provinsi: DI YOGYAKARTA

  • Waspada Hujan Petir di Sebagian Besar Ibu Kota Provinsi

    Waspada Hujan Petir di Sebagian Besar Ibu Kota Provinsi

    JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat waspada cuaca hujan petir yang terjadi di sebagian besar wilayah ibu kota provinsi pada Minggu.

    Prakirawan BMKG Bagas Briliano pada kanal Youtube yang diikuti di Jakarta menyampaikan, dimulai dari wilayah Sumatra, cuaca diprakirakan berawan di Kota Banda Aceh, hujan ringan di Tanjung Pinang, dan potensi hujan sedang terjadi di wilayah Medan.

    “Waspada hujan petir di wilayah Pekanbaru dan Padang,” katanya.

    Masih di wilayah Sumatra, cuaca hujan ringan diprakirakan terjadi di Bengkulu dan Palembang, sementara masyarakat di Kota Jambi, Pangkal Pinang, dan Lampung diminta waspada hujan petir. Beralih ke Pulau Jawa, cuaca diprakirakan hujan ringan di wilayah Serang, Jakarta dan Bandung, sedangkan potensi hujan dengan intensitas sedang diprakirakan terjadi di Semarang dan Surabaya.

    “Waspada hujan petir di wilayah DI Yogyakarta,” ucapnya.

    Selanjutnya bergeser ke Pulau Bali dan Nusa Tenggara, cuaca diprakirakan hujan sedang di Kota Mataram, sedangkan Denpasar dan Kupang berpotensi terjadi hujan petir.

    Beranjak ke Pulau Kalimantan, perlu diwaspadai hujan petir yang dapat terjadi di hampir seluruh wilayah, meliputi Tanjung Selor, Pontianak, Samarinda, Palangkaraya, dan Banjarmasin.

    “Kemudian untuk wilayah Sulawesi, cuaca diprakirakan berawan tebal di Kota Gorontalo, sedangkan Palu, Manado, dan Kendari diprakirakan hujan ringan,” ujar dia.

    Sementara itu, Kota Makassar diprakirakan hujan sedang, dan Kota Mamuju berpotensi hujan petir.

    Selanjutnya di wilayah Indonesia bagian Timur, cuaca diprakirakan berawan tebal di Kota Manokwari, sedangkan hujan ringan berpotensi terjadi di Ambon, Ternate, Sorong, Nabire, Jayapura, Jayawijaya, dan Merauke.

    Bagas juga mengingatkan masyarakat waspada banjir rob di pesisir wilayah Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Maluku Utara.

  • Gempa Bumi Magnitudo 4,4 Guncang Yogyakarta Hari Ini, Disebabkan Aktivitas Sesar Laut

    Gempa Bumi Magnitudo 4,4 Guncang Yogyakarta Hari Ini, Disebabkan Aktivitas Sesar Laut

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG melaporkan gempa bumi magnitudo 4,4 telah mengguncang Bantul, Yogyakarta pada hari ini, 12 Januari 2025.

    Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan gempa bumi itu berada di laut pada jarak 43 km arah Barat Daya Bantul, DIY dengan kedalaman 20 km.

    “Hari Minggu, 12 Januari 2025 pukul 09.52.08 WIB wilayah Bantul, DIY dan sekitarnya diguncang gempabumi tektonik,” ujar Daryono dalam keterangan tertulis, Minggu (12/1/2025).

    Berdasarkan analisis BMKG, Daryono mengatakan bahwa gempa bumi ini berjenis dangkal yang disebabkan oleh aktivitas sesar laut.

    “Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar di laut,” tambahnya.

    Adapun, sebaran guncangan ini dirasakan di daerah Kulon Progo, Sleman, Kota, Bantul, Gunungkidul, Pacitan, Trenggalek, Tulungaguang dengan level II-III MMI atau gerakan terasa seperti truk yang melintas.

    Di samping itu, Daryono menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan akibat gempa tersebut.

    “Hingga hari Minggu, 12 Januari 2025 pukul 10.06 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya 2 kali gempabumi susulan,” pungkasnya.

  • Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Berikut Kronologi Versi Polresta Yogyakarta – Halaman all

    Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Berikut Kronologi Versi Polresta Yogyakarta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Enam anggota kepolisian dari Unit Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta saat ini belum dimintai keterangan terkait dugaan penganiayaan yang mengakibatkan Darso, seorang warga Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah, meninggal dunia.

    Darso (43) diduga menjadi korban penganiayaan oleh anggota kepolisian setelah terlibat dalam kecelakaan lalu lintas pada 12 Juli 2024.

    Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Aditya Surya Dharma, menyatakan hingga saat ini, belum ada penjadwalan untuk pemeriksaan terhadap enam anggota tersebut.

