provinsi: Aceh

  • Pengungsi Rohingya Tembus 1.600, Kenapa Nelayan Aceh Menolong Mereka?

    Pengungsi Rohingya Tembus 1.600, Kenapa Nelayan Aceh Menolong Mereka?

    Jakarta

    Sebanyak 45 orang Rohingya yang seluruhnya pria ditemukan terdampar di Pantai Kuala Idi Cut, Aceh Timur, Kamis (14/12).

    Menurut wartawan Hidayatullah di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, puluhan pengungsi ini sudah dipindahkan ke Gedung Sport Center.

    Berdasarkan laporan UNHCR, ini merupakan gelombang kedatangan Rohingya ke-10 dalam satu bulan terakhir. UNHCR mencatat total pengungsi yang berada di Aceh sejauh ini mencapai 1.608 jiwa, termasuk 140 orang yang bertahan dalam satu tahun terakhir.

    Gelombang kedatangan orang Rohingya ke Aceh diwarnai sentimen negatif warganet Indonesia. Bahkan, narasi kebencian dan hoaks soal Rohingya marak beredar di media sosial.

    Sejumlah anak pengungsi Rohingya menikmati buah semangka bantuan dari warga Banda Aceh, setelah mereka lima kali berpindah-pindah tempat karena penolakan dari masyarakat lokal dan kini berada di penampungan sementara di Balai Meuseuraya Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Senin (11/12/2023). (ANTARA FOTO)

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Di tengah polemik ini, seorang anggota DPR mewacanakan agar penyelamatan pengungsi yang masuk wilayah Indonesia harus didahului pemeriksaan status mereka.

    Peneliti yang fokus pada Rohingya dari BRIN mengkritik wacana tersebut, karena bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia, sekaligus bertolak belakang pada aturan yang sudah dibuat Presiden Joko Widodo.

    Sementara itu, seorang nelayan di Aceh mengatakan, “Kalau ada musibah [di laut], wajib kita tolong. Kalau tidak menolong, ada sanksi adat.”

    Kalau tidak menolong, ada sanksi adat

    Seorang nelayan di Aceh, Rahmi Fajri, mengatakan hukum adat laut yang disepakati bersama dengan pimpinan adat yang disebut “Panglima Laot”, mengikat para nelayan untuk menolong siapapun yang kesusahan di laut.

    “Di darat kita bermusuhan, tapi ketika di laut kita jadi saudara. Kalau ada musibah, wajib kita tolong. Kalau tidak menolong, ada sanksi adat,” kata Rahmi.

    Menurut Rahmi, aturan tersebut sudah turun temurun berlaku dari nenek moyang yang menjadi “kekhususan adat Aceh” dan tidak goyah walau sejumlah kalangan menyuarakan penolakan pengungsi Rohingya.

    Rahmi Fajri, nelayan di Aceh sedang membenahi peralatan tangkap ikannya. (Hidayatullah)

    “Jika di laut akan kita tolong. Tapi ketika dibawa ke darat, itu urusannya pengawasan dan pemerintah. Jadi di luar tanggung jawab nelayan,” tambahnya.

    Panglima Laot Aceh, Miftah Tjut Adek, juga mempertegas hal itu: “Bagi kami, Rohingya itu bukan kewenangan hukum adat laot untuk menerima mereka”.

    “Kami hanya menerapkan hukum sosial untuk membantu mereka di laut apabila mereka butuh. Tanpa menarik/mengangkut ke darat. Membantu orang yang butuh pertolongan adalah kewajiban kita semua,” kata Miftah.

    Apa itu Hukum Adat Laut Aceh?

    Berdasarkan keterangan Miftah, Lembaga Hukum Adat Laot adalah lembaga adat nelayan yang dipimpin seorang yang dipilih secara adat yaitu Panglima Laot. Panglima Laot ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Samudera Pasai, 16 abad yang lalu.

    Secara historis, panglima laot bertugas sebagai perpanjangan tangan raja untuk menjaga laut sebagai lalu lintas perdagangan termasuk memungut pajak, melayani dan menjaga keamanan para pedagang dari luar kerajaan, termasuk pelindung untuk nelayan.

    Seiring perkembangan zaman, lembaga ini mengambil peran menjaga keamanan di laut, agar nelayan tidak berkonflik dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan.

    Kemudian, menjaga hukum adat dan adat istiadat yang tumbuh berkembang dalam kehidupan masyarakat nelayan termasuk adat sosial di dalamnya, serta menjaga kelestarian lingkungan pesisir pantai dan laut.

