provinsi: Aceh

  • Raja Dangdut Rhoma Irama Lelang Jas, Kopiah dan Sorban untuk Korban Banjir Sumatera: Laku Rp 45 Juta

    Raja Dangdut Rhoma Irama Lelang Jas, Kopiah dan Sorban untuk Korban Banjir Sumatera: Laku Rp 45 Juta

    Kepedulian masyarakat Bengkulu kembali tampak dalam gelaran Tabligh Akbar, doa bersama, dan penggalangan donasi bagi korban bencana alam di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Acara tersebut berlangsung di Halaman Masjid Raya Baitul Izzah, Senin (8/12), dengan menghadirkan H. Rhoma Irama sebagai penceramah utama. Dalam tausiyahnya, Rhoma menyampaikan pesan introspeksi, kepedulian, dan solidaritas antarsesama. 

    Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, dalam sambutannya mengingatkan bahwa Bengkulu merupakan daerah yang berada pada jalur ring of fire, sehingga rawan bencana.

    “Bengkulu berada di wilayah ring of fire. Karena itu, selain mitigasi di bumi, kita juga perlu mitigasi langit, melalui doa dan kepedulian untuk saudara-saudara kita,” ujar Helmi.

    Dia menegaskan, Pemerintah Provinsi Bengkulu tidak tinggal diam atas musibah yang menimpa provinsi-provinsi tetangga. 

    “Esok Subuh, insya Allah bantuan dari masyarakat Bengkulu akan diberangkatkan ke Aceh, Sumut, dan Sumbar. Kita ingin memastikan mereka tidak sendiri menghadapi cobaan ini,” tegasnya.

    Donasi yang dihimpun melalui Baznas Provinsi Bengkulu tercatat telah mencapai Rp 4,3 miliar, melampaui target awal Rp 3 miliar.

    “Ini bukti bahwa masyarakat Bengkulu berhati besar. Kita bantu dengan tenaga, doa, dan apa saja yang kita mampu,” lanjut Gubernur.

    Selain dana, Pemprov Bengkulu juga akan mengirimkan 100 unit ambulans ke wilayah terdampak untuk memperkuat layanan evakuasi dan penanganan darurat.

  • Isi Garasi Bupati Aceh Selatan yang Umrah saat Warganya Dilanda Bencana

    Isi Garasi Bupati Aceh Selatan yang Umrah saat Warganya Dilanda Bencana

    Jakarta

    Bupati Aceh Selatan Mirwan MS tengah menjadi sorotan. Mirwan pergi umrah saat bencana banjir dan tanah longsor melanda wilayahnya. Perjalanan itu dilakukan tanpa izin pemerintah daerah maupun pusat.

    Presiden Prabowo Subianto sampai menyentil Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang pergi umrah tanpa izin saat wilayahnya terdampak bencana. Prabowo menyinggung Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang ‘lari’ saat bencana melanda wilayah Aceh Selatan.

    Isi Garasi Mirwan

    Mengintip sisi otomotif Mirwan, Bupati Aceh Selatan ini memiliki beberapa kendaraan bermotor Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Mirwan terakhir kali menyampaikan LHKPN pada 1 Oktober 2024 sebagai calon bupati.

    Berdasarkan LHKPN-nya, Mirwan memiliki beberapa kendaraan. Di antaranya:

    Toyota Fortuner 2017 Hasil Sendiri senilai Rp 435 jutaDaihatsu Pick Up Tahun 2013 Hasil Sendiri senilai Rp 72 jutaMitsubishi Colt Diesel Dump Truck FE 74 Tahun 2008 Hasil Sendiri senilai Rp 185 jutaMitsubishi Colt Diesel Dump Truck FE SHD Tahun 2009 Hasil Sendiri senilai Rp 195 jutaToyota Fortuner VRZ 4×2 Tahun 2021 Hasil Sendiri senilai Rp 450 jutaToyota Rush 1.5S AT Tahun 2020 Hasil Sendiri senilai Rp 200 jutaToyota Rush 1.5S AT Tahun 2020 Hasil Sendiri senilai Rp 200 jutaToyota Rush 1.5S AT Tahun 2020 Hasil Sendiri senilai Rp 200 jutaToyota Camry 2.5 V AT Tahun 2019 Hasil Sendiri senilai Rp 400 juta.