    Namun, Bidpropam Polda DIY sudah melakukan serangkaian pemeriksaan kepada enam anggota Gakkum tersebut.

    Terkait dugaan penganiayaan, Aditya menjelaskan laporan ini ditangani oleh Polda Jateng. 

    “Terkait dugaan penganiayaan tehadap Darso yang dituduhkan kami. Bahwa laporan ini ditangani Polda Jateng, mungkin nanti dari tim Polda Jateng yang bisa memberikan update hasil penyelidikan,” ungkap Aditya dalam jumpa pers pada Sabtu, 11 Februari 2025.

    Aditya menjelaskan anggota kepolisian tersebut pergi ke Semarang untuk memberikan surat undangan pemanggilan kepada Darso terkait klarifikasi kecelakaan yang terjadi.

    Kecelakaan itu melibatkan pengendara sepeda motor bernama Tutik dan mobil yang diduga dikendarai oleh Darso.

    Kejadian laka lantas itu terjadi pada 12 Juli 2024 sekira pukul  09.30 WIB di Jalan Mas Suharto, Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta.

    Setelah kejadian korban dilarikan ke rumah sakit Bathesda Lempuyangwangi untuk menjalani perawatan.

    Pada saat itu keluarga korban sempat memotret salah satu KTP atas nama Darso yang kebetulan berada dalam mobil tersebut.

    “Setelah antar korban, pengemudi pergi meningkalkan rumah sakit tanpa berkoordinasi korban maupun pihak rumah sakit,” ujar Kapolresta.

    Salah satu saudara korban berusaha mengejar kendaraan Darso yang pergi meninggalkan lokasi. 

    Bahkan diakui korban ia sempat terserempet lalu terjatuh, namun kendaraan yang ditumpangi Darso dan teman-temannya tetap tancap gas.

    Karena merasa dirugikan, pihak korban melaporkan kejadian itu ke kepolisian pada 12 Juli 2024.

    Pada 21 September 2024, tim Gakkum mendatangi rumah Darso untuk memberikan surat undangan klarifikasi.

    Awalnya, Darso tidak mengakui keterlibatannya dalam kecelakaan tersebut, namun setelah ditunjukkan rekaman CCTV, ia mengakui mobil yang ditumpanginya terlibat dalam insiden itu.

    Polisi selanjutnya membawa Darso untuk menunjukkan lokasi rental mobil yang digunakan dirinya bersama teman-temannya untuk pergi ke Yogyakarta.

    Setelah dibawa oleh petugas kepolisian, Darso mengeluh sakit pada bagian dada kiri setelah meminta berhenti untuk buang air kecil.

    “Setelah buang air kecil dia mengeluh sakit dada kiri dan minta untuk diambil obat jantung di rumahnya,” terang Aditya.

    Petugas menyarankan agar Darso segera dirujuk ke rumah sakit terdekat, yaitu Rumah Sakit Permata Medika Semarang.

    Namun, hingga pukul 12.00 WIB, kondisi Darso tidak kunjung membaik.

    Darso akhirnya dipulangkan dari rumah sakit pada 27 Juli 2024.

    “Petugas kami kembali meghubungi rumah sakit dan mendapat info bahwa Darso sudah pulang dari RS,” kata Aditya.

    Mengenai luka lebam yang diduga akibat penganiayaan, Aditya enggan memberikan tanggapan lebih lanjut, dengan menyatakan hal tersebut akan ditangani oleh penyidik Polda Jateng.

    “Itu biar dari penyidik Polda Jateng saja yang menjawab, kami intinya mendukung penyelidikan atau bahkan penyidikan,” terang dia.

    Aditya juga menambahkan pengendara sepeda motor yang terlibat dalam kecelakaan tersebut mengalami luka pada bagian leher dan harus menggunakan penyangga.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • 5
                    
                        Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Keterangan Keluarga Korban dan Polisi Berbeda
                        Yogyakarta

    5 Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Keterangan Keluarga Korban dan Polisi Berbeda Yogyakarta

    Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Keterangan Keluarga Korban dan Polisi Berbeda
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
    Poniyem, istri Darso warga Mijen, Semarang, Jawa Tengah menyebut, meninggalnya Darso diduga karena dianiaya oleh anggota
    Polresta Yogyakarta
    .
    Terkait hal ini, Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Aditya Surya Dharma menyebut bahwa terkait dengan penyelidikan dan penyidikan kepada anggota Tim Gakkum diserahkan ke Polda Jateng.
    Mengingat kasus ini dilaporkan ke Polda Jawa Tengah beberapa hari lalu.
    Keluarga korban yang meninggal dunia setelah dijemput oleh sejumlah orang yang diduga polisi memberikan versi berbeda dengan keterangan dari pihak kepolisian terkait kronologi kejadian.

