provinsi: KALIMANTAN BARAT

  • Prakiraan Cuaca Sabtu 11 Januari 2025: Hujan Ringan hingga Petir di Beberapa Wilayah Indonesia

    Prakiraan Cuaca Sabtu 11 Januari 2025: Hujan Ringan hingga Petir di Beberapa Wilayah Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan prakiraan cuaca untuk Sabtu (11/1/2025). BMKG memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami hujan dengan intensitas ringan. Kemudian beberapa daerah juga diperkirakan menghadapi hujan disertai petir, sehingga masyarakat diminta untuk waspada.

    Berikut prakiraan cuaca BMKG untuk kota-kota besar di Indonesia:

    Sumatera:

    – Hujan Ringan: Medan, Pekanbaru, Jambi, Lampung, Pangkalpinang.

    – Hujan Petir: Tanjung Pinang, Padang, Bengkulu, Palembang.

    Jawa:

    – Hujan Ringan: Serang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta.

    – Hujan Sedang: Semarang, Surabaya.

    Bali dan Nusa Tenggara:

    – Hujan Ringan: Mataram.

    – Hujan Petir: Denpasar, Kupang.

    Kalimantan:

    – Hujan Ringan: Palangka Raya, Samarinda.

    – Hujan Petir: Pontianak, Banjarmasin, Tanjung Selor.

    Sulawesi:

    – Hujan Ringan: Manado, Kendari.

    – Hujan Sedang: Palu, Makassar.

    – Hujan Petir: Mamuju.

    Wilayah Timur Indonesia:

    – Hujan Ringan: Ternate, Sorong, Ambon, Jayapura, Jayawijaya.

    – Hujan Sedang: Nabire, Merauke.

    Prakirawan BMKG, Zhenny M. Husnah, melalui kanal YouTube resmi BMKG, menyampaikan bahwa masyarakat di sejumlah daerah seperti Tanjung Pinang, Padang, dan Pontianak perlu lebih berhati-hati karena potensi hujan disertai petir dapat meningkatkan risiko bencana, seperti banjir atau pohon tumbang.

    Tips Menghadapi Cuaca Hujan dan Petir:

    – Hindari berteduh di bawah pohon saat hujan petir.

    – Pastikan saluran air di sekitar rumah tidak tersumbat untuk mencegah banjir.

    – Gunakan payung atau jas hujan saat bepergian.

    BMKG terus memantau perkembangan cuaca dan mengimbau masyarakat untuk mengikuti informasi prakiraan cuaca terkini melalui kanal resmi.

  • Fakta-fakta Layanan SPA, Bukan Lagi Hiburan Tapi Jasa Kesehatan Tradisional    
        Fakta-fakta Layanan SPA, Bukan Lagi Hiburan Tapi Jasa Kesehatan Tradisional

    Fakta-fakta Layanan SPA, Bukan Lagi Hiburan Tapi Jasa Kesehatan Tradisional Fakta-fakta Layanan SPA, Bukan Lagi Hiburan Tapi Jasa Kesehatan Tradisional

    Jakarta

    Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan dalam perkara Nomor 19/PUU-XXII/2024 yang meminta agar SPA tidak lagi dimasukkan ke dalam kategori hiburan seperti halnya diskotek atau karaoke. Keputusan ini menjadikan layanan SPA merupakan termasuk kesehatan tradisional.

    Dalam permohonannya, para penggugat yang tergabung dalam Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) meminta kepada MK untuk mengubah pasal 55 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Dalam pasal tersebut, spa dan mandi uap disamakan dengan layanan hiburan seperti halnya diskotek, karaoke, hingga klub malam.

    Perubahan ini diharapkan tidak hanya mengikis stigma negatif, tetapi juga berdampak positif dari sisi bisnis. Ketua Umum ASPI dr Lianiwai Batihalim, MS, SpOk, M.Biomed mengatakan perubahan tersebut akan berdampak pada pajak yang dikenakan pada bisnis SPA di Indonesia.

    “Pajaknya harus dipertimbangkan, karena kesehatan punya regulasi sendiri, ini kesehatan tradisional lagi,” kata dr Lianiwai.

    Ketua I ASPI Mohammad Asyhadi dalam waktu dekat akan mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo, usai MK memutuskan SPA tidak masuk ke dalam jasa hiburan. Pasalnya, banyak usaha SPA yang saat ini mendapatkan besaran pajak yang berbeda-beda sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) masing-masing.

    “Kemarin yang jelas sudah selesai suratnya, tinggal teknik pengiriman. Belum (dikirim), tapi saya sampaikan ke lawyer agar segera dikirim (ke Presiden),” kata Asyhadi dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2024).

    “Masih bervariasi, ada yang HKPD karena mengikuti Surat Edaran Kemendagri. Perusahaan besar yang PKP itu 11 persen mengikuti PPN. Saya dapat laporan di Bali, Januari sudah kena 40 persen nih,” lanjut dia.

