provinsi: DI YOGYAKARTA

  • Rayakan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer, Film Bumi Manusia Bakal Dibuat Versi Extended dengan Durasi 6 Jam

    Rayakan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer, Film Bumi Manusia Bakal Dibuat Versi Extended dengan Durasi 6 Jam

    Liputan6.com, Yogyakarta – KlikFilm baru saja mengumumkan bakal merilis film Bumi Manusia Extended. Tak tanggung-tanggung, film ini bakal berdurasi sekitar 5-6 jam.

    Durasi tersebut bahkan hampir dua kali lipat dari durasi dari versi film layar lebar, yakni 3 jam 1 menit. Perilisan versi terbaru film Bumi Manusia ini dalam rangka merayakan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer, sang penulis Bumi Manusia.

    Pramoedya lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 6 Februari 1925. Meski telah meninggal dunia pada 30 April 2006, karya-karyanya masih tetap hidup dan kerap menjadi perbincangan hingga kini.

    Salah satu mahakaryanya adalah Bumi Manusia. Buku ini bahkan telah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa.

    Bumi Manusia merupakan novel pertama dalam Tetralogi Buru. Kisahnya mengambil latar era 1898-1918 yang merupakan awal kebangkitan nasional dimana pemikiran politik etis di kalangan terpelajar sedang berkembang.

    Adapun versi panjang film ini akan membuat penonton lebih melihat karya Pramoedya secara utuh. Kisahnya berfokus pada Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh.

    Minke merupakan seorang pribumi yang mendapat kesempatan bersekolah di Hogere Burgerschool atau HBS (setara SMA), sebuah sekolah yang hanya diperuntukan bagi kaum elit Eropa dan bangsawan. 

    Minke cerdas dan pandai menulis. Tulisan-tulisannya banyak diterbitkan oleh Koran Eropa dengan nama penanya, Max Tollenaar.

    Setelah merantau ke Wonokromo, Minke pun bertemu gadis blasteran Indo-Eropa, Annelies Mellema. Pada akhirnya, Annelies jatuh cinta kepada Minke. Sayangnya, kisah cinta mereka terhalang restu. 

    Namun, Ibu Annelies yang bernama Nyai Ontosoroh mendukung penuh hubungan mereka. Dalam cerita tersebut, Nyai Ontosoroh juga memiliki kisah yang cukup rumit.

    Nyai Ontosoroh merupakan warga pribumi yang ‘dijual’ oleh orang tuanya ke saudagar Belanda bernama Herman Mellema. Nama aslinya adalah Sanikem yang kemudian menerima julukan Nyai setelah jadi gundik.

    Meski awal kehidupannya cukup kelam, tetapi ia adalah orang yang cerdas. Ia pun memanfaat kehidupannya dengan menjalankan bisnis perkebunan dan pertanian yang sukses. Ia mengubah citra buruk gundik pada masanya.

    Seluruh kisah dalam Bumi Manusia akan ditampilkan dalam film Bumi Manusia Extended. Film ini dijadwalkan tayang di KlikFilm pada akhir 2025.

    Penulis: Resla

  • Warga di 2 Tempat di Sleman Keracunan, Penyebabnya Diduga dari Makanan Siomay, Korbannya Ratusan – Halaman all

    Warga di 2 Tempat di Sleman Keracunan, Penyebabnya Diduga dari Makanan Siomay, Korbannya Ratusan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terjadi keracunan di dua tempat sekaligus di Sleman, DI Yogyakarta.

    Keracunan pertama terjadi di Dusun Krasakan, Kelurahan Lumbungrejo, Tempel, usai acara pernikahan.

    Total ada 160 orang yang alami keracunan usai menyantap makanan dari acara pernikahan.

    Kedua terjadi di Dusun Sanggrahan, Tlogoadi, Mlati dalam acara arisan.

    Keracunan yang ada di acara arisan terjadi setelah 37 warga memakan siomay.

    Dari 37 warga, hanya 1 orang yang tidak keracunan karena menggoreng siomay sebelum dimakan.

    Mengutip TribunJogja.com, ternyata Siomay yang dikonsumsi di dua tempat tersebut berasal dari tempat yang sama.

    Kapolresta Sleman, Kombes Edy Setyanto Erning Wibowo menuturkan, sudah ada delapan saksi yang diperiksa.

