provinsi: JAWA TIMUR

  • Janjikan Masuk Polisi Asal Setor Rp 500 Juta, Lalu Difoto Pakai Seragam

    Janjikan Masuk Polisi Asal Setor Rp 500 Juta, Lalu Difoto Pakai Seragam

    Korban bahkan dibawa ke Surabaya bersama sejumlah peserta lain dengan dalih akan mengikuti tahapan lanjutan. Selama berada di sana, korban ditampung di sebuah hotel selama tiga bulan tanpa menjalani pendidikan kepolisian resmi.

    Bahkan selama berada di hotel, telepon genggam mereka sempat disita. Mereka juga diminta mengenakan seragam polisi dan berfoto untuk dikirim kepada keluarga, seolah-olah telah resmi mengikuti pendidikan kepolisian.

    Hingga masa penampungan di hotel berakhir, janji kelulusan tidak pernah terwujud. Merasa ditipu, korban kemudian meminta agar pelaku mengembalikan uang ‘pelicin’ tersebut.

    Brigadir B pun berjanji akan mengembalikan uang tersebut kepada korban. Namun hingga Oktober 2025, pelaku belum mengembalikannya.

  • Sidang BPHTB Ngawi: Ahli Pidana Sebut Pelanggaran Pajak Tak Bisa Dikategorikan Korupsi

    Sidang BPHTB Ngawi: Ahli Pidana Sebut Pelanggaran Pajak Tak Bisa Dikategorikan Korupsi

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Kabupaten Ngawi kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya hingga malam hari, pukul 21.00 WIB. Tiga ahli hukum dihadirkan untuk menguji konstruksi hukum jaksa, salah satunya menegaskan bahwa ranah perpajakan memiliki mekanisme sanksi tersendiri yang berbeda dengan tindak pidana korupsi.

    Dalam sidang yang mendudukkan Notaris Nafiaturrohmah sebagai terdakwa ini, tim kuasa hukum menghadirkan tiga saksi ahli meringankan. Mereka adalah Ahli Pidana dari UII Jogjakarta Dr. H. Mudzakkir SH MH, Ahli Perpajakan Dr. Doni Budiono S.Ak, SH, MH, serta Ahli Kenotariatan Dr. Habib Adjie SH, MHum.

    Dr. Mudzakkir menyoroti secara tajam mengenai definisi kerugian negara. Menurutnya, kerugian negara dalam kasus korupsi harus bersifat nyata (factual loss) dan dihitung oleh lembaga yang berwenang, bukan sekadar potensi atau asumsi.

    “Siapa yang menentukan kerugian negara? Sesuai undang-undang, lembaga yang berhak menentukan keuangan negara adalah BPK-RI tidak boleh pihak lain yang menghitung kerugian negara. Apabila inspektorat mengeluarkan produk penghitungan maka hal itu tidak bisa digunakan untuk produk hukum,” tegas Mudzakkir di hadapan majelis hakim.

    Ia menambahkan bahwa penggunaan metode potential loss (potensi kerugian) dalam menjerat tersangka korupsi bertentangan dengan kepastian hukum.

    “Karena potensial lost mengandung azaz ketidakpastian hukum atau kata MK inkonstitusional. Apabila cara ini digunakan oleh penyidik untuk mentersangkakan orang maka penyidik memiliki itikad tidak baik dalam penegakan hukum,” imbuhnya.

    Senada dengan saksi ahli, Kuasa Hukum terdakwa, Dr. Heru Nugroho SH MH, menyimpulkan bahwa syarat formil dalam kasus ini tidak terpenuhi. Berdasarkan keterangan ahli perpajakan, hukum pajak mengenal prinsip Ultimum Remedium, yang artinya sanksi pidana adalah upaya terakhir setelah jalur administratif dan denda tidak efektif.

    “Dalam undang-undang perpajakan Ini berlaku untuk semua, entah itu BPHTB, pajak penghasilan dan turunannya semua tidak ada yang mengatakan bahwa itu bisa dimasukkan tindak pidana korupsi,” ujar Heru usai sidang.

    Heru menjelaskan bahwa pasal korupsi dalam konteks pajak (Pasal 36 dan 43) hanya berlaku bagi petugas pajak yang menyalahgunakan wewenang, seperti menerima suap atau menggelapkan uang pajak, bukan untuk wajib pajak atau notaris yang dituduh kurang bayar.

    “Contoh petugas pajak yang melakukan pemerasan atau pemaksaan maka tidak bisa pidana korupsi dia bisa dijerat tindak pidana umum pakai KUHP. Apalagi wajib pajak terkait kurang bayar itu harus diselesaikan di perpajakan yaitu secara administratif,” jelasnya.

    Jika terdapat selisih perhitungan harga tanah atau kurang bayar pajak, mekanismenya adalah penerbitan surat ketetapan kurang bayar (SKPDKB) oleh badan keuangan daerah. Sengketa atas hal tersebut seharusnya diselesaikan di Pengadilan Pajak, bukan Pengadilan Tipikor.

