provinsi: Aceh

  • Deretan Bank di Indonesia yang Bangkrut Sepanjang 2025

    Deretan Bank di Indonesia yang Bangkrut Sepanjang 2025

    Jakarta

    Sektor keuangan mengalami berbagai peristiwa sepanjang 2025, contohnya di industri perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada tujuh bank di Indonesia dinyatakan bangkrut atau dicabut izin usahanya tahun ini. Semua bank itu berasal dari kelompok Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

    Pencabutan izin usaha dilakukan karena bank-bank tersebut dinilai tidak mampu menyehatkan kondisi keuangannya, meski telah diberikan waktu dan pengawasan oleh otoritas. Setelah izin dicabut, proses penyelesaian selanjutnya ditangani oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

    OJK sebelumnya menyatakan pencabutan izin usaha merupakan langkah terakhir apabila bank tidak mampu memenuhi ketentuan permodalan, tata kelola, serta likuiditas sesuai aturan yang berlaku.

    Sementara itu, LPS menjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izin usahanya sesuai ketentuan yang berlaku, selama memenuhi syarat penjaminan. Nasabah diimbau tetap tenang dan mengikuti proses klaim yang diumumkan secara resmi oleh LPS.

    Sepanjang 2025, OJK terus memperketat pengawasan terhadap BPR dan BPRS guna menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya di daerah, serta melindungi kepentingan nasabah.

    7 Bank yang Bangkrut Sepanjang 2025

    1. BPR Bumi Pendawa Raharja, beralamat di Jalan Raya Cipanas No. 37 Komplek Ruko Pendawa, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

    2. BPR Nagajayaraya Sentrasentosa, berlokasi di Jalan P.B. Sudirman No. 85, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

    3. BPR Artha Kramat, beralamat di Jalan Raya Munjungagung Nomor 28, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah.

    4. BPR Syariah Gayo Perseroda, beralamat di Jalan Mahkamah No. 151, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh.

    5. BPRS Gebu Prima, beralamat di Jalan AR Hakim/Jalan Bakti Nomor 139, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

    6. BPR Dwicahaya Nusaperkasa, beralamat di Jalan Sukarno Nomor 199, Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

    7. BPR Disky Surya Jaya, beralamat di Jalan Medan-Binjai Km 14,6, Komplek Padang Hijau Blok A No. 18, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

    (fdl/fdl)

  • 2
                    
                        Bendera GAM dan Romantisme Luka Lama di Tengah Bencana
                        Nasional

