provinsi: JAMBI

  • Lolos dari Hukuman Mati, Ratu Narkoba Helen Divonis Penjara Seumur Hidup

    Lolos dari Hukuman Mati, Ratu Narkoba Helen Divonis Penjara Seumur Hidup

    Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim menjatuhkan vonis terhadap Helen Dian Krisnawati dengan penjara seumur hidup, dalam sidang putusan Pengadilan Negeri Jambi, Jumat (1/8). Vonis yang dijatuhkan kepada ratu narkoba di Jambi itu lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut hukuman mati.

    Dalam amar putusannya, Majelis hakim diketuai Dominggus Silaban menyatakan bahwa Helen terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai pengendali utama peredaran narkoba bersama dua rekannya, Harifani alias Ari Ambok dan Didin alias Diding Bin Tember.

    “Terdakwa adalah otak dari jaringan ini. Ia tidak hanya terlibat, tetapi mengatur, mengendalikan, dan menutup-nutupi peranannya. Tidak ada sedikitpun penyesalan,” ujar Dominggus saat membacakan putusan.

    Vonis yang dijatuhkan hakim ini sesuai dengan fakta selama berlangsungnya persidangan. Namun Helen dalam pedoi sebelumnya tetap bersikukuh membantah. Dia menyebut dirinya hanya korban.

    Namun, majelis hakim menolak semua pembelaan Helen. Dalam pertimbangannya, hakim menyebut sikap Helen yang tidak kooperatif, berbelit-belit, dan tak menunjukkan penyesalan, sebagai alasan tidak adanya hal yang meringankan.

    Helen dinyatakan terbukti melanggar pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana dalam dakwaan Primer.

    Dua terdakwa lain, yakni Ari Ambok telah divonis 9 tahun penjara dan Diding 18 tahun penjara. Helen menjadi terdakwa yang dijatuhi hukuman terberat.

  • Ketika Suara Perempuan Rimba Menggema di Balai Desa

    Ketika Suara Perempuan Rimba Menggema di Balai Desa

    Liputan6.com, Jakarta Sekelompok perempuan orang rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) dari Kelompok Tumenggung Yudi perlahan melangkah menuju Balai Desa Pelakar Jaya, Kecamatan Pamenang, Merangin, Rabu (30/7). Di antara mereka ada Mariam, Sinta dan Ponco. Berjalan berdampingan dengan Lukas dan Ngelelai, dua lelaki yang turut mewakili kelompok dalam kegiatan di balai desa.

    Langkah mereka mantap. Bukan sekadar menghadiri pertemuan, tetapi membawa harapan dan menyuarakan aspirasi komunitas mereka dalam agenda Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) pembahasan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).

    Orang rimba, sebagai bagian dari masyarakat Desa Pelakar Jaya, tentu juga ingin sumber daya desa dialokasikan untuk masyarakat yang hingga ini masih tergolong marginal.

    Momen RKPDes cukup penting bagi orang rimba untuk bersuara dan memberikan usulan supaya pembangunan yang direncanakan di desa juga menyentuh komunitas mereka. Maklum, sebelumnya kelompok mereka tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan desa.

    Semangat ini yang mendorong Mariam dan perempuan rimba lainnya ke ruang pertemuan balai desa. Kegiatan yang tahun-tahun sebelumnya tidak pernah mereka jalani.

    Pagi itu, mereka duduk di deretan kursi tetamu undangan desa, berdampingan dengan tokoh-tokoh desa lainnya. Mereka bertekad, kehadirannya bukan sebagai tamu yang datang dan mendengarkan, tetapi sudah bersiap dengan usulan yang akan disuarakan.

    Ketika kesempatan itu datang, Mariam, seorang perempuan orang rimba, berdiri dan mengacungkan tangan. Dengan suara tegas namun bersahaja, dia menyampaikan harapan. Dia ingin sumber air di wilayah permukiman.

    “Kami ingin ada sumber air bersih, Pak. Selama ini kami hanya punya satu sumur, dan semua keluarga menggunakannya. Di musim kemarau ini, airnya semakin sedikit. Kami minta ada tambahan sumur,” tutur perempuan berusia sekitar 30 tahun itu dengan lantang.

    Pernyataan Mariam disambut anggukan setuju dari perempuan rimba lainnya. Keterbatasan air bersih dirasakan oleh komunitas orang rimba. Di permukiman mereka yang terdiri dari 25 rumah bantuan pemerintah, saat ini dihuni oleh 22 kepala keluarga.

    Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, mereka harus berjalan kaki cukup jauh ke sumber air Pamsimas. Setiap pagi, para perempuan berjalan beriringan membawa jeriken untuk menampung dan membawa air pulang ke rumah.

    Bagi orang rimba, ketersediaan air bersih untuk keperluan mandi cuci kakus (MCK) kini menjadi kebutuhan penting, tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga untuk mendukung kesiapan anak-anak mereka bersekolah.

