provinsi: JAWA TENGAH

  • Banjir Rendam 5 Desa di Kebumen, Ketinggian Capai 60 Cm Setelah Hujan Deras
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        24 November 2025

    Banjir Rendam 5 Desa di Kebumen, Ketinggian Capai 60 Cm Setelah Hujan Deras Regional 24 November 2025

    Banjir Rendam 5 Desa di Kebumen, Ketinggian Capai 60 Cm Setelah Hujan Deras
    Tim Redaksi
    KEBUMEN, KOMPAS.com –
    Hujan deras yang mengguyur Kabupaten Kebumen sejak Minggu (23/11/2025) menyebabkan sejumlah wilayah di Kecamatan Kebumen terendam banjir.
    Lima
    desa terdampak
    dengan ketinggian air 20–60 sentimeter, mengganggu aktivitas warga dan mendorong
    BPBD Kebumen
    melakukan pemantauan intensif hingga Senin (24/11/2025) pukul 02.00 WIB.
    Humas BPBD Kebumen, Heri Purwoto, mengatakan bahwa desa terdampak meliputi Desa Roworejo, Tanahsari, Candiwuluyo, Sumberadi, dan Jatisari. Genangan terjadi di permukiman dan jalan desa, terutama di kawasan yang berada dekat aliran sungai serta area cekungan.
    “Di Desa Roworejo, banjir menggenang di pemukiman dan jalan desa di Dukuh Petir dan Karangsengon dengan ketinggian 20–30 cm. Petugas BPBD dan relawan sudah berada di lokasi untuk memastikan keamanan warga dan memantau potensi kenaikan air,” kata Heri dalam keterangan resminya Senin (24/11/2025) pagi.
    Genangan lebih tinggi dilaporkan di Desa Tanahsari, tepatnya di Dukuh Kedungrandu, dengan ketinggian air mencapai sekitar 40 sentimeter.
    Akses warga mulai terganggu meski belum ada laporan kerusakan berarti.
    Di Desa Candiwuluyo, banjir setinggi 20–30 sentimeter merendam permukiman di Dukuh Krajan.
    Aktivitas warga masih berlangsung, namun mereka tetap diminta waspada karena intensitas hujan sebelumnya cukup tinggi.
    Sementara itu, banjir juga terjadi di Desa Sumberadi. Adapun di Desa Jatisari, genangan setinggi 40 sentimeter muncul di Dukuh Kedungjati.
    BPBD menyebut ketinggian air berpotensi bertambah jika hujan susulan turun, mengingat kondisi drainase masih terbatas.
    “Fokus kami untuk Kecamatan Kebumen adalah pemantauan debit air, asesmen cepat kerusakan, dan memastikan tidak ada warga terjebak banjir, terutama di kawasan pesantren dan permukiman padat,” ujar Heri.
    Hingga dini hari, BPBD memastikan tidak ada warga yang mengungsi.
    Meski begitu, petugas tetap disiagakan untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan debit air. Pendataan kerusakan dan warga terdampak masih berlangsung dan dapat berkembang sesuai laporan perangkat desa.
    BPBD juga mengimbau warga Kecamatan Kebumen tetap berhati-hati, terutama di daerah yang rawan genangan cepat. Masyarakat diminta segera melapor jika melihat kenaikan air sungai, rembesan di permukiman, atau kondisi lain yang berpotensi membahayakan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3 Petani di Kebumen Ditangkap usai Cabuli Anak 12 Tahun
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        24 November 2025

    3 Petani di Kebumen Ditangkap usai Cabuli Anak 12 Tahun Regional 24 November 2025

    3 Petani di Kebumen Ditangkap usai Cabuli Anak 12 Tahun
    Tim Redaksi
    KEBUMEN, KOMPAS.com
    — Polres Kebumen menangkap tiga pria yang diduga kuat melakukan tindak kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur (ABH) berinisial L (12) di Kecamatan Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah.
    Penangkapan dilakukan setelah polisi menerima laporan dari Dinas Sosial serta orang tua korban.
    Kasat Reskrim Polres
    Kebumen
    , AKP Dwi Atma Yofi Wirabrata, menyebut ketiga tersangka berinisial M (66), S (59), dan D (42). Mereka merupakan petani yang tinggal di sekitar lingkungan rumah korban.
    Unit PPA Satreskrim Polres Kebumen mengamankan ketiganya pada Rabu (22/10/2025).
    “Dari penyelidikan yang kami lakukan, korban mengalami kekerasan berulang kali oleh para pelaku,” ujar AKP Dwi Atma saat konferensi pers, Senin (24/11/2025).
    Menurut penyidik Unit PPA, para pelaku memanfaatkan hubungan kedekatan dan lingkungan untuk mendekati korban.
    M diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap korban pada September 2024 dengan cara membujuk korban menggunakan iming-iming uang.
    Sementara S dan D diduga melakukan tindakan serupa sepanjang 2025 di waktu dan lokasi berbeda. Penyidik menyebut pola mendekati korban terjadi berulang dan dilakukan dalam situasi yang membuat anak sulit menghindar.
    Untuk kepentingan proses hukum, polisi menjerat M dengan Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
    Dua tersangka lain, S dan D, dijerat Pasal 82 UU yang sama.
    Kedua pasal tersebut memuat ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.
    Polisi juga telah mengamankan sejumlah barang bukti berupa pakaian yang terkait dengan kejadian untuk memperkuat proses penyidikan.
    Menanggapi maraknya kasus serupa, Polres Kebumen mengimbau orang tua meningkatkan pengawasan melekat terhadap anak, terutama saat beraktivitas di luar rumah.
    “Tanamkan sejak dini pengetahuan agama dan norma kesusilaan. Luangkan waktu untuk berkomunikasi dan mendengarkan keluh kesah anak. Anak adalah amanah yang harus kita jaga bersama,” ujar AKP Dwi Atma.
    Masyarakat yang mengetahui tanda-tanda mencurigakan terkait keselamatan anak diminta segera melapor ke Polres Kebumen, Polsek terdekat, atau Bhabinkamtibmas di desa masing-masing agar penanganan segera dilakukan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Update Kematian Dosen Muda Untag, Istri Sah AKBP Basuki Disebut Memberikan Kesaksian
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        24 November 2025