    “Kami sedang melakukan pemeriksaan saksi-saksi, periksa penyelenggara hajatan dan penyedia makanan. Perkara ini ditangani Satreskrim. Yang diperiksa sudah 8 orang,” kata Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo, Senin (10/2/2025).

    Diketahui, keracunan massal yang terjadi di Tempel, Sleman terjadi pada Sabtu (8/2/2025).

    Kepala Puskesmas Tempel 1, Diana menuturkan, keracunan massal terjadi setelah para korban menghadiri acara hajatan.

    Saat acara resepsi, sebagian makanan dibagikan ke warga setempat pada siang hari.

    Namun, pada malam harinya, sebagian warga yang menyantap makanan tersebut mulai mengalami gejala keracunan ringan.

    “Mereka baru ke RSUD Sleman pagi harinya (Minggu pagi),”

    “Karena jumlahnya banyak terus lapor ke Dinas Kesehatan dan diteruskan ke kami di Puskesmas Tempel,”

    “Kami lakukan penyelidikan epidemiologi dan kami dirikan posko di sini,” ujar Diana, dikutip dari TribunJogja.com.

    Diana juga menyebut, sampel makanan seperti bakso, sate siomay, hingga es krim dan krecek diambil.

    Sementara itu, keracunan yang terjadi di Mlati, Sleman terjadi juga pada hari yang sama.

    Total ada 37 orang yang mengonsumsi siomay.

    Siomay tersebut merupakan hidangan yang dibagikan untuk dibawa pulang.

    “Yang makan siomay berjumlah  37 orang. Sedangkan yang bergejala 36 orang. Karena yang 1 orang menggoreng siomay sebelum dikonsumsi,” kata Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sleman, Yuli Khamidah.

    Tiga orang bahkan harus dirawat intensif di rumah sakit.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Kabar Terbaru Keracunan Massal di Tempel dan Mlati Sleman, Dua Tempat Sama-sama Makan Siomay

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJogja.com, Ahmad Syarifudin/Christi Mahatma Wardhani)

  • Wamen Stella: Hilangkan Stigma Kelas Dua Pendidikan Vokasi di Indonesia

    Wamen Stella: Hilangkan Stigma Kelas Dua Pendidikan Vokasi di Indonesia

    Liputan6.com, Yogyakarta – Pengembangan pendidikan vokasi selaras dengan empat arahan Presiden Prabowo Subianto. Oleh karena itu Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie menyebut banyak negara yang memulai langkahnya dari pengembangan ilmu terapan atau pendidikan vokasi terutama negara pendapatan menengah ke negara pendapatan tinggi.

    “Ada arahan ketersediaan lapangan kerja; produktivitas terukur; ketahanan pangan, energi, dan air, dan teknologi sebagai investasi pendidikan manusia. Saya kira yang keempat ini cocok dengan vokasi,” terangnya, usai melakukan kunjungan dan mengisi talkshow di Sekolah Vokasi UGM, Selasa (4/2/2025).

    Menurut Stella langkah-langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi ini sekaligus menghubungkan akademik dengan industri dan pemerintah. Bahkan di setiap Kementerian dan Lembaga berencana menjembatani kolaborasi tersebut agar ketiga sektor saling bahu-membahu menyelesaikan persoalan. 

    Namun, Wamen Stella menyebut adanya stigma di masyarakat yang menganggap ilmu terapan merupakan pendidikan kelas dua. Terlebih saat ini di Kementerian Dikti Saintek, sudah dihapus Dirjen Pendidikan Vokasi namun pemerintah tetap berkomitmen meningkatkan kualitas vokasi agar dianggap setara dengan pendidikan sarjana. “Harapannya tidak lagi pendidikan vokasi dan akademik itu dikotak-kotakkan, jadi semuanya sama. Ini yang ingin kami dorong untuk menciptakan ekosistem sains dan teknologi,” paparnya.

    Soal penghapusan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi ini menurutnya didasarkan pada prinsip general relativity dibanding special relativity. Baginya, ketiadaan Dirjen Vokasi bukan berarti pendidikan vokasi dan politeknik tidak mendapat naungan dari pemerintah, justru sebaliknya mampu mengubah persepsi publik bahwa vokasi setara dengan pendidikan akademis umum. “Pemerintah ingin mendorong agar pengembangan ilmu terapan bisa menyelesaikan persoalan dan isu-isu nasional,” terangnya.