    “Terkait dugaan penganiayaan yang dituduhkan kepada petugas kami, kami informasikan bahwa laporan ini dilaporkan di Polda Jateng. Nanti dari tim Polda Jateng yang bisa memberikan update hasil penyelidikan-penyelidikannya terkait dugaan penganiayaan tersebut,” kata Aditya Sabtu (11/1/2024).
    Aditya menyampaikan bahwa Polda DIY sudah melakukan pemeriksaan awal terhadap anggotanya.
    Pemeriksaan itu berupa penjelasan kronologis dari tim Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta.
    “Yang kami sampaikan soal kronologi kecelakaan, merupakan hasil dari pemeriksaan awal yang dilakukan oleh Bid Propam Polda DIY,” beber dia.
    Aditya menambahkan, Polda DIY maupun Polresta Yogyakarta mendukung penyelidikan maupun penyidikan yang dilakukan oleh Polda Jateng.
    “Kami dari Polda DIY maupun dari Polresta Yogyakarta akan mendukung segala penyelidikan dan mungkin nantinya penyidikan yang dilakukan oleh Polda Jateng,” ujar Aditya.
    Kasus tersebut berawal pada Juli 2024. Kala itu, Darso terlibat dalam kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum Polresta Yogyakarta.
    Dalam insiden tersebut, Darso yang sedang mengemudi menabrak seorang dan bertanggung jawab dengan membawa korban ke klinik terdekat.
    Namun, karena kekurangan uang, Darso meninggalkan KTP-nya sebagai jaminan.
    Setelah kejadian tersebut, Darso merasa takut karena mobil yang digunakannya adalah mobil rental. Dia pergi ke Jakarta selama dua bulan untuk mencari uang, namun pulang ke Semarang tanpa hasil.
    Seminggu setelah kembali, Darso dijemput oleh tiga orang yang diduga anggota Satlantas Polrestabes Yogyakarta.
    Kapolresta Aditya mengatakan, berdasarkan alamat dari KTP yang difoto pihak keluarga, Tim Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta pada 21 September 2024 pukul 06.00 mendatangi kediaman Darso di Semarang.
    “Dalam rangka (kedatangan tim) mengirimkan surat klarifikasi (kepada Darso),” katanya.
    Saat bertemu dengan Darso, Tim Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta menanyakan ke Darso apakah pernah terlibat kecelakaan lalu lintas pada 12 Juli di Yogyakarta.
    Saat itu, Darso tidak mengakui bahwa dirinya terlibat dalam kecelakaan di Kota Yogyakarta. Namun setelah diberi bukti CCTV, Darso baru mengakuinya.
    Aditya menyampaikan, setelah mengakui kecelakaan itu, Darso lalu mengajak Tim Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta menuju ke lokasi rental mobil dan ke tempat dua orang temannya yang saat itu ikut di dalam mobil saat kecelakaan.
     
    “Petugas menyarankan yang bersangkutan (Darso) berpamitan dulu ke istri. Namun, yang bersangkutan menyampaikan tidak perlu dengan alasan tidak enak sama tetangga,” katanya.
    Saat mobil baru berjalan 500 meter, tiba-tiba Darso meminta izin kepada petugas untuk pergi untuk buang air kecil. Lalu para petugas mengizinkan Darso untuk buang air kecil.
    Setelah buang air kecil Darso meminta tolong petugas untuk mengambilkan obat untuk penyakit jantung yang dideritanya ke rumah.
    Namun, oleh petugas Darso disarankan untuk langsung dibawa ke rumah sakit. Usulan petugas itu lalu disetujui Darso, dan petugas membawa Darso ke Rumah Sakit Permata Medika, Ngaliyan, Semarang.
    Pagi di hari kejadian, sekitar pukul 06.00 WIB, Darso dijemput oleh tiga orang yang mengendarai mobil.
    Istri korban, Poniyem (42), yang tidak curiga, langsung memanggil suaminya untuk keluar dan menemui mereka. Penjemputan itu berlangsung tanpa surat penangkapan, surat tugas, atau dokumen lainnya.
    Setelah itu, Darso dibawa pergi. Sekitar pukul 14.00 WIB, Poniyem menerima kabar dari Ketua RT setempat bahwa suaminya sedang dirawat di RS Permata Medika Ngaliyan Semarang. Ia segera menuju rumah sakit dan mendapati suaminya dalam kondisi terluka parah.
     