    Update Kematian Dosen Muda Untag, Istri Sah AKBP Basuki Disebut Memberikan Kesaksian Regional 24 November 2025

    Update Kematian Dosen Muda Untag, Istri Sah AKBP Basuki Disebut Memberikan Kesaksian
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com –
    Istri sah AKBP Basuki dikabarkan memberikan kesaksian ke Polda Jawa Tengah setelah kasus meninggalnya Dwinanda Linchia Levi (35) menyita perhatian publik.
    Levi, dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, ditemukan tewas di sebuah kostel kawasan Gajahmungkur, Kota Semarang, Senin (17/11/2025).
    Dosen muda tersebut ditemukan tanpa busana di kamar yang juga dihuni oleh
    AKBP Basuki
    , yang diketahui telah berkeluarga.
    Kabid Humas
    Polda Jawa Tengah
    , Kombes Pol Artanto, tidak membantah kabar mengenai pemeriksaan terhadap istri sah AKBP Basuki.
    “Untuk saat ini saya belum mendapatkan informasi tersebut, saya harus konfirmasi dengan penyidik apakah sudah dilakukan pemeriksaan terhadap istri dari AKBP B ini dan tentunya ini kita menunggu hasil dari penyidik,” kata Artanto di kantornya, Senin (24/11/2025).
    Artanto memastikan sudah ada tiga orang yang diperiksa, termasuk AKBP Basuki sebagai saksi kunci.
    “Kemudian dari penjaga kostel dan kakak almarhumah itu sendiri,” ujarnya.
    Penyidik juga menganalisis rekaman CCTV kostel yang dinilai memiliki peran penting untuk mengungkap penyebab kematian dosen tersebut.
    “Termasuk ponsel korban dan ponsel AKBP B,” ungkap Artanto.
    Ketua tim hukum korban dari Untag, Agus Widodo, mengatakan pihak kampus terpukul atas kabar kematian Levi.
    Informasi meninggalnya dosen itu baru diterima kampus sekitar pukul 14.30 WIB, padahal korban ditemukan sekitar pukul 05.30 WIB.
    “Karena ditemukan sejumlah kejanggalan dalam kematian almarhumah, Dekan FH Untag lalu meminta kepolisian melakukan autopsi lengkap, termasuk pemeriksaan forensik digital,” ujar Agus.
    Levi telah mengajar di
    Untag Semarang
    sejak 2022 dan tinggal di kostel tersebut selama dua tahun terakhir.
    Tim hukum dibentuk untuk mencari keadilan dan mengungkap penyebab kematiannya.
    Anggota Tim Hukum, Edi Pranoto, menyoroti selisih waktu hampir sembilan jam antara ditemukannya Levi dan penyampaian informasi kepada kampus.
    Menurutnya, jeda tersebut memunculkan dugaan yang harus diuji secara hukum. Ia menegaskan pentingnya pemeriksaan menyeluruh, termasuk forensik dan digital forensik.
    “Kami ingin memastikan seluruh proses tidak berhenti di satu titik, tetapi ditangani secara menyeluruh hingga benar-benar terang,” kata Edi.
    Edi menyebut pemeriksaan digital diperlukan untuk menelusuri rekam jejak komunikasi Levi, aktivitas terakhir di lokasi, serta pihak-pihak yang berinteraksi dengannya.
    Tim hukum juga menyoroti penempatan AKBP Basuki di tempat khusus (patsus) oleh Propam Polda Jawa Tengah. Menurut mereka, langkah tersebut perlu ditelusuri karena diduga berkaitan dengan penyelidikan kasus Levi.
    “Kami tidak bisa begitu saja percaya pada hasil visum luar maupun dalam. Tujuan tim hukum ini dibentuk untuk mengawal dan menuntut kebenaran secara objektif dan materiil,” tegas Kastubi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2 Titik Longsor Ancam Rumah Warga di Rowokele Kebumen, BPBD Pasang Garis Bahaya
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        24 November 2025