    “Bisa dibawa ke ranah pidana apabila, surat ketetapan kurang bayar sudah ditetapkan, wajib pajak sudah ditagih berkali kali tapi tetap tidak bayar maka itu bisa dikatakan penggelapan pajak dan itu bisa dibawa ke ranah pidana umum bukan ranah pidana korupsi,” pungkas Heru. [uci/beq]

  • Tuntaskan 100 Persen UHC, Pemkab Bojonegoro dan BPJS Kesehatan Kini Fokus Sasar Pekerja Informal

    Tuntaskan 100 Persen UHC, Pemkab Bojonegoro dan BPJS Kesehatan Kini Fokus Sasar Pekerja Informal

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Kabupaten Bojonegoro resmi mencatatkan cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) paripurna, di mana 100 persen warganya kini telah terdaftar sebagai peserta aktif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Capaian ini dikukuhkan melalui penandatanganan Rencana Kerja antara Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dan BPJS Kesehatan Cabang Bojonegoro, Selasa (16/12/2025).

    Langkah strategis ini diambil untuk memastikan tidak ada lagi warga Bojonegoro yang kesulitan mengakses layanan medis dasar akibat kendala biaya. Sinergi kedua pihak difokuskan pada keberlanjutan perlindungan bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

    Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono, menegaskan bahwa status UHC ini bukan sekadar angka statistik, melainkan jaminan nyata bagi warga.

    “Komitmen kami adalah menjamin layanan kesehatan sebagai kebutuhan dasar. Kerja sama dengan BPJS Kesehatan menjadi kunci agar akses kesehatan yang adil dapat dinikmati semua lapisan masyarakat,” tegas Wahono.

    Setelah pencapaian 100 persen kepesertaan, Pemerintah Daerah kini mengalihkan fokus pada penguatan sektor informal. Strategi khusus disiapkan untuk kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Hal ini dilakukan agar kepesertaan mereka tetap aktif dan berkesinambungan meskipun kondisi ekonomi fluktuatif.

    Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bojonegoro, Wahyu Giyanto, menyambut positif langkah konkret Pemkab Bojonegoro. Menurutnya, Rencana Kerja yang baru disepakati akan menjadi landasan operasional untuk meningkatkan akuntabilitas layanan di lapangan.

    “Sinergi ini bertujuan meningkatkan kepatuhan kepesertaan, ketepatan pengelolaan iuran, dan mendorong perilaku hidup sehat. Target kami, seluruh warga, termasuk peserta PBPU dan BP, dapat mengakses layanan kesehatan optimal,” jelas Wahyu.

    Melalui kolaborasi ini, warga Bojonegoro dipastikan memiliki proteksi kesehatan menyeluruh, sehingga beban biaya pengobatan tidak lagi menjadi penghalang untuk mendapatkan perawatan medis yang layak. [lus/beq]

  • Oknum Jaksa Sidoarjo Diduga Pesta Sabu, Kajati Jatim: Masih Dites Urine

    Oknum Jaksa Sidoarjo Diduga Pesta Sabu, Kajati Jatim: Masih Dites Urine

    Surabaya (beritajatim.com) – Kabar adanya oknum jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo melakukan pesta sabu dan juga tidak masuk kerja selama 40 hari mendapat respon dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur Agus Sahat Sampe Tua Lumban Gaol.

    Mantan Kajati Kalimantan Tengah ini mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan klarifikasi terkait hal tersebut ke Kajari Sidoarjo. Dan saat ini sedang dilakukan tes urine kepada yang bersangkutan.

    “Hasilnya saya belum mengetahui, nanti akan saya cek lagi. Kalau memang hasilnya positif maka akan kita tindak tegas,” ujarnya, Rabu (17/12/2025).

    Dijelaskan Kajati, dari keterangan Kajari Sidoarjo bahwa jaksa APYK ini bertugas di bidang pidana khusus Kejari Sidoarjo.

    Jaksa ini dikenal sangat produktif dan dia salah satu Jaksa yang membawa Kejari Sidoarjo mendapat penghargaan dari KPK sebagai peringkat pertama nasional kategori Kejaksaan Negeri Tipe A dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.

    “Jadi jaksa ini produktif sekali sebenarnya, tapi memang akhir akhir ini dia sering linglung, ketika ditanya kayak bingung tidak seperti sebelumnya,” ujar Kajati.

    Kajati memastikan bahwa perubahan yang dialami Jaksa APYK itu bukan karena efek obat-obatan terlarang. Ada faktor lain yang menjadi penyebabnya.

    “Dia memang berobat ke rumah sakit Menur, dan hasil pemeriksaan bukan karena obat-obatan terlarang. Ada hasil pemeriksaannya cuma saya kurang detail apa hasilnya, yang jelas bukan karena efek memakai narkoba. Untuk hasil lengkap pemeriksaan dari rumah sakit nanti bisa ditanyakan ke Kajari Sidoarjo,” ujar Kajati.

    Untuk kabar bahwa yang bersangkutan tidak masuk selama 40 hari lebih, Kajati mengatakan bahwa ada surat ijin yang dibuat oleh Jaksa APYK. Dan ijinnya Jaksa tersebut dari tugasnya karena memang sedang sakit.