    Poniyem mengungkapkan bahwa Darso mengaku dipukuli oleh orang-orang yang membawanya.
    “Suami saya mengaku dihajar di kepala, perut, dan dada,” kata Poniyem, yang kemudian melihat luka lebam di pipi kanan suaminya.
    Diduga penganiayaan dilakukan 200 meter dari rumah korban dan masih di wilayah Kecamatan Mijen.
    Korban dirawat di ruang ICU selama tiga hari setelah kejadian, dan selanjutnya dipindahkan ke ruang perawatan biasa.
    Meskipun mendapat perawatan medis, kondisinya tidak membaik. Setelah dua hari di rumah, Darso akhirnya meninggal dunia.
    Sebelum meninggal, Darso sempat mengungkapkan ketidakpuasannya atas penganiayaan yang dialaminya. Ia meminta kepada keluarga untuk memperjuangkan keadilan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Alasan Polisi Yogyakarta Soal Lebam di Tubuh Darso Warga Semarang Tewas Dianiaya, Kena Pintu Mobil

    Alasan Polisi Yogyakarta Soal Lebam di Tubuh Darso Warga Semarang Tewas Dianiaya, Kena Pintu Mobil

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Fakta baru terungkap dalam kasus kematian Darso (43) warga Gilisari Purwosari Mijen, Kota Semarang yang diduga dianiaya oleh sejumlah polisi dari Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polresta Yogyakarta.

    Fakta baru tersebut yakni para polisi sempat memberikan keterangan kepada istri korban Poniyem (42) bahwa luka lebam di tubuh korban karena terbentur pintu mobil.

    Poniyem sebenarnya tidak percaya luka lebam suaminya akibat terkena pintu mobil.

    “Kata polisi ketika di rumah sakit (RS Permata Medika Semarang) suami saya luka lebam (di kepala) karena memberontak lalu terkena pintu mobil,” jelas Poniyem saat ditemui di rumahnya, Purwosari, Mijen, Kota Semarang, Sabtu (11/1/2025).

    Poniyem yakin suaminya bukan terkena pintu melainkan penganiayaan karena melihat luka lebam hitam di bagian kanan dekat telinga bukan seperti terkena pintu.

    Hal itu juga ditegaskan oleh penuturan suaminya bahwa dia baru saja dihajar polisi.

    “Suami berani cerita setelah para polisi itu pergi dari rumah sakit,” terangnya.

    Korban Darso sebelumnya dijemput oleh sebanyak enam polisi di rumahnya pada Sabtu 21 September 2024 pukul 06.00 WIB.

    Korban lalu dimasukkan ke dalam mobil lalu dibawa tak jauh dari lapangan sepak bola di kelurahan Purwosari atau berjarak sekitar 200 meter dari rumah korban.

    Ketika korban ditangkap tanpa prosedur yang jelas itu, korban sudah memberitahu kepada para polisi untuk membawa obat jantungnya.
    Namun, hal itu diabaikan.

    Korban diduga dianiaya di pinggir jalan lokasi tersebut selama dua jam.

    Korban yang memiliki riwayat jantung akhirnya tak kuat hingga alami sesak nafas hebat lalu dibawa ke rumah sakit Permata Medika Ngaliyan.

    “Suami alami sesak nafas lalu dibawa oleh mereka (terduga pelaku) ke rumah sakit,” sambung Poniyem.

    Poniyem yang kala itu berada di rumahnya lantas didatangi oleh ketua RT setempat bernama Yono. Dia memberi tahu kan kepada poniyem bahwa suaminya dibawa polisi asal Yogyakarta karena tersandung kasus kecelakaan.

    “Pak RT ke rumah memberi tahu kan hal itu sama ambil obat jantung suami saya,” terangnya.

    Poniyem ketika itu lantas menyusul suamianya ke rumah sakit. “Selama ini suami saya tidak ada masalah dengan sakit jantungnya,” bebernya.

    Sebelumnya, Kuasa hukum keluarga korban, Antoni Yudha Timor mengatakan, telah melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian yang sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat 3 KUHP junto pasal 170 yang diduga dilakukan oleh oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam.

    Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial I.

    Dalam pelaporan tersebut, mereka sudah membawa sejumlah bukti seperti hasil rontgen gesernya ring jantung korban, foto dan video serta bukti-bukti lainnya.

    Termasuk saksi dari keluarga korban.

    “Dia anggota aktif. Sementara 1 dulu yang dilaporkan tapi dugaan ada 6 orang yang melakukan penganiayaan,” ujarnya.

    Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Kombes Artanto mengatakan, laporan tersebut sudah diterima dan telah dibuatkan laporan polisinya untuk segera ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).

    “Terkait dengan anggota Polda DIY, Masih dilakukan penyelidikan terlebih dahulu,” tandasnya. (Iwn)

  • Oknum Polisi di Yogyakarta Aniaya Warga Semarang hingga Tewas

    Oknum Polisi di Yogyakarta Aniaya Warga Semarang hingga Tewas

    Yogyakarta, Beritasatu.com – Seorang warga Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, bernama Darso (43), meninggal dunia setelah diduga dianiaya oknum polisi di Yogyakarta. Kasus ini menyeret sejumlah oknum anggota Polresta Yogyakarta yang kini dilaporkan ke Polda Jawa Tengah.