    Seiring bergabungnya anak-anak orang rimba di sekolah bersama masyarakat umum, mereka mulai menyesuaikan diri, termasuk dalam hal kebersihan pribadi. Kini, aktivitas mandi pagi sebelum berangkat sekolah mulai menjadi kebiasaan baru. Namun, keterbatasan air bersih sering menghambat mereka.

    “Kami ingin anak-anak kami terus bersekolah. Kami harap mereka bisa pergi ke sekolah dalam keadaan bersih dan mengenakan seragam yang layak. Kami juga berharap ada bantuan pakaian sekolah untuk anak-anak kami,” sambung Mariam.

    Mariam menyampaikan pendapatnya dengan lugas dan yakin. Wajahnya tak lagi ragu seperti tahun-tahun sebelumnya. Di sampingnya, Sinta—seorang ibu muda dengan dua anak—menyuarakan aspirasi yang tak kalah penting.

    “Kami juga ingin ada bantuan untuk beternak sapi. Perempuan rimba juga ingin maju seperti warga desa, punya penghasilan sendiri,” ujar Sinta dengan nada serius.

  • Anggota DPR: Reklamasi pascatambang harus dongkrak ekonomi hijau

    Anggota DPR: Reklamasi pascatambang harus dongkrak ekonomi hijau

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi XII DPR RI Cek Endra menegaskan bahwa reklamasi pascatambang harus diintegrasikan dengan program karbon agar memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional.

    Ia mengatakan pendekatan itu tidak sekadar memenuhi kewajiban lingkungan, tetapi juga menjadi sumber pendapatan baru melalui perdagangan karbon di pasar domestik maupun internasional.

    “Reklamasi jangan sekadar menutup lubang tambang. Lahan bekas tambang harus menjadi karbon sink yang mampu menghasilkan kredit karbon untuk mendukung target Net Zero Emission 2060. Ini peluang ekonomi hijau yang harus kita tangkap,” kata Cek Endra dalam keterangannya di Jakarta, Jum’at

    Cek Endra menjelaskan, potensi ekonomi dari program karbon sangat signifikan. Berdasarkan proyeksi IDXCarbon, nilai perdagangan karbon di Indonesia diperkirakan mencapai Rp3.000 triliun hingga 2030. Dengan harga karbon global berada di kisaran USD 5–20 per ton CO2, reklamasi berbasis reforestasi mampu menghasilkan pendapatan miliaran dolar.

    “Setiap hektar lahan bekas tambang yang direklamasi dengan hutan atau agroforestri dapat menyerap 200–300 ton CO2 per tahun. Jika kita mengelola 1 juta hektar, potensi penyerapan bisa mencapai 200 juta ton CO2 atau setara USD 2–4 miliar per tahun di pasar karbon internasional. Ini bukan beban biaya, tapi investasi jangka panjang,” ujarnya

    Dalam kesempatan itu, Endra juga membahas beberapa inisiatif yang digagas sejumlah negara terkait perdagangan karbon, antara lain Australia yang menerapkan rehabilitation bond dan offset karbon melalui Emissions Reduction Fund.

    Kemudian Kanada dengan eklamasi progresif dengan hutan dan habitat satwa dalam skema carbon offset program, Jerman dengan transformasi tambang lignit menjadi danau wisata dan PLTS sebagai bagian dari transisi energi, dan Afrika Selatan yang mengalihkan bekas tambang batubara untuk agroforestri karbon, dijual ke pasar sukarela global.

    “Indonesia punya keunggulan iklim tropis yang memiliki daya serap karbon tinggi. Jika kebijakan insentif dan tata kelola reklamasi diperkuat, kita bisa menjadi benchmark global dalam green mining,” ujar legislator asal daerah pemilihan Jambi itu.

    Ia menambahkan, melalui Komisi XII DPR akan mendorong sejumlah langkah strategis, antara lain pemberian insentif fiskal bagi perusahaan yang mengintegrasikan reklamasi dengan proyek karbon, pengurangan jaminan reklamasi untuk tambang yang memenuhi target karbon sink, dan kewajiban registrasi proyek di IDXCarbon untuk transparansi.

    “Kolaborasi investasi hijau melalui kemitraan publik-swasta juga harus diperkuat agar proyek ini berjalan cepat,” jelasnya.

    Cek Endra juga menegaskan bahwa insentif fiskal untuk proyek karbon dapat dikompensasi melalui penerimaan baru.

    “Dampak ekonominya jauh lebih besar. Penerimaan negara bisa diperoleh dari pajak karbon, dividen BUMN tambang, dan investasi baru yang masuk karena citra ESG yang lebih baik. Insentif ini harus dilihat sebagai investasi strategis, bukan beban anggaran,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kalau Tidak Datang Tentu Ramai

    Kalau Tidak Datang Tentu Ramai

    GELORA.CO  – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) buka suara mengenai acara reuni ke-45 angkatan 1980 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dituding settingan. Jokowi mengatakan, dirinya sudah lama tak bertemu teman temannya.