    Wamen Stella juga ingin perkembangan riset di pendidikan tinggi vokasi terapan dan fundamental bisa berjalan beriringan. Keduanya menurutnya memegang peran penting dalam menyelesaikan masalah yang ada sekarang maupun masalah yang akan datang.

    Wamen Stella mengatakan, peneliti tidak harus berangkat dari apakah riset tersebut terapan atau fundamental, melainkan masalah seperti apa yang ingin dipecahkan. Hal nantinya akan menentukan kuat tidaknya hilirisasi riset dari sektor akademik. “Riset terapan itu seperti low hanging fruit, mudah dipetik dan sangat diminati oleh industri dan masyarakat sebenarnya. Tapi kondisi sekarang baik industri, pemerintah, maupun akademik tidak saling mengenal,” ucap Stella.

    Dekan Sekolah Vokasi, Agus Maryono, mengakui bahwa pendidikan tinggi vokasi di Indonesia masih sangat tertinggal dengan pendidikan sarjana. Ia pun mengharapkan adanya inisiasi dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas vokasi. Soal masih ada anggapan bahwa vokasi berada di bawah pendidikan fundamental inilah yang menyebabkan tidak banyak industri maupun masyarakat tertarik dengan pendidikan vokasi. Padahal pengembangan ilmu terapan sangat diperlukan. “Dalam meningkatkan kualitas, kami tentu membutuhkan resources yang memadai. Karenanya kami di vokasi UGM telah berupaya untuk membangun jembatan dengan industri,” ungkap Agus.

  • Ombudsman RI soroti ketidakseimbangan distribusi elpiji 3 kg

    Ombudsman RI soroti ketidakseimbangan distribusi elpiji 3 kg

    Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika. (ANTARA/HO-Ombudsman RI)

    Ombudsman RI soroti ketidakseimbangan distribusi elpiji 3 kg
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 11 Februari 2025 – 07:27 WIB

    Elshinta.com – Ombudsman RI menyoroti ketidakseimbangan distribusi elpiji 3 kilogram berdasarkan hasil pengawasan yang telah dilakukan di beberapa daerah, seperti Sulawesi Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kepulauan Riau.

    Hal itu disampaikan Ombudsman RI dalam Rapat Koordinasi Pengawasan terkait kebijakan penyaluran elpiji bersubsidi bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina Patra Niaga pada Senin (10/2).

    Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, menjelaskan bahwa institusinya menemukan beberapa pangkalan berlokasi terlalu berdekatan di satu wilayah, sedangkan di daerah lain tidak.

    Menurut dia, kondisi tersebut membuat sejumlah masyarakat harus menempuh jarak yang jauh untuk memperoleh elpiji bersubsidi.

    “Ditambah lagi, peran agen dalam menjamin ketersediaan stok dinilai belum optimal. Saat ini agen hanya berfungsi sebagai distributor tanpa kewajiban menyediakan cadangan stok elpiji untuk mengantisipasi lonjakan permintaan atau gangguan pasokan,” kata Yeka.

    Selain itu, Ombudsman RI menemukan ketidaksesuaian prosedur pengisian ulang tabung elpiji di berbagai stasiun pengisian bulk elpiji (SPBE).

    “Ditemukan bahwa standar pengecekan keamanan tabung elpiji berbeda di setiap wilayah, yakni ada yang menggunakan perendaman dalam air hingga hanya dilakukan pemeriksaan manual. Selain itu, sejumlah tabung elpiji tidak memiliki tanggal kedaluwarsa yang jelas, sehingga berisiko menimbulkan bahaya bagi pengguna,” ujarnya.

    Sementara itu, terkait kebijakan penjualan elpiji bersubsidi dilakukan langsung oleh pangkalan yang telah terdaftar, Ombudsman RI menilai kebijakan tersebut perlu dikaji lebih mendalam.

    “Terutama terkait kesiapan infrastruktur pendataan, serta dampaknya terhadap harga eceran tertinggi (HET) yang berlaku di masyarakat,” katanya.

