OM Lorenza, Orkes Dangdut Jadul yang Viral Berkat Lagu “Tambal Ban”
Tim Redaksi
SUKOHARJO, KOMPAS.com –
Orkes Melayu (OM) Lorenza, grup musik yang dikenal dengan gaya uniknya, tampil enerjik membawakan lagu “Tambal Ban” di atas panggung.
Dengan irama yang riang dan lirik jenaka, mereka sukses menghidupkan suasana, membuat penonton larut dalam alunan musik yang ringan namun menghibur.
Tabuhan gendang, organ, dan tak ketinggalan seruling mulai mengiringi lagu wajib
OM Lorenza
berjudul Tambal Ban di atas panggung.
“Aku iki tukang tambal ban
Uripe Sak ndalan-ndalan
Golek duit, duit sing halal”
Grup musik dangdut asal Kabupaten
Sukoharjo
, Jawa Tengah ini tak hanya menyanyikan lagu dangdut lawas tempo dulu yang mencuri perhatian.
Gaya berpakaian
Om Lorenza
pun terasa khas dan bernuansa jadul. Para personelnya mengenakan kemeja dilengkapi dasi panjang, celana cutbray, dan sepatu pantofel klasik, mengingatkan pada era musik lawas yang penuh warna.
Beberapa di antaranya bahkan menambahkan aksesori seperti kacamata hitam lebar dan topi fedora, semakin memperkuat kesan retro.
Hal yang sama pun dikenakan oleh para penonton. Seakan pakaian jadul era 80-90an sudah menjadi dress code wajib saat menonton Om Lorenza.
Murjiyanto (50), pimpinan Om Lorenza mengatakan, Om Lorenza terbentuk saat pandemi Covid-19. Wabah ini membuat para musisi tidak bisa manggung.
Mereka kemudian kumpul bareng di sebuah rumah yang kini menjadi base camp di Dukuh Ngemul RT 002, RW 001, Desa Sidorejo, Kecamatan Bendosari.
“Karena pandemi musisi-musisi tidak dapat izin untuk manggung. Akhirnya di rumah kumpul-kumpul. Waktu itu kita main-main gitar, ketipung sendiri. Memang basic-nya anak-anak pecinta lagu jadul. Kita itu memang senang,” kata Murjiyanto mengawali kisahnya kepada Kompas.com, Sabtu (8/2/2025).
Pada saat kumpul dan membawakan lagu jadul, mereka juga mendokumentasikan dalam video. Dokumentasi video itu kemudian mereka upload ke media sosial Facebook.
“Di media sosial responsnya bagus sekali. Akhirnya kita dengan keadaan seperti itu (pandemi) kita dipanggil ke sana (mengisi acara). Akhirnya kita saling melengkapi untuk alatnya,” tambah dia.
Sebuah kiriman dibagikan oleh LORENZA MUSIC (@omlorenzamusic)
Seiring berjalannya waktu, grup musik dangdut jadul beranggotakan 10 musisi, 4 vokal dan 1 MC mulai dikenal masyarakat luas. Sudah ratusan lagu jadul yang mereka nyanyikan.
Setiap kali manggung dengan durasi 3-4 jam, Om Lorenza bisa membawakan sebanyak 20-25 lagu jadul.
Lagu jadul yang paling populer dan sering dibawakan di panggung adalah Tambal Ban. Lagu ini bisa sampai tiga kali dinyanyikan setiap manggung.
“Akhirnya kita komitmen menggali lagu-lagu jadul. Tapi itu ya sebuah tantangan. Kita harus menggali lagu-lagu jadul dan tidak gampang,” ungkap dia.
Murjiyanto menyampaikan, Om Lorenza mulai aktif dan banyak mendapat tawaran manggung ke berbagai daerah sekitar Agustus 2023.
Saking padatnya jadwal manggung ke berbagai daerah membuat Om Lorenza sampai menolak tawaran yang masuk.
“Untuk sementara ini untuk bulan Februari tidak ada istirahatnya. Itu masih banyak yang tidak bisa (sampai menolak tawaran) karena kita sudah ada jadwal gitu,” ucap Murjiyanto.