    Ayah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini mengaku sebenarnya masih dalam pemulihan. “Jika tak datang, tentu akan membuat ramai, sehingga saya memutuskan datang,” kata Jokowi di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Kamis (31/7/2025). 

    Disinggung tidak memakai seragam reuni seperti teman seangkatannya, Jokowi mengaku sebenarnya mendapat seragam reuni. Namun, karena seragamnya kaus lengan pendek sedangkan alergi kulit di lengannya belum sembuh total, sehingga tidak memakai seragam tersebut.

    Jokowi juga mengaku sejak menjadi presiden tidak masuk di grup Whats App (WA) mana pun, termasuk dalam grup reuni yang ramai diperbincangkan masyarakat.

    Ungkap Sosok Mulyono

    Jokowi juga membeberkan sosok Mulyono yang belakangan dikabarkan sebagai calo di Terminal Tirtonadi Solo. “Semua kok diragukan, ijazah diragukan, skripsi diragukan, KKN diragukan, teman diragukan,” kata Jokowi.

    Jokowi mengatakan, Mulyono merupakan teman satu angkatan dengan dirinya tahun 1980. Dirinya lulus lebih cepat pada November tahun 1985, sedangkan Mulyono lulus tahun 1987. 

    Sepengetahuannya, Mulyono bekerja di Jambi di PT. Restorasi Ekosistem Indonesia. Terkait tudingan Mulyono adalah calo tiket di Terminal Bus Tirtonadi Solo, Jokowi mempersilakan masyarakat untuk mengecek sendiri

  • Ternyata Ini Alasan Jokowi Tak Pakai Seragam Reuni Angkatan 1980 Kehutanan UGM

    Ternyata Ini Alasan Jokowi Tak Pakai Seragam Reuni Angkatan 1980 Kehutanan UGM

    GELORA.CO  – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan alasannya tidak memakai seragam biru saat menghadiri Reuni ke-45 Angkatan 1980 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Sabtu (26/7/2025).

    Saat menghadiri reuni, Jokowi tampak mengenakan kemeja putih dipadu celana hitam. Dia mengaku sebenarnya mendapat seragam reuni. Namun, karena seragamnya kaus lengan pendek sedangkan alergi kulit di lengannya masih pemulihan, sehingga tidak memakai seragam tersebut.

    “Saya kan masih pemulihan (alergi kulit). Karena seragamnya lengan pendek jadi tidak saya pakai. Itu saja,” kata Jokowi di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Kamis (31/7/2025). 

    Jokowi juga menampik acara reuni tersebut settingan. Menurutnya, sudah lama tak bertemu teman temannya. Dia juga mengaku sebenarnya masih dalam pemulihan. “Jika tak datang, tentu akan membuat ramai, sehingga saya memutuskan datang,” kata Jokowi.

    Jokowi juga mengaku sejak menjadi presiden tidak masuk di grup Whats App (WA) mana pun, termasuk dalam grup reuni yang ramai diperbincangkan masyarakat.

    Jokowi juga membeberkan sosok Mulyono yang belakangan dikabarkan sebagai calo di Terminal Tirtonadi Solo. “Semua kok diragukan, ijazah diragukan, skripsi diragukan, KKN diragukan, teman diragukan,” kata Jokowi. 

    Jokowi mengatakan, Mulyono merupakan teman satu angkatan dengan dirinya tahun 1980. Dirinya lulus lebih cepat pada November tahun 1985, sedangkan Mulyono lulus tahun 1987. 

    Sepengetahuannya, Mulyono bekerja di Jambi di PT. Restorasi Ekosistem Indonesia. Terkait tudingan Mulyono adalah calo tiket di Terminal Bus Tirtonadi Solo, Jokowi mempersilakan masyarakat untuk mengecek sendiri

  • Jokowi Sebut Mulyono Bekerja di PT. Restorasi Ekosistem Indonesia Jambi

    Jokowi Sebut Mulyono Bekerja di PT. Restorasi Ekosistem Indonesia Jambi

    GELORA.CO  – Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) memberikan klarifikasi terkait kontroversi sosok Mulyono yang sempat disorot publik. Dia juga mengklarifikasi seputar acara reuni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diselenggarakan belum lama ini. 

    Dia menjelaskan, Mulyono merupakan teman satu angkatan di UGM sejak tahun 1980. Meski dia lulus lebih awal pada November 1985, kata dia Mulyono menuntaskan studinya dua tahun setelahnya, yakni pada 1987. 

    Dia juga mengungkapkan profesi Mulyono saat ini yang bekerja di Jambi, PT. Restorasi Ekosistem Indonesia. Bukan yang seperti ramai diributkan sebagai calo tiket di Terminal Tirtonadi Solo.

    Bahkan, Jokowi mempersilakan bagi yang meragukannya untuk mengecek langsung siapa sosok sebenarnya Mulyono tersebut. 

    Selain itu, dia juga merasa heran terhadap banyaknya tudingan terhadapnya, termasuk kegiatan reuni bersama teman-temannya di UGM.

