provinsi: Aceh

  • Sentilan Prabowo untuk Bupati Aceh Selatan yang Umrah di Tengah Bencana

    Sentilan Prabowo untuk Bupati Aceh Selatan yang Umrah di Tengah Bencana

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto menyentil Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang pergi umrah tanpa izin saat wilayahnya terdampak bencana. Tak tanggung-tanggung, Prabowo meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memproses Mirwan.

    Dirangkum detikcom, Senin (8/12/2025), Mirwan MS berangkat umrah bersama keluarga di tengah bencana melanda daerahnya. Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem pun marah besar.

    “Sudah tidak saya teken, walaupun Mendagri yang teken ya sudah itu terserah sama dia. Kami tidak teken untuk sementara waktu jangan pergi, dia pergi juga, terserah,” katanya dengan nada tinggi di Lanud Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, dilansir detikSumut, Jumat (5/12).

    Mirwan Dipecat dari Ketua DPC Gerindra

    Tak lama kemudian, Gerindra mengambil langkah terhadap Mirwan yang merupakan kadernya. Sekjen Gerindra Sugiono menegaskan partai memecat Mirwan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan.

    “Tadi saya dilaporkan mengenai bupati Aceh Selatan yang juga merupakan Ketua DPC Gerindra Kabupaten Aceh Selatan. Sangat disayangkan sikap dan kepemimpinan yang bersangkutan,” kata Sugiono kepada wartawan, Jumat (5/12).

    “Oleh karena itu DPP Gerindra memutuskan untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan,” ujarnya.

    Prabowo Sentil Mirwan

    Perihal itu pun ternyata menuai reaksi Prabowo. Prabowo menyentil Mirwan berangkat umrah saat wilayah tengah dilanda banjir.

    Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam ratas percepatan penanganan bencana di Sumatera, Minggu (7/12). Dalam ratas ini hadir menteri di jajaran Kabinet Merah Putih.

    Menteri yang hadir itu di antaranya Menko PMK Pratikno, Mensesneg Prasetyo Hadi, Menlu Sugiono, Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, Mensos Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri PKP Maruarar Sirait, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri PU Dody Hanggodo, Mendagri Tito Karnavian, Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Seskab Teddy Indra Wijaya.

    Hadir pula Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, KSAD TNI Jenderal Maruli Simanjuntak, KSAL TNI Laksamana Muhammad Ali, KSAU TNI Marsekal Tonny Harjono, Kepala BNPB Letjen Suharyanto, Dirut PLN Darmawan Prasodjo.

    Prabowo mulanya menyapa para bupati di daerah yang terdampak bencana di Sumatera. Prabowo menyemangati para kepala daerah untuk terus berjuang demi rakyat.

    “Hadir semua bupati, terima kasih ya para bupati kalian yang terus berjuang untuk rakyat memang kalian dipilih untuk menghadapi kesulitan,” kata Prabowo saat menyapa para bupati yang hadir secara virtual.

    Prabowo lalu menyinggung Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang ‘lari’ saat bencana melanda wilayah Aceh Selatan. Prabowo meminta Tito Karnavian memproses Mirwan.

    “Kalau yang mau lari lari aja nggak apa-apa , dicopot Mendagri bisa ya diproses,” ujar Prabowo.

    “Itu kalau tentara namanya desersi itu dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah aduh itu tidak bisa tuh sorry tuh, saya nggak mau tanya partai mana,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/zap)

  • TNI Kirim 10 Mobil Pemurni Air untuk Bantu Penuhi Kebutuhan Air Bersih Warga di Pengungsian
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Desember 2025

    TNI Kirim 10 Mobil Pemurni Air untuk Bantu Penuhi Kebutuhan Air Bersih Warga di Pengungsian Nasional 8 Desember 2025

    TNI Kirim 10 Mobil Pemurni Air untuk Bantu Penuhi Kebutuhan Air Bersih Warga di Pengungsian
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – TNI mengerahkan 10 kendaraan reverse osmosis (RO) untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga di terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
    “Di tiga provinsi ini, kami melihat sangat dibutuhkan air bersih. Sehingga dalam hal ini
    TNI
    telah mengerahkan 10 unit mobil RO yang tergelar di tiga provinsi,” kata Wakil Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Osmar Silalahi, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (7/12/2025), melansir
    Antara
    .
    Ia menjelaskan, tujuh unit mobil RO ditempatkan di Aceh, sementara dua lainnya di Sumatera Barat, dan satu di Sumatera Utara.
    Pengerahan ini dilakukan setelah pimpinan TNI mengecek langsung lokasi bencana dan mendengarkan kebutuhan masyarakat di tempat pengungsian.
    “Kami melihat secara langsung bahwasannya kehadiran mobil RO ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Mereka dapat mengambil air minum di mobil RO tersebut, kemudian dapat mengonsumsinya secara langsung, ini sangat membantu,” ujarnya.