    Terkait kasus penganiayaan yang diduga melibatkan anggota kepolisian, Kepala Seksi (Kasi) Humas Polresta Yogyakarta AKP Sujarwo menyampaikan belasungkawa mendalam atas meninggalnya korban.

    “Kami, keluarga besar personel Polresta Yogyakarta, Polda DIY, turut berdukacita yang sedalam-dalamnya atas berpulangnya almarhum Bapak Darso,” ujar Sujarwo kepada Beritasatu, Sabtu (11/1/2025).

    Sujarwo menegaskan Polresta Yogyakarta siap mendukung penuh proses hukum yang sedang berlangsung di Polda Jawa Tengah.

    “Kami segenap personel Polresta Yogyakarta berkomitmen mendukung sepenuhnya segala upaya yang akan dilakukan oleh Polda Jawa Tengah, baik dalam penyelidikan hingga penyidikan. Kami akan selalu bekerja sama untuk mengungkap kasus ini,” tegasnya.

    Ia menambahkan, pihaknya membutuhkan waktu untuk mengumpulkan fakta-fakta terkait insiden polisi diduga menganiaya warga di Yogyakarta.

    “Kami mohon waktu untuk mengumpulkan fakta-fakta agar dapat mengetahui kronologi ataupun peristiwa apa yang terjadi,” pungkas Sujarwo terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum polisi di Yogyakarta terhadap warga Semarang.

  • Di Lokasi Inilah Darso Warga Semarang Diduga Dihajar Enam Polisi Yogyakarta hingga Tewas

    Di Lokasi Inilah Darso Warga Semarang Diduga Dihajar Enam Polisi Yogyakarta hingga Tewas

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Darso (43) pria asal Purwosari, Mijen, Kota Semarang yang meninggal dunia diduga akibat dihajar oleh enam polisi sempat membuat pengakuan kepada adiknya.

    Pengakuan tersebut yakni Darson tidak terima dipukuli oleh polisi lantaran adanya kejadian kecelakaan lalu lintas.

    “Darso bilang ke saya dipukuli di bagian dada oleh enam orang polisi asal Yogyakarta, dia dipukuli karena kasus kecelakaan lalu lintas di sana (Yogyakarta),” kata Tocahyo (34) adik kandung Darso saat ditemui di Purwosari, Mijen, Sabtu (11/1/2025).

    Darso yang merupakan seorang sopir rental ini dijemput di rumahnya oleh enam polisi  pada Sabtu, 21 September 2024.

    Dia dijemput paksa akibat kejadian lalu lintas pada Juli 2024 silam.

    Selepas kejadian itu, Darso sempat meminjam uang kepada Tocahyo untuk pergi ke Jakarta.

    Selang dua bulan, Darso kembali ke rumahnya di Purwosari Mijen sekitar pertengahan September 2024.

    “Baru di rumah seminggu, saya lalu dapat kabar kalau Darso masuk rumah sakit, ” terangnya.

    Selang sembilan hari kemudian atau pada 29 September 2024, Darso menghembuskan nafas terakhirnya. Namun, sebelum meninggal dunia, Darso sempat memberikan keterangan kepada keluarganya bahwa telah dianiaya polisi. Keterangan Darso juga sempat direkam keluarga lewat video.

    “Di rumah sebelum meninggal dunia, dia bilang ke saya kalau ingin menuntut oknum itu. Karena merasa tersakiti, dianiaya polisi,” paparnya.

    Tocahyo menyebut, tidak mengetahui persis soal kecelakaan lalu lintas yang dialami kakak kandungnya di Yogyakarta. Detail kecelakaan mobil ini juga masih ditelusuri oleh keluarga.

    “Pas datang ke rumah saya cuma bilang habis kecelakaan di Yogyakarta tapi tidak cerita detil. Yang ditabrak siapa, orang mana, tidak cerita,” katanya.

    Korban juga sempat ceritanya ke Yogyakarta bersama dua orang pria berinisial F dan T. Pria berinisial T adalah seorang kepala desa di Boja Kendal dan memiliki istri polisi.
    “Saya juga tidak sempat tanya kenapa dua orang itu tidak membantu Darso,” terangnya.

    Keluarga dari awal ingin mengusut kasus ini tetapi ada seorang anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berinisial DN menjanjikan akan membantu melakukan mediasi dengan para polisi tersebut. Namun, mediasi tak jelas juntrungannya sehingga keluarga memilih mengurus kasus itu sendiri.

    “Karena terlalu lama, berlarut-larut saya takut nanti kasusnya hilang. Makanya saya ambil alih,” ujarnya.