    “Semua kok diragukan, ijazah diragukan, skripsi diragukan, KKN diragukan, teman diragukan,” kata Jokowi di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Kamis (31/7/2025). 

    Pada kesempatan itu, Jokowi juga menjelaskan alasan tidak memakai seragam reuni seperti peserta lain. Meskipun menerima seragam tersebut, Jokowi enggan mengenakannya karena jenis lengan pendek yang kurang cocok dengan kondisi alergi kulit yang belum sembuh sepenuhnya. 

    Soal keikutsertaannya dalam grup alumni, Jokowi menyampaikan bahwa sejak menjabat sebagai Presiden, dirinya tidak tergabung dalam grup WhatsApp mana pun

  • 10
                    
                        Kata Jokowi soal Sosok Mulyono, Teman Seangkatannya yang Disebut Calo Terminal
                        Regional

    10 Kata Jokowi soal Sosok Mulyono, Teman Seangkatannya yang Disebut Calo Terminal Regional

    Kata Jokowi soal Sosok Mulyono, Teman Seangkatannya yang Disebut Calo Terminal
    Tim Redaksi
    SOLO, KOMPAS.com
    — Presiden ke-7 Joko Widodo buka suara menanggapi kabar mengenai
    Mulyono
    , teman seangkatannya di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang disebut-sebut bekerja sebagai calo di Terminal Tirtonadi, Solo.
    Isu tersebut mencuat setelah Mulyono menghadiri reuni ke-45 angkatan 1980 yang digelar di Aula Integrated Forest Farming Learning Center, Fakultas Kehutanan UGM, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (26/7/2025).
    Di tengah keraguan terhadap ijazah asli
    Jokowi
    , sejumlah pihak pun turut meragukan bahwa Mulyono merupakan alumnus UGM, dan menyebutnya bekerja sebagai calo di terminal Solo.
    “Semua kok diragukan. Ijazah diragukan, skripsi diragukan, KKN diragukan, teman diragukan. Siapa lagi yang mau disampaikan?” ujar Jokowi saat ditemui di Solo, Kamis (31/7/2025).
    Jokowi menegaskan bahwa Mulyono adalah teman seangkatannya saat kuliah di UGM.
    Ia menyebut keduanya sama-sama masuk pada tahun 1980, namun lulus pada tahun yang berbeda.
    “Pak Mulyono itu adalah teman seangkatan saya tahun ’80. Hanya lulusnya saya lebih cepat. Saya lulus bulan November 1985, Pak Mulyono tahun 1987. Bedanya itu,” jelasnya.
    Lebih lanjut, Jokowi membantah tuduhan bahwa Mulyono adalah calo di Terminal Tirtonadi.
    Pria yang namanya sama dengan nama kecil Jokowi itu merupakan seorang profesional yang berkecimpung di bidang kehutanan.
    “Yang saya tahu terakhir, beliau bekerja di Jambi. Dia bekerja di PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI), yang berlokasi di perbatasan Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan,” ujar Jokowi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 37 Sekolah Rakyat Rampung Hari Ini, Telan Anggaran Rp 206 M

    37 Sekolah Rakyat Rampung Hari Ini, Telan Anggaran Rp 206 M

    Jakarta

    Sebanyak 37 Sekolah Rakyat Tahap IB yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum (PU) resmi rampung dan siap digunakan mulai hari ini, Rabu (31/7/2025). Proyek ini menghabiskan anggaran Rp 206 miliar dan menjadi bagian dari komitmen pemerintah dalam menghadirkan pendidikan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem.

    Menteri PU Dody Hanggodo mengatakan pembangunan Sekolah Rakyat merupakan implementasi visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas pembangunan sumber daya manusia (SDM).

    “Program ini menjadi wujud nyata keberpihakan pemerintah kepada kelompok rentan. Kami memastikan infrastruktur pendidikan berkualitas tersedia secara merata,” kata Dody dalam keterangan tertulis.

    Pekerjaan Sekolah Rakyat Tahap IB ini meliputi renovasi aset bangunan eksisting milik Kementerian Sosial, pemerintah daerah, hingga perguruan tinggi yang dialihfungsikan menjadi fasilitas pendidikan. Sarana yang disiapkan antara lain ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang guru, mushola, lapangan, rumah dinas guru, ruang makan, hingga UKS.

    Sekolah-sekolah ini tersebar di berbagai wilayah, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Jambi, hingga Papua. Sebelumnya, sebanyak 63 Sekolah Rakyat Tahap I telah rampung 100% dan mulai digunakan sejak tahun ajaran baru 2025/2026 pada 14 Juli lalu.

    Tak berhenti di situ, Kementerian PU juga menyiapkan Sekolah Rakyat Tahap IC sebanyak 49 titik dengan proyeksi anggaran Rp 235 miliar. Lokasinya akan difokuskan di wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi dan kesiapan lahan.