    Ombudsman RI berharap adanya perbaikan dalam sistem distribusi elpiji agar subsidi dapat tepat sasaran. Selain itu, pemerintah dan Pertamina diminta segera menindaklanjuti temuan Ombudsman RI guna memastikan keamanan, ketersediaan, serta keterjangkauan elpiji bersubsidi bagi masyarakat.

    Sumber : Antara

  • Jejak Sejarah Jembatan Srandakan yang Ambruk Setelah 96 Tahun Berdiri

    Jejak Sejarah Jembatan Srandakan yang Ambruk Setelah 96 Tahun Berdiri

    Liputan6.com, Yogyakarta – Peralihan fungsi Jembatan Progo dari jalur pengangkut tebu menjadi urat nadi transportasi dua kabupaten menyimpan kisah ketangguhan struktur baja berusia 96 tahun. Jembatan yang ambruk pada 2025 ini telah melewati berbagai fase transformasi sejak masa kolonial Belanda hingga era modern.

    Mengutip dari berbagai sumber, jembatan Srandakan ini dibangun pada tahun 1925. Struktur baja sepanjang ratusan meter ini awalnya dirancang sebagai jalur logistik pengangkut tebu.

    Industri gula yang berkembang pesat di kawasan Bantul dan Kulon Progo kala itu mendorong pemerintah kolonial Belanda membangun infrastruktur penghubung ini. Empat tahun pengerjaan dibutuhkan sebelum akhirnya jembatan ini diresmikan pada 1929.

    Memasuki era kemerdekaan, kebutuhan akan akses transportasi yang menghubungkan Kulon Progo dan Bantul semakin mendesak. Pemerintah mengambil langkah dengan mengalihfungsikan jembatan lori ini menjadi jalur transportasi umum pada 1952.

    Modernisasi jembatan dilakukan untuk mengakomodasi pertumbuhan lalu lintas. Lantai kayu yang telah melayani selama lebih dari tiga dekade diganti dengan konstruksi beton pada 1962.

    Selama enam tahun dari 1979 hingga 1985, jembatan ini mengalami perbaikan menyeluruh termasuk pelebaran untuk mengakomodasi volume kendaraan yang terus meningkat. Tantangan terberat datang pada tahun 2000 ketika dua tiang penyangga utama ambruk.

    Peristiwa ini menjadi titik balik yang mendorong pemerintah untuk mulai merencanakan pembangunan jembatan baru. Meski mengalami kerusakan serius, Jembatan Progo tetap beroperasi dengan pengawasan hingga Jembatan Srandakan 2 selesai dibangun pada 2007.

    Memasuki usia ke-96, jembatan bersejarah ini akhirnya roboh pada 6 Februari 2025. Meski demikian, Jembatan Srandakan 2 dan pembangunan Jembatan Pandansimo Srandakan 3 menjadi konektivitas kedua kabupaten tetap terjaga.

    Penulis: Ade Yofi Faidzun

  • Dosen UGM: Ragi Merah Berpotensi Jadi Sumber Energi Alternatif

    Dosen UGM: Ragi Merah Berpotensi Jadi Sumber Energi Alternatif

    Liputan6.com, Yogyakarta – Dosen Biologi UGM Ganies Riza Aristya memilih Jamur Rhodotorula Glutinis atau biasa disebut ragi merah untuk bahan penelitian sebagai sumber energi bahan bakar alternatif. Selain jamur ini mudah ditemukan di beberapa lingkungan dan dapat diisolasi dari udara, tanah, rumput, danau, lautan, makanan, buah-buahan, kulit manusia, maupun kotoran manusia. Ganies menyatakan ragi merah ini berpotensi besar sebagai sumber energi alternatif, karena jamur ini mampu mengakumulasi dan memproduksi lipid dalam jumlah yang besar. “Dalam beberapa kasus akumulasi lipid pada R. glutinis dapat mencapai 72,4% yang membuatnya berpotensi sebagai penghasil lipid untuk sumber energi,” kata Ganies kepada wartawan, Kamis (7/2/2025).