    Kajati memastikan bahwa APYK tidak pernah menangani perkara pidana umum (Pidum), dia hanya menangani perkara pidsus jadi apabila dikabarkan Jaksa APYK menggunakan narkoba dari barang bukti perkara yang dia tangani, menurut Kajati hal itu jelas tidak benar.

    “Kalau soal barang bukti sangat ketat dan sangat sedikit sekali yang masuk ke kita dan biasanya langsung dimusnahkan,” ujarnya.

    Perlu diketahui, ramai di media sosial adanya masyarakat yang melaporkan Oknum Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Berikut laporannya :

    Laporan oknum kejaksaan selamat siang bapak/ibu sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri kami adalah warga sidoarjo yang sangat resah karena pertama: ada oknum jaksa yang berdinas di kejaksaan negeri sidoarjo bernama APYK suka pesta sabu dengan beberapa oknum jaksa lain nya di apartemen sun city sidoarjo dan menghilangkan barang bukti narkoba jenis sabu untuk dikonsumsi sendiri bersama oknum oknum jaksa lain nya.

    Saat saya menghadap kepada pimpinan nya ini jaksa tersebut sudah tidak dinas selama 30 hari lebih disaat kami menanyakan kepada pimpinan nya katanya yang bersangkutan saat ini sudah tidak masuk dinas selama 40hari lebih.

    lalu kami mendapatkan informasi bahwa yang bersangkutan saat ini dirawat di rsj menur surabaya. dan kami konfirmasi di rsj menur memang ada pasien bernama APYK kepada bapak kepala bnn besar harapan kami warga sidoarjo kepada bapak untuk melakukan tindakan agar kota kami sidoarjo bersih dari narkob oknum yang turut menyebarkan nya dari yang mereka hilangkan. demikian surat laporan ini kami buat dan besar. [uci/ted]

  • 8 Ruas Tol yang Dibuka Fungsional saat Libur Nataru

    8 Ruas Tol yang Dibuka Fungsional saat Libur Nataru

    Jakarta

    Ada delapan ruas tol yang bakal dibuka secara fungsional dan gratis selama libur Nataru. Berikut daftarnya.

    Delapan ruas tol akan dibuka fungsional pada periode Libur Natal dan Tahun Baru 2025-2026. Delapan ruas tol ini dapat difungsikan untuk mendukung kelancaran arus lalu lintas selama periode Nataru. Total panjang tol yang akan difungsionalkan mencapai 197,1 kilometer (km).

    “Untuk mendukung kelancaran arus mudik dan balik Natal dan Tahun Baru, Kementerian PU menambah 9 ruas tol fungsional dan operasional. Langkah ini diharapkan dapat memperlancar mobilitas masyarakat, mengurangi kepadatan lalu lintas, serta menghadirkan perjalanan yang lebih aman, nyaman, dan efisien selama periode Nataru,” tulis Kementerian PU dalam akun Instagramnya.

    Daftar Ruas Tol yang Dibuka Fungsional selama Libur Nataru

    Pengendara bisa melewati tol fungsional tersebut secara gratis. Lalu dimana saja lokasinya? Dikutip laman Instagram Kementerian PU, berikut ini delapan ruas tol fungsional yang dibuka saat libur Nataru

    – Tol Sigli-Banda Aceh Seksi 1 (Padang Tiji-Seulimeun) sepanjang 24,67 km
    – Tol Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat Sebagian Seksi 4 (Sinaksak-Simpang Pinei) sepanjang 12,37 km
    – Tol Palembang-Betung Seksi 2 (Rengas-Pulau Rimau) sepanjang 30,75 km
    – Tol Probolinggo-Banyuwangi Seksi 1 dan 2 (Gending-Paiton) sepanjang 24,08 km
    – Tol Junction Palembang Ramp 1,5,6,7B, dan 8 sepanjang 7,57 km
    – Tol Cikampek/Cikopo Palimanan pelebaran lajur ke-3 (KM 72+200-110+359 dan KM 129+975-131+475 A/B) sepanjang 39,38 km
    – Tol Tangerang-Merak pelebaran lajur ke-3 Segmen Cilegon Timur-Cilegon Barat KM 86+950-95+000 A/B sepanjang 8,05 km
    – Tol Ibu Kota Negara (IKN) Seksi 3A, 3A2, 3B, 3B2, 5A, 5B, 6A, dan Jembatan Pulau Balang sepanjang 50,227 km.

    Selain ruas tol fungsional tersebut, terdapat ruas tol operasional yang telah beroperasi pada kuartal IV 2025. Berikut daftarnya:

    -Tol Kamal-Teluknaga-Rajeg Seksi 1 (JC Sedyatmo-IC Kosambi) 4,70 kilometer

    Tol fungsional tersebut akan mulai dioperasikan secara fungsional pada tanggal 16 Desember 2025 sampai 4 Januari 2026 pada pukul 07-17.00 WIB, kecuali Jalan Tol Sigli – Banda Aceh Seksi 1 (Padang Tiji – Seulimeum) yang telah fungsional sejak 6 Desember 2025.