    ANTARAFOTOWarga melihat kapal kayu yang ditumpangi imigran Rohingya hingga terdampar di pesisir pantai Lamreh, Aceh Besar, Aceh, Minggu (10/12/2023).

    “Hukum adat bukan qanun atau undang undang yang perlu disahkan oleh DPR Kabupaten/DPR Aceh/pemerintah,” kata Miftah.

    Sebelum ramai kehadiran Rohingya, banyak nelayan Aceh membantu orang-orang di laut baik hidup maupun sudah meninggal. “Tanpa melihat agama, ras dan etnis,” tegas Miftah.

    Dalam wawancara BBC News Indonesia beberapa tahun lalu, Panglima Laot Aceh tetap akan menolong pengungsi Rohingya, meskipun terdapat larangan pihak TNI.

    Kearifan lokal yang tidak diperhatikan

    Profesor Tri Nuke Pudjiastuti dari BRIN menyayangkan kearifan lokal yang dimiliki nelayan Aceh ini “tidak diperhatikan” oleh pihak otoritas. Padahal hukum adat mereka satu napas dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 tahun 2016 tentang penanganan pengungsi dari luar negeri, yang memprioritaskan penyelamatan.

    “Kalau mereka menerima kapal yang ditolak beberapa kali, menunjukan sebenarnya mereka tidak menolak. Tetapi tekanan lingkungan dan ketidakjelasan kebijakan pemerintah, menjadikan mereka, tergantung situasi.”

    “Kalau perspektifnya hak asasi manusia, maka yang pertama orang itu ditolong,” kata Nuke.

    Selain itu, jika terdapat pihak otoritatif yang mendorong kapal Rohingya kembali ke laut, maka “sudah jelas itu melanggar”.

    Dalam Perpres No. 125/2016, kata Nuke, sudah gamblang dijelaskan agar pengungsi dari luar negeri melewati tahap apa yang disebut “penemuan, penampungan, dan pengamanan”.

    ANTARAFOTOImigran Rohingya yang terdampar di pantai Lamreh Kabuten Aceh Besar menggendong anaknya saat memasuki lantai dasar Balee Meurseuraya Aceh (BMA) di Banda Aceh, Aceh, Selasa (12/12/2023).

    “Jadi kalau dibilang, didata dulu, baru ditolong, nanti keburu tidak bernapas lagi,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR, Bobby Rizaldi, memaknai kewajiban operasi penyelamatan dalam Perpres No. 125/2016 harus didahului kejelasan status orang-orang yang masuk wilayah Indonesia.

    Politikus dari Partai Golkar ini menengarai tidak setiap orang, termasuk dari komunitas Rohingya, masuk ke Indonesia dengan status pengungsi.

    “Yang datang ke Indonesia mungkin tidak terdaftar sebagai pengungsi. Karena tidak ada teregistrasi sebagai pengungsi, otoritas akan memasukkan mereka sebagai imigran gelap,” ujar Bobby dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Rabu (13/12).

    Bagaimana aturan Jokowi tentang penanganan pengungsi?

    Presiden Jokowi meneken Perpres No. 125/2016 pada 31 Desember 2016. Regulasi ini mengatur penanganan pengungsi yang datang dari luar negeri.

    Pengungsi yang dimaksud perpres ini adalah orang asing yang berada di wilayah Indonesia karena ketakutan yang beralasan terhadap persekusi berbasis ras, suku, agama, kebangsaan dan pendapat politik yang berbeda.

    Yang masuk dalam kategori tadi adalah orang-orang yang tidak menginginkan perlindungan dari negara asal atau telah mendapatkan status pencari suaka atau pengungsi atau dari UNHCR.

    ANTARAFOTOPetugas melakukan pendataan bagi seorang imigran Rohingya yang dipindahkan dari Pantai Ujong Kareung Sabang di tempat penampungan sementara di gedung eks kantor Imigrasi, Punteuet, Lhokseumawe, Aceh, Kamis (23/11/2023).

    Merujuk pasal 9 dalam perpres ini, pengungsi yang ditemukan dalam keadaan darurat, seperti berada di kapal yang akan tenggelam, harus segera dipindahkan ke kapal penolong. Pengungsi tadi juga wajib dibawa ke darat jika keselamatan nyawa mereka terancam.

    Perpres ini mengatur, lembaga yang bertugas melakukan ini adalah Basarnas. Operasi pertolongan itu dapat melibatkan TNI, Polri, Kementerian Perhubungan, Bakamla, dan organisasi non-kementerian di bidang serupa.