“Kemarin yang sampai jalani sampai Jepara. Terus sementara ini job yang sudah masuk ini Kudus, Pati. Bahkan sudah ada kontrak,” sambung dia.
Murjiyanto mengungkapkan, jadwal rutin latihan dilaksanakan setiap Rabu malam. Latihan ini dilaksanakan ketika tidak ada jadwal manggung.
“Untuk sementara ini latihan tiap hari Rabu malam. Dengan catatan kita free (bebas tidak ada job),” turut dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
provinsi: DI YOGYAKARTA
-
/data/photo/2025/02/09/67a817fe4d928.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 OM Lorenza, Orkes Dangdut Jadul yang Viral Berkat Lagu "Tambal Ban" Yogyakarta
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2789073/original/031659000_1556256617-iStock-514247479.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kembangkan Mikroprotein dari Air Rebusan Kedelai, Dosen UGM Raih Penghargaan Hitachi Award
Liputan6.com, Yogyakarta – Dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Rachma Wikandari mendapatkan penghargaan The Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award setelah meneliti mikroprotein atau protein alternatif yang memiliki kandungan nutrisi protein yang berada di antara daging dan kedelai kurang lebih selama 4 tahun ini. Menurutnya, kandungan asam amino yang dimiliki juga lebih lengkap dibanding kedelai.
Ia mengatakan mikroprotein terbuat dari Miselium jamur tempe yang ditumbuhkan pada media cair. Tekstur hasil panen seperti adonan kue (dough) sehingga mudah untuk dibentuk seperti bakso atau sosis. “Hanya saja masih perlu adanya pengembangan untuk tekstur hasil panen supaya mirip seperti daging ayam,” kata Rachma, Selasa (4/2/2025).
Rachma menjelaskan selain dari segi nutrisi keunggulan dari mikroprotein lainnya adalah proses pembuatan Mikroprotein yang cukup singkat yaitu 2 hari dengan hasil panen mencapai satu kilogram. Bahkan ukuran reaktor yang dibutuhkan hanya 1×1 meter sehingga tidak memakan tempat. “Enzim yang terkandung di dalamnya bisa tumbuh dalam berbagai macam substrat contohnya seperti air rebusan kedelai,” jelasnya.
Ia mengatakan tidak hanya pada kandungan nutrisi, produksi mikroprotein dapat menanggulangi permasalahan limbah yang dihasilkan industri tempe serta menambah pendapatan bagi pedagang tempe. Sekarang, Rachma tengah membuat model sterilisasi media dan sedang dikaji lebih mendalam untuk reaktor agar dapat lebih sederhana sehingga dapat dikomersilkan.
Risetnya soal mikroprotein ini tidak hanya membawanya memenangkan penghargaan Hitachi Awards, sebelumnya Ia juga sudah beberapa kali memenangkan penghargaan salah satunya L’Oreal – Unesco for Women in Science National Fellowship 2024 Award Academy.
Penghargaan ini menjadikan Rachma termotivasi untuk terus memberikan kontribusi nyata terhadap masyarakat dengan risetnya. Soal mengenalkan produknya ini Dosen Fakultas Teknologi Pertanian ini mengatakan masyarakat Indonesia cenderung tidak mudah menerima olahan pangan baru yang dianggap asing atau biasa disebut food neophobia.
Padahal jamur yang ada dalam produk mikroprotein ini sebenarnya sama dengan jamur yang ada pada tempe sehingga masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengkonsumsi olahan mikroprotein. “Memang untuk pengolahannya harus dipanaskan terlebih dahulu karena mengandung RNA yang berpotensi menyebabkan asam urat. Namun, produk mikroprotein ini aman untuk dikonsumsi seperti layaknya tempe,” katanya.