    (dry/din)

  • GMNI Pecat Adimas Resbob yang Hina Suku Sunda

    GMNI Pecat Adimas Resbob yang Hina Suku Sunda

    GELORA.CO -Muhammad Adimas Firdaus Putra Nasihan alias Resbob dipecat secara tidak hormat dari keanggotaan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Keputusan diambil setelah pengurus organisasi menilai ucapan Resbob menghina suku Sunda.

    “Jadi memang betul bahwasannya Resbob kader kami. Namun cuma anggota biasa, kader biasa dari komisariat,” kata Ketua DPC GMNI Surabaya Virgiawan Budi Prasetyo kepada media, Selasa, 16 Desember 2025.

    Surat pemberhentian dikeluarkan oleh Dewan Pengurus Komisariat GMNI Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS), tertuang dalam dokumen resmi bernomor 038/Int/DPK.GMNI-UWKS/XII/2025. Resbob sendiri baru tiga bulan tercatat sebagai kader GMNI sejak mengikuti pengkaderan pada September 2025. 

    Virgiawan menuturkan Resbob tidak pernah aktif dalam kegiatan organisasi setelah masa pengkaderan. Bahkan tak terlihat hadir dalam berbagai agenda internal. 

    Ia menegaskan ucapan Resbob tidak sesuai dengan prinsip kemanusiaan, keberadaban, persatuan bangsa, serta semangat anti-diskriminasi yang selama ini dijunjung organisasi.

    “Organisasi kami itu menjunjung tinggi persatuan. Tidak memandang suku, ras, agama, maupun budaya, kepercayaan dari siapapun, kita menolak keras terkait ujaran SARA atau rasis,” tandasnya.

  • Ulah Bejat Ayah Banting Bayi hingga Tewas di Ciputat

    Ulah Bejat Ayah Banting Bayi hingga Tewas di Ciputat

    Tangerang Selatan

    Seorang ayah di Ciputat, Tangerang Selatan berulah bejat. Dia tega membanting bayinya sendiri yang berusia 6 bulan hingga tewas.

    Peristiwa ini terjadi di Jalan Betawi Kampung Gunung RT 003 RW 009, Jombang, Ciputat, Kota Tangsel, pada Minggu (14/12) pukul 17.00 WIB. Warga dibuat geger dengan meninggalnya bayi tersebut.

    Usut punya usut, pria berinisial IS (28) itu membanting anaknya karena kesal lantaran anaknya terus-terusan menangis. IS kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan polisi. Simak informasi selengkapnya sebagai berikut.

    Awal Mula Kejadian

    Kapolsek Ciputat Timur Kompol Bambang Askar Sodiq menjelaskan peristiwa penganiayaan ini terjadi pada Minggu sore, 14 Desember 2025, di kawasan Ciputat, Kota Tangsel.

    Bambang menjelaskan mulanya IS saat itu sedang menggendong anaknya di dalam warung. Tiba-tiba bayinya menangis.

    “Ayah kandung korban sedang menggendong anak korban di dalam warung. Kemudian tersangka menyuruh ibu kandung anak korban untuk membuat susu karena anak korban menangis,” jelas Bambang kepada wartawan, Senin (15/12).

    Kesal Bayi Menangis

    Bambang menyebut, tiba-tiba IS merasa kesal karena anaknya tak kunjung berhenti menangis. IS pun akhirnya menganiaya anaknya tersebut dengan membantingnya ke arah lantai sebanyak 2 kali.

    “Tersangka kesal dan emosi karena anak korban tidak berhenti menangis, tersangka melempar anak korban yang sedang digendong ke arah lantai hingga bagian kepala anak korban terbentur yang mengakibatkan pendarahan di daerah kepala anak korban,” jelas Bambang.

    Kemudian Bambang menjelaskan, ketika dilakukan pendalaman, IS mengaku saat itu kondisi rumahnya gelap karena kehabisan token listrik. Kondisi gelap ini membuat anaknya menangis terus.

    “Menurut keterangan IS, korban menangis terus menerus tanpa henti dikarenakan kondisi rumah gelap. IS idak mengetahui nomor token listrik TKP yang menyebabkan listrik mati. IS membanting korban sebanyak dua kali, pertama di matras (lantai) secara tengkurap (menghadap bawah), kedua di kasur secara terlentang (menghadap atas),” ungkap Bambang.

    Bayi Dibanting hingga Tewas

    IS membanting bayinya itu sebanyak dua kali. Saat membanting bayinya untuk kedua kalinya, bayi tersebut sekarat.

    “IS mengakui kepala korban terkena botol susu saat membanting kedua kalinya. IS mengakui saat dibanting pertama korban masih menangis dan saat dibanting kedua kalinya Korban sempat merintih hingga akhirnya terdiam,” tuturnya.

    Dia menyampaikan, anak tersebut pun langsung dibawa ke rumah sakit. Namun dalam perjalanan, anak tersebut dinyatakan meninggal dunia akibat pendarahan di kepala.

    “Saat dalam perjalanan anak korban meninggal dunia karena pendarahan di bagian kepala. Mengetahui hal tersebut pihak keluarga melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian,” ujar Bambang.