    Kemampuannya dalam menghasilkan lipid dalam jumlah besar berasal dari jalur biosintesis yang memungkinkan mikroorganisme ini mengonversi berbagai sumber karbon menjadi senyawa bernilai tinggi, termasuk lipid ataupun biopolimer lainnya. Bahkan pengembangan produk lipid tidak hanya berupa biofuel namun bisa ke arah pengembangan produk biopolimer dapat berupa polimer penyusun bioplastik, polyhydroxybutyrate. “Pengoptimalan sintesis senyawa esensial pada ragi merah ini dapat dilakukan dengan rekayasa proses, rekayasa genetik, ataupun rekayasa metabolisme,” ungkapnya.

    Pemilihan Ragi merah atau R. glutinis sebagai bahan riset sumber energi bahan bakar alternatif, karena ia melihat kemampuannya jamur ini dalam mengakumulasi lipid dalam jumlah tinggi, terutama dalam bentuk triasilgliserol (TAG) yang dapat dikonversi menjadi energi dalam bentuk biofuel. “R. glutinis juga dipilih sebagai bahan riset karena kemampuannya untuk tumbuh pada berbagai macam substrat,” katanya.

    Tidak hanya sampai di situ, kemampuannya memproduksi lipid lebih dari 15% dari berat kering selnya, ragi ini memiliki kemampuan untuk memetabolisme berbagai senyawa yang digunakan sebagai sumber karbon, seperti monosakarida, disakarida, atau polisakarida, asam organik, gliserol, bahan baku, produk sampingan industri, dan limbah cair.

    Selain itu, kemampuan ragi merah memproduksi dan mengakumulasi lipid dalam jumlah yang besar saat mengalami keterbatasan nitrogen, memiliki ketersediaan karbon yang cukup. Dalam kondisi tersebut, yeast akan mengarahkan metabolisme untuk biosintesis lipid sebagai cadangan energi berupa Triasilgliserol (TAG). Selanjutnya, Lipid yang dihasilkan dapat diekstraksi dan dikonversi menjadi biodiesel yang digunakan sebagai sumber energi.

    “Lipid yang diperoleh dari sel ragi akan dikonversi menjadi biodiesel melalui transesterifikasi yang akan mereaksikan TAG dengan metanol untuk menghasilkan biodiesel dalam bentuk fatty acid methyl ester (FAME). Biodiesel yang diperoleh dapat digunakan sebagai energi,” katanya.

    Penelitian mengenai rekayasa genetik pada mikroorganisme ini sudah berlangsung 8 tahun. Atas riset ragi merah menjadi sumber energi bahan bakar alternatif bersama timnya ini, ganies berhasil mendapatkan dana hibah penelitian untuk kategori Science and Technology Research Grant (STRG) dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF). Dengan karyanya yang berjudul “Yeast Bioengineering for Sustainable Lipid-Based Energy Production from Rhodotorula glutinis,” Ganies berhasil menerima penghargaan STRG-ITSF 2025 pada 30 Januari 2025 di Jakarta.

  • Lemahnya Kepastian Hukum dan Transparansi Bikin Iklim Investasi Asing di Indonesia Jadi Terhambat

    Lemahnya Kepastian Hukum dan Transparansi Bikin Iklim Investasi Asing di Indonesia Jadi Terhambat

    Yogyakarta (beritajatim.com)- Kepastian hukum yang konsisten merupakan faktor krusial dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara.

    Ketidakpastian dalam regulasi dan sistem peradilan dapat menghambat masuknya investasi, terutama dari pihak asing. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara kepentingan publik dan privat, pemberantasan korupsi, serta putusan peradilan yang konsisten untuk menciptakan iklim bisnis yang stabil dan terpercaya.

    Peran Sektor Publik dan Swasta dalam Membangun Kepastian Hukum

    Prof. Dr. Paripurna P.Sugarda, Guru Besar Hukum Dagang Universitas Gadjah Mada, menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta dalam membangun infrastruktur hukum yang lebih kokoh.

    “Kepastian hukum masih menjadi tantangan utama dalam mendorong kemajuan ekonomi,” ujarnya melalui siaran pers.

    Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam penyediaan infrastruktur publik. Dalam model ini, pemerintah bertindak sebagai perencana kebutuhan, sementara sektor swasta bertanggung jawab dalam pengelolaan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian, beban anggaran negara dapat dikurangi, sementara efisiensi dalam pengelolaan proyek tetap terjaga.

