Jakarta (beritajatim.com) – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) resmi mengerahkan seluruh elemen kekuatan organisasi untuk menanggulangi dampak bencana alam di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), menegaskan komitmen mutlak organisasi untuk hadir di tengah warga yang terdampak tanpa terkecuali.
Dalam pelepasan relawan dan bantuan di Plaza PBNU, Jakarta, Selasa (16/12/2025), Gus Yahya menekankan bahwa khidmah kemanusiaan adalah mandat yang tidak bisa ditawar dalam situasi krisis.
“Atas nama Pengurus Besar Nahdltul Ulama, saya menyampaikan bela sungkawa dan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya sejumlah bencana alam di beberapa daerah beberapa waktu terakhir ini. Dan tentu saja tidak ada alasan bagi jam’iyah Nahdlatul Ulama, dalam keadaan apa pun, untuk tidak tetap hadir dalam khidmah berkontribusi dalam upaya penanggulangan dampak dari bencana-bencana yang terjadi tersebut,” tegas Gus Yahya.
Untuk memastikan respons cepat dan terukur, PBNU membentuk satuan tugas khusus bernama Tim NU Peduli. Satgas ini mengonsolidasikan berbagai badan otonom dan lembaga, termasuk Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI), LAZISNU, dan GP Ansor. Langkah taktis di lapangan pun telah berjalan, mulai dari pendirian posko darurat hingga pengerahan sumber daya manusia.
“PBNU telah membentuk satu satgas khusus untuk keperluan itu, yang terdiri dari elemen-elemen LPBI, LAZISNU, dan Banom-banom. Beberapa tindakan telah dilakukan di lapangan, telah dibentuk posko-posko, telah dilakukan rekrutmen relawan-relawan, dan telah dimobilisasikan sumber daya-sumber daya untuk bisa disumbangkan kepada saudara-saudara kita yang terdampak oleh bencana,” ujar Gus Yahya.
Gus Yahya juga mendorong perluasan gerakan solidaritas ini dengan melibatkan struktur NU di tingkat wilayah hingga cabang yang memiliki kapasitas logistik mumpuni. Ia secara spesifik menyebut sejumlah daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang dinilai memiliki kemandirian ekonomi untuk turut menyokong penanganan bencana di Sumatra.
“Ada cabang yang kita tahu sudah punya mekanisme mobilisasi sumber daya yang kuat, misalnya yang selama ini pakai sistem Koin, bahkan ada yang sudah mengembangkan bisnis, bisa di-engage secara khusus,” katanya.
Ia lantas merinci daerah-daerah potensial tersebut, seperti Magelang, Sidoarjo, Cilacap, Bojonegoro, dan Mojokerto. Pelibatan cabang-cabang kuat seperti Sidoarjo, Bojonegoro, dan Mojokerto diharapkan tidak hanya membantu secara materi, tetapi juga memantik rasa persaudaraan nasional antarsesama warga NU.
“Magelang kelihatan kaya raya. PCNU Magelang berkontribusi ini. Sidoarjo. Cilacap. Bojonegoro. Mojokerto. Sehingga ini bukan hanya lalu menjadi semacam cara kita untuk membantu para warga yang terdampak oleh bencana, tapi juga kita bangkitkan solidaritas warga kita secara umum,” lanjutnya.
Terkait manajemen di lapangan, Gus Yahya menyoroti pentingnya akurasi data dalam penanganan bencana. Ia meminta sistem pencatatan (recording) sumber daya dilakukan secara disiplin untuk memudahkan evaluasi dan mencegah tumpang tindih bantuan dengan program pemerintah.
“Saya minta ada sistem recording yang baik terkait data sehingga bisa mudah evaluasi apabila ada di tengah jalan membutuhkan respons tertentu karena kita juga belum tahu keadaan lapangan apakah membaik atau bagaimana,” instruksinya.
Ia menambahkan, “Sejak awal saya minta ada data resources yang kita punya. Supaya koordinasi. Kita punya relawan sejumlah ini. Supaya match dengan skema.”
Dalam fase tanggap darurat ini, PBNU menyalurkan bantuan logistik, dana, serta tim relawan untuk pemulihan fisik dan psikis (trauma healing). Gus Yahya merinci akumulasi bantuan yang dihimpun dari tiga pilar utama NU Peduli dengan total mencapai Rp8,1 miliar.
“Dari LPBI bantuan senilai Rp2,1 miliar, dari LAZISNU senilai Rp2,5 miliar, sedangkan oleh GP Ansor senilai Rp3,5 miliar,” paparnya. [beq]