Rachma mengatakan bulan Desember 2024 lalu, mikroprotein telah diperkenalkan kepada masyarakat dengan bekerja sama dengan seorang chef untuk mengolah produk tersebut menjadi spaghetti. Tanggapan dari masyarakat pun positif dan banyak yang menyukai olahan mikroprotein dimana olahan mikroprotein memiliki tekstur yang mirip dengan sosis. Ia berharap, riset potensi pangan alternatif yang ia kembangkan ini bisa berkontribusi menyelesaikan masalah di masyarakat dengan mencari dan memanfaatkan potensi pangan lokal.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5123823/original/048164900_1738830111-IMG-20250206-WA0024.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
BKSDA Yogyakarta Lepasliarkan Belasan Rusa Timor di Taman Nasional Baluran
Liputan6.com, Situbondo – Sebanyak 15 ekor rusa Timor (Cervus timorensis) di lepas liarkan di kawasan Balai Taman Nasional Baluran, Situbondo. Belasan Rusa Timor itu hasil dari pelimpahan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta. “Sebelum kita lepas liarkan, belasan ekor rusa Timor ini kita tempatkan terlebih dahulu di kandang habituasi resort Labuhan Merak sebagai tahapan persiapan untuk adaptasi,”ujar Kepala Balai Taman Nasional Baluran, Johan Setiawan, Kamis (6/2/2025).
Kata Johan, pelepas liaran rusa Timor ini, merupakan upaya konservasi untuk mendongkrak populasi rusa Timor di Taman Nasional Baluran, sehingga bisa menjaga ekosistem alam di TN Baluran. “Sebelumnya populasi rusa Timor di Taman Nasional Baluran masih ada, dan dengan bertambahnya belasan ekor lagi ini, mudah- mudahan populasinya semakin meningkat, untuk menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya,” kata Johan.
Pelepas liaran rusa Timor ini, menurut Johan juga menjadi wujud kolaborasi antara Taman Nasional Baluran dan BKSDA Yogyakarta guna menjaga keaneragaman hayati Indonesia. “Dengan populasi satwa yang sehat, Taman Nasional Baluran kita harapkan tetap menjadi surga bagi berbagai spesies endemik Nusantara,” paparnya.
Rusa Timor adalah salah satu jenis rusa yang hidup di Indonesia. Rusa Timor termasuk hewan pemama biak (ruminan) dalam family Cervidae dan ordo Artiodactyla.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 106 tahun 2018, rusa Timor tergolong satwa yang dilindungi.
Tinggi Rusa Timor jantan saat dewasa adalah 110 cm, sedangkan betinanya sedikit lebih pendek dengan tinggi 10 cm. Ciri khas rusa Timor adalah memiliki ekor panjang, tungkai pendek, dahi cekung, gigi seri besar, dan bulu berwarna coklat kekuningan.
Rusa Timor jantan memiliki antlers (Tandukrusa) yang bercabang tiga dengan ujung yang runcing serta kasar. Panjang tanduk rusa Timor, rata- ratanya adalah 80 hingga 90 cm.
Rusa Timor dapat hidup di wilayah dataran rendah hingga di ketinggian 2.600 m di atas permukaan laut. Habitat rusa Timor yang alami adalah savana dan vegetasi hutan. Di Indonesia, rusa Timor dapat ditemukan di Timor, kemudian menyebar ke pulau- pulau terdekat, seperti Sumba, Rote Ndao Flores, Alor, Maluku, Sulawesi, dan Papua, Khususnya Merauke.
-

Anak di Sidoarjo Polisikan Ayah, Alasannya Tak Dinafkahi 10 Tahun hingga Harus Jual Gorengan – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Seorang anak perempuan di Sidoarjo, Jawa Timur, berinisial IV (16) melaporkan ayah kandungnya sendiri ke polisi.
Bukan tanpa alasan, keputusan siswi SMA tersebut didasarkan karena sang ayah tidak menafkahi IV dan ibunya sejak 2015 atau selama 10 tahun terakhir.
Untuk membantu ibunya menyambung hidup, setiap pagi IV pun menggoreng adonan kue untuk dijual di sekolah.
“Minta uang saja ke ayah selalu dimarahi, bahkan nomor teleponku diblokir,” kata IV, Sabtu (8/2/2025) dilansir dari TribunJatim.com.
IV yang sehari-hari tinggal bersama ibunya, berinisiatif membantu meringankan beban sang ibu karena merasa terlalu banyak menanggung seluruh biaya sekolahnya.
“Ibu selama ini kerja di tempat katering, saya bantu untuk jual gorengan,” ungkap IV.