    Selain itu, Mirwan memiliki kendaraan alat berat yaitu Komatsu Hydroulic Excavator PC 200-6 tahun 2007 senilai Rp 450 juta dan Komatsu Excavator VC 200/5 Tahun 2004 senilai Rp 260 juta. Jadi, total harta berupa alat transportasi dan mesin yang dimiliki mencapai Rp 3.047.000.000 (Rp 3 miliaran).

    Harta kekayaan Mirwan paling banyak berasal dari lima tanah dan bangunan senilai Rp 21.882.555.000. Lokasinya ada yang terletak di Jakarta Timur dan Aceh Barat Daya yang disebut merupakan hasil sendiri. Tercatat harta bergerak lainnya senilai Rp 321.400.000, kas dan setara kas Rp 223.015.622, serta harta lainnya Rp 710.000.000.

    Total kekayaan Mirwan sebenarnya tercatat sebesar Rp 26.183.970.622, namun dikurangi kepemilikan utang Rp 225.000.000 sehingga menjadi Rp 25.958.970.622.

    Lihat Video ‘Sindiran Prabowo ke Bupati Aceh Selatan yang ‘Lari’ dari Bencana’:

    (rgr/din)

  • Prabowo Subianto Malu Punya Kader Seperti Bupati Aceh Selatan Mirwan MS

    Prabowo Subianto Malu Punya Kader Seperti Bupati Aceh Selatan Mirwan MS

    GELORA.CO  – Presiden RI Prabowo Subianto merasa malu punya kader seperti Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang pergi umroh di tengah bencana banjir. 

    Rasa malu itu disampaikan Prabowo Subianto secara tersirat saat memimpin rapat penanganan bencana di Banda Aceh, Minggu (7/12/2025).

    Awalnya Ketua Umum Partai Gerindra itu menyindir Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang ketahuan pergi umroh pada 2 Desember 2025. 

    Mirwan MS kedapatan pergi umroh saat wilayahnya tengah diterpa bencana banjir. 

    Parahnya lagi, sebelumnya Mirwan MS mengeluarkan surat ketidaksanggupan menangani bencana yang ditembuskan kepada Gubernur Aceh. 

    Hal itu bagi Prabowo merupakan bentuk lari dari tanggung jawab seorang pemimpin. 

    Kata Prabowo, dalam militer sikap bupati yang keluar negeri di tengah bencana sama saja dengan desersi militer. 

    Di mana seorang prajurit menolak tugas dari atasannya. 

    Prabowo lantas menyinggung asal muasal partai Mirwan MS. 

    Padahal, Mirwan MS sebenarnya merupakan Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan.

    Belakangan, Sekjen Gerindra Sugiono sudah mencopot Mirwan dari jabatannya.

    Prabowo mengaku tidak mau bertanya dari mana asal partai Mirwan MS.

    “Saya enggak mau tanya partai mana itu,” ucap Prabowo.

    Kemudian Sugiono dengan cepat menimpali bahwa Mirwan MS sudah dipecat dari Gerindra.

    “Sudah saya pecat,” timpal Sugiono.

    Sebelumnya Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS diduga nekat pergi umrah di tengah banjir Sumatra yang terjadi akhir tahun 2025. 

    Foto-foto keberadaan Mirwan MS di tanah suci Mekkah, Arab Saudi pun sempat dibagikan akun Instagram sebuah travel umrah. 

    Terlihat Politisi Partai Gerindra itu pergi umrah bersama istri Devina Fisah pada Selasa (2/12/2025) di saat wilayahnya terkena bencana. 

    Lebih miris lagi, sebelum berangkat umrah, Mirwan MS mengeluarkan surat resmi yang menyatakan ketidaksanggupan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan dalam menangani tanggap darurat banjir dan longsor yang melanda 11 kecamatan.

    Mirwan MS belum konfirmasi isu tersebut. Di instagramnya dia hanya mengunggah video empat hari lalu saat mengunjungi salah satu titik banjir di Aceh Selatan. 

    Kolom komentar Mirwan pun dipenuhi hujatan masyarakat yang kecewa dengan pilihannya meninggalkan wilayah di tengah bencana

  • Ya Nggak Apa-Apa, Saya Maafkan

    Ya Nggak Apa-Apa, Saya Maafkan

    GELORA.CO  – Menteri Koordinator bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas, menanggapi santai tudingan yang mengaitkan dirinya sebagai penyebab sejumlah bencana yang terjadi di wilayah Sumatera.