    ASPI sendiri mendorong pemerintah untuk cepat mengambil keputusan terkait besaran pajak usaha SPA di Indonesia setelah terbitnya putusan MK. Hal ini agar tidak terjadi kebingungan di antara Pemerintah Daerah dan para pelaku usaha.

    Usaha SPA Sempat Terancam Gulung Tikar

    Ketua II ASPI Bidang Pendidikan, Pelatihan, Sertifikasi Usaha dan Kompetensi Wulan Maharani Tilaar, BFA, MSc mengatakan selama 2024 ada usaha SPA yang mengirimkan surat ke ASPI karena terancam gulung tikar. Hal ini karena besaran tarif pajak sebelumnya mencapai 40-70 persen.

    “Imbasnya banyak dan panjang. Sangat berdampak kepada tamu kami yang mengeluhkan besaran biaya yang mereka harus keluarkan untuk perawatan. Secara operasional itu tidak mungkin masuk ke operasional,” kata Wulan.

    “Satu cabang di Ciawi dikenakan pajak sampai 50 persen, Pangkalan Bun itu sampai 75 persen, Palembang 40 persen, Pontianak 40 persen, dan Bengkulu 40 persen,” sambungnya.

    ASPI Bakal Berikan Pendampingan Terkait Standarisasi

    Setelah keputusan MK tersebut, ASPI akan lebih aktif membantu para terapis untuk bisa mendapatkan Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT). Selain itu, lanjut Wulan, ASPI akan melakukan sosialisasi kepada industri agar menerapkan standarisasi terkait pelayanan.

    “Kami akan fokus ke kegiatan sosialisasi agar melakukan program standarisasi dan sertifikasi sesuai Permenpar Nomor 4 Tahun 2021 dan Permenkes Nomor 8 Tahun 2014. Agar memiliki sertifikasi usaha Tirta I, Tirta II, dan Tirta III,” kata Wulan.

    NEXT: Stigma negatif layanan SPA

    Simak Video “Cara Sederhana untuk Miliki Kualitas Tidur yang Sempurna”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Resmi Disegel, KKP Turunkan Tim Patroli di Sekitar Pagar Laut Misterius

    Resmi Disegel, KKP Turunkan Tim Patroli di Sekitar Pagar Laut Misterius

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Tangerang, Banten pada Kamis (10/1/2025). Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah turut menurunkan tim untuk melakukan pengawasan di sekitar kawasan tersebut.

    Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin menyampaikan, Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) dan tim dari Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP secara rutin melakukan patroli di sekitar kawasan pagar laut pasca-disegel pemerintah.

    “Kita ada Pokmaswas dan tim dari Pangkalan PSDKP Jakarta lakukan patroli rutin sejak disegel kemarin ya,” kata Doni kepada Bisnis, Jumat (10/1/2025).

    Adapun, KKP pada Kamis (9/1/2025), resmi menghentikan aktivitas pemagaran laut ilegal sepanjang 30,16 km di wilayah pesisir Tangerang, Banten. 

    Pemagaran laut dimulai dari Desa Margamulya sampai dengan Desa Ketapang. Kemudian, Desa Patra Manggala sampai dengan Desa Ketapang. Diketahui konstruksi bahan dasar pemagaran merupakan cerucuk bambu. 

    Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menduga pagar laut itu tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan kerusakan ekosistem pesisir. 

    Dalam arahannya, Menteri Sakti mengatakan, aktivitas pemagaran laut itu dinilai tidak sesuai dengan praktek internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan dapat mengancam keberlanjutan ekologi. 

    “Segala kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki izin dasar dan berpotensi merusak keanekaragaman hayati serta menyebabkan perubahan fungsi ruang laut seperti pemagaran laut ini untuk segera dihentikan,” kata Sakti dalam keterangan resmi, Kamis (9/1/2025).

    Kendati sudah disegel, KKP mengaku belum mengetahui siapa pemilik pagar laut tersebut. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono mengatakan, pihaknya akan terus melakukan investigasi untuk mendalami siapa pemiliknya.

    “Saat ini kita hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini,” jelas Pung.

  • VIDEO KKP Lakukan Penyelidikan: Pemilik & Tujuan Pembangunan Pagar Laut di Tangerang Masih Misterius – Halaman all

    VIDEO KKP Lakukan Penyelidikan: Pemilik & Tujuan Pembangunan Pagar Laut di Tangerang Masih Misterius – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pagar bambu sepanjang lebih dari 30 kilometer ditemukan di pesisir laut Kabupaten Tangerang, Banten.

    Keberadaan pagar laut itu, membuat nelayan mengeluh lantaran tak bisa mencari udang dan kerang, yang mayoritas berada di pinggir pantai.

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun melakukan penyelidikan, namun pemilik dan tujuan dibangunnya pagar tersebut masih misterius.

    Pagar misterius membentang sepanjang 30,16 kilometer mengangetkan banyak pihak.

    Pagar itu muncul di pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. 

    Pagar bambu setinggi 6 meter ini membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Hingga kini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas pembangunannya.

    Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan diberi pemberat berupa karung berisi pasir.