    Pihaknya menolak keluarga menolak damai. “Kami maunya keadilan, sesuai amanat almarhum,” jelasnya.

    Kuasa hukum keluarga korban, Antoni Yudha Timor mengatakan, telah melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian yang sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat 3 KUHP junto pasal 170 yang diduga dilakukan oleh oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam.

    Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial I.

    Dalam pelaporan tersebut, mereka sudah membawa sejumlah bukti seperti hasil rontgen gesernya ring jantung korban, foto dan video serta bukti-bukti lainnya.

    Termasuk saksi dari keluarga korban.

    “Dia anggota aktif. Sementara 1 dulu yang dilaporkan tapi dugaan ada 6 orang yang melakukan penganiayaan,” ujarnya.

    Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Kombes Artanto mengatakan, laporan tersebut sudah diterima dan telah dibuatkan laporan polisinya untuk segera ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).

    “Terkait dengan anggota Polda DIY, Masih dilakukan penyelidikan terlebih dahulu,” tandasnya. (Iwn)

  • 6 Polisi Yogyakarta Aniaya Warga Semarang hingga Tewas, Istri Korban Dikasih Uang Damai Rp 25 Juta

    6 Polisi Yogyakarta Aniaya Warga Semarang hingga Tewas, Istri Korban Dikasih Uang Damai Rp 25 Juta

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG –  Poniyem (42) istri dari Darso (43) mengaku sempat menerima uang sebesar Rp25 juta dari enam anggota polisi dari Polda DI Yogyakarta.

    Keenam anggota tersebut diduga adalah tersangka penganiayaan terhadap suaminya, Darso yang kini telah meninggal dunia.  

    “Iya saya terima uang itu karena tertekan, panik dan pikiran kacau. Jiwa saya juga trauma,” kata Poniyem saat ditemui di rumahnya di Purwosari, Mijen, Sabtu (11/1/2025).

    Darso, suaminya meninggal dunia  selepas dibawa oleh enam anggota polisi dari Satlantas Polresta Yogyakarta.

    Suaminya dibawa paksa oleh polisi pada 21 September 2024. Suaminya meninggal dunia pada 29 September selepas jalani perawatan di rumah sakit.

    Paska kejadian itu, Poniyem diajak pertemuan oleh para polisi yang membawa suaminya pada akhir September 2024 atau beberapa hari selepas suaminya meninggal dunia.

    Poniyem mengaku, pada mediasi pertama para polisi Italia memakai seragam ketika bertemu. Pertemuan itu dilakukan di rumah Riana pemilik usaha rental di Cangkiran Boja Kendal. Darso adalah sopir rental.

    “Saya dikasih uang Rp5 juta saya tolak karena tidak sesuai. Dan amanat suami agar kasusnya diproses dipertanggung jawabkan seadil adilnya,” bebernya.

    Mediasi kedua, lanjut Poniyem,  tidak mengikutinya. Pertemuan ini hanya merencanakan untuk pertemuan berikutnya.”Saya tidak ikut yang ikut bu riana pemilik rental sama Densen (LSM) dia yang menawarkan jasa mediasi,” tuturnya.

    Poniyem mengatakan, pertemuan ketiga datang masih di lokasi sama di Cangkiran. Dia datang bersama anaknya tapi meninggu di luar rumah pada 14 Desember 2024 sore.

    “Saya dikasih 25 juta tanpa keterangan apapun. Bilangnya hanya uang duka,”

    Tocahyo (34) adik kandung Darso menuturkan, uang Rp 25 juta dari polisi diterima oleh istri Darso lalu dikasihkan kepadanya.

    “Karena saya tidak mau menerima itu, istri Darso juga tidak mau, rencana saya kembalikan,” terangnya,

    Dia menyebut, tidak menerima uang tersebut karena hendak memproses kasus itu  secara pidana. “Ini sesuai amanat almarhum kakak yang menginginkan keadilan,” bebernya.

    Kuasa hukum keluarga korban, Antoni Yudha Timor mengatakan, telah melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian yang sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat 3 KUHP junto pasal 170 yang diduga dilakukan oleh oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam.

    Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial I.

    Dalam pelaporan tersebut, mereka sudah membawa sejumlah bukti seperti hasil rontgen gesernya ring jantung korban, foto dan video serta bukti-bukti lainnya.

    Termasuk saksi dari keluarga korban.

    “Dia anggota aktif. Sementara 1 dulu yang dilaporkan tapi dugaan ada 6 orang yang melakukan penganiayaan,” ujarnya.

    Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Kombes Artanto mengatakan, laporan tersebut sudah diterima dan telah dibuatkan laporan polisinya untuk segera ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).