    Alih-alih tersinggung, Zulhas justru menegaskan bahwa dirinya memaklumi berbagai tuduhan tersebut. 

    Dia menyampaikan, ketika bencana longsor dan banjir terjadi di Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Sumatera Utara, justru dirinya disalahkan.

    Bahkan, dikait-kaitkan dengan isu yang terjadi jauh dari pusat bencana, yakni di Taman Nasional Tesso Nilo, Provinsi Riau. 

    “Yang dipermasalahkan kepada Zulkifli Hasan Tesso Nilo. Itu di Provinsi Riau, sementara ini Provinsi Riau tidak ada bencana apa pun,” kata Zulhas dalam acara Group Conference 2025 di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (8/12). 

    Lebih jauh, ia bahkan menyebut dirinya ikut disalahkan atas kejadian di luar negeri, seperti Thailand dan Malaysia. Terkait sejumlah tudingan itu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyatakan tak apa-apa, dan ia sudah memaafkan. 

    “Tapi bencana itu yang salah Zulkifli Hasan, termasuk di Thailand dan Malaysia. Ya gak apa-apa, saya maafkan, gak apa-apa,” tegasnya. 

    Pada kesempatan yang sama, Zulhas juga menyampaikan duka mendalam atas bencana alam yang melanda sejumlah daerah di Sumatera, mulai dari Aceh, Sumatera Utara hingga Sumatera Barat. Ia menegaskan bahwa cobaan berat ini menjadi duka bersama seluruh bangsa. 

    “Hari-hari ini, hari yang cukup berat bagi bangsa Indonesia bencana alam menimpa saudara-saudara kita di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat menyesalkan duka yang kita rasakan bersama,” ujar Menko Zulhas. 

    Zulhas menuturkan bahwa tidak ada ungkapan yang mampu menggambarkan rasa kehilangan dan pedih yang dialami masyarakat di wilayah terdampak.

    Ia menekankan bahwa dalam situasi sulit ini, negara dan seluruh elemen bangsa tidak akan membiarkan siapapun berjuang sendirian. 

    “Tidak ada kata yang cukup untuk menggambarkan rasa sedih dan pedih yang dialami saudara-saudara kita di sana. Di tengah cobaan besar ini, kita tidak meninggalkan siapapun,” jelasnya

  • Pemandangan Tragis di Masjid Darul Mukhlisin Aceh Tamiang Pascabanjir

    Pemandangan Tragis di Masjid Darul Mukhlisin Aceh Tamiang Pascabanjir

    Aceh Tamiang, Beritasatu.com – Masjid Darul Mukhlisin di Desa Menang Gini, Tanjung Karang, Aceh Tamiang memperlihatkan pemandangan tragis karena masjid dikelilingi hamparan kayu gelondongan raksasa pascabanjir bandang yang menghantam wilayah salah satu kabupaten di Aceh tersebut. 

    Berdasarkan pantauan langsung Beritasatu.com di lokasi pada Senin (8/12/2025) sore, terlihat jelas tumpukan kayu memenuhi seluruh halaman masjid hingga menutup jalur masuk dan merusak sejumlah fasilitas di sekitarnya.

    Menurut pengakuan warga tumpukan kayu gelondongan itu datang bersama arus banjir yang menghantam pemukiman dan fasilitas umum di Aceh Tamiang. Kayu-kayu berdiameter besar terbawa dari arah hulu, sebelum akhirnya terhenti di kawasan masjid yang berada pada jalur aliran banjir.

    Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya menuturkan, volume kayu yang terseret mencapai puluhan kubik. Mereka tak menyangka kayu sebesar itu bisa terbawa air hingga masuk ke area kompleks masjid.

    Kondisi serupa juga terjadi di bangunan pondok pesantren Darul Mukhlisin  yang berdampingan dengan masjid. Sejumlah bagian bangunan mengalami kerusakan akibat hantaman kayu gelondongan yang terseret arus. Air bah juga sempat menggenangi area tersebut sebelum perlahan surut.

    Hingga berita ini diturunkan, kayu-kayu tersebut belum bisa dievakuasi karena volumenya terlalu besar untuk dipindahkan secara manual. Penanganan membutuhkan alat berat, sementara sebagian peralatan masih difokuskan pada pembukaan akses jalan yang rusak di beberapa lokasi. 