    2 Bendera GAM dan Romantisme Luka Lama di Tengah Bencana Nasional

    Bendera GAM dan Romantisme Luka Lama di Tengah Bencana
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    DARI
    kejauhan, di antara deretan bangunan tua dan sengatan musim dingin yang mulai menggigit di desa pegunungan di Eropa, pandangan saya tetap tak bisa jauh dari Tanah Air.
    Secara fisik saya memang sedang berada di jantung Eropa, tapi radar akademik dan batin saya sebagai seorang pengamat sosiologi politik nyatanya tidak bisa berpaling dari kabar-kabar yang datang dari Tanah Air. Dan kali ini, kabar tersebut datang dari Serambi Mekkah.
    Kabar tersebut bukan sekadar tentang air yang merendam pemukiman di Aceh Tamiang atau korban-korbannya yang sebagian tidak terlalu tersentuh oleh bantuan Jakarta, tapi tentang kemunculan kembali simbol yang seharusnya sudah masuk ke dalam kotak sejarah, yakni bendera Bulan Bintang atau bendera
    GAM
    .
    Munculnya bendera ini di tengah situasi bencana banjir Aceh baru-baru ini, bukan hanya menarik perhatian saya sebagai peneliti, tetapi juga memicu kegelisahan mendalam saya sebagai warga negara Indonesia mengenai masa depan integrasi nasional.
    Hari ini, Aceh bukan sekadar sedang dirundung duka akibat terjangan banjir besar, tapi juga sedang dibalut badai kekecewaan yang sangat dalam.
    Di balik laporan-laporan birokrasi yang mencoba menenangkan suasana, realitas di lapangan menunjukkan pemandangan yang kurang mengenakkan.
    Ribuan warga masih bertahan di pengungsian dengan logistik yang kian menipis, anak-anak ada yang terserang penyakit kulit dan pernapasan, serta infrastruktur sebagian besar masih lumpuh.
    Namun hari ini, kekhawatiran tersebut menjadi berlipat karena kembalinya simbol-simbol perlawanan masa lalu di tengah keputusasaan warga korban bencana dan saudara-saudara sedaerahnya yang merasa miris melihat situasi di Aceh.
    Sangat jelas bahwa fenomena ini bukanlah sekadar gangguan ketertiban umum yang bisa diselesaikan dengan tindakan represif ala aparat, melainkan sinyal sosio-politik yang sangat serius, merepresentasikan potensi kembalinya keretakan relasi antara Jakarta dan Aceh pasca-perjanjian Helsinki.
    Penanganan bencana banjir di Aceh ternyata ikut membuka kotak pandora yang selama dua dekade terakhir terus diperjuangankan sekuat tenaga untuk tetap tertutup.
    Sejatinya, ketika air mulai menenggelamkan, bahkan memorakmorandakan pemukiman, yang dinantikan oleh rakyat Aceh adalah uluran tangan negara yang responsif dan super-sigap.
    Namun, yang mereka dapatkan justru retorika ketangguhan dan kemandirian yang kurang “pas” disampaikan di saat perut mereka sedang lapar.
    Diakui atau tidak, berbagai masalah dalam penanganan bencana juga berakar pada keengganan pemerintah pusat untuk menetapkan bencana Sumatera sebagai Bencana Nasional. Padahal, skala kerusakan sudah melampaui kemampuan fiskal dan logistik daerah.
    Walhasil, narasi bahwa “pemerintah masih mampu” yang terkesan terlalu pede justru menjadi tembok penghalang bagi bantuan kemanusiaan global yang dikabarkan sudah mengantre untuk masuk, tapi terhalang oleh gengsi politik berlebihan.
    Sehingga hal tersebut mau tak mau melahirkan ironi tersendiri berupa penolakan terhadap skema bantuan
    Government to Government.
    Lihat saja bagaimana niat baik dari negara tetangga seperti Malaysia yang ingin mengirimkan tim medis terganjal ego birokrasi yang menganggap bantuan tersebut sebagai ancaman terhadap kedaulatan Nasional.
    Padahal, bagi warga yang kehilangan tempat tinggal di pedalaman Aceh Utara, harga diri bangsa bukanlah pada penolakan bantuan, melainkan pada kemampuan negara di dalam memastikan keselamatan warganya.
    Ketika bantuan dari Uni Emirat Arab atau pasokan medis dari organisasi internasional harus masuk melalui jalur non-pemerintah, bahkan boleh jadi secara sembunyi-sembunyi, yang kita saksikan kemudian dari sisi lain adalah kesan negara yang lebih mencintai citra nasionalisme ketimbang nyawa rakyatnya sendiri.
    Situasi ini juga semakin pelik jika kita melihat realitas Otonomi Khusus (Otsus), misalnya. Jakarta boleh saja merasa telah memberikan “segalanya” melalui dana Otsus berjumlah triliunan rupiah. Namun secara sosiologis, kebijakan tersebut masih jauh dari adil dan memuaskan.
    Secara ekonomi, Aceh masih tertinggal jauh dibandingkan provinsi-provinsi lain di Sumatera, seperti Sumatera Utara atau Riau.
    Angka kemiskinan yang tetap tinggi di Aceh, meskipun Dana Otsus mengalir deras, menunjukkan adanya distorsi dalam distribusi kesejahteraan.
    Tak pelak, ketimpangan seperti ini akan terus menciptakan api dalam sekam di Aceh.
    Ketika bencana datang dan bantuan negara dirasa tidak cepat, ketimpangan itu akan menjelma menjadi kemarahan politik yang kemudian mencari saluran melalui simbol-simbol lama seperti arak-arakan bendera GAM itu.
    Secara sosiologis, pengibaran bendera GAM yang kembali muncul, bahkan dilakukan oleh warga dari kalangan menengah ke bawah, dalam hemat saya, adalah komunikasi politik “putus asa” terhadap Jakarta.
    Tentunya bendera tersebut tidak berkibar dalam ruang hampa, tapi lahir dari memori kolektif luka yang telah tersimpan lama di alam bawah sadar rakyat Aceh.
    Ketika rakyat Aceh merasa diabaikan oleh Jakarta, yang terlihat cukup jelas di saat bencana kali ini, naluri publik di Aceh tak pelak akan kembali ke pelukan identitas lama yang dianggap jauh lebih menjanjikan penghormatan atas harga diri rakyat Aceh sendiri.
    Dengan kata lain, tindakan TNI membubarkan massa yang mengarak bendera GAM boleh jadi berhasil secara fisik untuk menjaga simbol kedaulatan Indonesia.
    Namun secara psikopolitik, pembubaran tersebut justru mempertegas narasi bahwa Jakarta masih menggunakan pendekatan keamanan (
    security approach
    ), alih-alih pendekatan kemanusiaan yang lebih empatik.
    Memang, kita sebagai negara bangsa juga tidak boleh menutup mata atas potensi keterlibatan aktor-aktor asing yang mungkin memanfaatkan situasi bencana kali ini.
    Dalam perspektif sosiologi politik internasional, misalnya, wilayah atau daerah yang sedang bergejolak akibat bencana dan ketidakpuasan domestik, memang sering kali menjadi sasaran empuk kepentingan luar yang ingin mendorong disintegrasi demi melemahkan posisi tawar Indonesia di kawasan.