    Selain mobil RO, para
    pengungsi
    juga membutuhkan makanan siap santap. Oleh karenanya, TNI membangun dapur umum dan mengoperasikan 30 dapur lapangan di lokasi pengungsian.
    Dapur lapangan ini tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat terdampak bencana, namun juga turut membantu kebutuhan makanan siap santap bagi petugas dan relawan dari berbagai instansi yang melakukan operasi kemanusiaan di lokasi bencana.
    “(Dapur lapangan ini) sangat membantu masyarakat maupun petugas-petugas yang melaksanakan operasi kemanusiaan ini,” tutur dia.
    Ia menambahkan pos kesehatan juga mendapat perhatian khusus dari jajaran pimpinan TNI yang memerintahkan didirikannya 6 pos kesehatan di Aceh, 11 pos kesehatan di Sumatera Utara, dan 16 pos kesehatan di Sumatera Barat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • TNI AL kerahkan 14 KRI dan ribuan prajurit dalam operasi penanganan serta bantuan bencana alam di Sumatera

    TNI AL kerahkan 14 KRI dan ribuan prajurit dalam operasi penanganan serta bantuan bencana alam di Sumatera

    Minggu, 7 Desember 2025 16:49 WIB

    Prajurit Marinir TNI AL mengeluarkan perahu karet dari KRI dr Soeharso-990 saat tiba di Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, Aceh, Minggu (7/12/2025). KRI dr Soeharso tiba di Aceh setelah berlayar selama tujuh hari dan merupakan bagian dari pengerahan TNI AL dalam operasi pendistribusian, penanganan, dan bantuan bencana alam di Sumatera yang melibatkan 14 KRI, 3.752 prajurit, lima helikopter, dan dua pesawat cassa. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.

    KRI dr Soeharso-990 TNI AL bersandar di Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, Aceh, Minggu (7/12/2025). KRI dr Soeharso tiba di Aceh setelah berlayar selama tujuh hari dan merupakan bagian dari pengerahan TNI AL dalam operasi pendistribusian, penanganan, dan bantuan bencana alam di Sumatera yang melibatkan 14 KRI, 3.752 prajurit, lima helikopter, dan dua pesawat cassa. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.

    Prajurit Yonkes 1 Marinir TNI AL menyiapkan kasur dan alat medis di KRI dr Soeharso-990 saat tiba di Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, Aceh, Minggu (7/12/2025). KRI dr Soeharso tiba di Aceh setelah berlayar selama tujuh hari dan merupakan bagian dari pengerahan TNI AL dalam operasi pendistribusian, penanganan, dan bantuan bencana alam di Sumatera yang melibatkan 14 KRI, 3.752 prajurit, lima helikopter, dan dua pesawat cassa. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 9
                    
                        Prabowo Tegaskan HGU Bisa Dicabut demi Hunian Sementara Warga Terdampak Bencana
                        Nasional

    9 Prabowo Tegaskan HGU Bisa Dicabut demi Hunian Sementara Warga Terdampak Bencana Nasional

    Prabowo Tegaskan HGU Bisa Dicabut demi Hunian Sementara Warga Terdampak Bencana
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    — Presiden Prabowo Subianto mengatakan, hak guna usaha (HGU) yang diberikan pemerintah bisa dicabut sementara untuk memenuhi kebutuhan lahan demi pembangunan hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
    “Kalau perlu HGU-HGU bisa dicabut sementara, dikurangi. Ini kepentingan rakyat yang lebih penting. Lahan harus ada,” tegas Presiden
    Prabowo
    saat rapat koordinasi penanganan bencana di Aceh, Minggu (7/12/2025), dalam keterangan tertulis.
    Instruksi ini muncul setelah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (
    BNPB
    ) Suharyanto melaporkan bahwa salah satu kendala pembangunan
    huntara
    dan hunian tetap (huntap) adalah ketersediaan lahan dari pemerintah daerah.
    “Kepala daerah harus menyiapkan lahan. Pemerintah pusat yang membangun, Pak Presiden. Nah, lahannya ini kadang-kadang yang agak bermasalah lama,” ujar Suharyanto dalam paparannya.
    Menurut Prabowo, negara harus hadir dan memberikan solusi cepat atas persoalan yang dihadapi masyarakat. Kepala Negara juga menegaskan bahwa kebutuhan rakyat adalah prioritas tertinggi.
    “Saya kira lahannya harusnya ada. Nanti koordinasi pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, semua K/L, terutama ATR, kehutanan, ATR-BPN dicek semua,” kata Prabowo.
    Dalam penjelasannya, Kepala BNPB menyampaikan bahwa huntara dirancang untuk menjadi tempat tinggal yang jauh lebih layak dibanding tenda-tenda pengungsian. Setiap unit diperuntukkan bagi satu keluarga.
    “Luasnya tipe 36, Pak Presiden. Delapan kali lima. Daripada mereka tinggal di tenda, lebih representatif mereka tinggal di
    hunian sementara
    ,” kata Suharyanto.
    Prabowo lalu menanyakan detail spesifikasi dan biaya konstruksi.
    “Harganya berapa?” tanya Presiden.