    Banjir bandang yang menerjang Aceh Tamiang sebelumnya merusak puluhan rumah, mengganggu aktivitas warga, dan menyisakan kayu, lumpur, hingga reruntuhan bangunan. Masjid Darul Mukhlisin menjadi salah satu bentuk nyata dari wilayah paling terdampak yang sekarang menyisakan pemandangan tragis pascabencana banjir dan longsor yang menerjang Sumatera. 

  • Distribusi Bantuan ke Daerah Terisolasi di Aceh Dioptimalkan via Udara

    Distribusi Bantuan ke Daerah Terisolasi di Aceh Dioptimalkan via Udara

    Banda Aceh, Beritasatu.com – Pemerintah Aceh memastikan optimalisasi penyaluran distribusi logistik ke seluruh kabupaten/kota yang terdampak bencana banjir dan longsor. Prioritas utama logistik, khususnya pangan dan obat-obatan ini dilakukan melalui jalur udara untuk menjangkau daerah-daerah yang terisolasi.

    Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh M Nasir menjelaskan Pemerintah Aceh telah menjalin kerjasama erat dengan berbagai pihak, termasuk BNPB, Kodam Iskandar Muda, dan Polda Aceh untuk mempercepat dan memastikan bantuan tiba tepat sasaran.

    Menurutnya, fokus penanganan logistik meliputi penyaluran bantuan menyeluruh ke semua daerah yang terdampak banjir dan longsor. Distribusi logistik, meliputi pangan dan obat-obatan, diprioritaskan via udara untuk menjangkau wilayah yang terisolasi akibat akses darat terputus. 

    “Distribusi ini kita fokuskan di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Kota Langsa. Di daerah tersebut kita sudah mendirikan tenda-tenda darurat, dapur umum serta posko-posko layanan medis,” ujar Nasir di Ruang Setda Kantor Gubernur Aceh di Banda Aceh, Senin (8/12/2025).

    Selain udara, distribusi logistik juga dibantu melalui jalur darat dan laut. Pada tahap awal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyalurkan bantuan logistik seberat 27 ton melalui jalur laut untuk korban bencana banjir dan longsor di Aceh.

    “Pemerintah Aceh dan Instansi Lain seperti Satpol PP/WH juga berkoordinasi untuk memanfaatkan jalur laut guna mempercepat penyaluran bantuan logistik. Ini merupakan pengiriman tahap awal dari BNPB pada akhir November 2025. Proses distribusi logistik terus berlangsung secara bertahap melalui kombinasi jalur darat, laut, dan udara,” ucap Nasir.

    Pengiriman bantuan logistik ini bertujuan untuk menjangkau lima kabupaten/kota terdampak, di antaranya Kota Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang.

    “Tujuan utama pengiriman via laut adalah untuk mempercepat pendistribusian logistik dan peralatan vital, mengingat banyak akses darat yang terputus total. Alhamdulillah, saat ini jalur darat seperti Aceh Tamiang–Sumut sudah bisa diaskes baik kendaraan roda empat maupun dua,” pungkasnya. 

  • Tidak Disebut Bencana Nasional, Bukan Berarti Negara Abai

    Tidak Disebut Bencana Nasional, Bukan Berarti Negara Abai

    Jakarta

    Belajar dari Banjir Besar Sumatra 2025 untuk Negara yang Lebih Bertanggung Jawab

    Banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat pada akhir 2025 adalah tragedi kemanusiaan yang menyesakkan nurani kita Bangsa Indonesia. Ratusan nyawa melayang, jutaan warga hilang dan terdampak. Permukiman luluh lantak, dan denyut ekonomi lokal lumpuh. Dalam situasi seperti ini, muncul pertanyaan publik yang wajar sekaligus sensitif: haruskah pemerintah menetapkannya sebagai bencana nasional?

    Pertanyaan tersebut penting. Namun, jawaban yang bijak tidak selalu sesederhana “ya” atau “tidak”. Dalam konteks negara hukum dan tata kelola pemerintahan yang bertanggung jawab, tidak menyebut suatu bencana sebagai “bencana nasional” bukan berarti negara abai, lalai, atau lepas tangan. Justru, dalam kondisi tertentu, pilihan itu bisa menjadi strategi kebijakan yang lebih adil, lebih akuntabel, dan lebih berpihak pada korban dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

    Analisis dan sorotan saya kali ini mengajak publik melihat isu bencana bukan hanya dari sudut emosi sesaat, tetapi dari perspektif hukum, data, dan pelajaran kebijakan agar tragedi serupa tidak terus berulang di seluruh wilayah Indonesia.