    ANTARAFOTOImigran Rohingya menunggu dalam truk Satpol PP dan WH setelah ditolak warga untuk direlokasi di UPTD Rumoh Seujahtera Beujroh Meukarya Dinas Sosial, Ladong, Aceh Besar, Aceh, Senin (11/12/2023).

    Setelah operasi penyelamatan dan pertolongan tadi, sebagaimana diatur pasal 9 huruf d, orang asing yang diduga pengungsi perlu dibawa ke Rumah Detensi Imigrasi atau Kantor Imigrasi setempat. Di situlah para pengungsi tadi akan menjalani pemeriksaan identitas.

    Pasal 24 perpres ini mengatur, pejabat Rumah Detensi Imigrasi, bekerja sama dengan pemerintah daerah, harus menempatkan pengungsi yang ditemukan ke penampungan atau akomodasi sementara.

    ANTARAFOTOSejumlah imigran etnis Rohingya berdoa bersama saat berada di depan pagar Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Aceh, Senin (11/12/2023).

    Tempat penampungan itu, seperti diatur pasal 26, harus dekat fasilitas kesehatan dan ibadah, berada di satu kabupaten atau kota dengan Rumah Detensi Imigrasi, dan memiliki kondisi keamanan yang mendukung.

    Organisasi internasional di isu migrasi dapat turut memfasilitasi proses penampungan pengungsi. Pasal 26 mengatur, bantuan yang dapat diberikan adalah penyediaan air bersih, kebutuhan makan, fasilitas kesehatan dan ibadah.

    Perpres ini juga mengamanatkan pengamanan pengungsi kepada Polri. Kepolisian, seperti tertulis pada pasal 32, ditugaskan untuk menjaga pengungsi agar tetap berada di tempat penampungan. Polri juga diminta menciptakan rasa aman terhadap warga di sekitar penampungan.

    Kendati demikian, Perpres No. 125/2016 ini disebut “tidak cukup lengkap”, karena belum mengatur kewenangan pemerintah daerah terkait penggunaan anggaran dan pencarian dana bantuan, jelas Profesor Nuke.

    Isu penyelundupan manusia

    Isu penyelundupan manusia, dan imigran gelap yang berkembang dikhawatirkan justru dapat menjadi pembenaran dalam pengusiran para pengungsi Rohingya saat berada di tengah laut.

    Padahal, menurut Profesor Nuke, para pengungsi Rohingya yang datang ke Aceh walaupun terbukti terhubung dengan penyelundupan manusia, status mereka tetaplah korban.

    “Kalau kita push back mereka, itu artinya bahwa mereka adalah penyelundup. Padahal, mereka adalah korban dari penyelundupan,” kata Nuke.

    Ia juga merujuk pada UUD 1945, Pasal 28G ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain”.

    ANTARAFOTOImigran Rohingya menunggu dalam truk Satpol PP dan WH setelah ditolak warga untuk direlokasi di UPTD Rumoh Seujahtera Beujroh Meukarya Dinas Sosial, Ladong, Aceh Besar, Aceh, Senin (11/12/2023).

    “Itu posisi Indonesia. Bukan posisi perorangan, lembaga, atau pemerintah. Tapi posisi Indonesia,” katanya.

    Menurut Nuke, pemerintah Indonesia tidak bisa menghadapi gelombang pengungsi ini sendirian.

    Kata dia, Indonesia sebagai ketua ASEAN masih berkesempatan membuka ruang pertemuan khusus yang membahas gelombang pengungsi Rohingya, di mana akar masalah sebenarnya ada di Myanmar.

    Apa respons terbaru pemerintah?

    Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah bertemu Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi, untuk membahas isu pengungsi Rohingya yang masih di wilayah Indonesia.

    “Kita bahas tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini dengan kedatangan bertubi tubi pengungsi Rohingya di Indonesia. Dan saya sampaikan, terdapat dugaan kuat masalah penyelundupan dan perdagangan manusia,” kata Menlu Retno dalam keterangan pers yang dikutip Rabu (13/12).

    Ia melanjutkan, dalam pembicaraan empat mata yang dilakukan dengan sangat terbuka tersebut dengan Komisioner Tinggi UNHCR, “beliau sangat memahami tantangan yang dihadapi Indonesia”.

    ANTARAFOTOImigran etnis Rohingya makan siang saat berada di tenda penampungan sementara kawasan pesisir pantai desa Kulam, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu (22/11/2023).