    Bapak Jadi Tersangka

    Polisi kemudian menyelidiki kasus ini. Sang ayah ditetapkan sebagai tersangka atas kematian korban.

    “Sudah (tersangka),” kata Kasat Reskrim Polres Metro Tangsel AKP Wira Graha Setiawan, Selasa (16/12/2025).

    Polisi menjerat IS dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014. Pelaku terancam hukuman 15 tahun penjara ditambah sepertiga ancaman pokok karena yang melakukan berstatus orang tua korban.

    “Pelaku dijerat kekerasan terhadap anak di bawah umur dan/atau kekerasan dalam rumah tangga dan/atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 44 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT,” bebernya.

    Halaman 2 dari 4

    (mea/mea)

  • Nasib Petani di Madiun, Disidang gara-gara Selamatkan dan Rawat Landak di Rumah
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        17 Desember 2025

    Nasib Petani di Madiun, Disidang gara-gara Selamatkan dan Rawat Landak di Rumah Surabaya 17 Desember 2025

    Nasib Petani di Madiun, Disidang gara-gara Selamatkan dan Rawat Landak di Rumah
    Tim Redaksi
    MADIUN, KOMPAS.com
    – Darwanto, pria asal Dusun Gemuruh, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, kini ditahan.
    Pria yang kesehariannya bertani ini berhadapan dengan hukum setelah menyelamatkan dua
    landak jawa
    lalu merawatnya hingga berkembang biar menjadi enam ekor.
    Nasib Darwanto saat ini berada ditangan majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten
    Madiun
    .
    Pria itu didakwa melanggar Pasal 40A ayat (1) huruf d juncto Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
    Apalagi, landak yang dipelihara Darwanto merupakan Landak Jawa yang masuk kategori satwa dilindungi. Aturan menyatakan bahwa setiap orang dilarang menangkap, menyimpan, memiliki, memelihara, hingga memperdagangkan satwa dilindungi tanpa izin resmi.
    Darwanto mengatakan, ia memelihara landak lantaran dianggapnya sebagai hama perusak tanaman kebun miliknya.
    Darwanto menyebut, awalnya dua ekor landak jawa itu mulai dipelihara setelah terjebak jaring yang dipasangnya untuk melindungi tanaman.
    Ia mengaku tidak mengetahui bila memelihara landak jawa akan dapat menjeratnya ke ranah hukum. Pasalnya saat itu niatnya hanya untuk mengamankan tanamannya dari landak.
    “Niat saya sebenarnya hanya untuk mengamankan tanaman dari hama. Tetapi saya tidak tahu kalau landak jawa itu
    hewan dilindungi
    . Dan kalau memelihara landak jawa itu ternyata melanggar hukum,” ujar Darwanto usai mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun, Selasa (16/12/2025).
    Setelah dipelihara sejak tahun 2021, landak itu berkembang biak hingga menjadi enam ekor. Selama dipelihara, Darwanto menyatakan tidak pernah memperjualbelikan satwa tersebut.
    “Saya memelihara itu karena kasihan. Tapi sekarang saya malah dipenjara. Dan sampai saat ini saya masih ditahan di Lapas Kelas I Madiun,” kata Darwanto.
    Saat persidangan, Darwanto meminta bantuan Bupati Madiun Hari Wuryanto hingga Presiden Prabowo Subianto lantaran dirinya hanyalah petani kecil yang tinggal di wilayah pinggir hutan.
    Dengan demikian, dirinya tidak mengetahui aturan terkait satwa dilindungi.
    “Kami ini hanyalah petani kecil. Kami tinggal di pinggir hutan dan tidak tahu aturan. Saya mohon Pak Bupati, Pak Presiden Prabowo tolong nasib kami sebagai petani kecil diperhatikan,”ungkap Darwanto.
    Kuasa hukum Darwanto dari LKBH UIN Ponorogo, Suryajiyoso menyatakan tidak terdapat unsur kesengajaan maupun motif ekonomi pada perbuatan kliennya.
    “Klien saya ini seorang petani. Ia tidak memahami status hukum Landak Jawa. Saat landak itu terperangkap, pilihan klien saya adalah merawat. Jadi tidak ada jual beli dan tidak ada keuntungan ekonomi,” ujar Suryajiyoso, Selasa (16/12/2025).
    Surya menilai, kasus ini merupakan masalah klasik dalam penegakan hukum lingkungan. Hal itu terjadi lantaran minimnya literasi hukum masyarakat desa dan pendekatan hukum pidana yang kaku.
    Untuk itu, Surya berharap majelis hakim mempertimbangkan konteks sosial, latar belakang terdakwa. Selain itu dalam kasus tersebut tidak ada niat jahat dalam diri terdakwa saat memelihara landak jawa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saat Menanami Hutan Dianggap Gila, Kisah Daim Penjaga Lingkungan di Lumajang
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        17 Desember 2025

    Saat Menanami Hutan Dianggap Gila, Kisah Daim Penjaga Lingkungan di Lumajang Surabaya 17 Desember 2025