    Namun, menyalahkan pihak asing sepenuhnya juga kurang tepat, justru terlihat sebagai sikap yang naif. Karena pada dasarnya, pihak asing hanya bisa masuk jika ada celah kekecewaan yang dibuka terlebih dahulu oleh pemerintah kita sendiri.
    Artinya, jika Jakarta hadir secara nyata dan adil, didasari ketulusan dan rasa persaudaraan, maka sekuat apapun provokasi asing tidak akan mempan di hadapan rakyat yang merasa dicintai oleh negaranya.
    Bagaimanapun, harus diakui bahwa kekecewaan ini memiliki akar sejarah yang sangat panjang. Aceh bukan “anak baru” dalam peta perlawanan terhadap Jakarta.
    Sejarah mencatat bagaimana eksploitasi sumber daya alam, terutama gas alam dan minyak selama puluhan tahun, hanya menyisakan kemiskinan bagi rakyat lokal, sementara keuntungannya mengalir ke pusat.
    Ketidakadilan ini kemudian diperparah oleh kebijakan Daerah Operasi Militer (DOM) di masa lalu, yang menyisakan trauma mendalam atas berbagai bentuk kekerasan militer.
    Bagi orang Aceh, peristiwa hari ini, seperti pengulangan pola lama: Aceh hanya diingat saat sumber dayanya dibutuhkan, tapi dilupakan di saat air mata rakyatnya menetes menuntut keadilan.
    Munculnya narasi pengabaian penderitaan rakyat Aceh oleh Jakarta kali ini, seolah mengonfirmasi kekhawatiran lama kita bahwa integrasi kembali ke pangkuan Indonesia setelah tsunami 2004, hanyalah janji yang manis di atas kertas.
    Oleh karena itu, jika penanganan bencana tidak dipercepat, maka romantisme perlawanan dikhawatirkan akan kembali tumbuh subur.
    Dengan kata lain, bendera GAM yang berkibar bukan sekadar kain, melainkan simbol bahwa kontrak sosial antara rakyat Aceh dan Republik Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan yang hebat.
    Saya sangat yakin, bahkan super-yakin, rakyat Aceh tidak sedang berhasrat untuk berperang kembali. Mereka hanya ingin negara hadir tanpa banyak alasan birokratis bertele-tele. Sesederhana itu saja.
    Pernyataan ini akan semakin krusial jika melihat situasi Aceh bukan dalam kacamata tunggal. Gejala serupa sebenarnya juga terus berdenyut di Papua Barat dan Sulawesi, misalnya.
    Di Papua, isu sumber daya alam dan identitas lokal terus berseteru. Bahkan di daerah seperti Riau yang selama ini tenang, potensi kekecewaan akibat ketimpangan distribusi kekayaan alam masih sangat mungkin meledak jika pemerintah terus memelihara sikap sentralistik.
    Mengapa? Karena dalam pandangan rakyat di daerah, Indonesia adalah imajinasi kolektif yang akan tetap bersatu selama semua anggotanya merasa dilindungi di satu sisi dan merasakan kenikmatan yang relatif seimbang di sisi lain.
    Jika rasa memiliki itu hilang akibat pengabaian bencana, misalnya, maka fondasi kebangsaan sejatinya sedang dipertaruhkan.
    Dalam hemat saya, Jakarta seharusnya arif dan bijak untuk mulai belajar bahwa stabilitas nasional tidak bisa dipaksakan dengan moncong senjata.
    Stabilitas yang hakiki lahir dari keadilan distributif dan empati yang tulus. Saat bencana melanda, negara harus siap menanggalkan egonya, membuka pintu bagi bantuan internasional, dan hadir secara fisik bukan untuk menertibkan, melainkan melayani.
    Penolakan bantuan luar negeri atas nama gengsi politik di saat rakyat korban bencana harus meminum air banjir, adalah kegagalan etika yang cukup fundamental.
    Bagaimana mungkin negara besar merasa terancam hanya karena menerima obat-obatan dari pihak lain saat rakyatnya justru menangis, bahkan sedang meregang nyawa di pengungsian?
    Pesannya sangat jelas kali ini. Jangan biarkan rakyat Aceh merasa bahwa pemisahan diri adalah satu-satunya jalan keluar. Jangan biarkan memori tentang perdamaian tertutup oleh lumpur pasca-banjir yang tidak kunjung dibersihkan.
    Dan mari mulailah membangun relasi Jakarta-Aceh di atas landasan keadilan dan rasa saling menghargai.
    Jika tuntutan penetapan Bencana Nasional saja terus diabaikan hanya karena alasan administratif, maka jangan salahkan jika di masa depan, narasi perlawanan kembali menjadi pembicaraan utama di kedai-kedai kupi dari Banda Aceh hingga Meulaboh. Keadilan bukan hanya soal uang, tapi soal kehadiran dan pengakuan.
    Masa depan keutuhan bangsa bergantung pada sejauh mana pusat mampu mendengarkan detak jantung daerah yang sedang kesakitan.
    Tak ada yang bisa membantah bahwa Aceh telah memberikan segalanya untuk republik ini, mulai dari emas untuk pesawat pertama Indonesia sampai kesabaran dalam merawat perdamaian selama 20 tahun terakhir.
    Kini, saat mereka sedang tenggelam, negara tidak boleh hanya berdiri di pinggir. Jika Jakarta terus bersikap kurang responsif, maka setiap jengkal air yang merendam Aceh akan menjadi pupuk bagi kembalinya bibit-bibit separatisme lama.
    Jika gagal menangani bencana di Aceh, bagaimana pun, maka akan memberikan preseden buruk bagi daerah lain.
    Daerah-daerah kaya sumber daya akan mulai bertanya, “Untuk apa kami menyerahkan kekayaan kami kepada Jakarta jika saat bencana kami dibiarkan sendiri?”
    Bunyi pertanyaannya boleh jadi terdengar sederhana, tapi substansinya sebenarnya adalah ancaman nyata bagi NKRI.
    Karena itu, kita sebagai negara bangsa harus memahami dengan arif bahwa nasionalisme tumbuh dari rasa aman dan sejahtera. 
    Pendeknya, peristiwa pengibaran bendera GAM ini harus dibaca sebagai “peringatan dini”. Karena itu, Indonesia sebaiknya tidak terjebak pada pedebatan tentang kain dan bendera, sementara akarnya adalah perut yang lapar dan hati tersakiti.
    Mari belajar dari sejarah. Sejarah adalah guru terbaik, kendati sering kali memberikan ujian berat. Aceh adalah ujian bagi kematangan demokrasi Indonesia. Jika pemerintah lalai di Aceh, maka pemerintah sejatinya sedang mempertaruhkan seluruh masa depan Indonesia.
    Dari desa di Eropa ini, saya hanya bisa berharap agar kearifan segera kembali ke kursi-kursi kekuasaan di Jakarta sebelum luka Aceh kembali membusuk dan merusak seluruh tubuh bangsa Indonesia.
    Mulai hari ini dan selanjutnya, mari kita membayangkan Indonesia di mana setiap daerahnya merasa dihargai bukan karena apa yang bisa mereka berikan kepada Jakarta, tapi karena apa yang bisa diberikan oleh Jakarta di saat mereka jatuh dan lumpuh. Semoga!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3 Cara Menteri UMKM Bangkitkan Pelaku Usaha Korban Bencana Sumatera