    Selain renovasi, pemerintah juga bersiap membangun Sekolah Rakyat Tahap II secara permanen dengan kapasitas 1.000 siswa tiap sekolah. Sekolah ini akan memiliki fasilitas lengkap untuk jenjang SD, SMP, dan SMA dalam format boarding school atau berasrama.

    Sekolah Rakyat menjadi salah satu program strategis nasional untuk memastikan anak-anak dari keluarga prasejahtera memiliki akses pendidikan yang setara. Setiap unit dilengkapi fasilitas air bersih, sanitasi, serta kelistrikan off-grid guna menjamin kenyamanan dan keberlanjutan operasional di daerah terpencil.

    Tonton juga video “Pemerintah Siapkan Rp 1,1 T untuk Biayai Sekolah Rakyat Setahun” di sini:

    (shc/rrd)

  • BMKG prediksi hujan ringan di sebagian besar wilayah Indonesia

    BMKG prediksi hujan ringan di sebagian besar wilayah Indonesia

    logo BMKG

    BMKG prediksi hujan ringan di sebagian besar wilayah Indonesia
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Kamis, 31 Juli 2025 – 07:51 WIB

    Elshinta.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan cuaca di sebagian besar wilayah di Indonesia berpotensi hujan dengan intensitas ringan pada Kamis.

    “Hari ini diprakirakan cerah berawan di Kota Banda Aceh,” kata prakirawan Zhenny Husna dalam saluran Youtube BMKG, di Jakarta.

    Kemudian hujan dengan intensitas ringan diprakirakan turun di sejumlah daerah, yakni Kota Medan, Pekanbaru, Padang, dan Tanjung Pinang. BMKG memprakirakan awan tebal menyelimuti Kota Pangkalpinang, Hujan dengan intensitas ringan diprakirakan turun di Kota Bengkulu, Jambi, Palembang, dan Bandarlampung.

    “Beralih ke Pulau Jawa, hari ini diprakirakan cuaca di Kota Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya berawan tebal,” kata dia.

    Kemudian terdapat potensi hujan dengan intensitas ringan di Kota Serang dan Jakarta. Untuk Pulau Bali dan Nusa Tenggara, BMKG memprakirakan cuaca berawan di Kota Denpasar dan Mataram. Kemudian untuk cuaca di Kota Kupang diprediksi udara kabur. Selanjutnya untuk Pulau Kalimantan, BMKG memprediksi cerah berawan di Kota Banjarmasin dan berawan di Kota Palangkaraya.

    “Berawan tebal di Kota Samarinda, serta hujan ringan di Kota Tanjung Selor dan Pontianak,” katanya.

    Selanjutnya untuk Pulau Sulawesi, hari ini diprediksi awan tebal menyelimuti cuaca di Kota Manado, Gorontalo, dan Kendari. Hujan dengan intensitas ringan di Kota Palu dan Makassar, serta hujan dengan intensitas sedang di Kota Mamuju. Untuk wilayah timur Indonesia, BMKG memprakirakan cuaca berawan di Kota Jayapura dan udara kabur di Kota Merauke.

    Sementara cuaca di Kota Ternate, Ambon, Sorong, Manokwari, Nabire, dan Jayawijaya diprediksi akan turun hujan dengan intensitas ringan hari ini.

    Sumber : Antara

  • Konsistensi Kebijakan di Sektor Lingkungan Harus Didukung semua Pihak

    Konsistensi Kebijakan di Sektor Lingkungan Harus Didukung semua Pihak

    Jakarta: Komitmen pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus konsisten diwujudkan untuk menjawab sejumlah ancaman dampak pemanasan global.

    “Krisis iklim kini jadi salah satu masalah global yang tidak bisa dikesampingkan. Indonesia harus menghadapi isu lingkungan ini dengan sungguh-sungguh,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Menakar Kesiapan NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia Menuju Conference of the Parties (COP) 30 di Brasil yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 30 Juli 2025.

    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoerti, S.H., L.LM. (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. H. Syarif Fasha, M.E. (Anggota Komisi XII DPR RI), Ir. Ary Sudijanto, M.S.E (Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup), Andrew Arristianto (Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan Adam Kurniawan (Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI), sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, bagaimana cara kita mencapai target-target pelestarian lingkungan yang telah disepakati sejumlah negara di dunia, merupakan tantangan tersendiri. 

    Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, di satu sisi kerusakan lingkungan di Indonesia terus terjadi. 

    Padahal, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, Konstitusi UUD 1945 memberikan dasar pemikiran penting tentang pelestarian lingkungan hidup. 

    Pasal 28H ayat 1 dan pasal 33 ayat 4 UUD 1945 misalnya, jelas Rerie, memberikan landasan konstitusional untuk perlindungan lingkungan dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat bagi seluruh rakyat Indonesia. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong upaya pemenuhan target kontribusi iklim nasional yang telah disepakati bersama sejumlah negara, termasuk Indonesia, dapat direalisasikan dengan keterlibatan aktif semua pihak yang terkait. 

    Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha mengungkapkan, sejumlah langkah untuk menekan dampak krisis iklim, banyak yang tidak bisa berjalan karena terkendala sejumlah hal teknis. 

    Di Jambi misalnya, tambah Syarif, memiliki tiga hutan lindung dan satu hutan konservasi. Namun, tegas dia, pihak pemerintah daerahnya tidak mendapat apa-apa. “Jambi salah satu paru-paru dunia lho,” ujarnya. 

    Menurut Syarif, pemanfaatan energi adalah satu faktor utama penyumbang emisi gas rumah kaca. Sehingga, tegas dia, optimalisasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menjadi kunci dari pencapaian target kontribusi iklim nasional (NDC) Indonesia. 

    Syarif berharap, setiap pimpinan berganti tidak diikuti dengan pergantian kebijakan terkait lingkungan. “Kita harus segera mulai pemanfaatan EBT,” ujar Syarif. 

    Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto mengungkapkan, Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris dalam ikut menyikapi perubahan iklim.

    Menurut Ary, Protokol Kyoto hanya mewajibkan sejumlah negara anggota untuk mengurangi emisi, tetapi pada Perjanjian Paris mewajibkan semua negara anggota, termasuk Indonesia, harus memiliki rencana dan upaya pengurangan emisi. 

    Upaya pengurangan emisi, ujar Ary, mencakup lima sektor seperti energi, limbah, IPPU (Industrial Processes and Product Use), pertanian, dan kehutanan. 

    Diakui Ary, sebagai bagian dari negara yang meratifikasi Perjanjian Paris, submission NDC Indonesia sangat ditunggu untuk mendorong negara-negara anggota lainnya dapat mensubmit NDC-nya masing-masing.

    Menurut Ary, submission NDC Indonesia dinilai lebih rinci dan lebih maju daripada negara-negara anggota lainnya yang meratifikasi Perjanjian Paris. 

    Ary sangat berharap masukan dari sejumlah pihak terkait upaya pengurangan emisi di sejumlah sektor sebagai bahan untuk dibawa pada ajang COP 30 di Brasil, November mendatang. 

    Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organda, Andrew Arristianto berpendapat, transportasi dapat berjalan dengan meminimalkan efek negatif terhadap lingkungan. 

    Menurut Andrew, upaya pengurangan emisi bisa dilakukan antara lain dengan penggunaan transportasi umum dalam keseharian. 

    Meski begitu, tambah dia, di sejumlah daerah ketersediaan angkutan umum masih terbatas, sehingga masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. 

    Menurut Andrew, perlu didorong pembukaan rute-rute baru dan peningkatan jumlah transportasi umum, baik dalam bentuk bus atau kereta. 

    Selain itu, tegas dia, perlu juga ditetapkan standar operasional prosedur (SOP) dan peningkatan kualitas transportasi umum, serta transisi energi di sejumlah daerah, sehingga pengurangan emisi dapat berkelanjutan. 

    Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI, Adam Kurniawan berpendapat, kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca itu sangat terkait dengan sumber-sumber kehidupan masyarakat. 
     

    Jangan sampai, tegas Adam, upaya menekan emisi gas rumah kaca dilakukan dengan cara yang menghambat masyarakat mengakses sumber kehidupan. 

    Mengutip data Bank Dunia pada 2023, Adam mengungkapkan, emisi gas rumah kaca meningkat 16 kali lipat dari setengah abad yang lalu. 

    Sementara itu, pada 2024 Kementerian ESDM mencatat 85% pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil. 

    Adam berpendapat, pemerintah kerap mengedepankan solusi palsu dalam upaya menekan emisi gas rumah kaca, seperti kebijakan pemanfaatan biofuel dengan perluasan lahan kebun sawit yang mengorbankan areal hutan. 

    Menurut Adam, pelaporan NDC bukan hanya sekadar angka pencapaian, tetapi lebih penting dari hal itu mengedapankan aspek keadilan lingkungan bagi masyarakat luas. 

    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Indrastuti berpendapat, pelibatan pemerintah daerah dalam penurunan emisi atau pencapaian NDC sangat penting. 

    Langkah itu, tembah dia, perlu dibarengi dengan insentif untuk pemerintah daerah. 

    Diakui Indrastuti, ada sejumlah pemerintah daerah yang bisa mengelola sampah secara berkelanjutan. Namun, di sisi lain masih banyak pemerintah daerah yang abai terhadap pengelolaan sampah berkelanjutan. 

    Terkait pengurangan emisi dari sektor transportasi, Indrastuti berpendapat, perlu dibangun interkoneksi transportasi umum antara Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya. 

    Sementara itu, ungkap Indrastuti, pemanfaatan kendaraan listrik baru ramai di kota-kota besar, tetapi sepi di daerah-daerah. 

    Menurut dia, keterbatasan sarana pendukung dan mindset masyarakat terkait sulitnya memanfaatkan kendaraan listrik masih menjadi kendala. 

    Indrastuti menegaskan, pengurangan emisi dan perubahan iklim bukan hanya persoalan dan tugas Kementerian Lingkungan Hidup,tetapi juga masyarakat untuk mengatasinya. 