    “Sekitar Rp 30 juta, Pak Presiden, satu hunian sementara,” jawab Suharyanto, sembari menegaskan bahwa unit tersebut sudah dilengkapi fasilitas dasar.
    “Ada WC, kamar mandi, siap di dalam satu (unit),” jelasnya.
    Prabowo menilai harga ini relatif efisien.
    BNPB juga menjelaskan bahwa huntara dirancang digunakan maksimal satu tahun sebelum warga dipindahkan ke hunian tetap (huntap). Namun bisa lebih lama bila ketersediaan lahan terhambat.
    “Konsep kita hunian sementara tidak lebih dari satu tahun, kecuali beberapa kejadian karena pembagian tugasnya kepala daerah harus menyiapkan lahan,” kata Suharyanto.
    BNPB menegaskan bahwa proses pembangunan huntara dapat dipercepat menggunakan Satgas TNI–Polri, sebagaimana pengalaman sebelumnya di Lewotobi.
    “Satgas Kodam IX/Udayana memindahkan 8.000 KK… semuanya masuk ke huntara, membangunnya enam bulan, Pak Presiden,” ujar Suharyanto.
    Prabowo langsung merespons dengan instruksi percepatan.
    “Kalau bisa lebih cepat ya? Kalau bisa lebih cepat dari 6 bulan ya?” ujar Presiden.
    Selain huntara tipe rumah keluarga, BNPB juga menyiapkan opsi model barak apabila lahan sangat terbatas. Namun apabila tanah cukup, satu keluarga dapat dialokasikan lahan 8×10 meter yang memudahkan integrasi antara huntara dan pembangunan huntap di fase berikutnya.
    Menutup pembahasan, Prabowo kembali menegaskan agar semua kementerian dan lembaga mempercepat penyediaan lahan tanpa terkendala.
    Ia juga membuka opsi pemanfaatan desain fabrikasi bertingkat untuk menghemat ruang, bila diperlukan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo dan Makna 2 Kali Kunjungi Rakyat Aceh

    Prabowo dan Makna 2 Kali Kunjungi Rakyat Aceh

    Jakarta, Beritasatu.com – Dalam dua pekan terakhir, Presiden Prabowo Subianto sudah menginjakkan kakinya dua kali di Aceh. Kunjungan pertama Prabowo di Serambi Makkah itu terjadi pada Selasa (25/12/2025) dan kedua pada Minggu (7/12/2025).

    Kunjungan kedua itu bukan sekadar meninjau kerusakan wilayah yang terdampak banjir bandang dan longsor, khususnya di Bireuen, Aceh, tetapi melihat secara langsung progres penanganan bencana.

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan alasan Prabowo dua kali mengunjungi Aceh. Ia mengaku, Aceh merupakan salah satu provinsi dengan kabupaten yang paling banyak terdampak bencana banjir Sumatera.

    Menurut Pras, panggilan akrab Prasetyo, presiden juga memimpin langsung rapat koordinasi di Posko Terpadu Penanganan Bencana Alam Aceh, Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh, Minggu malam. 

    “Setelah 10 hari, beberapa daerah di Aceh memang kondisinya belum (sebaik, red.) sebagaimana kabupaten-kabupaten (di dua provinsi, red.) yang lain,” kata Prasetyo Hadi.

    Hapus Utang KUR

    Salah satu keputusan terbesar yang diumumkan Prabowo adalah penghapusan utang kredit usaha rakyat (KUR) untuk petani yang sawahnya rusak. Ia menegaskan keadaan tersebut sepenuhnya merupakan bencana alam, bukan kelalaian atau kesalahan petani. Terkait hal itu, pemerintah mengambil alih seluruh dampak ekonomi yang ditimbulkan.

    “Ini keadaan terpaksa, force majeure. Utang-utang KUR akan kita hapus. Petani tidak perlu khawatir,” ujarnya saat meninjau Jembatan Bailey Teupin Mane yang menjadi salah satu akses vital di kawasan tersebut.

    Keputusan ini disambut hangat para petani yang selama berminggu-minggu dihantui kecemasan akibat kerusakan lahan dan tanggung jawab kredit yang masih berjalan. Prabowo menegaskan, negara hadir untuk mengurangi beban rakyat di tengah kondisi sulit.

    Rehabilitasi Sawah dan Bendungan

    Selain urusan kredit, presiden juga memastikan pemerintah akan mempercepat pemulihan lahan pertanian. Banyak bendungan dan irigasi yang jebol akibat derasnya arus banjir. Tanpa perbaikan cepat, proses tanam padi bisa terhenti dan berdampak pada ketahanan pangan daerah.

    Prabowo mengatakan Kementerian PUPR akan bergerak segera memperbaiki sarana pertanian yang rusak. Rehabilitasi sawah yang terdampak turut diprioritaskan agar petani dapat kembali berproduksi dalam waktu dekat. “Kalau sawahnya rusak, kita bantu perbaiki. Petani tidak usah cemas, semua akan kita tangani,” tegasnya.