    Setelah diinvestigasi aparat gabungan  tidak ada satu pun rekomendasi atau izin dari pihak berwenang untuk membuat pagar itu.

    Sementara keberadaan pagar itu mengganggu aktivitas ribuan nelayan karena pagar sepanjang 30,16 Km itu mencakup 16 desa.

    KKP terus melakukan penyelidikan terkait keberadaan pagar bambu yang ditemukan di perairan Kabupaten Tangerang.

    Identitas pemilik pagar laut itu belum diketahui.

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono menjelaskan, penyelidikan mendalam sedang dilakukan.

    Hal tersebut dilakukan guna mengungkap siapa pihak di balik pembangunan pagar itu.

    Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengumpulkan informasi lebih lanjut dari masyarakat sekitar guna mengidentifikasi siapa pemilik pagar tersebut.

    Bila identitas pemilik telah diketahui, langkah selanjutnya adalah pemanggilan resmi untuk meminta klarifikasi.

    Pagar Dikerjakan Malam-malam

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI Wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebut pemasangan pagar laut itu mempekerjakan masyarakat setempat yang mendapatkan upah Rp 100.000 sehari.

    Namun belum diketahui siapa pihak yang memerintahkan pemasangan pagar itu.

    Warga yang memasang pagar tersebut diminta bekerja pada malam hari dengan imbalan Rp 100.000 per orang.

    “Mereka (warga) sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang dikasih uang Rp 100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ,” jelas Fadli dikutip dari Kompas.com.

    Petugas KKP Bersenjata Segel Pagar Laut Misterius

    Direktorat Jenderal Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan tindakan tegas atas kemunculan pagar luat misterius sepanjang 30,16 Kilometer di perairan Tangerang, Banten.

    Sejak Kamis (9/1/2025) pagi hingg siang, petugas Ditjen PSDKP KKP melakukan penyegelan dengan memasang spandul penyegelan di beberapa titik pagar laut 30,16 Kilometer yang membentang di enam kecamatan tersebut.

    Penyegelan dilakukan karena pemagaran tersebut diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    “Hari ini KKP melalui Ditjen PSDKP @ditjenpsdkp melakukan penghentian kegiatan pemagaran laut tanpa izin di wilayah perairan Tangerang karena dinilai melanggar aturan, mengganggu akses publik, serta merusak ekosistem laut,” tulis KKP dalam unggahan video penyegelan di akun resmi Instagram kkpgoid, seperti dikutip Tribunnews.

    Spanduk penyegelan itu berisi tulisan, “PENGHENTIAN KEGIATAN PEMAGARAN LAUT TANPA IZIN.”

    Penyegelan pagar laut misterius ini dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal PSDKP KKP, Pung Nugroho Saksono alias Ipunk.

    Tampak sejumlah anggota Ditjen PSDKP KKP membawa senjata laras panjang dalam penyegelan pagar laut misterius tersebut. 

    Diberitakan, munculnya pagar laut berbahan dasar bambu atau cerucuk dan paranet serta pemberat karung pasir, sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, dekat dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, bikin geger publik.

    Dan ternyata pagar laut yang membentang di wilayah enam kecamatan itu tidak diektahui empunya maupun pihak yang membangunnya.

    Otoritas setempat mengaku belum mengetahui siapa pemilik sebenarnya dari pagar ini maupun tujuan pembuatannya. 

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, saat dilaporkan warga, pihaknya sudah menerjunkan tim. Kala itu pagar masih sepanjang 7 km.

    Tim DKP bersama Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali datang ke lokasi pada 4-5 September. Tim mengungkap tak ada izin dari camat ataupun kepala desa untuk pemagaran itu.

    “Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut Polairud, kemudian dari PSDKP, dari PUPR, dari Satpol PP, kemudian dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang, kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 Km, terakhir malah sudah 30 km,” ungkap Eli dalam diskusi ‘Pemasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten,” di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Selasa (7/1/2025).

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto juga mengaku tidak tahu siapa yang membangun pagar tersebut. Demikian juga apakah pagar itu terkait reklamasi, ia tak bisa memastikan karena tak ada proposal izin ke pihaknya.

    “Nah, kita tidak tahu. Itu (reklamasi) baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada,” ujar Suharyanto.

    Perintah Menteri KKP

    Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikaran Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto Darwin menyatakan, penyegelan ini merupakan arahan langsung dari Menteri KP, Sakti Wahyu Trenggono.

    Menurutnya, pihkanya telah mengambil tindakan, di antaranya melakukan penyegelan dan investigasi mendalam.

    “Bapak Menteri Sakti Wahyu Trenggono sudah memerintahkan Ditjen PSDKP untuk mengambil tindakan, di antaranya melakukan penyegelan dan investigasi mendalam,” kata Doni dalam keterangan tertulis, Kamis (9/1/2025).

    Ombudsman RI Turun Tangan

    Lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman RI, ikut turun tangan atas kemunculan pagar laut misterius sepanjang 30,16 Kilometer di laut terbuka di dekat proyek PSN Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Kabupaten Tangerang ini.