Sejak orang tuanya berpisah 10 tahun lalu, ayah IV memilih pergi ke Yogyakarta dan tidak pernah menghubunginya lagi.
Ayahnya kini diketahui bekerja di Magelang, namun tidak pernah memberi IV nafkah.
Puncak kekecewaan terhadap ayahnya terjadi pada Desember 2024 lalu, saat ponsel IV rusak dan ia hendak meminta uang sebesar Rp 500 ribu ke sang ayah untuk biaya servis.
Ia sempat dijanjikan akan diberi awal Tahun Baru 2025 tetapi, janji itu tak ditepati, bahkan nomor WhatsApp IV diblokir.
“Aku dibilang anak yang bisanya minta uang,” sebutnya.
“Nomor saya beberapa kali diblokir,” imbuhnya.
Merasa sangat kecewa, IV dan ibunya pun berencana melayangkan somasi kepada ayahnya. IV mengaku tidak takut, justru ia merasa ditantang.
“Dia bilang, memangnya bisa kamu somasi, emang mampu,” ujar IV.
Tak memiliki pilihan lain, IV bersama ibunya, yang didampingi pengacara, melaporkan ayahnya ke Polda Jatim atas dugaan tindak pidana penelantaran anak.
Keputusan IV untuk melaporkan ayahnya sendiri ke polisi atas tuduhan penelantaran anak bukan pilihan mudah.
Tetapi bagi IV, ini adalah satu-satunya jalan untuk memperjuangkan haknya.
Sebab, tiap kali meminta nafkah yang merupakan haknya sebagai anak tidak jarang mendapat komentar bernada tidak mengenakkan dari keluarga ayahnya.
“Padahal aku gak minta nafkah banyak, cuma minta bentuk apa yang jadi kebutuhan. Saya sakit hati belum tentu tentu tiap bulan dapat Rp 100 ribu, tapi tiap kali minta uang WhatsApp diblokir. Ayah itu gak pernah kasih nafkah sejak 2015, makanya aku akan melaporkan ayah,” bebernya.
Pengacara IV, Johan Widjaja, mengungkapkan bahwa laporan ini dibuat karena IV sudah terlalu jengkel dengan sikap ayahnya.
Dikatakan Johan bahwa kliennya merasa tak punya pilihan lain selain melaporkan ayahnya ke polisi.
Johan pun berharap dari laporan tersebut di IV bisa mendapat haknya sebagai anak.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan anak dan tanggung jawab orangtua dalam memenuhi kebutuhan anak-anak mereka.
“Penelantaran anak itu bisa masuk ranah pidana. Itu diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” terang Johan.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Tiap Hari Jual Gorengan di Sekolah, Anak Polisikan Ayah Kandung karena 10 Tahun Tak Dinafkahi: Sakit
(Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJatim.com/Ani Susanti) (Kompas.com/Izzatun Najibah)
-

Gara-gara Efisiensi, Pemda Bali Tunda Tender Proyek Barang dan Jasa
Bisnis.com, DENPASAR – Pemerintah daerah di Bali bakal menunda tender pengadaan barang dan jasa yang pembiayaannya berasal dari dana transfer daerah sebagai upaya penyesuaian dari langkah efisiensi anggaran yang diinstruksikan oleh Presiden Prabowo Subianto.
PJ Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menjelaskan langkah penundaan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Dana Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2025, yang merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Khusus dana transfer ke daerah, Inpres tersebut dijabarkan dalam SE Bersama Mendagri dan Menkeu mengenai Tindak Lanjut Arahan Presiden Mengenai Pelaksanaan Anggaran Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2025. Terkait dengan SE Bersama itu, Mahendra Jaya menjelaskan bahwa Pemprov Bali telah mengambil sejumlah langkah.
“Menerbitkan surat pemberitahuan kepada seluruh perangkat daerah agar melakukan penundaan proses pengadaan barang/jasa dan atau penandatanganan kontrak barang/jasa yang pengadaannya bersumber dari dana transfer ke daerah. Penundaan ini dilakukan hingga ditetapkannya PP Menkeu mengenai dana transfer ke daerah. Pemprov Bali sedang melakukan proses penyesuaian APBD 2025 dan menyiapkan rancangan Perda tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2025,” jelas Mahendra dikutip Minggu (9/2/2024).