    “Terkait dengan anggota Polda DIY, Masih dilakukan penyelidikan terlebih dahulu,” tandasnya. (Iwn)

  • 5
                    
                        Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Keterangan Keluarga Korban dan Polisi Berbeda
                        Yogyakarta

    10 Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Kapolresta Yogyakarta: Anggota Belum Diperiksa Polda Jateng Yogyakarta

    Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Kapolresta Yogyakarta: Anggota Belum Diperiksa Polda Jateng
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
     Darso (43), warga Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah, meninggal usai dianiaya oleh sejumlah oknum yang diduga anggota Satlantas Polresta Yogyakarta.
    Dugaan penganiayaan terjadi pada tanggal 21 September 2024. Darso meninggat setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.
    Berkaitan dengan kasus tersebut, Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Aditya Surya Dharma sebut anggotanya belum dipanggil Polda Jateng untuk dimintai keterangan.
    “Belum. Sampai saat ini belum (dipanggil Polda Jateng),” katanya Sabtu (11/1/2025) malam.
    Dia mengatakan, para terduga pelaku saat ini masih berada di Polda Yogyakarta untuk dimintai keterangan.
    Aditya menyebut, ada enam orang anggota Unit Gakkum Satlantas
    Polresta Yogyakarta
    yang mendatangi Darso di Semarang.
    Kasus ini nantinya akan ditangani oleh Polda Jateng yang menerima laporan.
    “Sekali lagi kami sampaikan, nanti dari tim Polda Jateng yang menerima laporan, yang bisa menjelaskan update maupun statusnya (anggota Polresta Yogyakarta) seperti apa,” beber dia.
    Pagi di hari kejadian, sekitar pukul 06.00 WIB, Darso dijemput oleh tiga orang yang mengendarai mobil.
    Istri korban, Poniyem (42), yang tidak curiga, langsung memanggil suaminya untuk keluar dan menemui mereka.
    Penjemputan itu berlangsung tanpa surat penangkapan, surat tugas, atau dokumen lainnya.
    Setelah itu, Darso dibawa pergi. Sekitar pukul 14.00 WIB, Poniyem menerima kabar dari Ketua RT setempat bahwa suaminya sedang dirawat di RS Permata Medika Ngaliyan Semarang.
    Ia segera menuju rumah sakit dan mendapati suaminya dalam kondisi terluka parah.
    Poniyem mengungkapkan bahwa Darso mengaku dipukuli oleh orang-orang yang membawanya.
    “Suami saya mengaku dihajar di kepala, perut, dan dada,” kata Poniyem, yang kemudian melihat luka lebam di pipi kanan suaminya.
    Diduga penganiayaan dilakukan 200 meter dari rumah korban dan masih di wilayah Kecamatan Mijen.
    Korban dirawat di ruang ICU selama tiga hari setelah kejadian, dan selanjutnya dipindahkan ke ruang perawatan biasa.
    Meskipun mendapat perawatan medis, kondisinya tidak membaik. Setelah dua hari di rumah, Darso akhirnya meninggal dunia.
    Sebelum meninggal, Darso sempat mengungkapkan ketidakpuasannya atas penganiayaan yang dialaminya. Ia meminta kepada keluarga untuk memperjuangkan keadilan.
    Setelah kejadian, pihak keluarga sempat dihubungi oleh oknum yang diduga terlibat dalam penganiayaan tersebut untuk melakukan mediasi.
    Tiga kali pertemuan diadakan, meskipun tidak berhasil mencapai kesepakatan.
    Dalam pertemuan itu, keluarga korban diberikan uang Rp 25 juta, yang mereka anggap sebagai uang duka. Namun, uang tersebut masih utuh dan belum digunakan.
    Bahkan, adik korban meminta uang itu dikembalikan, karena merasa tidak terima atas pemberian tersebut.
    Kasus tersebut berawal pada Juli 2024. Kala itu, Darso terlibat dalam kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum Polresta Yogyakarta.
    Dalam insiden tersebut, Darso yang sedang mengemudi menabrak seorang dan bertanggung jawab dengan membawa korban ke klinik terdekat.
     
    Namun, karena kekurangan uang, Darso meninggalkan KTP-nya sebagai jaminan.
    Setelah kejadian tersebut, Darso merasa takut karena mobil yang digunakannya adalah mobil rental.
    Dia pergi ke Jakarta selama dua bulan untuk mencari uang, namun pulang ke Semarang tanpa hasil.
    Seminggu setelah kembali, Darso dijemput oleh tiga orang yang diduga anggota Satlantas Polrestabes Yogyakarta.
    SUMBER: KOMPAS.com (Rachmawati)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Enam Polisi Yogyakarta ke Semarang Tangkap Darso yang Terlibat Kecelakaan, Dianiaya hingga Tewas

    Enam Polisi Yogyakarta ke Semarang Tangkap Darso yang Terlibat Kecelakaan, Dianiaya hingga Tewas

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Keluarga Darso mempertanyakan alasan para anggota Satlantas Polresta Yogyakarta yang diduga melakukan penganiayaan hingga berujung kematian.

