tim rehabilitasi mangrove dengan rekan-rekan yang ada di BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) utamanya untuk wilayah konservasi,” tuturnya.
“Kerusakan mangrove sendiri banyak mempengaruhi mulai dari mata pencarian dari nelayan dan yang lain, mempengaruhi juga kepada banjir rob karena seperti yang kita tahu mangrove sendiri menjadi benteng utama atau penahan dari arus-arus banjir rob. Apabila sistem mangrove itu hilang akan mempengaruhi permukiman yang berada di sekitar pesisir,” ujarnya.
Sebagai informasi, Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) adalah program konservasi yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan World Bank. Program ini bertujuan untuk merehabilitasi ribuan hektar mangrove yang terdegradasi di 4 fokus lokasi yakni Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Program ini juga merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam aksi iklim global. Tujuannya yakni untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir terhadap bencana alam melalui pendekatan konservasi yang terpadu.
(mib/idn)

Medan –
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Yuliani Siregar mengatakan rehabilitasi lahan mangrove penting untuk dilakukan. Yuliani mengatakan 15 ribu hektar lahan mangrove di Sumut dalam kategori rusak berat.
“Dan yang rusak berat itu lebih kurang sekitar 15 ribu hektar,” kata Yuliani Siregar di Swiss-Belinn Hotel, Medan, Sumatera Utara, Minggu (1/12/2024).
Yuliani mengatakan kawasan mangrove di Sumut mencapai 100 ribu hektar. Namun existing lahan hanya 59 ribu hektar.
“Jadi saya sampaikan di sini bahwasanya kawasan mangrove di Sumatera Utara itu lebih kurang ada 100 ribu hektar tapi existingnya di lapangan lebih kurang sekitar 59 (ribu) hektar,” ujarnya.
Dia mengatakan rehabilitasi dilakukan pada lahan mangrove yang rusak tersebut. Dia menuturkan salah satu program rehabilitasi itu yakni Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) yang dilakukan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
“Jadi kondisi yang rusak inilah yang akan dilakukan rehabilitasi. Jadi pemerintah selama ini sejak tahun 2020 menunjuk BRGM untuk melakukan rehabilitasi mangrove di Sumatera Utara,” ujarnya.
“Sejak usia sekolah harus paham penting artinya pohon ya, bukan hanya mangrove, pohon-pohon yang lain juga seperti itu karena dulu pernah ada program kecil menanam, dewasa memanen supaya digiatkan kembali program-program. Ya mudah-mudahan ini bisa di tingkat nasional,” tambahnya.
Lebih lanjut, Yuliani mengatakan launching kurikulum mangrove tingkat SMA di Sumut telah dilakukan. Dia mengatakan persiapan proses realisasi modul muatan lokal di kurikulum mangrove itu masih berlangsung.
Sebagai informasi, Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) adalah program konservasi yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan World Bank. Program ini bertujuan untuk merehabilitasi ribuan hektar mangrove yang terdegradasi di 4 fokus lokasi yakni Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Rehabilitasi dilakukan untuk memperkuat ketahanan pesisir, mengurangi emisi karbon, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain fokus pada pemulihan ekosistem mangrove, M4CR juga mendorong pemberdayaan ekonomi lokal melalui berbagai program berkelanjutan yang melibatkan masyarakat, seperti ekowisata, produksi kuliner lokal, serta pelatihan pengelolaan sumber daya alam.
Program ini juga merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam aksi iklim global. Tujuannya yakni untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir terhadap bencana alam melalui pendekatan konservasi yang terpadu.
(mib/idn)

Jakarta (beritqjatim.com) – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, meminta agar jajaran partai, tim pemenangan dan paslon dari PDIP tidak terpengaruh dengan rilis hasil Quick Count (QC) beberapa lembaga survei.
Dari informasi dan pengolahan data yang dilakukan internal dan external, Deddy menyatakan pihaknya melihat berbagai indikasi yang mengarah pada upaya sistematis membangun opini publik lewat QC tersebut.
Anggota Komisi II DPR RI itu juga menyatakan PDI Perjuangan menyimpulkan bahwa narasi yg diharapkan oleh pihak-pihak tertentu itu adalah menciptakan opini “kalah”.
“Jika agenda ini berhasil maka akan menghancurkan moral force atau semangat jajaran partai, Tim Pemenangan dan Paslon dalam mengawal proses penghitungan manual berjenjang,” tuding Deddy.
Padahal, dia menegaskan, yang menentukan menang kalah itu adalah perhitungan manual, bukan QC. Untuk itu, kata Deddy, DPP PDIP telah mengeluarkan seruan kepada seluruh pihak terkait agar terus mengawal dokumen C1, C Hasil dan rekapitulasi suara tingkat Kecamatan yang akan dilakukan besok (28/11) di seluruh Indonesia.
“Perhitungan suara Kecamatan (PPK) tersebut sangat penting,” kata Anggota DPR RI dari Kalimantan Utara tersebut.
Menurut Deddy, keanehan banyak ditemukan pada beberapa QC tingkat Kabupaten-Kota dan Provinsi. Sebagai contoh Deddy, menyebut provinsi seperti Kepulauan Riau, Jawa Timur, Jawa Tengah Daerah Khusus Jakarta, Banten, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur.
“Hasil Exit Poll dan rekap C1 di daerah-daerah di atas tidak konsisten dengan QC yang ada. Demikian pula Sumatera Utara dan Kota Medan, jika melihat kondisi banjir di wilayah Medan dan wilayah penyangganya, patut ditengarai hasil QC tersebut patut diragukan,” kata Deddy.
“Khusus di Jakarta, data kamar hitung internal menunjukkan angka di kisaran 52-53% tetapi beberapa lembaga mengeluarkan hasil QC di bawah 50%. Kami menengarai ada upaya mempengaruhi hasil pilgub agar berjalan 2 putaran,” tambahnya.
“Daerah-daerah seperti Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jatim dan Banten yang sarat dengan campur tangan ilegal aparatur kekuasaan sangat mungkin menghasilkan QC ala Jokowi. Daerah-daerah itu sudah sejak lama terjadi intervensi sebagaimana disampaikan Sekjen Hasto Kristiyanto dalam sebuah podcast beberapa hari lalu,”kata Deddy.
Lebih jauh, Deddy mengatakan sesungguhnya QC adalah metode yang baik dan dapat diterima sebagai benchmark hasil pemilu. Tetapi pengalaman pemilu legislatif dan presiden yang lalu menunjukkan bahwa QC dapat diintervensi di tingkat hulu, hasil yang disampaikan dari TPS yang ditunjuk sebagai sampling, kata Deddy.
“Sekarang kan semua lembaga pelaksana QC harus melaporkan secara detail lokasi sampling nya, ini membuka peluang intervensi. Jadi ini bukan soal tidak percaya QC, tetapi karena adanya indikasi faktor kerawanan di hulu dan di hilir,” ujar Deddy.
“Oleh karena itu, kami sudah memerintahkan agar saksi-saksi dan para simpatisan terus mengawal proses perhitungan suara manual berjenjang hingga proses di Mahkamah Konsitusi,” katanya. [hen/beq]