    Menlu Retno bilang, UNHCR akan berusaha semaksimal mungkin membantu menyelesaikan masalah ini, antara lain dengan memberikan bantuan untuk mendukung kehidupan para pengungsi tersebut.

    “Saya juga menyampaikan kepada UNHCR di dalam pertemuan tersebut untuk terus mendesak kepada negara pihak Konvensi Pengungsi untuk segera mulai menerima resettlement sehingga beban tidak bergeser ke negara lain seperti Indonesia,” kata Retno.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menlu Temui Komisioner UNHCR, Bahas Pengungsi Rohingya di Indonesia

    Menlu Temui Komisioner UNHCR, Bahas Pengungsi Rohingya di Indonesia

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menemui Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Filippo Grandi untuk membahas masalah pengungsi Rohingya di Indonesia.

    Dalam pertemuan di Jenewa, Swiss, pada Senin (11/12), Retno menyampaikan kepada Grandi mengenai tantangan yang dihadapi RI belakangan imbas kedatangan gelombang pengungsi Rohingya.

    “Dan saya sampaikan, terdapat dugaan kuat masalah penyelundupan dan perdagangan manusia,” kata Retno dalam keterangan resmi, Selasa (12/12).

    Menurut Retno, Grandi memahami tantangan yang tengah dihadapi Indonesia tersebut. UNHCR pun disebut akan berusaha maksimal untuk membantu menyelesaikan persoalan ini.

    “Antara lain dengan memberikan bantuan untuk mendukung kehidupan para pengungsi tersebut,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Retno juga meminta UNHCR untuk mendesak negara penandatangan Konvensi Pengungsi agar segera mulai menerima resettlement “sehingga beban tidak bergeser ke negara lain seperti Indonesia.”

    Masalah pengungsi Rohingya di Indonesia tengah menjadi perdebatan panjang, terutama setelah masyarakat Provinsi Aceh menolak kedatangan mereka dan membuat ratusan etnis Muslim Myanmar itu terkatung-katung di laut.

    Warga Aceh menolak karena tak ada lagi tempat penampungan serta kesan buruk dari pengungsi sebelumnya.

    “Para pengungsi yang melarikan diri, tidak menjaga kebersihan dan tidak mengindahkan syariat Islam dan adat di kalangan masyarakat,” kata Kapolres Lhokseumawe AKBP Henki Ismanto kepada detikSumut, Kamis (16/11/2023).

    Menurut Pj Gubernur Aceh Ahmad Marzuki pada Senin (11/12), pengungsi Rohingya di provinsi itu telah mencapai 1.684 orang hingga hari ini. Mereka tersebar di Pidie, Sabang, hingga Lhokseumawe.

    Para pengungsi Rohingya sebetulnya sudah sejak lama mendarat dan ditampung di Aceh, Pekanbaru, dan Medan.

    Namun, menurut Menko Polhukam Mahfud MD, tempat penampungan sementara di Pekanbaru dan Medan sudah penuh serta kehabisan dana. Kondisi serupa juga terjadi di penampungan sementara di Aceh.

    Oleh sebab itu, pemerintah tengah mencari solusi untuk mengatasi membludaknya para pengungsi Rohingya di Indonesia. Salah satunya dengan mengembalikan mereka ke negara asal, yakni Myanmar.

    Indonesia sendiri bukanlah penandatangan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa 1951 tentang Pengungsi. Karenanya, Indonesia bisa saja menolak para pengungsi yang mencari suaka ke RI.

    Para pengungsi Rohingya, sementara itu, berada di Indonesia untuk transit sementara ke negara penandatangan konvensi. Kendati begitu, mereka tak kunjung mendapat kepastian sehingga banyak yang berusaha mencari jalan sendiri untuk hidup nyaman.

    Pengungsi Rohingnya kebanyakan ingin berlabuh di Malaysia. Oleh sebab itu, banyak yang akhirnya kabur dari penampungan dan membuat sejumlah masalah.

    Menurut dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Mutiara Pertiwi, para pengungsi Rohingya telah membentuk komunitas undocumented migrants yang cukup besar di Malaysia, dengan kondisi ekonomi yang cukup berkembang.

    (blq/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kenapa Banyak Pengungsi Rohingya Lari ke Indonesia?

    Kenapa Banyak Pengungsi Rohingya Lari ke Indonesia?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menko Polhukam Mahfud MD baru-baru ini mengatakan pengungsi Rohingya di Indonesia mencapai 1.478 orang.