    Kasus ini bermula ketika Darso mengalami kecelakaan di daerah Yogyakarta pada Juli 2024 lalu. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.

    Begitu pun Darso ketika kecelakaan telah bertanggungjawab dengan membawa korban ke klinik dan meninggalkan KTP-nya sebagai jaminan. Namun, polisi terus memburunya seperti buronan kriminal berat.

    “Darso diburu oleh polisi dari Yogyakarta seperti melakukan kriminal berat dibawa tanpa surat-surat penangkapan lalu diduga dianiaya hingga berujung meninggal dunia,” jelas Kuasa hukum keluarga korban, Antoni Yudha Timor di Purwosari, Mijen, Kota Semarang, Sabtu (11/1/2025).

    Antoni mengatakan, Darso bekerja sebagai sopir rental ketika kejadian pergi ke Yogyakarta bersama Toni dan Feri. 

    Ketika di Yogyakarta, Darso alami kecelakaan. Namun, keluarga tidak mengetahui persis titik lokasi kecelakaan tersebut.

    “Darso membawa korban ke klinik, dua orang itu Toni dan Feri lalu melanjutkan perjalanan,” katanya.

    Informasi yang diterima Antoni, dua orang ini alami kecelakaan. Dia juga tidak tahu persis kecelakaan itu. “Jadi ada dua kecelakan yang dialami pertama Darso, dan kecepatan kedua tanpa melibatkan Darso,” ungkapnya.

    Selepas kecelakaan di Yogyakarta,Darso pulang ke Semarang menggunakan bus. Menurut Antoni, Darso pergi ke Jakarta untuk mencari uang sebagai biaya ganti kecelakaan tersebut.

    Dua bulan di Jakarta,Darso pulang lalu seminggu kemudian diciduk polisi. “Kami masih penasaran mengapa korban sampai diburu oleh polisi segitunya padahal hanya kecelakaan biasa dan Darso berusaha tanggungjawab,” ungkapnya.

    Dia pun penasaran dengan dua orang yang bepergian bersama Darso yakni Feri dan Toni. Informasi yang diterima keluarga, Toni berstatus sebagai kepala desa di Kecamatan Boja dan suami dari seorang Kapolsek. “Kami kesulitan mengajak komunikasi dua orang ini,” katanya.

    Di sisi lain, keluarga juga merasa diremehkan oleh para terduga pelaku. Antoni mengungkapkan telah menghubungi terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial I.

    Komunikasi dilakukan melalui whatsapp mulai 23 Desember 2024 sampai 8 Januari 2025. Namun, kata Antoni, polisi berinisial I menanggap enteng kasus tersebut. “Dia selalu berdalih dari dugaan kasus penganiayaan yang dilakukan. Dia selalu mengarahkan kasusnya ke kecelakaan lalu lintasnya,” katanya.

    Menurut Darso,  pokok utama persoalan ini adalah perkara pidana penganiyaan yang menyebabkan hilangnya nyawa Darso.

    “Kami sangat disepelekan, setelah kejadian  sampai hari ini mereka tidak pernah datang ke rumah duka.  Mereka merasa jumawa karena aparat, sementara korbannya warga biasa,”

    Melihat tingkah para polisi tersebut, Antoni berencana melaporkan polisi berinisial I dan kelima temannya ke Bidang Profesi dan Pengamatan (Bid propam) Polda DIY.

    Pelaporan difokuskan soal dugaan pelanggaran prosedur saat penangkapan Darso dan penganiayaan yang berujung hilangnya nyawa.

    “Ya laporan dalam waktu dekat ini sembari menunggu hasil laporan pidana di Polda Jawa Tengah,” terangnya.

    Antoni sebelumnya telah melaporkan kasus ini dengan dugaan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian yang sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat 3 KUHP junto pasal 170 yang diduga dilakukan oleh oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam.

    Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial I.

    Dalam pelaporan tersebut, mereka sudah membawa sejumlah bukti seperti hasil rontgen gesernya ring jantung korban, foto dan video serta bukti-bukti lainnya.

    Termasuk saksi dari keluarga korban.

    “Dia anggota aktif. Sementara 1 dulu yang dilaporkan tapi dugaan ada 6 orang yang melakukan penganiayaan,” ujarnya.

    Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Kombes Artanto mengatakan, laporan tersebut sudah diterima dan telah dibuatkan laporan polisinya untuk segera ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).

    “Terkait dengan anggota Polda DIY, Masih dilakukan penyelidikan terlebih dahulu,” tandasnya. (Iwn)