    2 Titik Longsor Ancam Rumah Warga di Rowokele Kebumen, BPBD Pasang Garis Bahaya Regional 24 November 2025

    2 Titik Longsor Ancam Rumah Warga di Rowokele Kebumen, BPBD Pasang Garis Bahaya
    Tim Redaksi
    KEBUMEN, KOMPAS.com
    — Hujan dengan intensitas tinggi yang melanda Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, sejak Minggu (23/11/2025) menyebabkan tanah longsor di Desa Giyanti, Kecamatan Rowokele.
    Dua lokasi yang terdampak
    longsor
    ini berada di sekitar permukiman warga dan dinilai berisiko membahayakan jika terjadi longsor susulan.
    Badan Penanggulangan Bencana Daerah (
    BPBD
    )
    Kebumen
    telah memasang garis peringatan bahaya di sekitar lokasi kejadian.
    Humas BPBD Kebumen, Heri Purwoto, menjelaskan bahwa longsor pertama terjadi di belakang rumah Samin, warga RT 3 RW 5.
    Tebing di belakang rumah tersebut ambrol sepanjang 5 meter dengan ketinggian 6 meter.
    “Material tanah menggantung dan tersisa hanya 5 meter dari bangunan rumah, membuat kondisi lokasi sangat rawan,” ujar Heri dalam keterangan resminya pada Senin (24/11/2025).
    Di lokasi kedua, tanah amblas terjadi di depan rumah Rotiman, warga RT 8 RW 6.
    Amblasan yang terjadi sepanjang 30 meter dengan kedalaman 1 meter tersebut mengikis fondasi bagian depan rumah.
    “Kondisi itu membuat bangunan rumah rawan mengalami keretakan lebih lanjut jika hujan kembali mengguyur,” kata Heri.
    Warga setempat melaporkan terdengar suara retakan tanah sebelum kejadian berlangsung.

    Petugas BPBD dan relawan yang tiba di lokasi segera melakukan asesmen cepat untuk memetakan potensi risiko dan memastikan tidak ada warga yang berada dalam bahaya langsung.
    “Kondisi tanah di Desa Giyanti tergolong curam di beberapa titik, sehingga risiko longsor cukup tinggi saat curah hujan meningkat. Kami mengimbau warga untuk segera melapor jika menemukan retakan besar atau pergeseran tanah,” tambah Heri.
    Hingga Senin (24/11) dini hari, BPBD Kebumen masih melakukan pemantauan lanjutan dan menyiagakan tim di wilayah Rowokele.
    Upaya penanganan awal termasuk pemasangan rambu peringatan, pembersihan material ringan, serta pendataan kerusakan.
    Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini.
    Namun, BPBD menegaskan bahwa potensi longsor susulan masih ada, mengingat hujan diprediksi akan terus turun dalam beberapa hari ke depan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PHK Paling Banyak di Jawa Barat, 15 Ribu Orang Jadi Korban!

    PHK Paling Banyak di Jawa Barat, 15 Ribu Orang Jadi Korban!

    Jakarta

    Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merilis data terbaru Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) periode Januari-Oktober 2025. Berdasarkan situs Satudata Kemnaker, angka PHK pada periode tersebut tembus 70.244 orang.

    Sejumlah daerah berkontribusi terhadap jumlah PHK yang terjadi periode Januari-Oktober 2025. Provinsi Jawa Barat masih menjadi penyumbang terbesar dengan angka PHK mencapai 15.657 atau mencakup 22,29% dari total PHK.

    “Tenaga kerja ter-PHK paling banyak pada periode ini terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu sekitar 22,29 persen dari total tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan,” tulis situs Satudata Kemnaker, Senin (24/11/2025).

    Jawa Barat memang menjadi penyumbang PHK terbanyak dalam beberapa bulan terakhir, misalnya pada periode Januari-September, Januari-Agustus, dan Januari-Juli. Sementara itu, kontributor terbanyak PHK periode Januari-Juni dan Januari-Mei adalah Jawa Tengah.

    Untuk periode Januari-Oktober 2025, Jawa Tengah ada di posisi ke-2 dengan jumlah PHK 13.545 orang. Posisi ke-3 ada Provinsi Banten dengan jumlah PHK 6.863 orang, lalu DKI Jakarta sebanyak 5.149 orang.