    3 Cara Menteri UMKM Bangkitkan Pelaku Usaha Korban Bencana Sumatera

    Bencana di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh telah merenggut berbagai aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Menteri UMKM RI, Maman Abdurahman, akan memberi stimulus untuk pelaku usaha korban bencana.

    Ada tiga layanan yang disiapkan Kementerian UMKM untuk membangkitkan usaha di tiga provinsi tersebut. Tonton video lainnya di sini ya!

  • Ini Daftar Wilayah yang Larang Pesta Kembang Api di Malam Tahun Baru 2026

    Ini Daftar Wilayah yang Larang Pesta Kembang Api di Malam Tahun Baru 2026

    Bisnis.com, JAKARTA – Malam tahun baru 2026 akan sepi dari pesta kembang api.

    Pasalnya, beberapa daerah termasuk Jakarta telah mengeluarkan imbauan larangan pesta kembang api 2026 karena kondisi.

    Berikut 8 daerah yang larang pesta kembang api di malam tahun baru 2026 

    1. Jakarta

    Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mengeluarkan surat edaran (SE) terkait larangan menyalakan kembang api saat malam pergantian Tahun Baru 2026. Kebijakan itu berlaku untuk seluruh kegiatan yang memerlukan perizinan, baik yang digelar pemerintah maupun pihak swasta.

    “Tadi dalam rapat saya sudah memutuskan untuk wilayah seluruh Jakarta, baik yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta, kami meminta untuk tidak ada kembang api. Kami akan mengeluarkan surat edaran untuk hal tersebut,” ujar Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung saat konferensi pers di Balai Kota Jakarta, Senin (22/12/25).

    Pramono mengatakan larangan tersebut mencakup kegiatan di hotel, pusat perbelanjaan, hingga lokasi keramaian lainnya. SE akan diterbitkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta dalam waktu dekat.

    Meski begitu, Pramono mengakui Pemprov DKI tidak bisa sepenuhnya melarang masyarakat secara personal yang menyalakan kembang api atau petasan. Namun, ia mengimbau warga Jakarta untuk menahan diri.

    2. Banten

    Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menerbitkan kebijakan larangan penggunaan kembang api dan petasan menjelang perayaan Tahun Baru 2026. 

    Kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Gubernur Banten Andra Soni sebagai upaya menjaga ketertiban umum, keamanan, serta keselamatan masyarakat di seluruh wilayah Provinsi Banten.

    Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Banten Nomor 73 Tahun 2025 tentang Larangan Penggunaan Kembang Api dan Petasan Menjelang Perayaan Tahun Baru 2026 di Wilayah Provinsi Banten yang ditetapkan di Serang pada 24 Desember 2025.

    Dalam surat edaran tersebut, gubernur Banten mengimbau sekaligus melarang seluruh masyarakat untuk tidak menggunakan, menyalakan, memperjualbelikan, maupun menyimpan kembang api dan atau petasan dalam bentuk dan jenis apa pun. Baik menjelang maupun pada saat perayaan Tahun Baru 2026.

    Kebijakan ini dimaksudkan untuk menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang tetap kondusif. Selain itu, larangan tersebut juga bertujuan untuk menghindari potensi gangguan keselamatan, kebakaran, serta kecelakaan yang kerap terjadi akibat penggunaan petasan, khususnya di lingkungan permukiman.