    Di tengah kerusakan lahan pertanian, Prabowo memastikan akses pangan untuk masyarakat Aceh tetap aman. Selama produksi lokal belum kembali normal, pemerintah akan mengirim suplai dari daerah-daerah yang tidak terdampak bencana.

    “Kita punya cadangan pangan yang cukup. Kita kirimkan sampai kondisi kembali pulih,” ucapnya.

    Listrik Aceh Menyala 93%

    Selain infrastruktur pertanian, pemulihan aliran listrik juga menjadi fokus utama Prabowo. Ia mendapatkan laporan langsung dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang menyebutkan hingga Minggu malam, 93% wilayah Aceh sudah siap kembali dialiri listrik.

    Dalam percakapan singkat yang terekam media, Prabowo menanyakan kondisi listrik dengan nada penuh perhatian. “Lampu menyala sudah cepat?” tanya Prabowo.
    “Malam ini nyala, Pak, semua,” jawab Bahlil.

    Perbaikan 477 Kerusakan

    Sementara itu, Kementerian PU menegaskan pemulihan konektivitas jalan dan jembatan di Aceh menjadi prioritas utama. Dari 477 lokasi bencana, kerusakan terbesar terjadi pada tanggul kritis dan jalan nasional. Sebanyak 30 ruas jalan nasional dan 15 jembatan nasional mengalami kerusakan berat.

    “Kami memastikan pemulihan akses utama di Aceh menjadi prioritas. Tim di lapangan bergerak maksimal, termasuk pemasangan jembatan bailey dan pembersihan material longsoran,” ujar Menteri PU Dody Hanggodo dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (7/12/2025).

    Hingga kini, penanganan darurat telah mencapai 48,34%. Sejumlah jalan strategis sudah kembali bisa dilalui, seperti Banda Aceh-Meureudu, Lhokseumawe-Langsa, dan Kuala Simpang-Perbatasan Sumut.

    Untuk percepatan, jembatan bailey sedang dipasang di Teupin Mane, Alue Kulus, Enang-enang, Weihni Rongka, hingga Timang Gajah. Sebagian material sudah tiba di lokasi, sisanya dalam proses mobilisasi.

    Kerusakan juga menghantam infrastruktur air minum dan permukiman. Sebanyak 20 SPAM di 10 kabupaten/kota terdampak, termasuk instalasi pengolahan air di Kota Langsa, mengalami kerusakan. Fasilitas sanitasi masyarakat seperti TPS3R dan Sanimas pun tak luput dari dampak.

    Kementerian PU mengerahkan alat berat seperti 41 ekskavator dan 25 dump truck, serta berbagai logistik darurat untuk mendukung percepatan penanganan.

    Apresiasi Semua Pihak

    Di tengah berbagai tantangan, Prabowo menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah bekerja keras, mulai dari pemda, relawan, hingga aparat TNI-Polri. Menurutnya, kolaborasi semacam ini menjadi kunci mempercepat pemulihan Aceh.

    “Saya lihat semua instansi bekerja dengan baik. Ini contoh kolaborasi yang harus kita jaga,” ungkapnya.

    Dengan beragam langkah cepat ini, pemerintah menegaskan komitmen penuh untuk memulihkan Aceh secara menyeluruh. Mulai dari ekonomi petani, listrik, pangan, jalan nasional, hingga layanan dasar, semuanya dipastikan bergerak secara paralel. Harapannya, masyarakat Aceh dapat segera bangkit dan kembali menjalani kehidupan yang aman serta produktif.

  • Prabowo dan Makna 2 Kali Kunjungi Rakyat Aceh

    Peringatkan Pejabat, Prabowo: Jangan Cari Untung dari Bencana Sumatera

    Jantho, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto memperingatkan para menteri hingga kepala daerah agar tidak terjadi penyelewengan pada semua entitas pemerintahan, terutama jika ada pihak yang memanfaatkan bencana banjir dan longsor di Sumatera untuk memperkaya diri.

    Peringatan itu disampaikan Prabowo saat memimpin rapat terbatas mengenai penanganan dan pemulihan bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang digelar di Jantho, Aceh Besar setelah ia meninjau langsung kondisi terdampak banjir dan longsor di sejumlah lokasi di Aceh.

    “Saya tidak mau ada pihak-pihak yang menggunakan bencana ini untuk memperkaya diri. Saya akan sangat keras, jangan ada yang mencari keuntungan di tengah penderitaan rakyat,” kata Prabowo, mengutip Antara, Senin (8/12/2025). 

    Ia juga meminta kapolri hingga kepala daerah untuk mengawasi ketat jika ada potensi praktik penyelewengan dan siap memberikan sanksi tegas.

    “Jadi kepolisian dan pemerintah daerah semua periksa dan catat kalau ada yang nakal-nakal. Contohnya melipatgandakan harga dan sebagainya,” tegasnya. 

