RSUD Kota Bogor Kirim Tim Medis hingga Tukang Urut Bantu Korban Bencana di Sumatera
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com –
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor menerjunkan tim medis ke wilayah terdampak bencana di Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Tim medis
yang terdiri atas dokter dan perawat ICU ini direncanakan bertugas di lokasi bencana selama satu minggu.
“Keberangkatan tim medis dari
RSUD Kota Bogor
ini bekerja sama dengan Yayasan Negeri Satu Bangsa dalam aksi Gerakan Anak Negeri, aksi kemanusiaan bencana Aceh, Sumbar, dan Sumut,” ucap Plt Direktur RSUD Kota Bogor Sri Nowo Retno, Senin (8/12/2025).
Retno menyampaikan, selain dokter dan perawat, RSUD Kota Bogor turut mengirim tiga orang tukang urut dari daerah Cimande, Kabupaten Bogor, yang turut diperbantukan dalam misi kemanusiaan ini.
“Setelah ini juga akan dilakukan pemberangkatan. Untuk pemberangkatan periode selanjutnya ini sedang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor,” sebutnya.
Berdasarkan laporan tim medis RSUD Kota Bogor di posko Kecamatan Muara Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, hasil pemeriksaan kesehatan, pengobatan, dan perawatan mencatat 24 kasus trauma, 211 kasus non-trauma, serta satu kasus perawatan luka.
“Dari hasil kegiatan tersebut, total pasien yang telah dilayani hingga 5 Desember 2025 sebanyak 571 orang,” ucapnya.
Berdasarkan data pada situs resmi Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor dari BNPB, jumlah korban tewas telah mencapai 961 orang per 8 Desember 2025, sebagaimana dikutip
Kompas.com
pada pukul 15.26 WIB.
Adapun jumlah warga yang masih hilang tercatat sebanyak 234 orang. Sementara itu, sekitar 5.000 orang dilaporkan mengalami luka-luka akibat bencana yang terjadi pada akhir November.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
provinsi: Aceh
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5436708/original/004524000_1765183427-photo_6176949904605907739_y.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Sepiring Harapan Warung di Jogja Gratiskan Makan Bagi Perantau Terdampak Banjir Sumatera
Merespon keprihatinan itu, Krishna Wijaya, pemilik Warkop Perdjuangan di Giwangan, tergerak. Bagi Krishna, ini adalah panggilan sosial.
“Kita merasa sebagai warga Jogja, yang notabene kuat dalam gotong royong, kita tergerak untuk membantu, memberikan mereka akses minimal kebutuhan hidup dasarnya, makan dan minum,” jelasnya.
Aksi ini bukan sekadar spontan, melainkan bagian dari nilai warungnya yang memang didedikasikan untuk “menemani perjuangan” orang-orang yang sedang kesulitan.
Solidaritas yang sama, tapi dengan resonansi personal yang dalam, datang dari Lola Icha Shintya, pemilik Keumala Jogja, restoran masakan khas Aceh. Sebagai korban selamat tsunami 2004, ia merasakan langsung betapa pedihnya kehilangan.
“Jadi kayak mengobati rasa rindu saya sama orang-orang yang ada di Aceh sana,” tutur Lola, Ketika ditemui di rumah makan miliknya Keumala Jogja, di Jl. Prapanca No.1, Tegal Senggotan, Tirtonirmolo, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/12/2025).
Baginya, membagikan makanan gratis kepada adik-adik perantau adalah cara menyentuh langsung rasa sedih yang ia pahami betul.
-

Tim SAR Evakuasi 4.271 Korban Banjir dan Longsor di Aceh
Banda Aceh, Beritasatu.com – Tim SAR gabungan sudah mengevakuasi 4.271 orang yang tersebar di 17 kabupaten/kota di Aceh sejak banjir dan tanah longsor melanda provinsi itu sejak Selasa (25/11/2025) hingga Senin (8/12/2025) pukul 13.48 WIB.
“Sejak bencana melanda, Basarnas bersama tim gabungan telah bergerak untuk menyisir daerah bencana guna mengevakuasi dan penyelamatan korban, baik yang terjebak dalam rumah maupun lainnya,” kata Kepala Basarnas Banda Aceh Ibnu Harris Al-Hussain dalam konferensi pers di Posko Media Center Kantor Gubernur Aceh di Banda Aceh dikutip dari Antara.
Ia menyebutkan tim gabungan Basarnas dibantu TNI, Polri, relawan, masyarakat, dan semua komponen hingga hari ke-14 telah mengevakuasi sebanyak 4.271 jiwa dengan selamat, 389 korban meninggal dunia.
“Saat ini kita juga terus menyisir daerah-daerah bencana untuk mencari 62 orang yang dilaporkan hilang,” katanya yang didampingi Juru Bicara Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi Aceh Murthalamuddin.
Ia mengatakan dalam evakuasi dan penanganan bencana ada 400 personel yang melekat dan sekitar dua ribuan personel TNI dan Polri di lapangan yang juga terus bekerja maksimal dalam melakukan evakuasi dan penanggulangan bencana.
Pihaknya juga terus melakukan pemantauan dan penyisiran di seluruh daerah terdampak bencana yang ada di provinsi ujung paling barat Indonesia itu, sehingga semua korban dapat dievakuasi.
Ia mengatakan dalam evakuasi dan penyelamatan, Basarnas juga mengerahkan seluruh peralatan untuk mengoptimalkan proses evakuasi, termasuk juga di daerah terisolasi seperti di Aceh Tengah.