    Wartawan senior, Saur Hutabarat berpendapat, kesadaran kolektif mengenai pemanasan global belum sama. Banyak orang yang menilai kenaikan suhu 1 derajat Celcius itu merupakan hal biasa. 

    Demikian juga ketika permukaan air laut naik sampai 120 meter itu dianggap biasa. 

    Sehingga, menurut Saur, kesadaran masyarakat terkait dampak pemanasan global itu harus diperluas. Termasuk juga kesadaran dari pengambil kebijakan. 

    “Jangan-jangan para pengambil kebijakan itu juga megira kenaikan suhu udara 1 derajat Celcius itu belum apa-apa. Padahal, kenaikan suhu 1 derajat itu tidaklah bisa diterima oleh para pakar,” ujar Saur. 

    Selain itu, tegas Saur, harus ada kebijakan yang konsisten dan penuh komitmen terkait pemanfaatan EBT. Sejatinya, tambah dia, saat ini pemanfaatan EBT itu bukanlah pilihan, tetapi sebuah keniscayaan. 

    “Apakah kita serius memanfaatkan EBT ini. Saya khawatir kebijakan penggunaan EBT ini tidak konsisten,” ujar Saur. 

    Pada masa lalu, ujar dia, ada kebijakan yang mewajibkan taksi menggunakan bahan bakar gas dan saat ini menghilang begitu saja.

    Jakarta: Komitmen pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus konsisten diwujudkan untuk menjawab sejumlah ancaman dampak pemanasan global.
     
    “Krisis iklim kini jadi salah satu masalah global yang tidak bisa dikesampingkan. Indonesia harus menghadapi isu lingkungan ini dengan sungguh-sungguh,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Menakar Kesiapan NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia Menuju Conference of the Parties (COP) 30 di Brasil yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 30 Juli 2025.
     
    Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoerti, S.H., L.LM. (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. H. Syarif Fasha, M.E. (Anggota Komisi XII DPR RI), Ir. Ary Sudijanto, M.S.E (Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup), Andrew Arristianto (Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan Adam Kurniawan (Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI), sebagai narasumber. 

    Selain itu, hadir pula Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup) sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, bagaimana cara kita mencapai target-target pelestarian lingkungan yang telah disepakati sejumlah negara di dunia, merupakan tantangan tersendiri. 
     
    Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, di satu sisi kerusakan lingkungan di Indonesia terus terjadi. 
     
    Padahal, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, Konstitusi UUD 1945 memberikan dasar pemikiran penting tentang pelestarian lingkungan hidup. 
     
    Pasal 28H ayat 1 dan pasal 33 ayat 4 UUD 1945 misalnya, jelas Rerie, memberikan landasan konstitusional untuk perlindungan lingkungan dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat bagi seluruh rakyat Indonesia. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong upaya pemenuhan target kontribusi iklim nasional yang telah disepakati bersama sejumlah negara, termasuk Indonesia, dapat direalisasikan dengan keterlibatan aktif semua pihak yang terkait. 
     
    Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha mengungkapkan, sejumlah langkah untuk menekan dampak krisis iklim, banyak yang tidak bisa berjalan karena terkendala sejumlah hal teknis. 
     
    Di Jambi misalnya, tambah Syarif, memiliki tiga hutan lindung dan satu hutan konservasi. Namun, tegas dia, pihak pemerintah daerahnya tidak mendapat apa-apa. “Jambi salah satu paru-paru dunia lho,” ujarnya. 
     
    Menurut Syarif, pemanfaatan energi adalah satu faktor utama penyumbang emisi gas rumah kaca. Sehingga, tegas dia, optimalisasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menjadi kunci dari pencapaian target kontribusi iklim nasional (NDC) Indonesia. 
     
    Syarif berharap, setiap pimpinan berganti tidak diikuti dengan pergantian kebijakan terkait lingkungan. “Kita harus segera mulai pemanfaatan EBT,” ujar Syarif. 
     
    Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto mengungkapkan, Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris dalam ikut menyikapi perubahan iklim.
     
    Menurut Ary, Protokol Kyoto hanya mewajibkan sejumlah negara anggota untuk mengurangi emisi, tetapi pada Perjanjian Paris mewajibkan semua negara anggota, termasuk Indonesia, harus memiliki rencana dan upaya pengurangan emisi. 
     
    Upaya pengurangan emisi, ujar Ary, mencakup lima sektor seperti energi, limbah, IPPU (Industrial Processes and Product Use), pertanian, dan kehutanan. 
     
    Diakui Ary, sebagai bagian dari negara yang meratifikasi Perjanjian Paris, submission NDC Indonesia sangat ditunggu untuk mendorong negara-negara anggota lainnya dapat mensubmit NDC-nya masing-masing.
     
    Menurut Ary, submission NDC Indonesia dinilai lebih rinci dan lebih maju daripada negara-negara anggota lainnya yang meratifikasi Perjanjian Paris. 
     