    Berikut 5 besar provinsi dengan jumlah PHK terbanyak periode Januari-Oktober 2025:

    1. Jawa Barat: 15.657 orang kena PHK
    2. Jawa Tengah: 13.545 orang kena PHK
    3. Banten: 6.863 orang kena PHK
    4. DKI Jakarta: 5.149 orang kena PHK
    5. Jawa Timur: 4.142 orang kena PHK

    (ily/kil)

  • Potret Kampung Dadap Tangerang, Terancam Tenggelam di Tengah Gemerlap Kawasan Elite
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

    Potret Kampung Dadap Tangerang, Terancam Tenggelam di Tengah Gemerlap Kawasan Elite Megapolitan 24 November 2025

    Potret Kampung Dadap Tangerang, Terancam Tenggelam di Tengah Gemerlap Kawasan Elite
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Di tengah pesatnya pembangunan kawasan elit Pantai Indah Kapuk (PIK),
    Kampung Dadap
    di Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, justru menghadapi ancaman serius: kawasan seluas 14,5 hektare itu nyaris tenggelam akibat
    banjir rob
    yang terjadi setiap hari.
    Kampung yang berbatasan langsung dengan PIK, Kamal (Jakarta Barat), dan Kamal Muara (Jakarta Utara) yang kini semakin ramai didatangi wisatawan.
    Kampung ini diisi tiga RW, yakni RW 01, RW 02, dan RW 03. Di RW 03 saja terdapat sekitar 800 keluarga dengan total kurang lebih 1.000 bangunan rumah—sebagian besar berukuran kecil dan semi permanen.
    Untuk bertahan dari banjir rob harian, hampir semua warga meninggikan bagian depan rumah menggunakan semen, agar air laut tak langsung masuk ke dalam rumah.
    Pasalnya, wilayah ini berhadapan langsung dengan laut dan menajdi langgan banjir rob setiap harinya. Namun upaya itu tak membuat kawasan ini bebas dari genangan.
    “Betul sekali dan setiap hari, bahkan hitungan saya sudah lebih dari tiga bulan begini. Nanti surut, pasang surut, tapi satu bulan ini lebih banyak pasangnya,” ucap Ketua RW 03 Jamal, ketika diwawancarai
    Kompas.com
    di lokasi, Jumat (21/11/2025).
    Rob umumnya menggenang sepanjang Jembatan Cinta hingga ujung Kampung Dadap, sekitar dua kilometer, dengan ketinggian air 30–50 sentimeter.
    Air yang masuk pun kian keruh, berubah warna menjadi cokelat hingga hitam akibat bercampur lumpur dan air selokan.
    Kasturi (40), salah satu warga, mengatakan rob kerap datang tiba-tiba, terutama malam hari.
    “Karena pas Jumat aja air datang langsung besar masuk ke rumah,” kata Kasturi.
    Setiap terjadi rob, Kasturi memilih mengungsikan anaknya ke rumah keluarga karena khawatir air datang dalam volume besar tanpa peringatan. Ia mengaku lelah karena saban hari harus mengeruk lumpur sisa genangan.
    “Masuk airnya ke rumah, jadi ini ditinggiin airnya enggak masuk. Abis capek tiap hari bersihin lumpur. Kalau banjir malam coba jam 03.00 WIB subuh kami ngerukin lumpur.”
    Di depan rumahnya, dua bangunan besar tampak hancur dan ditinggalkan pemiliknya karena terus terendam rob.
    Hanya tersisa bambu dan genteng yang sudah rapuh dari bangunan rumah itu seolah pertanda betapa kerasnya banjir rob menghantam wilayah ini setiap hari.
    “Iya, banyak rumah yang rusak dan ditinggalkan penghuninya, karena banjir terus dan lama-lama rusak,” kata dia.
    Siswanto (50), warga RW 03, mengatakan rob akan jauh lebih parah bila bersamaan dengan kiriman air dari Bandara Soekarno-Hatta.
    “Iya, kalau air laut lagi pasang sama hujan, jadi begini kondisinya. Kalau ada kiriman air dari bandara bisa sampai sepaha orang dewasa. Kondisi makin parah kalau air laut pasang, air kiriman dari bandara dibuka, ya, udah bisa tinggi airnya dalam,” jelas Siswanto.
    Rumah-rumah yang belum ditinggikan langsung terendam. Sejumlah warga sampai harus berjalan di atas tanggul setinggi empat meter agar bisa keluar rumah tanpa basah.
    Siswanto sendiri sering kesulitan berangkat kerja saat rob.
    “Kami bingung, ya, mau kerja kalau udah banjir kadang-kadang harus berjuang semampunya, kalau bawa kendaraan udah enggak bisa. Biasanya, kita jalan menerobos banjir dulu ke depan, nanti naik angkutan umum,” tutur Siswanto.
    Menurut Siswanto, rob sebenarnya sudah terjadi sejak 1990-an, tetapi dulu air lebih cepat surut. Dalam satu dekade terakhir kondisinya memburuk.
    “Mulai makin parah karena ada pembangunan pergudangan, lebih parah lagi ada
    reklamasi
    .”
    Aktivitas reklamasi membuat air laut tak lagi mengalir ke empang dan hutan mangrove, melainkan langsung masuk ke permukiman warga yang berada di dataran rendah.
    Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, menjelaskan banjir rob di Dadap semakin parah dalam dua-tiga tahun terakhir karena perubahan arus laut akibat penimbunan.
    Hal serupa juga pernah terjadi di desa Timbulsloko, Demak, Jawa Tengah, yang kini sudah tenggelam. Tenggelamnya Desa Timbulsloko disebabkan karena adanya berbagai pembangunan seperti Pelabuhan Tanjung Mas dan Reklamasi Marina di tahun 2010.
    Semenjak itu, banjir rob semakin intens terjadi di wilayah Timbulsloko dan menurut analisa akademisi perubahan arus imbas reklamasi menjadi penyebab desa itu tenggelam.
    “Nah, kasus serupa terjadi di Dadap dengan adanya aktivitas reklamasi, karena reklamasi sekitar tiga tahun ke belakang kan benar-benar, PIK-nya jadi dibuka untuk umum, itu sebenarnya terjadi karena ada aktivitas seperti itu,” tutur Susan.
    Susan memastikan, penimbunan pantai dari reklamasi akan mengubah arus laut. Di mana biasanya ada arus tertentu yang melewati satu daerah, namun karena ada penimbunan di titik itu, maka arus menjadi berubah arah dan menyebabkan banjir ke daratan secara perlahan-lahan.
    Oleh karena itu, kata dia, banjir rob di Kampung Dadap bukan cuma sekedar fenomena alam biasa, melainkan juga karena perbuatan manusia.
    Peneliti 
    Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
    , Budi Heru Santosa, menilai penurunan tanah juga menjadi faktor utama.
    “Kami sudah sering mendengarkan bahwa di pesisir Pantura, Jakarta, Tangerang, dan sekitarnya terjadi penurunan muka tanah. Kesimpulan yang dilakukan para ahli, pertama adalah karena lapisan tanah di situ lapisan aluvial yang cenderung lunak, sehingga ketika terjadi pemampatan, pembebanan, pengambilan air tanah maka dia akan turun,” tutur Budi.
     Penurunan muka tanah membuat permukaan daratan lebih rendah daripada air laut, sehingga rob semakin sering dan makin tinggi ketika pasang berbarengan dengan hujan.
    Fenomena kenaikan muka air laut atau sea level rise terjadi karena adanya perubahan iklim yang disebabkan mencairnya gunung es di kutub utara.
    Dampak dari peristiwa tersebut memang tidak dirasakan begitu signifikan di Pesisir Pulau Jawa. Namun, dalam beberapa tahun ke depan dan ditambah penurunan muka tanah maka dampak tersebut akan dirasakan signifikan.
    Tanggul yang dibangun pada 2024 pun tak banyak membantu. Tanah yang terus turun membuat tanggul ikut “turun” dan kehilangan efektivitasnya dalam beberapa tahun saja.
    “Tanggul itu dibangun di atas tanah, dia punya pondasi ditanam di dalam tanah tapi ada bagian ke atas. Ketika tanah mengalami land subsidence maka tanggul akan mengikuti karena dia ditanam di atas tanah,” ujar Budi.
    Budi mencontohkan, misalnya suatu tanggul dibangun untuk mengatasi air laut setinggi satu meter, ketika terjadi penurunan tanah misalnya 10 cm per tahun, maka dalam lima tahun mendatang tanggul yang dibangun turun sekitar 50 cm.
    Imbasnya, tanggul itu tidak lagi efektif untuk menahan ketinggian air laut setinggi satu meter dan membuatnya mudah meluap ke daratan.
    Budi menyarankan pembangunan sistem polder terintegrasi yang meliputi tanggul memutari kawasan, kolam retensi, serta pompa untuk membuang air ke luar tanggul.
    Air di kolam retensi itu akan dipompa ke wilayah di luar tanggul yang sudah dibangun sehingga tidak mengandalkan gravitasi atau air mengalir secara alami.
    Namun, yang perlu diperhatikan dalam membangun sistem polder adalah tidak boleh ada lubang sekecil apa pun yang membuat air merembes ke daratan.
    Selain itu, bisa juga dipertimbangkan untuk menempuh perbaikan secara alami seperti penanaman mangrove.
    “Kemudian, perlu dilelajari apakah masih memungkinkan ditempuh restorasi berbasis alami dengan penanaman mangrove di sepanjang pesisir yang dapat menangani laju laut dan sebagainya, nah ini dapat dipertimbangkan,” jelas dia.
    Wakil Bupati Tangerang, Intan Nurul Hikmah, mengatakan pemerintah telah mengambil sejumlah langkah.
    Pertama Anggaran Belanja Tambahan (ABT) tahun 2025 Kabupaten Tangerang digunakan untuk pembangunan pintu air di saluran pembuangan Perumahan Duta Bandara.
    “Lalu, akan dibangun stasiun pompa banjir dan normalisasi kolam retensi Perumahan Duta Bandara tahun 2026,” ujar Intan.
     Untuk Perumahan Taman Dadap Indah yang kerap banjir, pemerintah menjadwalkan pengerukan manual drainase.
    Sementara terkait tanggul laut, pemerintah masih berkoordinasi dengan Kementerian PUPR.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KKP luncurkan RAN PPSK sebagai upaya penguatan kesejahteraan dan keberlanjutan nelayan kecil