“Kami juga sudah mengirim personel ke daerah Tengah, yakni ke Bener Meriah dan Aceh Tengah, sebab jalur darat belum bisa diakses, karena terputus akibat bencana dengan menggunakan pesawat BNPB,” katanya.
Ia mengatakan dalam pencarian korban bencana alam Aceh tersebut, Basarnas juga menggunakan drone thermal guna mempercepat pencarian korban.
Ia menambahkan saat ini operasi SAR yang masih berlangsung dilaksanakan di Kabupaten Bireuen dengan lokasi Peusangan dan Peudada, Aceh Utara di Jambo Ayee dan Aceh Tamiang dengan menyisir sungai guna memastikan tidak ada lagi warga selamat yang belum dievakuasi.
-

Chat Terakhir Ibu dan Tangis Mahasiswi Unesa Usai Rumah Dihantam Banjir Sumatra
Surabaya (beritajatim.com) – “Nak, sayang, air sudah mulai naik semata kaki, hujan masih deras sekali.” Pesan singkat itu menjadi chat terakhir yang diterima Catherine Sandrina Sitompul dari ibunya, sebelum banjir besar menenggelamkan rumah keluarganya di Aceh Utara, Pulau Sumatra.
Setelah itu, komunikasi terputus selama sepekan penuh. Di Surabaya, mahasiswi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu hanya bisa menunggu dalam cemas.
Kabar buruk itu datang pada 3 Desember 2025 malam. Telepon ibunya masuk sekitar pukul 22.30 WIB dengan suara terisak. “Nak, rumah kita sudah tenggelam. Barang-barang semua hanyut.”
Catherine menangis tanpa mampu berkata apa-apa. Dari jarak ribuan kilometer, ia harus menerima kenyataan pahit. Rumah keluarganya hilang, terseret banjir.
Ibunya kemudian menceritakan detik-detik air menghantam rumah mereka. Pada Kamis, 27 November 2025, air meluap setelah hujan deras mengguyur wilayah itu hampir sepekan. Saat itu, sang ibu hampir tenggelam ketika menyelamatkan adik Catherine yang masih kecil.
Padahal, ibunya tak bisa berenang. Namun ia merelakan tubuhnya terbawa arus demi mengangkat anaknya ke tempat yang lebih tinggi agar tidak ikut terseret banjir.
Mereka hanya sempat menyelamatkan pakaian yang melekat di badan dan sebuah telepon genggam yang sudah basah.
Rumah tenggelam. Semua barang hanyut. Bahkan sepeda motor satu-satunya yang biasa digunakan ayah Catherine untuk bekerja ikut terbawa arus.
Hingga kini, keluarganya masih bertahan di pengungsian, dalam kondisi gelap tanpa listrik dan penerangan.
“Bagi saya ini bukan sekadar data atau angka bencana. Ini adalah kisah hidup saya, keluarga saya, dan teman-teman saya,” ujar Catherine di Unesa, Senin (8/12/2025).
Selama sepekan tanpa kabar, ia mengaku tak bisa fokus kuliah. Hari-harinya di Surabaya diisi dengan kecemasan, doa, dan bayangan terburuk tentang keluarganya di kampung halaman.
Kisah pilu juga datang dari Givo Al Thariq, mahasiswa Unesa asal Maninjau, Sumatra Barat. Wilayah tempat tinggalnya yang dikelilingi danau dan perbukitan selama ini lebih sering mengalami longsor kecil. Namun kali ini berbeda.
“Untuk pertama kalinya ada banjir lumpur dan longsor sekaligus. Sekitar danau lumpuh total, jalan tidak bisa dilewati kendaraan. Banyak kayu dari hutan ikut terbawa arus banjir,” tutur Givo.
Air sempat surut dan orang tuanya kembali ke rumah. Namun banjir kembali datang keesokan harinya. Meski kedua orang tuanya selamat tanpa luka, dampaknya tak kalah berat. Usaha dan mata pencaharian warga di sekitar danau lumpuh total.
Di tengah situasi itu, Unesa menyatakan ikut memberi perhatian kepada mahasiswa yang terdampak bencana. Unesa membuka ruang pendampingan dan bantuan bagi mahasiswa dari wilayah terdampak banjir dan longsor di Sumatra.
Catherine sendiri mengaku bersyukur atas kepedulian tersebut. Namun di balik rasa terima kasih itu, ia tetap harus menghadapi kenyataan bahwa rumah yang menjadi tempat pulang kini tinggal kenangan.
“Saya sempat putus asa. Rasanya hidup saya ikut hanyut bersama banjir itu,” katanya lirih.
Bagi mahasiswa perantauan seperti Catherine dan Givo, bencana di kampung halaman bukan hanya kehilangan materi. Ia adalah luka batin yang harus ditanggung diam-diam di tengah tuntutan akademik.
Di ruang kelas mereka dituntut tetap berpikir jernih. Meski di balik itu, ada kecemasan tentang keluarga, rumah, dan masa depan yang kini tak lagi pasti.
Banjir dan longsor di Sumatra itu telah merobek banyak kehidupan. Ada air mata yang jatuh, ada doa-doa yang dipanjatkan, berharap air segera surut, dan hidup bisa perlahan kembali dirajut dari puing-puing yang tersisa. [ipl/but]
/data/photo/2025/12/08/6936a4224f959.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2025/12/06/6933755ed361a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/08/69361774bf162.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