    Ukuran Negara Hadir: Keselamatan Rakyat, Bukan Label Administratif

    UU No: 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana tidak pernah mewajibkan Presiden menetapkan status bencana nasional setiap kali terjadi peristiwa besar. UU ini memberi diskresi, bukan kewajiban otomatis.
    Ukuran konstitusional keberhasilan negara bukanlah seberapa sering label “nasional” diumumkan, melainkan seberapa cepat nyawa manusia diselamatkan, berapa yang sudah meninggal ditangani secara baik, dan seberapa adil semua pemulihan dijalankan. Baik pemulihan kesehatan fisik, psikis dari traumatis mendalam, infrastruktur, sarana dan prasarana, serta pemulihan ekonomi rakyat.

    Dalam kasus Sumatera 2025, penanganan darurat tetap bisa dilakukan secara penuh: pengerahan TNI-Polri, dan logistik lintas daerah, mobilisasi anggaran belanja tidak terduga, hingga dukungan kementerian teknis. Semua itu sah secara hukum meski tanpa deklarasi bencana nasional. Negara secara cepat hadir tanpa syarat label administratif.

    Ketika Bencana Bukan Sekadar Alam

    Di sinilah persoalan menjadi lebih dalam. Berbagai kajian akademik dan laporan lembaga independen menunjukkan bahwa banjir bandang di Sumatera tidak hanya dipicu oleh hujan ekstrim dan anomali iklim, tetapi diperparah oleh kerusakan ekologis di hulu daerah aliran sungai (DAS): deforestasi, tambang di kawasan rentan, konversi hutan, dan lemahnya pengawasan dan audit kepatuhan perizinan, juga audit dan monitoring progress berkala memantau penebangan, penanaman, pemeliharaan, patroli kawasan dst.

    Jika negara secara tergesa-gesa melabeli peristiwa ini sebagai bencana nasional, ada satu risiko besar yang kerap luput dibahas:, yaitu kaburnya garis tanggung jawab. Bencana yang seharusnya menjadi momentum koreksi tata kelola lingkungan bisa direduksi menjadi “musibah alam semata”, dan public harus pasrah menerima, sekalipun ada indikasi salah tata kelola hutan kita.

    Pengalaman Indonesia sudah cukup berat untuk dijadikan pelajaran. Kasus lumpur Lapindo menunjukkan bagaimana negara, yang awalnya hadir melindungi warga, perlahan terseret menjadi penanggung utama beban kerugian akibat kesalahan korporasi. APBN terlibat, konflik hukum berlangsung bertahun-tahun, dan keadilan bagi korban tidak pernah benar-benar tuntas pada akhirnya. Masyarakat juga menjadi korban dikotomi lebel “Bencana Nasional” itu.

    Tidak Nasional, Agar Tanggung Jawab Tidak Lenyap

    Dengan tidak menetapkan status bencana nasional, negara justru dapat mengunci prinsip penting dalam hukum lingkungan: polluter pays principle. Artinya jelas pihak yang merusak lingkungan lah yang bertanggung jawab, bukan negara menggantikan kesalahan mereka sekalipun negara tetap melindungi rakyatnya dari ragam aspek dampak dari bencana ini.

    Ini momentum memberi pelajaran keras dan terukur bagi pengelola dan pengusaha hutan siapapun dia dan dibaliknya yang abai tidak patuh terhadap regulasi yang ada demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya namun berhutang nyawa kepada rakyat kita dan menyengsarakan rakyat yang tersisa dari banjir bandang ini.

    Pendekatan ini memperkuat tiga hal sekaligus:

    Pertama, penegakan hukum lingkungan tetap tajam ke atas dan ke bawah. UU No 32 Tahun 2009 membuka ruang tanggung jawab mutlak (strict liability) bagi kegiatan berisiko tinggi. Perlu diingat status bencana nasional atau daerah tidak pernah menghapus kewajiban pidana, perdata, maupun administratif pelaku perusakan lingkungan.

    Kedua, korban tidak kehilangan hak menuntut keadilan. Tanpa label nasional, dalih force majeure massal menjadi lemah. Korban lebih kuat secara posisi hukum untuk mengajukan gugatan perdata, class action, atau tuntutan ganti rugi terhadap pihak yang terbukti lalai.