    KKP luncurkan RAN PPSK sebagai upaya penguatan kesejahteraan dan keberlanjutan nelayan kecil

    Minggu, 9 November 2025 11:45 WIB

    Nelayan mencari ikan di pesisir Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (9/11/2025). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Perikanan Skala Kecil (RAN PPSK) sebagai wujud nyata komitmen untuk memperkuat kesejahteraan dan keberlanjutan nelayan kecil di Indonesia melalui perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudi daya ikan, serta petambak garam dengan berfokus pada penguatan tata kelola kolaboratif, peningkatan nilai rantai pasok, dan pelaksanaan yang terukur guna mendukung ketahanan pangan. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/YU

    Nelayan memidahkan kerang hasil panen di pesisir Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (9/11/2025). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Perikanan Skala Kecil (RAN PPSK) sebagai wujud nyata komitmen untuk memperkuat kesejahteraan dan keberlanjutan nelayan kecil di Indonesia melalui perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudi daya ikan, serta petambak garam dengan berfokus pada penguatan tata kelola kolaboratif, peningkatan nilai rantai pasok, dan pelaksanaan yang terukur guna mendukung ketahanan pangan. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/YU

    Nelayan memidahkan kerang hasil panen di pesisir Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (9/11/2025). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Perikanan Skala Kecil (RAN PPSK) sebagai wujud nyata komitmen untuk memperkuat kesejahteraan dan keberlanjutan nelayan kecil di Indonesia melalui perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudi daya ikan, serta petambak garam dengan berfokus pada penguatan tata kelola kolaboratif, peningkatan nilai rantai pasok, dan pelaksanaan yang terukur guna mendukung ketahanan pangan. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/YU

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Patroli Rutin Tak Pernah Buat Warga Kolong Terusir dari Menteng
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

    Patroli Rutin Tak Pernah Buat Warga Kolong Terusir dari Menteng Megapolitan 24 November 2025