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni menjelaskan pemerintah pusat dan daerah perlu menyamakan persepsi dalam upaya menyelaraskan kebijakan pusat dan daerah.
Dia meminta pemerintah daerah menyesuaikan program dengan Visi Asta Cita yang diusung Presiden RI Prabowo Subianto.
Dikutip melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025, Sri Mulyani diminta untuk segera menetapkan besaran efisiensi anggaran belanja masing-masing kementerian/lembaga tahun anggaran 2025.
Dalam beleid yang diteken Prabowo pada 22 Januari 2025 ini, Menteri Keuangan juga diminta menetapkan penyesuaian alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2025 dengan memangkas hingga Rp50,59 triliun.
Secara rinci, penyesuaian itu mulai dari kurang bayar Dana Bagi Hasil sebesar Rp13,9 triliun atau Rp13.903.976.216.000.
Lalu, Dana Alokasi Umum yang sudah ditentukan penggunaannya bidang pekerjaan umum sebesar Rp15,67 triliun atau Rp15.675.550.111.000. Kemudian, Dana Alokasi Khusus Fisik sebesar Rp18,3 triliun atau Rp18.306.195.715.000.
Lalu, Dana Otonomi Khusus sebesar Rp509,4 miliar atau Rp509.455.378.000 dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp200 miliar serta Dana Desa sebesar Rp2 triliun.
-
/data/photo/2025/02/09/67a8026c711e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Naftali Felle, Penjaga Tradisi Gerabah Kampung Abar di Papua yang Bertahan 17 Tahun Regional 9 Februari 2025
Naftali Felle, Penjaga Tradisi Gerabah Kampung Abar di Papua yang Bertahan 17 Tahun
Tim Redaksi
JAYAPURA, KOMPAS.com-
Naftali Felle (62) dengan senyum ramahnya menyambut kedatangan Kompas.com di Rumah
Gerabah
, Kampung Abar, Kabupaten Jayapura,
Papua
, Sabtu (6/2/2025).
Dengan mengunyah pinang, lelaki tua yang akrab disapa Naftali ini bersalaman, sambil memeluk.
“Apa kabar? Sudah lama tidak ke Abar?” tanya Naftali sambil tersenyum.
Setelah berbincang sejenak, Naftali kembali masuk ke dalam Rumah Gerabah, sambil melihat-lihat peserta yang sedang melatih membuat
gerabah
.
Pria berusia 62 tahun itu, terlihat dengan sabar bersama beberapa anggota kelompoknya mengajari beberapa orang untuk membuat gerabah.
Tak terasa, sudah 17 tahun Naftali menjaga tradisi gerabah, peninggalan leluhurnya di Kampung Abar.
Ia mendirikan sebuah kelompok yang diberi nama Pengrajin Gerabah Tradisional Titian Hidup sejak 2008, hingga eksis sampai saat ini.
“Kita di 139 kampung dan 5 kelurahan yang ada di Kabupaten Jayapura, hanya kampung Abar yang punya bahan baku untuk membuat gerabah,” ungkapnya kepada Kompas.com.
Gerabah memiliki nilai budaya tersendiri bagi warga masyarakat yang mendiami pesisir Danau Sentani.
Ada 23 kampung yang mendiami wilayah Danau Sentani, sehingga tak asing dengan fungsi dan kegunaan gerabah.
Pria kelahiran 5 Mei 1963 ini menyebut bahwa ada empat peralatan dapur yang dimiliki oleh masyarakat yang mendiami Danau Sentani.
Empat peralatan dapur itu adalah sempe, belangga masak ikan, tempayan penyimpanan sagu, dan cetak bakar sagu.
“Empat peralatan dapur ini dibuat menggunakan tanah liat yang ada di Kampung Abar,” ucap Naftali.
Suami Petronela Wally ini melihat, saat ini empat peralatan dapur yang dibuat menggunakan tanah liat, sudah tidak ada di kampung-kampung yang berada di Danau Sentani.