    Ketiga, negara tidak terjebak moral hazard fiskal. APBN tetap digunakan untuk penyelamatan dan pemulihan publik, tetapi tidak menjadi “karpet penutup” kesalahan swasta atau kelalaian pejabat pemberi izin.

    Belajar dari Praktik Internasional

    Negara-negara maju pun tidak memaknai deklarasi bencana nasional secara serampangan. Amerika Serikat, Jepang, hingga Filipina menggunakan deklarasi nasional terutama untuk membuka akses dana darurat dan koordinasi ketika bencana murni bersifat alamiah.

    Tetapi untuk bencana yang memiliki jejak kuat kesalahan sistemik manusia dan indikasi melalaikan regulasi, pendekatan mereka lebih hati-hati: korban cepat dan segera ditolong, hukum tetap berjalan, dan tanggung jawab tidak disederhanakan.

    Indonesia justru akan naik kelas dalam tata kelola bencana bila mulai membedakan secara jujur antara “bencana alam” dan “bencana tata kelola”.

    Pelajaran Paling Penting: Jangan Ulangi Lagi

    Publik berhak menagih lebih dari sekadar bantuan. Tragedi ini harus menjadi titik balik nasional dalam mengelola hutan dan DAS. Artinya, setelah korban tertangani, negara wajib: membuka data penyebab bencana secara transparan; melakukan audit forensik izin tambang, kehutanan, dan PLTA di DAS kritis.

    Menegakkan hukum tanpa pandang bulu, hukum seberat-beratnya karena mereka telah menghilangkan nyawa ratusan bahkan berpotensi ribuan rakyat kita; membenahi tata ruang agar berbasis risiko ekologis, bukan kepentingan jangka pendek.

    Di sinilah makna sejati kehadiran negara diuji bukan pada spanduk deklarasi status”Bencana Nasional”, tetapi kali ini pada keberanian dan ketegasan Pemerintahan Presiden Prabowo mencegah dan memastikan kepada rakyatnya bahwa tragedi serupa tidak terulang di seluruh wilayah Indonesia.

    Negara Kuat Bukan Negara yang Mudah Menyerah pada Label

    Menyebut atau tidak menyebut “bencana nasional” bukan soal gengsi politik atau kepekaan komunikasi atau desakan publik domestik dan luar negeri. Ini soal pilihan strategi negara yang tepat dan menyentuh essensial pola penanganannya.

    Negara yang kuat adalah negara yang mampu berkata: rakyat kami lindungi sepenuhnya dengan sepenuh hati, tetapi kesalahan tidak akan kami ampuni, siapapun yang melakukannya.

    Jika manajemen jenazah baik (evakuasi jenazah, Pemulasaran menurut agama masing-masing korban, pemakaman massal atau keluarga secara terhormat), korban diselamatkan, keadilan ditegakkan, lingkungan dibenahi, dan tragedi serupa tidak terulang maka sesungguhnya negara telah hadir dan nyata menjalankan tugasnya, dengan atau tanpa label nasional. Dan di situlah letak pencerahan dan penerimaan yang paling penting bagi kita semua.

    (zap/dhn)

  • Zulhas Blak-blakan soal Kisruh Lahan di TN Tesso Nilo

    Zulhas Blak-blakan soal Kisruh Lahan di TN Tesso Nilo

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyinggung kembali isu kerusakan Taman Nasional Tesso Nilo (Tesso Nilo) yang kerap dikaitkan dengannya.

    Zulhas, sapaan akrabnya, awalnya mengulas bencana di sejumlah wilayah Sumatra yang memberikan dampak kepada 3 provinsi.

    “Bencana Sumatra yang tadi saya sudah sampaikan duka cita kita yang mendalam. Itu terjadi di Provinsi Aceh, dua di Provinsi Sumatera Utara, tiga di Provinsi Sumatera Barat,” ujarnya dalam Bisnis Indonesia Group (BIG) Conference bertema Arah Bisnis 2026: Menuju Kedaulatan Ekonomi di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (8/12/2025). 

    Namun, dia menyebut justru isu lain yang sering diarahkan kepadanya adalah kerusakan kawasan Tesso Nilo di Provinsi Riau, meski daerah tersebut saat ini tidak terdampak bencana.

    “Yang dipermasalahkan kepada Zulkifli Hasan Tesso Nilo. Tesso Nilo itu di Provinsi Riau. Sementara ini Provinsi Riau tidak ada bencana apa pun. Tapi bencana itu yang salah Zulkifli Hasan termasuk di Thailand dan Malaysia. Ya nggak apa-apa, saya maafkan, nggak apa-apa,” katanya. 