    Ribuan pengungsi dari Myanmar ini tersebar di penampungan sementara di Aceh, Medan, hingga Pekanbaru.

    Namun, para pengungsi Rohingya kebanyakan datang ke Provinsi Aceh, terutama sejak pertengahan November lalu.

    Menurut Pj Gubernur Aceh Ahmad Marzuki pada Senin (11/12), pengungsi Rohingya di Aceh telah mencapai 1.684 orang hingga hari ini. Mereka berada di Pidie, Sabang, serta Lhokseumawe.

    Kenapa banyak pengungsi Rohingya lari ke Indonesia?

    Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Mutiara Pertiwi, mengatakan para pengungsi Rohingya pada dasarnya sudah bermigrasi dalam beberapa gelombang selama puluhan tahun.

    Mutiara menjelaskan pada gelombang awal pengungsi dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, banyak etnis Rohingya yang mengambil rute darat menuju Bangladesh dan rute laut ke negara-negara Asia Tenggara, terutama Malaysia.

    Mereka kemudian membentuk komunitas undocumented migrants yang cukup besar di Malaysia. Negeri Jiran pun menjadi destinasi migrasi populer bagi etnis Rohingya lantaran perekonomian di sana cukup berkembang.

    Namun, pada 2015, kasus perdagangan manusia mencuat setelah kuburan massal para korban ditemukan. Sebagian besar korban merupakan etnis Rohingya di perbatasan Thailand dan Malaysia.

    “Sejak itu, ada patroli perbatasan yang lebih ketat di kedua negara tersebut sehingga kelompok Rohingya seringkali terkatung-katung di laut dan akhirnya sampai ke perairan Indonesia. Di sinilah entry point (awal mula) isu ini menjadi krisis bagi pencari suaka di Indonesia,” kata Mutiara kepada CNNIndonesia.com.

    Mutiara menyebutkan para pengungsi Rohingya dikategorikan sebagai orang tak berkewarganegaraan, sehingga tidak aman untuk direpatriasi atau dikembalikan ke Myanmar.

    Oleh sebab itu, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) membuat kamp khusus bagi mereka di Cox’s Bazar, Bangladesh. UNHCR juga membuat kamp pencari suaka di Pulau Bhasan Char, Bangladesh, untuk perluasan dan relokasi dari Cox’s Bazar.

    “Nah gelombang pengungsi terkini yang sampai ke Indonesia itu umumnya dari Cox’s Bazar. Mereka tidak mendapat kepastian masa depan, sehingga mempertaruhkan nyawa untuk bergabung dengan komunitas undocumented Rohingya di Malaysia yang cukup berkembang ekonominya,” ucap Mutiara.

    “Jadi pencari suaka Rohingya ini tersebar karena kombinasi intervensi rezim pengungsi internasional melalui UNHCR, kebijakan negara-negara Asia Tenggara, dan juga orientasi migrasi kelompok Rohingya sendiri,” imbuh dia.

    Tempuh jalur berbahaya demi suaka

    Para pengungsi Rohingya belakangan disebut-sebut terlibat dalam penyelundupan dan perdagangan manusia.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhamad Iqbal, mengatakan jaringan penyelundupan dan perdagangan manusia memanfaatkan para pengungsi Rohingya untuk memenuhi kepentingan finansial mereka.

    “Kami menduga kuat bahwa para pengungsi dimanfaatkan oleh jaringan penyelundupan serta perdagangan manusia,” kata juru bicara Kemlu Lalu Muhamad Iqbal kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/12).

    Lanjut ke sebelah…

    Mutiara membenarkan fenomena ini lantaran memang banyak pengungsi Rohingya yang ‘nekat’ bermigrasi melalui jaringan nelayan atau bahkan perdagangan dan penyelundupan hanya untuk mencari tempat aman guna melanjutkan hidup.

    Para pengungsi yang nekat ini umumnya tak memiliki kejelasan untuk mendapatkan tempat tinggal. Mereka telah menanti belasan hingga puluhan tahun tanpa kejelasan dan akhirnya memutuskan mencari jalan sendiri ke tempat yang lebih menjanjikan.

    Salah satu tempat itu ialah Malaysia, tempat para undocumented migrants tinggal dengan kondisi ekonomi yang baik. Hal ini yang menyebabkan banyak pengungsi Rohingya kabur dari penampungan untuk pergi ke Negeri Jiran.