    Saat Menanami Hutan Dianggap Gila, Kisah Daim Penjaga Lingkungan di Lumajang
    Tim Redaksi
    LUMAJANG, KOMPAS.com
    – Di balik rimbunnya hutan Gunung Lemongan di Kecamatan Ranuyoso, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, tersimpan kisah getir sekaligus heroik seorang pria lanjut usia yang dulu dicap gila.
    Ketika suara-suara sumbang meragukan visinya, bahkan negara sempat mempermasalahkan aksinya, Daim (64) tetap teguh menggenggam cangkulnya.
    Ia seorang perintis lingkungan sejati dari kaki
    Gunung Lemongan
    yang berani melawan stigma negatif demi satu tujuan mulia, yakni menghijaukan kembali tanah yang gersang.
    Lahir dan tumbuh di lereng Gunung Lemongan, membuat Daim, warga Dusun Bercah, Desa Sumberpetung, Kecamatan Ranuyoso, Kabupaten
    Lumajang
    , Jawa Timur, membuatnya punya ikatan batin yang kuat dengan alam.
    Pengalaman pahit berupa banjir yang menghanyutkan rumahnya jadi pelecut semangat Daim berbuat lebih untuk hutan Lemongan.
    Kebakaran hutan dan pembalakan liar besar-besaran di hutan Lemongan jadi pemicu terjadinya banjir saat itu.
    “Dulu awalnya saya menanam pinang ini karena setiap musim kemarau selalu ada kebakaran hutan, kalau musim hujan seperti ini pasti ada banjir ya karena hutannya sudah gundul,” kata Daim mengawali cerita di lereng Gunung Lemongan, Selasa (16/12/2025).
    Aktivitas keluar masuk hutan, sudah dilakukan Daim sejak 29 tahun silam tepatnya pada Tahun 1996.
    Berbekal cangkul dan ember berisi bibit pinang, Daim melangkahkan kakinya mendaki lereng Gunung Lemongan yang curam, untuk menanam pinang.
    Tanaman pinang sengaja ia pilih usai mencoba berbagai jenis tanaman lainnya seperti sirsak, alpukat, nangka hingga kopi.
    Hasilnya, hanya pinang yang bisa bertahan. Sedangkan, tumbuhan lain yang pernah dicobanya pasti rusak oleh hewan liar penghuni Gunung Lemongan.
    “Pernah tanam sirsak, kopi, habis dimakan hewan, disini kan masih banyak hewan-hewan liar seperti kijang, kera, babi hutan, ular, kalau pinang ini aman enggak diganggu sama hewan,” ujar Daim.
    Lokasi yang dipilih Daim untuk menanam pinang adalah daerah di sekitar jurang hutan produksi.
    Alasannya hanya satu, menahan air hujan agar tidak membanjiri permukiman warga.
    Kata Daim, selain akar pinang yang mampu menyerap air dengan baik, pelepah dan daun yang jatuh ke tanah juga mampu menahan air hujan agar tidak terjadi erosi.
    “Saya coba tanam pinang di jurang, akhirnya jurang itu semakin dangkal dan saat musim hujan air yang turun tidak terlalu deras karena ada penahannya,” terang Daim.
    Percobaan penanaman pinang yang terbukti berhasil meredam banjir, membuat Daim semakin bersemangat untuk terus menanam.
    Dari yang awalnya bercocok di hutan produksi, Daim mulai masuk ke hutan lindung untuk menanam.
    Sampai akhirnya, kini luas hutan Lemongan yang telah dihijaukan kembali oleh Daim dengan pohon pinangnya sudah mencapai 14 hektar.
    “Tahun 1999 menanam (pinang) lagi berhasil, 2007 menanam di hutan lindung sampai sekarang, karena saya kira pinang ini nahan erosinya sangat kuat dan hutan itu dijaga terus menerus,” katanya.
    Saat Daim mulai tekun menanam pohon pinang di hutan, cemooh dan ejekan tetangga pun muncul. Daim dianggap gila.
    Sebab, saat semua orang menggandrungi pohon jati dan sengon, Daim malah memilih pohon pinang.
    Bagaimana tidak, pohon jati dan sengon memang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Jauh dibandingkan dengan pinang yang saat itu buahnya hanya dihargai Rp 3.000 per kilogram.
    Nilai tersebut untuk membeli beras satu kilo saja tidak cukup. Padahal saat itu harga beras sudah Rp 6.000 per kilogram.
    Namun, Daim sama sekali tidak goyah. Ia menutup telinganya rapat-rapat dan yakin kelak akan ada hasil manis yang akan dinikmatinya.
    Kata Daim, pohon jati dan sengon hanya bertahan sementara untuk menyerap air hujan.
    Sebab, saat pohon itu dipanen, hutan akan kembali gundul dan menyebabkan erosi lagi hingga berujung banjir yang bisa saja kembali merusak rumahnya seperti saat ia masih anak-anak.
    Aktivitas keluar masuk hutan rutin dilakoni Daim untuk menanam pohon pinang. Semak belukar hutan yang lebat dibukanya dengan arit kecil dan cangkul.
    Untuk memudahkan aksesnya, Daim menyempatkan membawa batu saat berangkat ke hutan. Satu per satu batu itu ditata hingga jadi jalan setapak.
    “Saya dianggap orang gila sama tetangga waktu saya bawa bibit pinang ke hutan karena saat itu enggak laku, setiap hari diolok orang tapi saya enggak gubris,” kata Daim.
    Saat panen pertama, Daim sempat terpikir akan cemoohan tetangga yang menyebutnya gila karena menanam tanaman yang tak punya nilai jual.
    “Saat panen pertama harganya murah sempat ada kepikiran omongan orang-orang ternyata benar, tapi saya melihat gunung kembali hijau lagi ini saya senang, jadi ya sudahlah saya teruskan karena memang saya gak pandang harga,” tambahnya.
    Tahun 2014, jadi titik balik kebangkitan tanaman pinang. Di pasaran, harganya mulai tinggi.
    Dari yang awalnya hanya Rp 3.000 per kilogram menjadi Rp 7.000 per kilogram.
    Sejak saat itu, tetangga yang dulunya mengejek Daim malah ikut menanam pinang di hutan.
    “Lama kelamaan menarik harga pinang ini, di situ akhirnya banyak yang ikut menanam, yang awalnya bilang gila sekarang bilangnya betul menanam pinang,” ucapnya.