    Terkait penanganan bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh, Prabowo mengakui sejumlah tantangan masih ditemui di beberapa lokasi, terutama karena kondisi alam yang perlu tetap diwaspadai. 

    Meski demikian, pemerintah akan memastikan penanganan bencana dilakukan secara bertahap, terukur, dan berkelanjutan guna mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat pascabencana. 

  • BMKG Prakirakan Mayoritas Daerah Berpotensi Diguyur Hujan Hari Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Desember 2025

    BMKG Prakirakan Mayoritas Daerah Berpotensi Diguyur Hujan Hari Ini Nasional 8 Desember 2025

    BMKG Prakirakan Mayoritas Daerah Berpotensi Diguyur Hujan Hari Ini
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan sebagian besar wilayah Indonesia akan diguyur hujan dengan intensitas beragam pada Senin (8/12/2025), mulai dari hujan ringan, hujan sedang, hingga hujan disertai petir.
    Melansir
    Antara
    , prakirawan
    BMKG
    Medayu Bestari menyampaikan bahwa beberapa daerah di Indonesia bagian barat maupun timur tercatat memiliki potensi hujan yang perlu diantisipasi masyarakat.
    Medayu menyampaikan hujan disertai petir berpotensi terjadi di sejumlah kota, yakni Padang, Sumatera Barat; Jambi; Bengkulu; Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung; Bandar Lampung, Lampung; Semarang, Jawa Tengah; Tanjung Selor, Kalimantan Utara; Samarinda, Kalimantan Timur; dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
    “Sementara di wilayah timur, potensi serupa juga diperkirakan terjadi di Ternate, Maluku Utara, serta Merauke, Papua Selatan,” kata Medayu, Senin (8/12/2025).
    Berikutnya, ada pula potensi hujan dengan intensitas sedang yang diprakirakan turun di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau; serta di beberapa kota Indonesia timur seperti Mamuju, Sulawesi Barat, dan Kupang, Nusa Tenggara Timur.
    Lalu untuk kategori hujan ringan,
    cuaca
    diprakirakan terjadi di Medan, Sumatera Utara; Pekanbaru, Riau; Palembang, Sumatera Selatan; Bandung, Jawa Barat; Surabaya, Jawa Timur; Pontianak, Kalimantan Barat; dan Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
    Hujan ringan juga berpotensi mengguyur Denpasar, Bali; Makassar, Sulawesi Selatan; Palu, Sulawesi Tengah; Kendari, Sulawesi Tenggara; Gorontalo; Manado, Sulawesi Utara; Ambon, Maluku; Sorong, Papua Barat Daya; Nabire, Papua Tengah; Jayapura, Papua; serta Jayawijaya, Papua Pegunungan.
    Selain hujan, sejumlah kota juga diprakirakan mengalami cuaca berawan tebal, seperti Banda Aceh, Aceh; Serang, Banten; Jakarta; Yogyakarta; dan Mataram, Nusa Tenggara Barat. Adapun udara kabur diperkirakan terjadi di Manokwari, Papua Barat.
    BMKG lalu mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem serta rutin memperbarui informasi cuaca melalui situs www.bmkg.go.id dan aplikasi Info BMKG.
    “Pastikan untuk selalu memperbarui informasi cuaca melalui website bmkg.go.id dan media sosial kami di aplikasi Info BMKG,” kata Medayu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Kebut Pembangunan Jembatan Bailey di Bireun Aceh

    Prabowo Kebut Pembangunan Jembatan Bailey di Bireun Aceh

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto telah tiba di lokasi terdampak bencana di Aceh. Salah satu lokasi yang dikunjungi Prabowo dalam kunjungannya itu yakni pembangunan jembatan bailey di Kabupaten Bireuen, Aceh.

    Prabowo mengatakan pembangunan jembatan bailey ini bakal rampung dalam satu pekan. Setelah itu, pembangunan jembatan juga bakal dilakukan di tiga lokasi agar bisa menjangkau wilayah yang aksesnya sempat terputus akibat banjir.

    “Ya, saya kira kita lihat ya, salah satu jembatan yang mereka kerja terus diharapkan satu minggu sudah bisa buka dan dari sini bisa terus untuk membuka tiga jembatan lagi ya menuju Bener Meriah dan Takengon ke atas,” ujar Prabowo di Aceh, Minggu (7/12/2025). 

    Kemudian, Prabowo juga memastikan pembangunan jembatan ini akan dipercepat agar distribusi bantuan bisa mencapai seluruh wilayah Aceh yang terdampak banjir.

    “Kita lihat semua usaha kita kerahkan nanti semua jembatan kita perbaiki. Mudah-mudahan dua minggu ya kita kerja terus. Karena masalahnya adalah tembus ini baru kita bisa kerja,” imbuhnya.

    Di lain sisi, Prabowo telah menginstruksikan Kementerian atau Lembaga terkait agar memperbaiki bendungan yang rusak akibat bencana banjir ini. Selain itu, orang nomor satu di Indonesia ini menyatakan sawah-sawah yang terdampak juga akan direhabilitasi.