    Peran Hakim dalam Menjaga Transparansi Peradilan

    Dr. Dian Rositawati dari Indonesian Institute for Independent Judiciary menyoroti pentingnya kompetensi hakim dalam memahami hukum secara holistik, tidak hanya dari aspek normatif tetapi juga dalam mempertimbangkan faktor eksternal yang dapat memengaruhi keputusan pengadilan. Ia menegaskan bahwa penerapan prinsip konstitusional dalam sistem peradilan sangat penting guna menciptakan keadilan yang merata.

    Sementara itu, Binziad Kadafi, anggota Komisi Yudisial, menyoroti tantangan dalam sistem peradilan Indonesia, seperti praktik suap dan korupsi yang masih terjadi. Ia menegaskan bahwa meskipun pengawasan internal telah diterapkan, efektivitasnya masih perlu ditingkatkan agar tidak hanya berfokus pada hakim, tetapi juga mencakup panitera dan staf pengadilan lainnya.

    Tantangan Global dalam Sistem Hukum

    Dalam diskusi yang lebih luas, Deepti Panda, kandidat doktor dari Queen’s University, Kanada, membahas isu hukum internasional terkait kebangkrutan negara dan arbitrase internasional. Menurutnya, perjanjian internasional seperti Konvensi New York dan ICSID berperan besar dalam menyelesaikan sengketa antarnegara serta melindungi kepentingan investor asing.

    Dari perspektif Amerika Serikat, Hakim Aliyah Shaheedah Sabree berbagi pengalaman tentang reformasi sistem peradilan di Michigan. Ia menyoroti ketidaksetaraan akses keadilan dan pentingnya inovasi teknologi dalam mendukung efisiensi pengadilan. Michigan telah mengambil langkah proaktif dengan membentuk Task Force untuk merespons perkembangan kecerdasan buatan (AI) dalam sistem hukum. Salah satu inovasi yang diterapkan adalah penggunaan penerjemah virtual 24 jam dan asisten virtual bagi hakim guna mengurangi beban kerja.

    Menuju Sistem Hukum yang Lebih Transparan dan Efektif

    Dari berbagai perspektif yang diangkat dalam diskusi ini, dapat disimpulkan bahwa transparansi dan kepastian hukum merupakan faktor utama dalam menciptakan sistem hukum yang berkeadilan. Kolaborasi antara sektor publik dan swasta, peningkatan pengawasan peradilan, serta pemanfaatan teknologi menjadi solusi strategis dalam mewujudkan sistem hukum yang lebih modern, efisien, dan dapat dipercaya oleh publik. [aje]

  • Perbedaan Coto dan Konro, Dua Hidangan Ikonik dari Sulawesi Selatan

    Perbedaan Coto dan Konro, Dua Hidangan Ikonik dari Sulawesi Selatan

    YOGYAKARTA – Sulawesi Selatan, dengan kekayaan kulinernya, menawarkan dua hidangan beraroma dan kaya rempah yang telah melegenda: coto dan konro. Namun tidak sedikit orang tergocek dan tidak mengetahui perbedaan coto dan konro.

    Sekilas, keduanya tampak serupa, tetapi sebenarnya memiliki perbedaan mendasar yang membuatnya unik. Mari kita telusuri lebih dalam perbedaan antara kedua hidangan ikonik ini.

    Perbedaan Coto dan Konro

    Sekilas, coto dan konro tampak serupa, tetapi sebenarnya memiliki perbedaan mendasar yang membuatnya unik. Dilansir dari laman Wikipedia, berikut perbedaan antara kedua hidangan ikonik ini:

    Coto Makassar menggunakan jeroan sapi (seperti lidah, hati, jantung, babat, paru, dan lainnya) yang direbus dalam waktu lama hingga empuk. Beberapa variasi juga menambahkan daging sapi.

    Sementara itu, konro menggunakan iga sapi sebagai bahan utama. Iga sapi direbus hingga empuk dan bumbunya meresap.

    Coto Makassar dikenal dengan penggunaan sekitar 40 macam rempah yang disebut “Rampa patang pulo”. Beberapa rempah yang dominan antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar, jintan, kemiri, pala, cengkeh, kayu manis, dan tauco.