Terutama
sempe
sebagai alat tradisional yang digunakan sebagai tempat pembuatan papeda (kuliner khas Papua). Justru kebanyakan masyarakat membuat papeda dengan bokor yang terbuat dari aluminium dan plastik.
“Kami bentuk kelompok ini, agar empat peralatan dapur yang terbuat dari tanah liat bisa dikembali dipertahankan, sebab memiliki nilai budaya yang ada di wilayah Danau Sentani,” ungkap Naftali.
Sebagai salah satu kepala suku di Kampung Abar, Naftali menginginkan agar masyarakat tidak menghilangkan empat peralatan tradisional yang secara turun-temurun ada di 23 kampung yang mendiami Danau Sentani.
“Lewat kelompok ini, kami sebar benda-benda gerabah yang memiliki nilai tinggi ini ke masing-masing kampung yang ada di Danau Sentani,” ujarnya.
Sejak 2008 membentuk kelompok Pengrajin Gerabah Tradisional Titian Hidup dengan 20 anggota yang terdiri dari ibu-ibu yang ada di Kampung Abar.
Pada tahun 2010 dilaksanakan Festival Danau Sentani (FDS), maka ada kunjungan ke kampung-kampung wisata, dimana Kampung Asei Pulau dengan ukiran kulit kayu dan Kampung Abar adalah penghasil gerabah tradisional.
Dalam FDS ini ada seorang pengusaha dari Manado bernama Melki Tumbelaka, saat itu mengunjungi Kampung Abar dan melihat adanya gerabah yang dihasilkan oleh kelompok yang dibentuk oleh Naftali.
“Bapak Melki Tumbelaka ini punya daerah di Manado juga penghasil gerabah, sehingga dilakukan kerjasama dengan Pemda Kabupaten Jayapura dan pada tahun 2011 mereka kirim 10 ibu-ibu dari Kampung Abar belajar di Pulutar Tondano,” jelasnya.
Usai mengikuti pelatihan, para 10 ibu-ibu ini membawa hasil kerajinannya dari Tondano ke Jayapura menggunakan kapal laut. Sampai di Sentani, Jayapura, dilakukan pameran untuk memamerkan hasil karya gerabah yang dihasilkan oleh para ibu-ibu usai mengikuti pelatihan di Tondano.
Naftali mengatakan, saat itu Bupati Jayapura adalah Habel Melkias Suwae, sehingga ia memerintahkan seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) untuk membeli gerabah, hasil kerajinan ibu-ibu dari Kampung Abar.
Tak hanya itu, Habel Melkias Suwae juga memerintahkan OPD teknis seperti Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindakop) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk memberikan perhatian terhadap Kelompok Gerabah Tradisional yang dibentuk oleh Naftali dan anggotanya di Kampung Abar.
“Pada tahun 2014, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak mengirim 7 ibu-ibu ke Bantul, Yogjakarta untuk belajar khusus pembuatan sovenir-sovenir. Pada tahun 2015, Dinas Perindakop kirim lagi 4 ibu-ibu ke Bantul belajar lagi,” ungkapnya.
Terakhir, ayah dua anak ini pada tahun 2023, Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial membuat pelatihan tentang pembuatan keramik, sehingga dari kampung Abar ada 11 anggota kelompok yang mengikuti pelatihan tersebut.
Tak hanya mengikuti pelatihan, namun Kementerian Sosial melalui Balai Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial juga memberikan bantuan berupa mesin pembuatan gerabah dan oven pakai gas yang digunakan untuk pembakaran gerabah yang sudah dibuat tersebut.
“Kalau dulu masyarakat secara manual mencetak gerabah, kini sudah ada mesin dan oven, sehingga proses pembakarannya bisa dilakukan dengan mudah,” kata Naftali.
Meskipun usianya tak mudah lagi, namun semangatnya masih terus terasa hingga saat ini. Naftali lewat idenya, ia mampu membuat Festival Heley Mbay Hote Mbay yang dilamngsungkan pada tanggal 28-30 September setiap tahun.
Saat ini, pelaksanaan festival ini sudah berlangsung selama lima tahun berturut-turut. Sempat terhenti setahun, lantaran wabah Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia.