    Sementara sawah diperbaiki, Prabowo memastikan bahwa distribusi bantuan bahan pangan akan terus dikirim untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

    “Jadi, tadi dilaporkan bendungan-bendungan juga banyak nanti bapak ibu ya segera akan memperbaiki kemudian sawah-sawah yang rusak akan kita rehabilitasi dan sudah dilaporkan ke saya petani-petani gausah khawatir,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, jembatan bailey tengah dipasang di area sungai Teupin Mane, Aceh Bireuen. Jembatan menjadi salah satu titik kritis jalur darat penghubung Medan–Banda Aceh. 

    Jembatan bailey yang dipasang ini memiliki bobot sekitar 50 ton dan berfungsi sebagai jembatan sementara namun dapat difungsikan sebagai jembatan permanen dalam kondisi darurat.

  • Prabowo Soroti Irigasi yang Rusak Akibat Banjir Sumatera

    Prabowo Soroti Irigasi yang Rusak Akibat Banjir Sumatera

    Banda Aceh, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto menyoroti serius kerusakan masif pada jaringan irigasi dan ribuan hektare lahan pertanian sawah akibat banjir bandang yang melanda Aceh dan sekitarnya.

    Presiden meminta menteri pertanian, menteri pekerjaan umum dan jajaran pemerintah daerah untuk segera melakukan pendataan terperinci. Tujuannya agar proses pemulihan lahan pertanian dapat segera dimulai, mengingat pentingnya sektor pangan.

    Hal tersebut disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat memimpin rapat terbatas (ratas) di Aceh, menyusul kunjungan langsung ke lokasi terdampak di Bireuen dan Aceh Tengah pada Minggu (7/12/2025).

    Meskipun menaruh perhatian besar pada sektor pangan, Presiden Prabowo Subianto menegaskan, prioritas utama pemerintah adalah percepatan operasi penyelamatan dan pemulihan akses dasar di tiga provinsi yang terdampak, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Menurut Prambowo, pembukaan jalur darat yang terputus adalah kunci utama dalam penanganan bencana. Akses jalan darat sangat menentukan kelancaran distribusi logistik, pelayanan kesehatan darurat, hingga penyaluran energi ke wilayah terisolasi.

    “Begitu jalan darat tembus, semua akan lebih cepat. Kita harus mempercepat perbaikan jembatan dan ruas jalan yang rusak,” tegasnya dalam rapat.

    Saat ini, setidaknya terdapat tiga titik jalan nasional di Aceh yang masih terputus. Ini termasuk jembatan vital Teupin Mane yang menghubungkan Bireuen dengan Bener Meriah, serta ruas jalan antara Bireuen dan Aceh Utara.

    Presiden menggarisbawahi pentingnya langkah yang cepat, terukur, dan tepat sasaran. “Prioritas kita tetap penyelamatan masyarakat, serta memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi,” tambahnya.

    Laporan terbaru dari BNPB menyebutkan skala bencana ini sangat besar, dengan total korban meninggal di tiga provinsi mencapai 921 jiwa, sementara 392 orang masih dalam proses pencarian. Diperkirakan hampir satu juta warga saat ini masih sangat membutuhkan bantuan logistik dan kebutuhan dasar.

  • Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Desember 2025

    Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh Nasional 8 Desember 2025

    Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    PERISTIWA
    menyerahnya empat bupati di Aceh yang tidak sanggup menangani bencana banjir dan longsor cukup menarik perhatian publik.
    Bisa saja ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan para kepala daerah yang wilayahnya terdampak banjir dan longsor ini, apakah benar demikian adanya atau sekadar sindiran, kalau tidak mau disebut tamparan, terhadap pemerintah pusat.
    Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh merupakan bencana kedua terbesar di Aceh setelah tsunami 26 Desember 2004.
    Hingga tulisan ini selesai disusun, bencana telah merenggut 940 nyawa, 329 jiwa lainnya hilang dan 5.000 korban terluka.
    Bencana juga mengisolasi puluhan desa di berbagai kabupaten. Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menepis anggapan bahwa empat kepala daerah itu menyerah.
    Keempat kepala daerah tersebut, yaitu Bupati Aceh Utara Ismail A. Jalil, Bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, dan Bupati Aceh Tengah Haili Yoga.
    Mereka secara terbuka menyatakan ketidaksanggupan menangani darurat bencana ini melalui surat resmi yang ditujukan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto.
    Dari kacamata adminstrasi publik, pernyataan para kepala daerah ini bukan sekadar keluhan administratif, melainkan jeritan dari garis depan yang mengungkap celah struktural dalam sistem penanggulangan bencana nasional.
    Tito Karnavian merespons dengan menegaskan bahwa para bupati bukan menyerah total, melainkan tetap berupaya semampu mereka di tengah keterbatasan.
    Muncul pertanyaan, mengapa mereka sampai pada titik bernada putus asa ini? Apakah ini sindiran halus terhadap pemerintah pusat atau murni ketidakberdayaan? Apa implikasinya bagi tata kelola bencana di Indonesia?
    Ketidakberdayaan yang diungkapkan para bupati ini bukanlah fenomena baru dalam sejarah bencana Indonesia. Namun, dalam kasus Aceh, ia mencapai puncak yang mengkhawatirkan.
    Bupati Aceh Utara, misalnya, membandingkan banjir ini dengan tsunami 2004 yang legendaris, di mana kerusakan kali ini menjangkau 27 kecamatan, jauh lebih luas daripada wilayah pesisir yang terdampak dulu.
    Jalan terputus, jembatan ambruk, dan material longsor menumpuk mengakibatkan akses darat lumpuh total.
    Sementara itu, tiga bupati lainnya menghadapi situasi serupa, yakni longsor yang mengunci akses dari utara dan selatan, membuat distribusi bantuan justru menjadi mimpi buruk logistik.
    Fenomena “ketidakberdayaan” para kepala daerah ini mengingatkan “absurditas” Albert Camus dalam mitos Sisyphus yang sangat terkenal itu.
    Para bupati seperti Sisyphus yang mendorong batu ke puncak bukit, hanya untuk melihatnya berguling kembali.
    Mereka berjuang dengan sumber daya lokal yang terbatas, antara lain anggaran daerah yang tipis, minimnya peralatan darurat, dan tim SAR yang sudah kelelahan, di hadapan bencana yang skalanya melampaui kapasitas manusiawi.
    Menyerah memang bukan kekalahan, melainkan pengakuan atas absurditas situasi, mengapa harus mati-matian berpura-pura ketika realitas alam begitu nyata?
    Tentu saja ini bukan nihilisme, tetapi panggilan untuk solidaritas lebih besar, di mana individu (daerah) mengakui keterbatasan untuk membuka jalan bagi intervensi kolektif.
    Merujuk pada teori “ketergantungan”, dalam sistem dunia modern, Aceh sebagai periferi dalam struktur ekonomi-politik Indonesia, bergantung pada pusat (Jakarta) untuk sumber daya krusial seperti dana darurat, alat berat, dan koordinasi nasional.
    Ketidakberdayaan ini mencerminkan ketidakseimbangan struktural di mana daerah otonom dijanjikan kemandirian, tetapi dalam bencana, mereka tetap menjadi subordinate, bahkan terkesan dibiarkan seorang diri dan menderita.
    Apakah langkah keempat bupati Aceh ini semacam sindiran? Mungkin benar secara halus.
    Surat-surat yang mereka tulis dan ditujukan langsung kepada Presiden bisa dibaca sebagai kritik terhadap Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang masih sentralistik.
    BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) memegang kendali utama, sementara daerah hanya pelaksana lapangan.
    Atau, ini murni ketidakberdayaan akibat ketiadaan anggaran dan faktor eksternal seperti perubahan iklim yang memperburuk curah hujan, deforestasi hutan lindung di Aceh yang tak terkendali, dan lambannya respons pemerintah pusat.
    Dari perspektif sosiologi, para bupati kehilangan “modal simbolik”, yakni kemampuan untuk tampil sebagai pemimpin kuat karena struktur sosial yang menempatkan mereka di posisi lemah.
    Harus digarisbawahi bahwa mereka menyerah bukan karena malas, tetapi karena sistem yang gagal memberi mereka alat untuk bertahan.
    Bupati Aceh Utara secara eksplisit memohon intervensi Presiden Prabowo Subianto, menyoroti bahwa banjir ini telah “melebihi tsunami 2004.”
    Ini adalah seruan untuk deklarasi status darurat nasional, yang akan membuka akses ke dana cadangan negara, dukungan militer (seperti evakuasi udara TNI), dan bantuan internasional jika diperlukan.
    Lebih dalam, pesan ini adalah kritik terhadap desentralisasi yang setengah hati dengan jargon terkenal, “dilepas kepalanya tetapi dipegang ekornya”.