    Ary sangat berharap masukan dari sejumlah pihak terkait upaya pengurangan emisi di sejumlah sektor sebagai bahan untuk dibawa pada ajang COP 30 di Brasil, November mendatang. 
     
    Wakil Ketua Bidang Angkutan Umum, Organda, Andrew Arristianto berpendapat, transportasi dapat berjalan dengan meminimalkan efek negatif terhadap lingkungan. 
     
    Menurut Andrew, upaya pengurangan emisi bisa dilakukan antara lain dengan penggunaan transportasi umum dalam keseharian. 
     
    Meski begitu, tambah dia, di sejumlah daerah ketersediaan angkutan umum masih terbatas, sehingga masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. 
     
    Menurut Andrew, perlu didorong pembukaan rute-rute baru dan peningkatan jumlah transportasi umum, baik dalam bentuk bus atau kereta. 
     
    Selain itu, tegas dia, perlu juga ditetapkan standar operasional prosedur (SOP) dan peningkatan kualitas transportasi umum, serta transisi energi di sejumlah daerah, sehingga pengurangan emisi dapat berkelanjutan. 
     
    Kepala Divisi Manajer Pelibatan Publik WALHI, Adam Kurniawan berpendapat, kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca itu sangat terkait dengan sumber-sumber kehidupan masyarakat. 
     

     
    Jangan sampai, tegas Adam, upaya menekan emisi gas rumah kaca dilakukan dengan cara yang menghambat masyarakat mengakses sumber kehidupan. 
     
    Mengutip data Bank Dunia pada 2023, Adam mengungkapkan, emisi gas rumah kaca meningkat 16 kali lipat dari setengah abad yang lalu. 
     
    Sementara itu, pada 2024 Kementerian ESDM mencatat 85% pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil. 
     
    Adam berpendapat, pemerintah kerap mengedepankan solusi palsu dalam upaya menekan emisi gas rumah kaca, seperti kebijakan pemanfaatan biofuel dengan perluasan lahan kebun sawit yang mengorbankan areal hutan. 
     
    Menurut Adam, pelaporan NDC bukan hanya sekadar angka pencapaian, tetapi lebih penting dari hal itu mengedapankan aspek keadilan lingkungan bagi masyarakat luas. 
     
    Wartawan Media Indonesia Bidang Lingkungan Hidup, Indrastuti berpendapat, pelibatan pemerintah daerah dalam penurunan emisi atau pencapaian NDC sangat penting. 
     
    Langkah itu, tembah dia, perlu dibarengi dengan insentif untuk pemerintah daerah. 
     
    Diakui Indrastuti, ada sejumlah pemerintah daerah yang bisa mengelola sampah secara berkelanjutan. Namun, di sisi lain masih banyak pemerintah daerah yang abai terhadap pengelolaan sampah berkelanjutan. 
     
    Terkait pengurangan emisi dari sektor transportasi, Indrastuti berpendapat, perlu dibangun interkoneksi transportasi umum antara Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya. 
     
    Sementara itu, ungkap Indrastuti, pemanfaatan kendaraan listrik baru ramai di kota-kota besar, tetapi sepi di daerah-daerah. 
     
    Menurut dia, keterbatasan sarana pendukung dan mindset masyarakat terkait sulitnya memanfaatkan kendaraan listrik masih menjadi kendala. 
     
    Indrastuti menegaskan, pengurangan emisi dan perubahan iklim bukan hanya persoalan dan tugas Kementerian Lingkungan Hidup,tetapi juga masyarakat untuk mengatasinya. 
     
    Wartawan senior, Saur Hutabarat berpendapat, kesadaran kolektif mengenai pemanasan global belum sama. Banyak orang yang menilai kenaikan suhu 1 derajat Celcius itu merupakan hal biasa. 
     
    Demikian juga ketika permukaan air laut naik sampai 120 meter itu dianggap biasa. 
     
    Sehingga, menurut Saur, kesadaran masyarakat terkait dampak pemanasan global itu harus diperluas. Termasuk juga kesadaran dari pengambil kebijakan. 
     
    “Jangan-jangan para pengambil kebijakan itu juga megira kenaikan suhu udara 1 derajat Celcius itu belum apa-apa. Padahal, kenaikan suhu 1 derajat itu tidaklah bisa diterima oleh para pakar,” ujar Saur. 
     
    Selain itu, tegas Saur, harus ada kebijakan yang konsisten dan penuh komitmen terkait pemanfaatan EBT. Sejatinya, tambah dia, saat ini pemanfaatan EBT itu bukanlah pilihan, tetapi sebuah keniscayaan. 
     
    “Apakah kita serius memanfaatkan EBT ini. Saya khawatir kebijakan penggunaan EBT ini tidak konsisten,” ujar Saur. 
     
    Pada masa lalu, ujar dia, ada kebijakan yang mewajibkan taksi menggunakan bahan bakar gas dan saat ini menghilang begitu saja.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (RUL)