    Patroli Rutin Tak Pernah Buat Warga Kolong Terusir dari Menteng
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Sejumlah warga kolong, sebutan untuk orang-orang yang hidup di jalanan, di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, mencoba terus bertahan tinggal di tepi rel kereta dan trotoar sempit meski sudah berulang kali ditertibkan aparat.
    Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Selatan, Nanto Dwi Subekti, menegaskan, keberadaan
    warga kolong
    terus dipantau melalui patroli rutin.
    “Saat ini kita hanya penjangkauan atau patroli rutin. Kalau ada yang bandel baru kita lakukan penertiban. Kalau kedapatan saat operasi PMKS, kita kirim ke panti sosial,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (21/11/2025).
    Nanto menambahkan, pihaknya rutin melakukan patroli melalui pendekatan yang humanis dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
    “Kalau patroli rutin tiap hari. Kalau hambatan selama ini belum ada, hanya harus rajin di patroli saja,” kata dia.
    “Mereka pergi sebentar saat razia, tapi begitu patroli selesai, biasanya balik lagi ke kolong atau trotoar. Kami sudah terbiasa melihat itu,” kata Ningsih.
    Sementara itu, Riyan (31), pengemudi ojek pangkalan yang mangkal tak jauh dari lintasan rel, merasa kasihan dengan warga kolong.
    “Kasihan sih, tapi hidup di Jakarta memang harus siap punya duit buat tempat tinggal. Kalau tidak ada alternatif, ya mereka kembali ke trotoar atau kolong. Mereka sudah biasa hidup di jalan,” ucapnya.
    Sejumlah warga kolong yang ditemui
    Kompas.com
    mengungkapkan alasannya tetap bertahan di trotoar dan tepi rel meski sering didatangi aparat.
    Salah satunya adalah Ale (40), warga asal Bogor, Jawa Barat, yang sudah hampir dua tahun tinggal di tepi rel dekat Latuharhary.
    “Awalnya cuma numpang lewat, nyari barang bekas. Lama-lama susah, jadi bertahan di sini saja. Uang enggak cukup buat kontrakan. Mau ke mana kalau pergi jauh?” katanya.
    Sehari-hari Ale mencari botol plastik dan kardus dari kantor serta pasar sekitar untuk dijual kembali.
    “Kalau ramai, satu gerobak bisa dapat Rp 15.000. Kalau sepi, cuma Rp 7.000,” ujarnya.
    Sukinem (38), perempuan asal Brebes, Jawa Tengah, menuturkan pengalaman serupa.
    “Kadang pagi-pagi Satpol PP datang, suruh bubar. Saya ngerti, tapi mau pindah ke mana? Gerobak berat, barang banyak. Setelah mereka pergi, kami balik lagi,” katanya.
    Warga kolong lainnya, Sarwono (42) bercerita bahwa dirinya tinggal bersama istri dan anaknya di pertigaan dekat Kantor Komnas HAM.
    “Tempat ini agak aman, lampunya terang, dekat kantor pemerintah. Kalau malam tetap waspada, tapi di sini dekat jalur kerja mulung. Anak dan istri ikut, jadi pilih lokasi yang memungkinkan semua aman,” kata dia.
    Meski begitu, ia tak menampik bahwa tidur di atas trotoar tidaklah nyaman.
    “Pakai kardus atau terpal seadanya, sambil menaruh gerobak sebagai penghalang agar barang tidak dicuri,” ujarnya.
    Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna menekankan bahwa warga kolong memilih lokasi secara strategis.
    “Mereka paham wilayah secara teritorial, menempati lokasi yang relatif aman dari razia Satpol PP, dan dekat dengan mata pencaharian,” kata Yayat.
    “Kalau mereka punya komunitas, ada keberanian untuk mencari ruang yang bisa digunakan bersama,” ujarnya.
    Yayat menjelaskan bahwa mobilitas warga kolong cukup terukur.
    “Radius aktivitas sekitar 1–3 km, dan biasanya mereka menempati lokasi yang dianggap paling aman mulai jam 8 pagi hingga malam,” tuturnya.
    Dengan strategi ini, warga kolong bisa menjaga barang-barang, bekerja, dan bertahan di ruang publik dengan risiko minimal.
    Fenomena ini menunjukkan keterkaitan erat antara perilaku warga kolong dengan kondisi ekonomi dan kemampuan adaptasi terhadap ruang kota.
    “Kelompok ini termarjinalkan, namun mereka paham memilih tempat tinggal yang efisien, dekat mata pencaharian, aman dari gangguan, dan memiliki kemudahan sanitasi,” ujar Yayat.
    Di trotoar Latuharhary, Ale memilah-milah botol plastik dan kardus yang dikumpulkan dari kantor-kantor sekitar. Barang-barang ini dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
    “Kalau sepi, hanya cukup buat makan. Kalau ramai, bisa sedikit lebih. Tapi tetap hidup seadanya,” kata Ale.
    Sukinem biasanya memulai pagi dengan berkeliling trotoar dan kantor-kantor Menteng untuk mengumpulkan plastik dan kardus.
    “Kalau hujan atau banyak penertiban, tidak dapat apa-apa. Tapi yang penting bisa hidup, bisa kirim sedikit ke anak di Brebes,” ujarnya.
    Ia tidur di kolong jembatan dekat terowongan kecil, menggunakan kardus dan terpal sebagai alas, sambil menjaga barang-barang agar tidak hilang.
    Sarwono menekankan pentingnya lokasi bagi keselamatan keluarganya.
    “Kalau jauh dari sini, istri dan anak saya susah kalau hujan atau ada apa-apa. Jadi kami bertahan di sini, walau tiap malam was-was. Gerobak kami taruh di depan sebagai penghalang,” katanya.
    Hidup di tepi rel dan trotoar membuat warga kolong harus menghadapi berbagai risiko, di antaranya hujan, kebisingan kereta, hingga potensi kehilangan barang.
    “Tidur malam selalu waspada. Kalau ada suara keras, langsung bangun. Barang-barang kami harus dijaga, gerobak jadi penghalang sekaligus tempat penyimpanan,” tutur Sarwono.
    Sukinem menambahkan, anak-anaknya tetap tinggal di kampung halaman karena keterbatasan ekonomi.
    “Kalau anak ikut, lebih sulit menjaga barang dan keamanan. Saya bertahan sendiri, kirim sedikit uang ke rumah. Hidup ini cuma buat makan dan bertahan,” katanya.
    Ale pun sependapat dengan Sukinem.
    “Kalau pergi jauh, mau tidur di mana. Uang enggak cukup buat kontrakan. Jadi tetap di sini, cari makan seadanya,” ujarnya.
    Yayat menekankan bahwa pilihan lokasi warga kolong sangat pragmatis.
    “Tempat itu relatif aman, tidak mengganggu warga, dekat mata pencaharian, dan ada kemudahan untuk kebutuhan sanitasi. Mereka memahami wilayah secara teritorial, mengatur hidup secara kolektif, dan menempati lokasi pada jam-jam paling aman,” ujarnya.
    Ketimpangan ekonomi dan keterbatasan akses terhadap hunian layak membuat warga kolong harus mengisi ruang publik yang tersedia, sekaligus menyesuaikan diri dengan patroli aparat dan perubahan lingkungan sekitar.
    Menurut Yayat, adaptasi warga kolong mencakup berbagai strategi pemilihan lokasi yang aman, pengelolaan barang dan gerobak, mobilitas terukur, serta pembentukan jaringan komunitas untuk saling menjaga.
    “Mereka mengisi ruang kota yang gratis dengan strategi adaptasi yang sangat terukur,” ujarnya.
    Yayat menambahkan, komunitas ini memudahkan warga kolong menyesuaikan diri dengan patroli aparat. Dengan mengetahui lokasi yang aman, mereka dapat menghindari razia sementara dan kembali menempati ruang ketika situasi aman.
    “Mobilitas mereka terbatas, tapi efektif. Radius aktivitas hanya 1–3 km, cukup untuk mencari nafkah dan bertahan hidup,” tuturnya.
    Yayat menambahkan Patroli rutin Satpol PP tidak mengubah pola hidup mereka secara signifikan.
    Keberadaan mereka adalah hasil adaptasi terhadap kondisi ekonomi, keterbatasan ruang, dan kemampuan membentuk jaringan sosial yang memungkinkan bertahan hidup di kota besar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Wanita Wonogiri Kena Stroke di Usia 20, Inikah Pemicunya?

    Viral Wanita Wonogiri Kena Stroke di Usia 20, Inikah Pemicunya?