    Gubernur Banten juga menekankan bahwa larangan ini memiliki makna sosial yang lebih luas sebagai wujud empati dan solidaritas kemanusiaan atas musibah yang dialami korban bencana alam di wilayah Sumatera. Pemerintah Provinsi Banten mengajak masyarakat merayakan Tahun Baru dengan cara yang lebih sederhana, aman, dan penuh kepedulian sosial.

    Melalui surat edaran itu, gubernur Banten menginstruksikan kepada seluruh Bupati dan Wali Kota se-Provinsi Banten untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut di wilayah masing-masing serta melaksanakan sosialisasi secara masif kepada masyarakat.

    Pemerintah daerah juga diminta melakukan koordinasi dengan unsur TNI, Polri, serta perangkat daerah terkait dalam rangka pengawasan dan penegakan ketertiban umum. Selain itu, camat, lurah, kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda diharapkan turut berperan aktif memberikan pemahaman kepada masyarakat.

    Dengan diterbitkannya kebijakan ini, Pemprov Banten berharap perayaan Tahun Baru 2026 dapat berlangsung aman, tertib, dan kondusif, serta mencerminkan kepedulian sosial seluruh elemen masyarakat.

    3. Cirebon

    Menjelang pergantian Tahun Baru 2026, Polsek Pabedilan Polresta Cirebon melalui Bhabinkamtibmas Desa Pabedilan Kidul melaksanakan kegiatan sambang dan sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka Operasi Lilin Lodaya 2025.

    okus utama dalam kegiatan sambang tersebut adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bahaya serta larangan penggunaan kembang api dan petasan secara berlebihan, yang berpotensi menimbulkan gangguan kamtibmas.

    Dalam sosialisasinya, petugas menyampaikan beberapa imbauan penting, di antaranya mengingatkan warga agar tidak menyalakan kembang api dan petasan karena berisiko menimbulkan kebakaran di kawasan permukiman padat serta dapat menyebabkan cedera. Selain itu, masyarakat juga diajak untuk merayakan malam pergantian tahun dengan kegiatan yang lebih positif, seperti doa bersama dan silaturahmi keluarga, guna menjaga ketenangan dan kenyamanan lingkungan, khususnya bagi lansia, anak-anak, dan warga yang sedang sakit.

    Petugas juga mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan konvoi kendaraan maupun arak-arakan yang menggunakan knalpot tidak sesuai spesifikasi (knalpot brong), karena dapat mengganggu ketertiban lalu lintas dan kenyamanan pengguna jalan lainnya.

    Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kesadaran masyarakat semakin meningkat dalam mendukung pelaksanaan Operasi Lilin Lodaya 2025, sehingga perayaan malam Tahun Baru 2026 di wilayah hukum Polsek Pabedilan dapat berlangsung aman, tertib, dan kondusif.

    4. Jawa Timur

    Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengimbau pemerintah kabupaten dan kota di Jatim tidak menggelar pesta kembang api saat pergantian tahun 2025 ke 2026 dan menggantinya dengan doa bersama.

    Dilansir dari Antara, dia menjelaskan imbauan tersebut merupakan wujud empati dan solidaritas atas musibah banjir bandang yang melanda sejumlah daerah di Indonesia, khususnya Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatera Utara, yang menimbulkan korban jiwa serta dampak sosial luas.

    Menurut Khofifah, doa bersama dapat menjadi simbol kebersamaan nasional sekaligus momentum memperkuat nilai kemanusiaan, solidaritas, dan spiritualitas dalam menghadapi berbagai tantangan bangsa ke depan.

    Selain itu, dia mengingatkan kondisi cuaca pada akhir tahun masih berpotensi ekstrem berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dengan puncak hujan di Jawa Timur pada Desember 2025 mencapai 20 persen, Januari 2026 sebesar 58 persen, dan Februari 2026 sebesar 22 persen.

    Khofifah berharap seluruh elemen masyarakat, pemerintah daerah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan doa bersama menyambut Tahun Baru 2026.

    5. Yogyakarta

    Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menyatakan melarang masyarakat maupun pihak penyelenggara menggelar pesta kembang api saat malam Tahun Baru 2026.

    Terkait sanksi bagi masyarakat yang melanggar aturan tersebut, akan menjadi kewenangan kepolisian.

    Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyatakan Mabes Polri tidak memberikan izin pesta kembang api pada malam Tahun Baru 2026 dan menyerahkan teknis penindakan kepada kepolisian daerah.

  • Hendy Setiono dan Baba Rafi Enterprise Borong Penghargaan di SBA 2025

    Hendy Setiono dan Baba Rafi Enterprise Borong Penghargaan di SBA 2025

    Surabaya (beritajatim.com) – Hendy Setiono beserta Baba Rafi Enterprise sukses memborong dua penghargaan bergengsi dalam ajang Satria Brand Award (SBA) 2025 yang diselenggarakan oleh Suara Merdeka Semarang.

    Sebagai program apresiasi tahunan bagi tokoh dan brand (merek) inspiratif nasional, SBA mengakui komitmen Hendy dalam membangun ekosistem bisnis yang tidak hanya berdaya saing, tetapi juga berkelanjutan dan berdampak luas bagi masyarakat.