    Ombudsman RI melaui Kantor Perwakilan Banten melakukan Investigasi Atas Prakasa Sendiri (IAPS) tentang kemunculan pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten.

    Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan, pemagaran yang menggunakan pagar bambu dan cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter telah mengganggu aktivitas nelayan.

    Ombudsman, imbuhnya, menekankan bahwa transparansi dan partisipasi masyarakat merupakan kunci dalam setiap proyek yang memiliki dampak langsung pada lingkungan dan kehidupan sosial warga.

    Hery juga menyampaikan pagar bambu yang dipasang tanpa izin tidak hanya menghalangi pergerakan kapal nelayan, tetapi juga mengganggu aliran air laut dan merusak habitat laut.

    Tidak hanya dari ekosistem tetapi dari Manusia juga Kerusakan ekosistem ini dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya laut di wilayah tersebut.

    Ombudsman RI berharap Pemerintah melalui Kementerian terkait segera mengatasi permasalahan ini guna melindungi kepentingan nelayan dan kelestarian ekosistem laut.

    Penjelasan Menteri AHY

    Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyelesaikan polemik pagar laut yang mencapai 30,19 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

    Menurut AHY, pihak yang harus bertanggung jawab membereskan pemagaran perairan di kawasan pesisir utara Tangerang tersebut adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena lokasinya berada di laut.

    “Itu di laut juga kan, berarti itu nanti Kementerian Kelautan dan Perikanan,” katanya ketika ditemui di Gedung Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jumat (10/1/2025).

    “(Kita) lagi cek, lagi diinvestigasi ya, nanti kita cek dulu saja,” ujar AHY.

    Pagar laut misterius tersebut membentang di 6 kecamatan dan belasan desa mulai dari perairan Desa Muncung hingga perairan di utara Desa Pakuhaji.

    Pagar Laut Misterius Dikerjakan Tiga Bulan

    Seorang nelayan di Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten bernama Heru membeberkan komisi yang didapat para pekerja yang memasang pagar laut misterius, sepanjang 30,16 kilometer. 

    Berdasarkan informasi yang dia dapat, satu orang pekerja, diberi upah sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 125 ribu perharinya.

    “Kalau di atas Rp 100 ribu, kalau nggak Rp 125 ribu perhari,” kata dia kepada wartawan, Jumat (10/1/2025).

    Adapun pagar yang dipasang di Pulau Cangkir kata Heru dikerjakan selama 3 bulan. Sehingga, jika dikalkulasikan para pekerja telah mendapatkan upah hingga Rp 9 juta.

    “Pengerjaannya itu seselesainya itu dari Tanjung Burung ke sini kurang lebih 5-6 bulanan. Kalau disini sekitar 3 bulanan,” tutur Heru.

    Heru mengaku, para pekerja yang memasang pagar bambu itu berasal dari Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten.
    Sejumlah pekerja lain kata dia, juga ada yang berasal dari Desa Kohod.

    “Tukangnya dari Mauk, (Desa) Ketapang. Mungkin ada orang desa Kohod. Jadi setiap wilayah itu diambil tenaga di wilayahnya masing-masing, cuman orang Kronjonya engga ada yang mau. Yang kerja itu orang terdekat, orang Ketapang. Aturannya yang punya wilayahnya,” kata Heru.

    Nelayan lainnya, Trisno (45) mengaku sempat menyaksikan pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer, di Pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Trisno menuturkan, pemasangan pagar laut yang terbuat dari bambu itu, biasanya dikerjakan pada pagi hingga siang hari.

    “Enggak sih, kerjanya sih enggak malam. Pemasangannya itu iya pagi sampai siang, sore sudah nggak ada,” kata dia.

    Pengerjaannya kata dia, dilakukan dengan menggunakan kapal berukuran kecil yang diisi beberapa orang.

    “Seperti kapal kecil, untuk pemasangan bambunya pakai manual, orang-orang di kapal yang nancapin,” ucap Trisno.

    Dia mengaku, saat orang-orang tersebut tengah memasang pagar bambu tersebut, tak melihat adanya kapal polisi.

    “Yang masang sih enggak tahu. Tapi, kalau lihat kapalnya itu dari Tanjung Kait. Patroli laut polisi juga enggak kelihatan saat pemasangan itu. Kita pun takut kalau kena pagar itu, nanti kita diminta ganti, makanya kita selalu hati-hati banget lewat di sana,” ujar dia.

    Viral pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di laut Tangerang memicu perhatian luas masyarakat. Pagar laut ini membentang di enam kecamatan di pesisir Kabupaten Tangerang. Pagar laut menggunakan material bambu cerucuk yang ditancapkan ke laut dengan ketinggian rata-rata 6 meter.

    Meski sudah ada sejak lama, namun belum ada yang mengakui siapa pemilik pagar laut tersebut. Beredar rumor pagar itu sengaja dipasang untuk memudahkan suatu proyek tertentu seperti reklamasi laut yang kini belum diketahui kejelasannya.