    Konro juga menggunakan rempah-rempah yang kaya, meskipun tidak sebanyak coto. Beberapa rempah yang menonjol antara lain ketumbar, kluwak (yang memberikan warna hitam pada kuah), kunyit, kencur, dan kayu manis.

    Baca juga artikel yang membahas Mengenal Tradisi Nyadran dalam Masyarakat Islam di Jawa

    Kuah coto berwarna coklat dan kental, dihasilkan dari rebusan jeroan dan rempah-rempah yang kaya.

    Kemudian kuah konro berwarna coklat kehitaman, berasal dari kluwak. Kuahnya lebih encer dibandingkan coto.

    Coto Makassar biasanya disajikan dalam mangkuk bersama ketupat atau burasa yang dipotong-potong. Taburan daun bawang dan bawang goreng, serta perasan jeruk nipis menambah cita rasa segar.

    Sedikit berbeda dengan coto, konro biasanya disajikan dengan burasa atau ketupat yang dipotong-potong. Saat ini, konro juga memiliki variasi bakar yang disajikan dengan kuah terpisah.

    Coto Makassar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16 pada masa Kerajaan Gowa. Dulu, coto dengan daging sirloin dan tenderloin disajikan untuk keluarga kerajaan, sementara jeroan untuk masyarakat kelas bawah.

    Konro berasal dari tradisi Etnik Makassar. Sama seperti coto, konro juga merupakan hidangan berkuah yang kaya rempah. Nama “Konro” sendiri diambil dari bahasa setempat yang berarti tulang rusuk sapi, bahan utama yang memberikan cita rasa khas pada hidangan ini.

    Sup Konro telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi kuliner masyarakat Sulawesi Selatan, seringkali disajikan dalam acara-acara khusus seperti perayaan hari raya, pertemuan keluarga, dan upacara adat.

    Sup Konro terkenal dengan kuahnya yang kaya rempah dan daging sapi yang empuk. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuatnya antara lain tulang rusuk sapi, daging iga sapi, serta rempah-rempah seperti cengkeh, kayu manis, kapulaga, dan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe, dan kunyit.

    Kedua hidangan ini memiliki sejarah yang panjang dan terkait erat dengan tradisi masyarakat Makassar. Coto Makassar dipercaya berasal dari tradisi upacara adat, di mana daging kurban diolah menjadi hidangan yang lezat.

    Sementara itu, Konro juga memiliki akar budaya yang kuat dan sering disajikan dalam acara-acara khusus.

    Jika Anda berkunjung ke Makassar, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi Coto Makassar dan Konro. Kedua hidangan ini dapat ditemukan di berbagai rumah makan dan warung makan di seluruh kota.

    Selain perbedaan coto dan konro, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari VOI dan follow semua akun sosial medianya! 

  • Arman Harjo Perkenalkan Gabungan Hip-hop dan Koplo di Single Berjudul Mawut

    Arman Harjo Perkenalkan Gabungan Hip-hop dan Koplo di Single Berjudul Mawut

    JAKARTA – Rapper asal Yogyakarta, Arman Harjo memperkenalkan single terbaru dengan judul “Mawut”. Lagu ini hadir sebagai proyek kolaborasi bersama GFRN, dengan memadukan musik hip-hop dengan koplo.

    Dengan memadukan dua genre berbeda, Arman yang menulis sendiri single-nya kali ini, ingin menciptakan atmosfer yang penuh energi, jenaka, dan menggelitik.

    Adapun, istilah ‘mawut’ yang berasal dari bahasa Jawa, memiliki arti ‘tumpah’ – sebuah ajakan untuk menumpahkan segala penat, beban, dan kesumpekan hidup lewat irama koplo.

    Lirik “Mawut” memotret keseharian masyarakat yang sering kali dianggap berada di kelas bawah. Namun, alih-alih menyampaikan dengan nada kelam atau berat, Arman memilih pendekatan yang ringan, sedikit nakal, namun tetap tajam.

    “Musik ini saya dedikasikan untuk semua orang yang lagi butuh pelarian dari penatnya hidup. Kita joget dulu, biar tumpah semua bebannya,” kata Arman mengenai pesan dalam lagunya.

    Adapun, kehadiran GFRN – nama panggung dari Achmad Gufron – ditujukan untuk menjadikan karya ini tak hanya asik didengar, namun juga menggoda untuk menjadi teman joget.