    Dengan kata lain, otonomi daerah memberikan tanggung jawab besar, tetapi tanpa dukungan finansial dan teknis yang memadai.
    Mereka, keempat kepala daerah itu, ingin menyuarakan dengan lantang bahwa bencana seperti ini adalah isu nasional, bukan regional apalagi lokal, terutama di Aceh yang masih trauma pasca-konflik dan rekonstruksi tsunami.
    Mendagri Tito merespons saat
    zoom meeting
    nasional, meminta daerah lain bahu membahu, tetapi ini terasa seperti pengalihan dengan satu pertanyaan besar; mengapa pusat tidak langsung turun tangan dengan skala penuh?
    Padahal, respons ideal pemerintah pusat harus mengikuti prinsip
    golden hour
    dalam penanggulangan bencana, yaitu aksi cepat dalam 72 jam pertama untuk meminimalkan korban yang notabene rakyat sendiri.
    Pertama, deklarasikan status darurat nasional sejak hari pertama, seperti yang dilakukan pada tsunami 2004, untuk memobilisasi BNPB, TNI, Polri, dan relawan secara masif.
    Kedua, prioritaskan evakuasi dan distribusi bantuan melalui jalur udara dan laut, mengingat akses darat lumpuh, gunakan helikopter untuk men-
    drop
    logistik dan tim medis.
    Ketiga, alokasikan dana darurat secara transparan, termasuk rekonstruksi infrastruktur seperti jembatan dan jalan, sambil mengintegrasikan pendekatan mitigasi jangka panjang seperti reboisasi dan sistem peringatan dini.
    Keempat, libatkan komunitas lokal dan NGO internasional untuk membangun resiliensi, bukan hanya sekadar respons reaktif.
    Apakah ada indikasi pemerintah pusat kewalahan dalam melakukan penangangan bencana Aceh, juga Sumatera Utara dan Sumatera Barat?
    Meski tidak diakui secara terbuka, jawabannya mungkin saja “ya”. Konferensi pers Tito Karnavian di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, misalnya, menunjukkan koordinasi sedang berjalan, tetapi jelas lambat.
    Hingga 6 Desember 2025, desa-desa masih terisolasi, dan korban hilang belum juga ditemukan.
    Pemerintah pusat tampak seolah-olah bergantung pada
    zoom meeting
    dan seruan solidaritas daerah lain, alih-alih intervensi langsung seperti
    deployment
    pasukan besar-besaran.
    Ini bisa jadi karena beban multi-bencana, yaitu banjir yang juga melanda Sumatera Utara dan Sumatera Barat, meski fokus pada Aceh.
    Atau keterbatasan anggaran di tengah prioritas lain seperti pembangunan IKN atau program andalan yang diusung pemerintahan saat ini?
    Namun, kewalahan ini bukan alasan. Ia adalah panggilan untuk reformasi sistem, di mana pusat tidak lagi menjadi pahlawan terakhir, melainkan mitra proaktif bagi daerah.
    Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani mengatakan, fenomena siklon tropis “Senyar” yang membawa hujan bulanan dalam tiga hari menjadi pemicu utama terjadinya bencana.
    Namun, seperti yang diungkap Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), akar masalahnya lebih dalam lagi, yakni deforestasi masif dan hilangnya fungsi hidrologis hulu sungai akibat eksploitasi hutan untuk lahan perkebunan sawit dan proyek PLTA.
    Pengamat menyebut bencana ini sebagai “dosa ekologis” yang membuat lahan tidak lagi mampu menahan air, memperparah banjir bandang. Bencana akibat ulah manusia sendiri.
    Manajemen BNPB seolah-olah tidak berfungsi karena terlambat bertindak dan tidak terkoordinasi.
    Penyebabnya bisa saja pengurangan anggaran BNPB, efisiensi ala pemerintahan baru, yang membuat sumber daya mengecil.
    Hasilnya? Akses jalan putus total di Tapanuli Tengah (50 km longsor), jembatan ambruk di Aceh Tamiang, dan desa-desa terisolasi seperti di Bener Meriah, yang hanya bisa dijangkau helikopter.
    Benar, manajemen seperti amburadul. Bukan karena alam semata, tetapi karena persiapan yang terkesan setengah hati.
    Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyebut situasi “mencekam”
    banjir Sumatera
    “hanya berseliweran di media sosial.”
    Pernyataan yang terlontar pada 28 November 2025, terdengar seperti mengecilkan duka, saat warga menderita terisolasi, listrik padam, telekomunikasi lumpuh serta melalui siang dan malam dikepung air yang meluap.
    Dalam situasi
    chaos
    seperti ini pemerintah seharusnya lebih meningkatkan komunikasi positif, bukan defensif.
    Komunikasi antarpejabat seperti
    zoom meeting
    nasional ala Mendagri Tito Karnavian terasa seperti formalitas, sementara bupati-bupati Aceh “menyerah” via surat karena tidak ada respons cepat.
    Namun di sisi lain, daerah juga sebaiknya transparan dan menyederhanakan birokrasi terkait pendistribusian aneka bantuan, baik yang berasal dari domestik maupun luar negeri yang diperuntukkan bagi masyarakat korban banjir.
    Dalam kondisi bencana luar biasa yang terjadi saat ini, ego sektoral dan kekakuan administratif, apalagi masih adanya niat ‘memainkan’ aneka bantuan tersebut justru hanya akan menambah penderitaan rakyat dan akhirnya akan merusak reputasi daerah itu sendiri ke depannya.
    Bencana Aceh 2025 bukan hanya tragedi alam, tetapi cermin kegagalan kolektif. Jika tidak diatasi dengan serius, “menyerah” akan menjadi norma baru bagi daerah-daerah pinggiran.
    Saatnya pemerintah pusat mendengar jeritan itu bukan sebagai keluhan, tetapi sebagai mandat untuk segera melakukan perubahan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.