    Zulhas menegaskan bahwa Tesso Nilo merupakan kawasan taman nasional yang secara hukum tidak boleh diberi izin untuk bentuk pemanfaatan apa pun.

    “Taman nasional itu tidak boleh diberi izin apa pun. Oleh karena itu, Teso Nelo itu tidak ada menteri kehutanan yang berani memberi izin. Nggak ada,” ucapnya. 

    Menurut dia, siapa pun menteri kehutanan yang mencoba mengeluarkan izin di kawasan tersebut akan berhadapan langsung dengan hukum pidana.

    “Kalau ngasih izin di Tesso Nilo, maka dia masuk penjara langsung. Karena pidana,” tegasnya. 

    Oleh sebab itu, dia menyebut kerusakan kawasan tersebut terjadi jauh sebelum dirinya menjabat menteri, yakni sejak era reformasi. 

    Zulhas juga mengingat kembali momen ketika aktor Hollywood Harrison Ford datang ke Indonesia untuk mengulik isu kehutanan.

    “Waktu orang Amerika Serikat itu datang ‘Kamu kok nggak tangkap tuh 50.000 orang?’ Saya bilang ‘Itu perambah pidana, itu ranah hukum’. Cuma kan saya nggak enak kalau ngomongin kok nggak ditangkap. Masa saya ngomong begitu, kan nggak boleh dong,” katanya. 

    Di hadapan peserta konferensi, dia menyampaikan apresiasi terhadap langkah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang membentuk Satgas Pengamanan Kawasan Hutan (PKH). 

    “Saya bersyukur sekarang, Pak. Walaupun saya nunggu Pak Prabowo 15 tahun, saya bersyukur. Sekarang Pak, 4 juta. Ini baru Pak, 4 juta, akan 6 juta ini,” ujarnya. 

    Menurut Zulhas, satgas itu kini telah mengamankan jutaan hektare kawasan hutan ilegal. 

    “Ini yang elegan, kita kebut [pengamanan hutan ilegal] termasuk di situ. Udah diamankan Satgas dipimpin Menhan, namanya Satgas PKH. Udah 4 juta. Ada di Sumatera Utara, paling banyak di Riau. Paling banyak 4 juta hektare ilegal baru berhasil sekarang, yang dulu enggak berhasil,” tandas Zulhas.

  • Anggota DPR Minta Komdigi Update Bencana: Biar Enggak Kalah Viral dengan yang Sok Paling Aceh
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Desember 2025

    Anggota DPR Minta Komdigi Update Bencana: Biar Enggak Kalah Viral dengan yang Sok Paling Aceh Nasional 8 Desember 2025

    Anggota DPR Minta Komdigi Update Bencana: Biar Enggak Kalah Viral dengan yang Sok Paling Aceh
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi I DPR RI fraksi Partai Gerindra, Endipat Wijaya, meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terus memperbaharui penanganan bencana banjir dan tanah longsor yang dilakukan pemerintah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
    Ia tidak ingin pemerintah justru kalah dengan sejumlah pihak yang merasa dirinya paling berjasa untuk wilayah bencana tersebut.
    Hal ini disampaikannya dalam rapat bersama Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025).
    “Jadi, kami mohon Ibu (Meutya Hafid), fokus nanti ke depan Komdigi ini mengerti dan tahu persis isu sensitif nasional, membantu pemerintah memberitahukan dan mengamplifikasi informasi-informasi itu, sehingga enggak kalah
    viral
    dibandingkan dengan teman-teman yang sekarang ini sok paling-paling di
    Aceh
    , di Sumatera, dan lain-lain itu, Bu,” kata Endipat, Senin.
    Ia mengungkapkan, pihak-pihak yang merasa dirinya berjasa itu kebanyakan hanya datang sekali atau dua kali ke Aceh.
    Endipat mengeklaim, jasa itu kalah jauh dengan pemerintah, yang dianggapnya sudah hadir sejak awal bencana.
    “Ada apa namanya, orang yang cuma datang sekali seolah-olah paling bekerja di Aceh, padahal negara sudah hadir dari awal. Ada orang baru datang, baru bikin satu posko, ngomong pemerintah enggak ada. Padahal pemerintah sudah bikin ratusan posko di sana,” sebut dia.
    Endipat menerangkan,
    penanganan bencana
    yang dilakukan pemerintah bukan hanya mendirikan posko.
    Ia mengeklaim, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang disorot karena bencana itu, telah melakukan evaluasi perizinan kawasan hutan dan memulai gerakan menanam pohon secara besar-besaran.
    “Tetapi itu kan tidak pernah sampai ke telinga teman-teman sampai ke orang bawah. Selalu saja Kemenhut itu dikuliti dan dimacam-macamin, lah, Bu. Padahal mereka sudah melakukan banyak hal,” ujar dia.
    Ia juga mengeklaim, kepolisian juga melakukan penyisiran dan perbaikan hutan di Sumatera.
    Oleh karenanya, ia meminta Komdigi menjadi garda terdepan memberikan informasi tersebut kepada publik.
    Ia lantas menyinggung gerakan yang menyumbang Rp 10 miliar untuk korban bencana, sedangkan pemerintah sudah menyumbang dana triliunan.
    “Orang per orang cuma nyumbang Rp 10 miliar, negara sudah triliunan ke Aceh. Jadi, yang kayak gitu mohon dijadikan perhatian sehingga ke depan tidak ada lagi informasi seolah-olah negara tidak hadir di mana-mana, padahal negara sudah hadir sejak awal dalam penanggulangan bencana,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gratis! Cara Kirim Bantuan untuk Korban Banjir Aceh dan Sumatra Melalui JNE