    ​Dalam ajang tersebut, Hendy Setiono selaku Founder & CEO dinobatkan sebagai Entrepreneur of the Year berkat kepemimpinannya yang adaptif dan inovatif dalam menghadapi dinamika industri.

    Di saat yang sama, Baba Rafi Enterprise dianugerahi Sustainable Growth & Impact Award atas konsistensinya dalam mencatatkan pertumbuhan bisnis yang berjalan selaras dengan kontribusi sosial dan ekonomi bagi khalayak.

    ​Dewan juri menilai Hendy berhasil menghadirkan model kepemimpinan yang mengutamakan penciptaan nilai jangka panjang melalui pengembangan talenta serta penguatan UMKM lokal.

    Prestasi ini semakin diperkuat oleh kiprahnya membawa merek lokal Indonesia menembus pasar global, sembari tetap menjaga keseimbangan antara ekspansi bisnis dan penciptaan lapangan kerja di berbagai daerah.

    ​Prosesi penyerahan penghargaan berlangsung di Baba Rafi Plaza, Sidoarjo, pada Senin (22/12/2025). Meski tidak dapat hadir karena sedang menjalankan misi kemanusiaan di Aceh, Hendy menyampaikan rasa syukurnya melalui sebuah rekaman video.

    “Penghargaan ini adalah amanah sekaligus motivasi bagi kami untuk terus bertumbuh dan memberikan dampak positif yang lebih luas melalui kolaborasi bersama para mitra strategis,” ungkap Hendy, pada Jumat (26/12/2025).

    ​Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Bambang Pulung Gono, Direktur Bisnis Suara Merdeka, yang memuji Baba Rafi Enterprise sebagai contoh nyata merek lokal dengan tata kelola solid dan visi jangka panjang.

    Keberhasilan ganda ini semakin menegaskan posisi Hendy Setiono dan grup usahanya sebagai figur inspiratif yang terus konsisten menggerakkan roda ekonomi dan memotivasi generasi pelaku usaha di Indonesia. (rma/ian)

  • Habib Rizieq Sindir Menteri yang Remehkan Bantuan dari Malaysia: Sombong, Harusnya Terima Kasih!

    Habib Rizieq Sindir Menteri yang Remehkan Bantuan dari Malaysia: Sombong, Harusnya Terima Kasih!

    GELORA.CO – Rizieq Shihab melontarkan sindiran keras kepada menteri Kabinet Merah Putih yang dinilai meremehkan bantuan dari Malaysia terkait penanganan bencana banjir bandang dan tanah longsor yang menimpa Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Ia menilai, sikap tersebut mencerminkan kesombongan dan tidak menghargai niat baik negara tetangga.

    Dalam ceramahnya, Rizieq menyinggung pernyataan pejabat yang menolak bantuan dengan dalih pemerintah masih mampu menangani kondisi di lapangan. Menurutnya, klaim tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. “Tapi sekarang, saudara, giliran ada mau bantuan bilangnya, ‘Nggak, kita masih mampu. Kita masih mampu.’ Masih mampu dari mana mampu? Kalau mampu jembatan sudah beres. Kalau mampu tuh mayat udah selesai semua diangkat dalam waktu singkat. Betul? (Betul!),” kata Rizieq Shihab saat menyampaikan ceramah dihadapan para jamaahnya, dikutip Jumat (26/12).

    Ia menegaskan, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk merasa malu menerima bantuan kemanusiaan, apalagi jika kondisi di lapangan masih memerlukan pertolongan dari berbagai pihak. “Jangan malu, jangan malu, saudara. Ada lagi menteri, bahkan ngeremehin bantuan Malaysia nggak seberapa. Cilik itu, kecil. Sombongnya Saudara,” sindirnya.

    Rizieq menekankan bahwa Malaysia sebagai negara tetangga telah menunjukkan iktikad baik dengan mengirimkan bantuan. Karena itu, sikap yang seharusnya ditunjukkan adalah rasa terima kasih, bukan justru meremehkan. “Eh, Malaysia tetangga kita, saudara, beriktikad baik kirim bantuan. Sekecil apa pun, terima kasih! Betul? (Betul!) Betul? (Betul!) Nggak ada terima kasihnya, makin nyepelein ‘enggak seberapa’, idzi biko ukh… pengen dikepret aja lo,” tegasnya.

    Ia kemudian memberikan contoh sederhana tentang makna keikhlasan dan kewajiban mensyukuri bantuan, sekecil apa pun nilai yang diberikan. Ia mengajak para jamaahnya untuk menyisikan uang sekecil apapun kepada para korban terdampak bencana.

    “Jamaah nanti ini bantu untuk Aceh, 1000 perak, 2000 perak, bagus tidak? (Bagus!) Wajib nggak disyukuri? (Wajib!),” ujarnya.

    Rizieq juga menyindir keras jika pola pikir meremehkan bantuan kecil itu diterapkan secara luas oleh pejabat negara. Menurutnya, sikap semacam itu justru akan merusak nilai kemanusiaan dan gotong royong.

    “Jangan sampai menteri ini denger. Lu nyumbang 1000, nih menteri jangan denger. Kalau menteri denger, ‘Eh, 1000’. Udah, pokoknya Masjid Madinah kirim-kirim aja, jangan ngomong. Jangan diberitain,” sesalnya.