Kehadiran Festival yang digagas oleh Naftali bersama anggota kelompoknya sangat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat yang mendiami Kampung Abar.
Sebab, hasil kerajinan tangan seperti gerabah dan sovenir lainnya bisa dibeli oleh setiap pengunjung dan wisatawan yang datang menikmati festival yang diselenggarakan tersebut.
“Arti Helay Mbay Hote Mbay adalah makan papeda dalam gerabah,” kata Natfli.
Pelaksanaan festival ini telah berlangsung sejak tahun 2017, sehingga kedepan akan dilaksanakan.
“Sejak 2019 telah dicanangkan sebagai salah satu festival tahunan di Kabupaten Jayapura,” ujarnya.
Uniknya festival ini menurut Naftali, setiap pengunjung dan wisatawan yang datang akan disunguhkan dengan papeda dan ikan dalam sempe, sehingga bisa menikmatinya.
“Kalau sudah makan selesai, bisa bawa pulang sempe dan garpu sebagai kenang-kenangan,” ungkapnya.
Dia berharap, gerabah sebagai salah satu benda budaya yang ada di Kampung Abar dan Danau Sentani bisa terus dipertahankan, sehingga menjadi salah satu tradisi yang terus dilestarikan dari tahun ke tahun.
“Saya berharap, tradisi gerabah ini terus dipertahankan, sehingga menjadi salah satu benda budaya yang terus dijaga dan dilestarikan kedepannya,” harapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5111793/original/008145600_1738061667-Infografis_SQ_Pendukung_dan_Penentang_Kampus_Kelola_Tambang.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kampus Kelola Tambang, Guru Besar UGM Sebut Ada Potensi Moral Hazard
Liputan6.com, Yogyakarta – Revisi UU Minerba membuat peluang perguruan tinggi berpeluang mengelola tambang semakin besar, namun Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM Gabriel Lele, menyatakan sebaiknya kampus tidak membuka ruang untuk mendapat izin usaha pertambangan. Walaupun perguruan tinggi itu memiliki jurusan pertambangan dan berpotensi besar mendapat ladang sebagai lokasi laboratorium lapangan untuk mempraktekan keilmuan dan teknologi terkini namun kampus mengelola tambang tidaklah pas. “Pemberian izin tambang ini sebagai bentuk korporatisasi atau lebih tepatnya bentuk korporatisme baru di lingkungan kampus,” ujarnya, Sabtu (1/2/2025).
Gabriel mengatakan bentuk korporatisme ini adalah strategi negara dalam menutupkan kelompok-kelompok di luar negara termasuk masyarakat sipil seperti kampus, dengan memberikan privilege namun dengan syarat kemudian suara-suara kritis itu tidak boleh disampaikan. “Saya justru melihat bahwa hal ini juga merupakan bentuk pembungkaman suara kritis kampus secara halus,” katanya.
Kampus mengelola tambang bagi Gabriel, kampus yang selama ini selalu diminta masukan terkait perumusan kebijakan atau revisi undang-undang, dengan adanya pemberian izin tambang ini maka justru memberikan dampak negatif lebih besar. Bahkan ia melihat adanya potensi korupsi atau paling tidak moral hazard jika kampus diberi hak mengelola tambang.
Sebab, menurutnya saat kampus terjun ke dalam pengelolaan tambang maka logika yang digunakan tidak hanya semata-mata logika akademik, tetapi sebaliknya kampus harus menggunakan logika bisnis untuk hitung-hitungan untung dan rugi. “Lagi-lagi logika bisnis yang dipakai,” terangnya.
Gabriel Lele mengatakan terlepas dari pro-kontra mengenai kampus mengelola tambang, kampus perlu berembuk untuk satu suara menyampaikan masukan kepada pemerintah dan DPR. “Kalau ikut misalnya, ya menerima tawaran itu, apa saja yang harus diperhatikan. Kalau tidak ikut, kemudian apa plus minusnya. Jadi yang disebut dengan identifikasi dan manajemen risiko itu harus dilakukan karena itu prinsip dasar dalam setiap kebijakan. Sebab tidak ada satupun kebijakan yang bebas risiko,” ujarnya.


/data/photo/2025/02/09/67a7fbeeeaa81.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)