    Namun kini terungkap fakta bahwa pagar itu ternyata dipasang masyarakat. Mereka mendapat imbalan dari pihak tertentu untuk memasang pagar.

     (Tribunnews.com/Tribun Tangerang/Kompas.com)

  • Pagar Laut Misterius Dikerjakan Tiga Bulan, Pekerja Terima Uang Rp 9 Juta, Tak Ada Patroli Polisi – Halaman all

    Pagar Laut Misterius Dikerjakan Tiga Bulan, Pekerja Terima Uang Rp 9 Juta, Tak Ada Patroli Polisi – Halaman all

    Laporan Reporter Tribun Tangerang, Nurmahadi

    TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG – Seorang nelayan di Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten bernama Heru membeberkan komisi yang didapat para pekerja yang memasang pagar laut misterius, sepanjang 30,16 kilometer. 

    Berdasarkan informasi yang dia dapat, satu orang pekerja, diberi upah sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 125 ribu perharinya. “Kalau di atas Rp 100 ribu, kalau nggak Rp 125 ribu perhari,” kata dia kepada wartawan, Jumat (10/1/2025).

    Adapun pagar yang dipasang di Pulau Cangkir kata Heru dikerjakan selama 3 bulan. Sehingga, jika dikalkulasikan para pekerja telah mendapatkan upah hingga Rp 9 juta.

    “Pengerjaannya itu seselesainya itu dari Tanjung Burung ke sini kurang lebih 5-6 bulanan. Kalau disini sekitar 3 bulanan,” tutur Heru.

    Heru mengaku, para pekerja yang memasang pagar bambu itu berasal dari Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten.
    Sejumlah pekerja lain kata dia, juga ada yang berasal dari Desa Kohod.

    “Tukangnya dari Mauk, (Desa) Ketapang. Mungkin ada orang desa Kohod. Jadi setiap wilayah itu diambil tenaga di wilayahnya masing-masing, cuman orang Kronjonya engga ada yang mau. Yang kerja itu orang terdekat, orang Ketapang. Aturannya yang punya wilayahnya,” kata Heru.

    Nelayan lainnya, Trisno (45) mengaku sempat menyaksikan pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer, di Pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Trisno menuturkan, pemasangan pagar laut yang terbuat dari bambu itu, biasanya dikerjakan pada pagi hingga siang hari.

    “Enggak sih, kerjanya sih enggak malam. Pemasangannya itu iya pagi sampai siang, sore sudah nggak ada,” kata dia.

    Pengerjaannya kata dia, dilakukan dengan menggunakan kapal berukuran kecil yang diisi beberapa orang. “Seperti kapal kecil, untuk pemasangan bambunya pakai manual, orang-orang di kapal yang nancapin,” ucap Trisno.

    Dia mengaku, saat orang-orang tersebut tengah memasang pagar bambu tersebut, tak melihat adanya kapal polisi. “Yang masang sih enggak tahu. Tapi, kalau lihat kapalnya itu dari Tanjung Kait. Patroli laut polisi juga enggak kelihatan saat pemasangan itu. Kita pun takut kalau kena pagar itu, nanti kita diminta ganti, makanya kita selalu hati-hati banget lewat di sana,” ujar dia.

    Viral pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di laut Tangerang memicu perhatian luas masyarakat. Pagar laut ini membentang di enam kecamatan di pesisir Kabupaten Tangerang. Pagar laut menggunakan material bambu cerucuk yang ditancapkan ke laut dengan ketinggian rata-rata 6 meter.

    Meski sudah ada sejak lama, namun belum ada yang mengakui siapa pemilik pagar laut tersebut. Beredar rumor pagar itu sengaja dipasang untuk memudahkan suatu proyek tertentu seperti reklamasi laut yang kini belum diketahui kejelasannya.

    Namun kini terungkap fakta bahwa pagar itu ternyata dipasang masyarakat. Mereka mendapat imbalan dari pihak tertentu untuk memasang pagar.

    Hingga kini belum ada pihak yang menyatakan sebagai pemilik pagar tersebut serta apa tujuan pemagarannya. Para pekerja yang memasang pagar juga tidak mengetahui motif orang yang menyuruh mereka bekerja.

     

  • Nelayan Mengaku Kesusahan Cari Ikan Setelah Ada Pagar Laut Pesisir Tangerang: Kita Takut – Halaman all

    Nelayan Mengaku Kesusahan Cari Ikan Setelah Ada Pagar Laut Pesisir Tangerang: Kita Takut – Halaman all

    TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG- Trisno (45), nelayan di Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten mengaku sempat menyaksikan pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer, di Pesisir Kabupaten Tangerang.

    Trisno menuturkan, pemasangan pagar laut yang terbuat dari bambu itu, biasanya dikerjakan pada pagi hingga siang hari.

    “Enggak sih, kerjanya sih enggak malem. Pemasangannya itu Iya pagi sampai siang, sore udah nggak ada,” kata dia kepada wartawan, Kamis (9/1/2025).