    Lebih lanjut, Rizieq mempertanyakan kelayakan pejabat yang memiliki sikap merendahkan bantuan rakyat dan negara lain, apakah tetap pantas menjadi pejabat publik.

    “Kalau menteri denger, gawat. ‘Eh, orang Karang Tengah, kecil’. Kacau tidak? (Kacau!) Kacau tidak? (Kacau!) Apa orang begini layak jadi menteri? (Tidak!),” pungkasnya.

  • Kodim Tuban Bersama Relawan Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatra

    Kodim Tuban Bersama Relawan Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatra

    Tuban (beritajatim.com) – Kodim 0811/Tuban bersama Sekretariat Bersama (Sekber) Relawan Penanggulangan Bencana Tuban menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi korban bencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah wilayah di Aceh dan Sumatra.

    Komandan Kodim (Dandim) 0811/Tuban, Letkol Inf Galih Sakti Pramudyo, mengatakan penyaluran bantuan tersebut merupakan wujud kepedulian kemanusiaan terhadap masyarakat yang terdampak bencana.

    “Sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian nyata, Kodim 0811/Tuban bersama relawan bahu-membahu menyalurkan bantuan kepada saudara-saudara kita di Sumatra dan Aceh yang tengah mengalami musibah bencana hidrometeorologi,” ujar Letkol Inf Galih Sakti Pramudyo, Jumat (26/12/2025).

    Ia menjelaskan, sebelum didistribusikan, seluruh bantuan telah dipersiapkan dan dikemas di Markas Kodim 0811/Tuban untuk memastikan kelengkapan, ketepatan, serta kelancaran pengiriman ke daerah tujuan.

    “Bencana di Sumatra dan Aceh meninggalkan duka yang mendalam. Kami berharap bantuan ini dapat meringankan beban warga yang terdampak sekaligus memberikan harapan di tengah kesulitan,” terangnya.

    Menurut Galih, penyaluran bantuan dilakukan melalui koordinasi ketat dengan instansi terkait dan lembaga kemanusiaan agar bantuan benar-benar tepat sasaran. Proses pengiriman dilaksanakan secara bertahap dengan tetap memperhatikan faktor keselamatan dan kelancaran distribusi.

    “Melalui kegiatan ini, semangat gotong royong dan solidaritas antarwilayah tetap menjadi kekuatan bangsa. Di tengah duka bencana, kepedulian dan kerja sama menjadi sumber harapan yang memperkuat persaudaraan sesama anak bangsa,” pungkasnya. [dya/but]

  • Kemendikdasmen Bakal Relokasi Sekolah Rusak Terdampak Bencana di Sumatra

    Kemendikdasmen Bakal Relokasi Sekolah Rusak Terdampak Bencana di Sumatra

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI (Kemendikdasmen) bakal merelokasi sekolah-sekolah yang terdampak bencana banjir bandang di Sumatra, dan memastikan proses belajar mengajar bisa tetap berjalan. 

    Kemendikdasmen telah melakukan peninjauan langsung ke sejumlah satuan pendidikan terdampak di Provinsi Sumatra Barat. 

    Staf Khusus Mendikdasmen Bidang Manajemen dan Kelembagaan, Didik Suhardi menegaskan bahwa Kemendikdasmen telah menyalurkan berbagai bentuk bantuan sejak empat minggu terakhir guna mendukung pemulihan layanan pendidikan. 

    Bantuan tersebut juga diberikan secara bertahap dan disesuaikan dengan jumlah peserta didik terdampak serta tingkat kerusakan satuan pendidikan.

    “Bantuan yang kami salurkan cukup beragam, mulai dari perlengkapan sekolah, bingkisan makanan dan minuman sehat, alat tulis sekolah, hingga tenda untuk ruang kelas darurat. Selain itu, kami juga memberikan dukungan berupa voucher uang tunai untuk membantu pembersihan sisa material banjir di lingkungan sekolah,” ujar Didik melalui keterangan resmi, dikutip Jumat (26/12/2025).

    Dia menambahkan bahwa seluruh bantuan tersebut juga disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing sekolah terdampak, baik dari sisi jumlah peserta didik maupun tingkat kerusakan bangunan sekolah.

    “Kami dari Kementerian terus berupaya memaksimalkan bantuan dan memastikan sekolah-sekolah, khususnya yang terdampak banjir, dapat kembali melaksanakan pembelajaran agar bisa mulai kembali di semester genap yang akan dimulai Januari mendatang,” tambahnya.

    Lebih lanjut, Didik menyampaikan bahwa bagi satuan pendidikan yang sudah tidak memungkinkan digunakan, khususnya yang berada di wilayah rawan, diperlukan langkah relokasi ke lokasi yang lebih aman.  

    “Bagi lembaga pendidikan seperti Madrasah Tsanawiah di Kabupaten Solok yang rusak total dan perlu direlokasi kami berharap adanya dukungan dari para donatur, terutama terkait penyediaan lahan. Sementara itu, untuk sekolah-sekolah di bawah naungan Kemendikdasmen, kami terus mengupayakan bantuan agar proses pembelajaran tetap dapat berjalan,” ujarnya.