    Banyak tetangga yang mengikuti jejaknya menanam pinang, tidak membuat Daim merasa tersaingi.
    Malah, Daim merasa senang banyak orang mulai sadar untuk menghijaukan kembali hutan.
    Meski tujuan utamanya ekonomi, bukan melestarikan lingkungan, kata Daim, setidaknya warga mau menanami hutan.
    “Saya bangga juga karena semakin banyak orang yang menanam maka semakin lestari alam ini, kalau saya sendiri ya gak mungkin mampu terus karena hutannya luas,” ungkapnya.
    Perbedaan tujuan utama ini ternyata juga membuat pola tanam warga yang ikut menanam pinang berbeda dengan yang selama ini dilakukan Daim.
    Tanaman pinang Daim melingkari gunung untuk mencegah terjadinya banjir. Sedangkan, warga yang mengikuti jejaknya cenderung asal menanam.
    “Ya tidak apa-apa nanti tinggal dibelajari saja cara menanamnya supaya pinang ini jadi sabuk gunung, sehingga kalau ada hujan tidak sampai banjir,” jelasnya.
    Keberadaan pohon pinang di hutan tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh Daim dan keluarga.
    Warga sekitar yang tidak ikut berkeringat menanam pinang ke hutan juga mendapatkan manfaatnya.
    Tidak hanya terbebas dari banjir, warga juga mendapatkan manfaat ekonomi dari adanya pohon pinang di hutan.
    Salah satunya Suyit, tetangga Daim yang setiap hari keluar masuk hutan untuk mencari pelepah pinang dan daun pakis yang tumbuh di bawah pohon pinang.
    Pelepah pinang yang dikumpulkan Suyit akan dijual ke pengepul untuk digunakan sebagai bungkus dodol garut.
    Harganya, Rp 400 untuk setiap lembar pelepah pinang yang sudah dikupas dan dikeringkan.
    Sedangkan, daun pakis yang tumbuh di bawah pohon pinang bisa langsung dijual oleh Suyit ke pasar dengan harga Rp 5.000 per ikat.
    “Biasanya dapat uang enggak tentu, kadang Rp 20.000 pelepahnya saja, gratis ke Pak Daim, enggak perlu bayar, jadi ya untung ke saya asal tidak mengganggu pohonnya,” ujad Suyit.
    Selain warga yang mencari pelepah dan sayur, setidaknya ada 10 orang yang dipekerjakan Daim sebagai buruh panen dan kupas pinang.
    Mereka semua berasal dari tetangga di sisi kanan dan kiri rumah Daim.
    “Saya ada karyawan pengupas dan pemanen itu 10 orang lah, selain itu ada tetangga yang mencari pelepah, sayur, jalannya sudah ada dan tidak perlu modal tapi bisa menghasilkan rupiah,” ujar Daim.
    Meski niat Daim murni untuk menyelamatkan alam dari bencana, langkahnya menghijaukan kembali hutan Lemongan justru membawanya berhadapan dengan tembok birokrasi.
    Aksi menanamnya selama puluhan tahun sempat dipertanyakan legalitasnya oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di wilayah kehutanan.
    Perusahaan pelat merah itu menganggap kegiatan Daim ini ilegal. Sebab, yang dilakukannya selama ini dengan menghidupkan kembali fungsi hutan yang telah lama mati dianggap tidak berizin.
    Daim pun dipaksa mengurus perizinan hingga menjalin kerja sama dengan perusahaan tersebut.
    Jika ia menolak, penghargaan sebagai perintis lingkungan terancam tidak didapatkan.
    Mendengar hal itu, bukannya takut yang ada di benak Daim. Ia justru tidak peduli jika tidak mendapatkan penghargaan apa pun.
    Sebab, sejak awal bukan penghargaan yang ingin dicapai dari aktivitasnya merawat hutan.
    “Waktu itu hambatannya ya banyak sekali, dari Perhutani saya tidak diperbolehkan. Sempat tanya izin segala macam, lah saya kan bukan perusahaan, saya ini orang yang ada di sekitar lingkungan sini, kalau ada bencana yang kena ya saya dan tetangga yang lain, saya kan menanam bukan merusak,” ungkap Daim.
    Benar saja, Daim sempat tidak lolos dalam seleksi penghargaan tingkat provinsi.
    Namun, orang-orang baik yang takjub dengan pengabdian Daim kembali mengusulkan namanya untuk menerima penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup.
    Sampai akhirnya, Daim diganjar penghargaan Kalpataru sebagai perintis lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup pada 2022.
    Kini, kata Daim, semua pihak termasuk Perhutani yang sempat mempermasalahkan aktivitasnya sudah memberikan dukungan penuh kepadanya dalam melestarikan hutan.
    “Sama (kementerian) kehutanan dibolehkan kalau menanam, yang tidak boleh merusak, akhirnya ya boleh dan sampai sekarang didukung sama Perhutani,” ujar Daim senang.
    Usia Daim tak lagi muda. Tenaganya juga sudah jauh berkurang dibanding awal ia menanam pinag.
    Kini, ia menaruh harapan besar di pundak generasi muda yang akan meneruskan perjuangannya merawat hutan.
    “Saya pesan sama anak-anak yang masih muda kalau bisa ikutilah yang baik dari pekerjaan saya ini,” tutur Daim penuh harap.
    Bagi Daim, menanam pohon tidak perlu rumit atau mahal. Yang penting adalah aksi nyata dan komitmen yang berkelanjutan.
    “Tidak perlu cari bibit yang sulit, pokok tanam saja di hutan, semakin banyak anak muda yang meniru (menanam), hutannya akan semakin lestari,” pesannya.
    Kata Daim, menanami hutan bukan aktivitas berkebun biasa, tapi upaya mitigasi bencana yang menjadi investasi keselamatan untuk sekolompok masyarakat di kaki gunung.
    “Lereng Gunung Lemongan ini pasti memiliki risiko bencana seperti gunung-gunung yang lain, tapi kalau ada penanggulangannya, ini seperti kita sedia payung sebelum hujan,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kebun Ganja di Rumah Kontrakan Jombang, Hasil Panen Dijual hingga Rp13 Juta per Kilogram