    Gratis! Cara Kirim Bantuan untuk Korban Banjir Aceh dan Sumatra Melalui JNE

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir atau JNE masih membuka layanan gratis ongkos kirim (ongkir) untuk pengiriman bantuan bagi korban banjir dan tanah longsor di wilayah Aceh hingga Sumatra Barat untuk periode 1–10 Desember 2025.

    Presiden Direktur JNE, M. Feriadi Soeprapto, menyampaikan pengiriman bantuan dapat dilakukan melalui Kantor Perwakilan dan Kantor Cabang Utama JNE di masing-masing daerah.

    Adapun lokasi kantor cabang utama terdekat dapat dilihat melalui laman resmi dan akun media sosial JNE.

    “Barang bantuan yang dapat dikirim meliputi perlengkapan bayi, perlengkapan ibu menyusui, obat-obatan, sembako, peralatan mandi, pakaian layak pakai, alas tidur, dan selimut dengan batas maksimal berat paket 10 kilogram per kiriman bantuan,” katanya, Jumat (5/12/2025).

    Kemudian untuk makanan basah, mudah busuk, serta barang cair tidak termasuk dalam ketentuan program.

    Namun JNE membatasi pengiriman bantuan maksimal 10 kilogram (kg).

    Bantuan akan disalurkan melalui Posko JNE wilayah Aceh, Sumut, dan Sumbar bekerja sama dengan organisasi kemanusiaan setempat.

    Menurut Feriadi, program ini merupakan bagian dari komitmen perusahaan untuk terus hadir dalam berbagai upaya dan inisiatif kemanusiaan di berbagai daerah.

    “Sejak berdiri, JNE berpegang pada nilai-nilai Berbagi, Memberi, dan Menyantuni dengan semangat Connecting Happiness. Nilai inilah yang melatarbelakangi ajakan kami untuk Bergerak Bersama membantu para korban. Kami ingin memastikan masyarakat dapat menyalurkan bantuan dengan lebih mudah, cepat, dan tepat sasaran. Harapan kami, layanan gratis ongkir ini dapat mendorong semakin banyak pihak untuk turun tangan,” ujarnya.

    Dia menambahkan pentingnya kolaborasi berbagai elemen masyarakat dalam mendukung penanganan bencana.

    “Kami mengajak semua pihak untuk Bergerak Bersama. Setiap bantuan yang dikirimkan adalah wujud kepedulian yang sangat berarti bagi saudara-saudara kita yang terdampak. JNE siap menjadi jembatan agar bantuan dapat sampai dengan tepat ke posko-posko kemanusiaan,” kata Feriadi.

    Dia menegaskan pula, JNE juga mengajak masyarakat untuk turut mendoakan keselamatan dan kekuatan bagi warga terdampak di Aceh, Sumut, dan Sumbar.

    “Semoga saudara-saudara kita diberikan ketabahan dan perlindungan dalam menghadapi situasi ini. JNE akan terus berkomitmen memberikan manfaat bagi masyarakat kapan pun dibutuhkan,” ujarnya.