    Trisno mengatakan, pemasangan pagar bambu itu, dilakukan oleh sejumlah orang yang berasal dari Desa Tanjung Kait, Kabupaten Tangerang.

    Pengerjaannya kata dia, dilakukan dengan menggunakan kapal berukuran kecil yang diisi beberapa orang.

    “Seperti kapal kecil, untuk pemasangan bambunya pakai manual, orang-orang di kapal yang nancapin,” ucap Trisno.

    Dia mengaku, saat orang-orang tersebut tengah memasang pagar bambu tersebut, tak melihat adanya kapal polisi.

    “Yang masang sih enggak tahu. Tapi, kalau lihat kapalnya itu dari Tanjung Kait. Patroli laut polisi juga enggak kelihatan saat pemasangan itu. Kita pun takut kalau kena pagar itu, nanti kita diminta ganti, makanya kita selalu hati-hati banget lewat di sana,” ujar dia.

    Dengan adanya pagar laut itu, Trisno mengatakan harus memutar jauh untuk bisa mencari ikan.

    Tak hanya itu, adanya pagar tersebut, dirinya bersama nelayan lain di Kampung Bahari Karang Serang pun saat ini sudah tidak mendapat ikan kecil.

    “Jadi saat angin kencang kita takut ke tengah laut karena ombak besar, jadi kita nyarinya ke pinggiran dulu. Tapi sekarang enggak bisa karena ada pagar itu. Lewatnya saja susah, jadi kita untuk menebar jaring enggak bisa,” ujar Trisno.

    “Di pinggir itu kita bisa dapat udang, kerang, dan rajungan (kepiting). Nah di pinggiran itu banyak, kalau kita nebar jaring di sana kan nyangkut sama bambu itu,” tambahnya. 

    Selain kesulitan untuk sampai ke tengah laut, Trisno juga mengaku harus menyiapkan bahan bakar lebih, agar dapat melewati pagar tersebut.

    “Pemasukan turun lah, turun jauh. Isi solar juga sekarang harus lebih, contohnya jika biasa isi 5 liter, sekarang harus lebihin 2 liter, jadi 7 liter sekali berangkat,” paparnya.

    Warga asal Brebes, Jawa Tengah itu pun berharap, pagar bambu itu bisa dicabut, agar bisa mencari ikan sebagai mata pencahariannya.
    Sebab, di lokasi pagar tersebut banyak sekali ikan yang bisa diraihnya untuk sumber pemasukannya.

    “Kita enggak tahu pemerintah mau bikin apa itu (pagar laut). Harapannya enggak ada kayak gituan lagi (pagar laut), biar kita cari makannya seperti biasa lagi. Tapi kalau pemerintah mau bikin apa, ya bagaimana terserah saja. Orang kecil seperti kita enggak bisa apa-apa,” ujar Trisno. 

    Dapat upah Rp100 ribu

    Seorang nelayan lainnya, Heru membeberkan komisi yang didapat para pekerja yang memasang pagar misterius, sepanjang 30,16 kilometer.

    Informasi itu, didapat Heru dari salah satu pekerja yang memasang pagar bambu, di Pulau Cangkir.

    Heru menuturkan, berdasarkan informasi yang dia dapat, satu orang pekerja, diberi upah sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 125 ribu perharinya.

    “Kalau di atas Rp 100 ribu, kalau engga Rp 125 ribu perhari,” kata dia kepada wartawan, Jumat (10/1/2025).

    Adapun pagar yang dipasang di Pulau Cangkir kata Heru, telah memakan waktu selama 3 bulan.
    Sehingga, jika dikalkulasikan para pekerja telah mendapatkan upah hingga Rp 9 juta.

    “Pengerjaannya itu seselesainya,  itu dari Tanjung Burung ke sini kurang lebih 5-6 bulanan. Kalau disini sekitar 3 bulanan,” tutur Heru.

    Heru mengaku, para pekerja yang memasang pagar bambu itu, berasal dari Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Sejumlah pekerja lain kata dia, juga ada yang berasal dari Desa Kohod.

    “Tukangnya dari Mauk, (Desa) Ketapang. Mungkin ada orang desa Kohod. Jadi setiap wilayah itu diambil tenaga di wilayahnya masing-masing, cuman orang Kronjonya engga ada yang mau. Yang kerja itu orang terdekat, orang Ketapang. Aturannya yang punya wilayahnya,” ungkap Heru.

     

     

  • Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Erick Thohir Minta MIND ID Serius Hilirisasi – Page 3

    Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Erick Thohir Minta MIND ID Serius Hilirisasi – Page 3

    “Kami ingin sedikit mengulas apa saja pencapaian yang sudah kita lakukan di dalam grup Mind ID yaitu kalau kita lihat dari setiap komoditas, syukur alhamdulillah bahwasannya MIND ID dan para anggotanya, ada enam, sudah melakukan kegiatan hilirisasi,” ungkap Hendi dalam MindDialogue, di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

    Misalnya, PT Timah Tbk yang sudah melakukan hilirisasi melalui smelter yang dibangunnya. Sehingga bijih timah bisa diproses menjadi tin ingot, tin chemical, hingga tin solder.