    Kebun Ganja di Rumah Kontrakan Jombang, Hasil Panen Dijual hingga Rp13 Juta per Kilogram

    Jombang (beritajatim.com) – Polres Jombang berhasil mengungkap kebun ganja milik R (43), warga Surabaya, yang ditanam di rumah kontrakan Desa Mojongapit, Kecamatan/Kabupaten Jombang.

    R diketahui menjual daun ganja kering hasil panennya kepada pelanggan dengan harga yang mencapai Rp1,2 hingga Rp1,3 juta per ons. Jika dihitung per kilogram, nilai yang didapat bisa mencapai sekitar Rp13 juta.

    Kasat Resnarkoba Polres Jombang, Iptu Bowo Tri Kuncoro, menjelaskan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan, R mengaku sudah pernah memanen tanaman ganja di kontrakannya. Sebagian besar hasil panen tersebut dijual ke pelanggan tetap.

    “Hasil pemeriksaan terhadap R, dia sudah pernah memanen tanaman ganja di dalam kontrakannya. Sebagian besar dari yang dipanen, dijual kepada para pelanggan. Harganya Rp1,2 hingga Rp1,3 juta per ons,” ungkap Bowo pada Rabu (17/12/2025).

    Akibat perbuatannya, R kini dijerat dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Dia terancam pidana penjara dengan ancaman hukuman paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun, atau bahkan hukuman penjara seumur hidup.

    Dalam kasus yang lebih berat, R juga bisa dijatuhi hukuman mati. “Ancaman hukumannya paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun, atau pidana penjara seumur hidup, atau hukuman mati,” tegas Bowo.

    R saat ini tengah menjalani pemeriksaan intensif oleh pihak kepolisian. Selama pemeriksaan, keterangan yang diberikan R sering kali berubah-ubah, yang mengarah pada dugaan keterlibatan pihak lain dalam jaringan peredaran narkoba. Penyidik kini sedang mengembangkan lebih lanjut kasus ini.

    Penggerebekan kebun ganja ini merupakan hasil pengembangan dari kasus sebelumnya. Sebelumnya, polisi menangkap seorang pria berinisial Y di Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Dari pemeriksaan terhadap Y, muncul nama R yang diduga memiliki kebun ganja skala rumahan.

    Setelah penyelidikan lebih lanjut, penggerebekan dilakukan pada Senin (15/12/2025). Dalam penggerebekan tersebut, R hanya menunduk dan menunjukkan tanaman ganja yang ia tanam di rumah kontrakannya.

    Polisi berhasil menyita 110 batang tanaman ganja yang sedang tumbuh, serta 5,3 kilogram daun ganja yang baru dipetik. Daun ganja tersebut disembunyikan dalam wadah khusus dan disimpan di dalam kulkas untuk mempertahankan kualitasnya. Penyidik Polres Jombang mengindikasikan adanya jaringan narkoba yang lebih besar di balik peredaran ganja ini. [suf]