    Dengan memperkenalkan “Mawut”, Arman tak hanya memperkaya warna musik hip-hop di Indonesia, tapi juga membuktikan bahwa genre ini bisa bersanding mesra dengan elemen musik lokal seperti koplo.

    Sebagai informasi, single kolaborasi Arman Harjo dengan GFRN yang berjudul “Mawut” sudah dapat didengar di berbagai platform musik digital.

    Arman Harjo (Ist)

  • 7
                    
                        Kasus Bisnis Sampah Ilegal di Kulon Progo, Pelaku Raup Untung Rp 700.000 dari Tiap Truk yang Bawa Sampah dari Yogyakarta-Sleman 
                        Yogyakarta

    7 Kasus Bisnis Sampah Ilegal di Kulon Progo, Pelaku Raup Untung Rp 700.000 dari Tiap Truk yang Bawa Sampah dari Yogyakarta-Sleman Yogyakarta

    Kasus Bisnis Sampah Ilegal di Kulon Progo, Pelaku Raup Untung Rp 700.000 dari Tiap Truk yang Bawa Sampah dari Yogyakarta-Sleman
    Tim Redaksi
    KULON PROGO, KOMPAS.com
    – Seorang pria berinisial YS (39) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengelolaan sampah ilegal di Kabupaten
    Kulon Progo
    , Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
    YS diduga meraup keuntungan sebesar Rp 700.000 untuk setiap truk yang membawa
    sampah dari Yogyakarta
    dan Sleman ke lahan miliknya di Padukuhan Sawahan, Kalurahan Banaran, Kapanewon Galur.
    Kasatreskrim Polres Kulon Progo, Iptu Andriana Yusuf, menjelaskan bahwa YS tidak melengkapi perizinan yang diperlukan untuk pengelolaan sampah tersebut.
    “Kami telah berkoordinasi dengan Dinas DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Dari sana dikatakan, itu memang ilegal dalam hal pengelolaan sampah,” ungkap Yusuf, Senin (10/2/2025).


    Sampah yang dibawa YS berasal dari berbagai hotel di Yogyakarta dan Sleman, serta sebagian merupakan sampah rumah tangga.
    Dalam keterangannya kepada polisi, YS mengakui bahwa dirinya mengirimkan sampah dengan biaya yang telah disepakati dalam MoU.
    YS memulai pengelolaan sampah di lahan seluas 500 meter persegi yang sebelumnya merupakan bekas penumpukan tambang pasir.
    Ia melakukan pemusnahan sampah dengan cara dibakar.
    Namun, bisnisnya ini menuai polemik di kalangan warga dan perangkat desa, yang merasa resah dengan aktivitas tersebut.
    Akibatnya, polisi turun tangan untuk menutup lokasi penampungan dan pengelolaan sampah milik YS.
    Polisi telah memasang garis polisi di lokasi dan menyita beberapa barang bukti, termasuk satu alat berat merek Kobelco, satu alat pembakaran, solar, serta sampel sampah.
    YS dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang mengatur bahwa pengelolaan sampah tanpa izin dapat dikenakan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 10 tahun.
    Polisi masih bekerja sama dengan DLH untuk penanganan lebih lanjut.
    Polisi memproses pelanggaran hukum YS, sementara DLH menangani sampah dan pencemaran yang diakibatkan tempat pembuangan. DLH juga menutup lubang sampah
    YS tidak ditahan. Pasalnya, warga dan YS sepakat untuk menangani sampah agar tidak terjadi pencemaran udara.
    “Tapi proses hukum tetap berlanjut,” kata Yusuf.
    Sebelumnya, YS mengungkapkan bahwa ia berniat membangun bisnis pengolahan sampah yang meliputi pemilahan untuk dijual kembali.
    Ia mengaku terdesak keadaan setelah usaha penumpukan pasirnya mengalami kebangkrutan.
    “Saya terpuruk,” ungkap YS dalam kesempatan sebelumnya.
    Polisi saat ini masih bekerja sama dengan DLH untuk penanganan lebih lanjut, sementara DLH menangani sampah dan pencemaran yang diakibatkan oleh tempat pembuangan yang dikelola YS.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.