    Jakarta

    Seorang wanita bernama Delia membagikan kisahnya mengalami stroke di usia 20 tahun. Peristiwa itu terjadi pada 29 Agustus 2025, saat wanita yang berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah itu sedang beraktivitas seperti biasa. Mendadak, Delia merasakan pusing hebat disertai kesulitan berbicara. Tubuhnya masih bisa digerakkan, tetapi terasa sangat lemas.

    Ia sempat menunggu karena mengira gejalanya akan membaik dengan sendirinya. Namun hingga dua jam berlalu, kemampuan bicaranya tak juga pulih. Keluarga yang panik akhirnya membawa Delia ke dokter saraf terdekat di Wonogiri untuk mendapatkan pemeriksaan segera.

    “Pas di rumah sakit di Wonogiri deket rumah, itu cuma pembengkakan otak itu sudah di CT scan. Tapi dokter spesialisnya bilang kalau cuma pembengkakan otak kok nggak bisa ngomong, ini harus di MRI gitu kan mangkanya dirujuk ke rumah sakit yang ada di Solo,” demikian katanya melalui akun TikTok-nya atas izin yang bersangkutan, Sabtu (22/11/2025).

    Delia kemudian dirujuk ke salah satu rumah sakit di Solo untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Di sana, ia menjalani MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT scan (Computed Tomography), dan serangkaian pemeriksaan lainnya.

    Ia ditempatkan di ruang High Care Unit (HCU) untuk pemantauan intensif karena gejalanya mengarah pada stroke, meski usianya masih sangat muda. Pemeriksaan lebih lanjut melalui Transcranial Doppler (TCD) menunjukkan adanya penyumbatan dan kekakuan pada pembuluh darah di otaknya.

    Terkait pemicunya, Delia mengaku belakangan sering dilanda banyak pikiran hingga mengalami stres berat. Ia juga mengaku tidak memiliki riwayat genetik terkait tekanan darah tinggi, kolesterol, asam urat, maupun gula darah tinggi.

    Lantas, benarkah stres bisa memicu stroke?

    Direktur Medik dan Keperawatan RS PON, dr Reza Aditya Arpandy, SpS, menjelaskan bahwa stres berat dan depresi dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami stroke, meski bukan menjadi penyebab utamanya.

    Saat seseorang mengalami stres, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin dan kortisol. Kedua hormon ini dapat meningkatkan tekanan darah dan membuat detak jantung menjadi lebih cepat, sehingga memicu kondisi yang berpotensi berbahaya.

    “Kalau kondisi ini terjadi berulang atau cukup berat, maka risiko terjadinya kerusakan pada pembuluh darah dan lonjakan tekanan darah menjadi lebih tinggi, sehingga dapat memicu stroke, terutama bila orang tersebut sudah punya faktor risiko lain, seperti hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes, merokok, obesitas, atau memang sudah ada kelainan pembuluh darah otak sebelumnya,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Senin (24/11/2025).

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Dedi Mulyadi Ubah Gerbang Gedung Sate Seperti Candi: Itu Bukan Cagar Budaya

    Dedi Mulyadi Ubah Gerbang Gedung Sate Seperti Candi: Itu Bukan Cagar Budaya

    Sementara itu, Humas Bandung Heritage Society sekaligus Ahli Cagar Budaya, Tubagus Adhi mengatakan, perubahan Gerbang Gedung Sate tidak salah untuk dilakukan. Sebab menurutnya, gerbang tersebut bukan termasuk bangunan cagar budaya.

    “Enggak ada pagar waktu masa kolonial itu. Sekarang ada pagar, itu penting. Gimana kalau seperti kemarin, yang ada pagar di DPRD aja dibakar,” kata Adhi.

    Adhi menejelaskan, dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, boleh mengembangkan cagar budaya dengan penyesuaian kebutuhan saat ini. Namun, pengembangan cagar budaya tidak boleh menghilangkan nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah bangunan.

    “Pagar itu penting bagi saya, tapi harus memberikan aksesibilitas bagi pejalan kaki termasuk difabel,” kata dia.

    Dia mengatakan, perubahan gerbang Gedung Sate sah untuk dilakukan. Mengingat, arsitektur utama Gedung Sate, J. Gerber merancang gedung yang dominan warna putih itu mengusung konsep arsitektur Art Deco dengan perpaduan tradisional dan kolonial.

    “Desain Gedung Sate itu kan gaya eksentrik ya atau bisa sebut Art Deco,” ucap dia.

    Adhi menilai sentuhan Candi Bentar pada gapura di pintu masuk area Gedung Sate ini menarik, karena menjadi hal baru. Berbeda dengan di Bali, Jawa Timur, maupun Jawa Tengah yang sudah lebih dulu memberikan sentuhan Candi Bentar.

    “Gapura yang dapat sentuhan Candi Bentar itu keren, karena untuk saya pribadi ada nilai sejarah. Kalau di Bali, Jawa Timur, maupun Jawa Tengah kan sudah menerapkannya, kalau di sini kan baru,” kata Adhi.