    Sebagai langkah darurat, Kemendikdasmen juga menyiapkan kelas sementara berupa tenda pembelajaran. Sedikitnya tiga unit tenda akan segera dikirimkan dan digunakan di sejumlah titik terdampak. 

    “Insyaallah tenda akan segera dikirim dan paling lambat tiba besok, sehingga anak-anak dapat kembali belajar,” jelas Didik.

    Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa upaya pemulihan tidak hanya dilakukan di Sumatra Barat, tetapi juga di wilayah lain yang terdampak bencana, seperti Sumatra Utara dan Aceh. 

    Dalam sepekan terakhir, Kemendikdasmen telah menyalurkan sekitar 105 tenda darurat serta dukungan anggaran untuk pembangunan kelas sementara melalui kerja sama dengan berbagai lembaga masyarakat.

    “Langkah ini kami lakukan agar pada awal semester genap nanti, anak-anak dapat kembali mengikuti proses pembelajaran dengan aman dan nyaman, baik di sekolah yang telah dibersihkan maupun di kelas darurat,” imbuhnya.

  • UMKM Terdampak Bencana Aceh-Sumatra Dapat Relaksasi KUR: Bunga 0%, Cicilan Ditunda

    UMKM Terdampak Bencana Aceh-Sumatra Dapat Relaksasi KUR: Bunga 0%, Cicilan Ditunda

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah resmi memberikan relaksasi pembayaran kredit usaha rakyat (KUR) bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terdampak bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, seluruh debitur KUR di tiga provinsi tersebut sementara tidak perlu melakukan pembayaran bunga maupun cicilan. Kebijakan ini akan berlaku hingga pemerintah menyelesaikan fase pemetaan UMKM terdampak.

    “Seluruh KUR UMKM di Sumatra Utara, Aceh, dan Sumbar dimoratoriumkan pembayaran bunga maupun cicilannya,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Pondok Indah Mall 1, Jakarta Selatan, Jumat (26/12/2025).

    Airlangga menuturkan, pemerintah akan melakukan monitoring untuk percepatan pemulihan bagi KUR baru, kreditur atau debitur KUR baru per 1 Januari 2026–31 Desember 2026 dengan tingkat bunga 0%. Kemudian, suku bunga 3% pada 2027 dan 2028 kembali 6%.

    Sementara itu, Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan, saat ini pemerintah tengah melakukan inventarisasi UMKM terdampak bencana banjir di Aceh dan Sumatra hingga Maret 2026.

    Maman menyampaikan, pemetaan ini akan menentukan siapa yang berhak mendapatkan relaksasi, penghapusan bunga, atau bahkan penghapusan piutang.

    Selain moratorium, pemerintah juga memperkenalkan program Klinik UMKM Bangkit, yang akan hadir di tiga provinsi. Aceh menjadi fokus khusus dengan tiga klinik, sementara Sumatra Utara dan Sumatra Barat masing-masing satu klinik.

    Klinik ini akan memberikan tiga layanan utama, yakni pembiayaan, fasilitas pemasaran dengan membeli produk lokal, dan dorongan produksi agar ekonomi daerah bencana mulai bergerak kembali.

  • Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

    Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

    GELORA.CO – Penindakan warga pembawa bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Lhokseumawe, Aceh jangan represif.

    Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengingatkan, pendekatan represif berpotensi memperkeruh situasi dan memicu konflik lebih luas di tengah masyarakat.

    “Dampak paling menakutkan adalah menjadikan keributan itu sebagai alasan melaksanakan operasi militer kembali di Aceh,” ujar Feri kepada Kantor Berita Ekonomi dan Politik RMOL, Jumat, 26 Desember 2025.

    Ia mengingatkan agar publik tidak berasumsi penanganan bencana di Aceh sengaja diperlambat hingga menyulut kemarahan masyarakat.

    “Akibatnya bentrok tak terhindar dan Aceh kemudian dijadikan daerah operasi militer. Pada titik itu, semua penderitaan ini (bisa dijadikan) politisasi anggaran pertahanan dan keamanan. Ini tidak boleh jadi asumsi,” ujarnya.

    Atas dasar itu, Feri menegaskan penting bagi aparat keamanan, baik militer maupun kepolisian mengedepankan pendekatan dialog dan mediasi konflik.

    “Cara militer dan polisi harus mengedepankan mediasi konflik, bukan represivitas terhadap perbedaan pendapat,” pungkasnya.

    Prajurit TNI AD Korem 011/Lilawangsa sebelumnya membubarkan sekelompok warga pembawa bendera GAM di Lhokseumawe, Aceh, Kamis, 25 Desember 2025.

    Pembubaran dipimpin Danrem Ali Imran tersebut berlangsung di jalan nasional lintas Banda Aceh – Medan, tepatnya, Simpang Kandang, Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe.

    “TNI membubarkan kelompok pembawa bendera GAM yang melakukan aksi di tengah jalan. Seorang pria bawa senjata api pistol dan rencong diamankan,” kata Danrem 011/Lilawangsa, Kolonel Inf Ali Imran di Lhokseumawe.