    Berikutnya, PT Aneka Tambang Tbk yang gandengan bersama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang membangun smelter alumina yang dikelola anak usahanya. Ini merujuk pada Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat.

    “Antam beserta Inalum sudah berkolaborasi melakukan integrasi hulu dan hilir. Jadi, Antam menyediakan bauksitnya terus mereka bersama berkolaborasi membentuk anak usaha yang sudah mendirikan smelter alumina. Ini merupakan sejarah bagi Indonesia karena untuk pertama kalinya nanti aluminium yang diproduksi itu bisa dihasilkan murni di Indonesia,” tuturnya.

     

  • Pemilik Pagar Laut di Perairan Tangerang Diberi Waktu 20 Hari Bongkar Secara Mandiri

    Pemilik Pagar Laut di Perairan Tangerang Diberi Waktu 20 Hari Bongkar Secara Mandiri

    GELORA.CO  – Pemilik pagar laut bambu sepanjang 30 kilometer di laut Kabupaten Tangerang, Banten diminta membongkar sendiri pagar yang telah pasang.

    Pemilik pagar yang masih misterius itu diberi tenggat waktu 20 hari untuk membongkar pagar secara mandiri.

    Peringatan itu disampaikan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono, ketika meninjau lokasi pagar bambu di laut Tangerang, Kamis (9/1/2025).

    “Kami beri waktu 20 hari untuk melakukan pembongkaran secara mandiri,” kata Ipung, sapaannya, dari atas KP Orca 2, Kamis malam.

    Pung menegaskan, jika pemilik pagar tidak segera membongkar bambu-bambu itu dari lautan dalam waktu 20 hari ke depan, petugasnya yang akan membongkar.

    “Kalau tidak dibongkar kami dari KKP yang akan melakukan pembongkaran,” ucap dia.

    Namun, saat ini KKP bersama instansi terkait masih melakukan penyelidikan mendalam dan akan segera mengungkap pemasang pagar bambu itu ke publik.

    Pung mengatakan, kegiatan pemagaran dihentikan lantaran diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan kerusakan ekosistem pesisir.

    Ini juga sesuai arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang meminta bahwa segala kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki izin dasar dan berpotensi merusak keanekaragaman hayati serta menyebabkan perubahan fungsi ruang laut seperti pemagaran laut ini untuk segera dihentikan.

    Sebab tidak sesuai dengan praktek internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan mampu mengancam keberlanjutan ekologi.

    Pung menjelaskan bahwa sebelumnya, tim gabungan Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Ditjen PSDKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Banten telah melakukan investigasi di desa dan kecamatan sekitar lokasi pemagaran laut pada September 2024. 

    Dari hasil investigasi dan Pengambilan foto udara/drone pemagaran laut dimulai dari Desa Margamulya sampai dengan Desa Ketapang.

    Kemudian Desa Patra Manggala sampai dengan Desa Ketapang. Diketahui konstruksi bahan dasar pemagaran merupakan cerucuk bambu. 

    Melengkapi pernyataan Ipung, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Sumono Darwinto menjelaskan bahwa lokasi pemagaran berada dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang DKP Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2023.

    “Tim juga melakukan analisis foto drone dan arcgis, diketahui kondisi dasar perairan merupakan area rubble dan pasir dengan jarak lokasi pemagaran dari perairan pesisir berdasarkan garis pantai sejauh kurang lebih 700 meter. Berdasarkan e-seamap, kegiatan pemagaran tersebut tidak memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL),” ungkap Sumono

  • Harga Gabah Anjlok di Berbagai Daerah, Serapan Bulog Tak Maksimal: Swasembada Terancam Gagal – Halaman all

    Harga Gabah Anjlok di Berbagai Daerah, Serapan Bulog Tak Maksimal: Swasembada Terancam Gagal – Halaman all

    aTRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Harga gabah di sejumlah daerah di Indonesia anjlok hingga Rp5.300 per kilogram. Angka ini jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang telah ditetapkan Presiden Prabowo Subianto sebesar Rp6.500 per kilogram.

    Berdasarkan data yang didapatkan Tribunnews, tren penurunan harga gabah terjadi di 14 provinsi.

    Antar lain terjadi Provinsi Aceh, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Bangka Belitung, Lampung, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur.

    Harga gabah di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang telah ditetapkan Presiden Prabowo Subianto sebesar Rp6.500 per kilogram juga terjadi di Provinsi Maluku dan Papua Selatan.

    Di Sumatera Utara, harga rata-rata gabah hanya Rp6.148 per kg dengan luas panen di Januari mencapai 32.606 hektare.  

    Di Provinsi Bengkulu, harga rata-rata gabah hanya Rp5.500 per kg dengan luas panen di Januari mencapai 1.841 hektare.

    Kemudian di Kalimantan Utara, harga rata-rata gabah hanya Rp6.148 per kg dengan luas panen di Januari mencapai 32.606 hektare.  

    Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat pemerintah telah mencanangkan program percepatan swasembada pangan. 

    Jika harga gabah terus merosot, keberhasilan program swasembada pangan dikhawatirkan akan terancam gagal.

    Di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, para petani menghadapi tekanan berat akibat harga gabah yang jatuh di kisaran Rp5.300 hingga Rp5.800 per kilogram. 

    Di Kecamatan Muara Padang, Muara Sugihan, dan Air Saleh yang sedang memasuki masa panen padi, harga gabah hanya mencapai Rp5.300 per kilogram. 

    Sementara itu, di Kecamatan Tanjung Lago, harga sedikit lebih tinggi, yakni Rp5.800 per kilogram.

    Kepala Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Banyuasin, Sarip, mengungkapkan, peran Bulog dalam menyerap gabah petani masih belum maksimal. Hal ini menjadi salah satu penyebab harga gabah terus menurun.

    “Sampai saat ini, serapan Bulog belum maksimal dan belum mengacu pada HPP yang sudah diterapkan,” ujar Sarip pada Jumat, 10 Januari 2025.

    Sarip juga mengingatkan bahwa situasi ini dapat memburuk ketika panen raya besar berlangsung pada Februari mendatang.

    Aktivitas petani melakukan aktivitas memanen padi di persawahan tadah hujan Tegal Binangun, Plaju, Sumatera Selatan. (Tribun Sumsel/ABRIANSYAH LIBERTO)

    “Hari ini saja harga gabah hanya Rp5.300. Bagaimana nanti saat Februari, ketika petani melakukan panen raya besar-besaran?”

    “Saya berharap Bulog segera mengambil langkah nyata untuk menyerap gabah petani,” ujarnya.

    Berdasarkan data Kerangka Sampling Area (KSA) dari BPS, potensi luas panen padi di Kabupaten Banyuasin pada Januari 2025 mencapai 25.542 hektare, sementara pada Februari diproyeksikan seluas 46.536 hektare.

    Secara keseluruhan, di Provinsi Sumatera Selatan, potensi panen padi pada Januari tercatat seluas 44.351 hektare dan pada Februari diperkirakan mencapai 74.699 hektare.

     

  • Nelayan Mengaku Kesusahan Cari Ikan Setelah Ada Pagar Laut Pesisir Tangerang: Kita Takut – Halaman all

    Pemilik Pagar Laut di Perairan Tangerang Diberi Waktu 20 Hari Bongkar Secara Mandiri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG – Pemilik pagar laut bambu sepanjang 30 kilometer di laut Kabupaten Tangerang, Banten diminta membongkar sendiri pagar yang telah pasang.

    Pemilik pagar yang masih misterius itu diberi tenggat waktu 20 hari untuk membongkar pagar secara mandiri.

    Peringatan itu disampaikan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono, ketika meninjau lokasi pagar bambu di laut Tangerang, Kamis (9/1/2025).

    “Kami beri waktu 20 hari untuk melakukan pembongkaran secara mandiri,” kata Ipung, sapaannya, dari atas KP Orca 2, Kamis malam.

    Pung menegaskan, jika pemilik pagar tidak segera membongkar bambu-bambu itu dari lautan dalam waktu 20 hari ke depan, petugasnya yang akan membongkar.

    “Kalau tidak dibongkar kami dari KKP yang akan melakukan pembongkaran,” ucap dia.

    Namun, saat ini KKP bersama instansi terkait masih melakukan penyelidikan mendalam dan akan segera mengungkap pemasang pagar bambu itu ke publik.

    Pung mengatakan, kegiatan pemagaran dihentikan lantaran diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan kerusakan ekosistem pesisir.

    Ini juga sesuai arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang meminta bahwa segala kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki izin dasar dan berpotensi merusak keanekaragaman hayati serta menyebabkan perubahan fungsi ruang laut seperti pemagaran laut ini untuk segera dihentikan.

    Sebab tidak sesuai dengan praktek internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan mampu mengancam keberlanjutan ekologi.

    Pung menjelaskan bahwa sebelumnya, tim gabungan Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Ditjen PSDKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Banten telah melakukan investigasi di desa dan kecamatan sekitar lokasi pemagaran laut pada September 2024. 

    Dari hasil investigasi dan Pengambilan foto udara/drone pemagaran laut dimulai dari Desa Margamulya sampai dengan Desa Ketapang.

    Kemudian Desa Patra Manggala sampai dengan Desa Ketapang. Diketahui konstruksi bahan dasar pemagaran merupakan cerucuk bambu. 

    Melengkapi pernyataan Ipung, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Sumono Darwinto menjelaskan bahwa lokasi pemagaran berada dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang DKP Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2023.

    “Tim juga melakukan analisis foto drone dan arcgis, diketahui kondisi dasar perairan merupakan area rubble dan pasir dengan jarak lokasi pemagaran dari perairan pesisir berdasarkan garis pantai sejauh kurang lebih 700 meter. Berdasarkan e-seamap, kegiatan pemagaran tersebut tidak memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL),” ungkap Sumono.