    “Ini memang dilematis, UNHCR sendiri mempromosikan norma ‘safe travel to asylum’ dan mengimbau pencari suaka untuk menunggu penempatan di tempat transit/kamp resmi,” ujar Mutiara.

    Meski banyak yang menggunakan jalan ilegal ini, Mutiara mengatakan tak semestinya para pengungsi disimplifikasi sebagai bagian dari jaringan kriminal.

    Sebab dalam Konvensi Pengungsi, kata dia, ada prinsip “non penalisation”, di mana pengungsi dan pencari suaka tidak bisa dikriminalisasi karena bermigrasi tanpa dokumen atau lewat jalur tikus.

    Namun demikian, ada paradigma “keamanan tinggi” yang sangat dominan di perbatasan. Paradigma ini yang menganggap siapa pun yang membantu pengungsi atau pencari suaka di laut sebagai jaringan perdagangan atau penyelundupan.

    “Tahun lalu beberapa nelayan Aceh didakwa sebagai traffickers (pelaku perdagangan manusia) karena membantu Rohingya dari laut. Ini juga berakibat terhadap persepsi publik terhadap kelompok pencari suaka, terutama di tempat-tempat reception,” kata Mutiara.

    [Gambas:Photo CNN]

    Kekerasan di Bangladesh

    Menurut UNHCR, para pengungsi Rohingya datang mencari suaka ke negara lain karena mulai putus asa imbas “meningkatnya jumlah pembunuhan, penculikan, dan ketidakamanan di tempat mereka tinggal sebelumnya.”

    Laporan Human Rights Watch yang diterbitkan tahun ini menunjukkan geng-geng kriminal dan afiliasi dari kelompok-kelompok bersenjata telah mengancam para pengungsi di kamp-kamp Cox’s Bazar, Bangladesh, selama beberapa waktu belakangan.

    “Seorang pengungsi Rohingya berusia 19 tahun yang baru-baru ini tiba di Aceh bersama keluarganya mengatakan kepada AFP bahwa para penjahat di Cox’s Bazar mengancam dia dan keluarganya setiap hari. Dia bahkan rela membayar lebih dari $1.800 (sekitar Rp27,8 juta) untuk melakukan perjalanan menggunakan kapal tua menuju Indonesia,” demikian laporan Deutsche Welle (DW).

    Kepolisian Bangladesh juga melaporkan sedikitnya 60 orang Rohingya tewas terbunuh di kamp Cox’s Bazar tahun ini.

    Lebih dari itu, salah satu pendiri jaringan aktivis Free Rohingya Coalition, Nay San Lwin, mengatakan kepada DW bahwa Program Pangan Dunia (WFP) telah memotong jatah makanan para pengungsi awal tahun ini.

    Dengan demikian, sebagian besar pengungsi Rohingya kini harus bertahan hidup dengan 8 dolar atau sekitar Rp124 ribu setiap bulan.

    “Di kamp pengungsi, banyak orang bergantung pada jatah makanan dari WFP, di mana kini mereka tidak mungkin mendapatkan makanan yang cukup dengan 8 dolar (sekitar Rp124 ribu) untuk satu orang untuk jatah satu bulan,” ucap Lwin.

  • Kemlu Buka Suara soal RI Tak Ratifikasi Konvensi Pengungsi 1951

    Kemlu Buka Suara soal RI Tak Ratifikasi Konvensi Pengungsi 1951

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia buka suara soal RI tak meratifikasi Konvensi 1951 mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Juru bicara Kemlu RI Lalu Muhamad Iqbal mengatakan dirinya harus memahami dulu latar belakang Indonesia di masa itu.

    “Tapi mungkin pada saat itu adalah karena kondisi geografis kita, pintu masuk di Indonesia ini terlalu banyak jadi agak sulit menjaga masuknya pengungsi dari berbagai negara,” kata Iqbal saat konferensi pers di Kemlu, Selasa (12/12).

    Dia lalu berujar, “Kapasitas kita menjaga perbatasan akan sangat terbatas, itu salah satunya.”

    Iqbal sebelumnya sempat menyatakan Indonesia menerima pengungsi dengan alasan kemanusiaan.

    Indonesia melihat gelombang baru pengungsi Rohingya ke Aceh ini sebagai isu kemanusiaan.

    Pada 2020 lalu, Eks direktur jenderal hukum dan perjanjian internasional Kemlu Damos Dumoli Agusman pernah menjabarkan alasan Indonesia tidak menangani konvensi tersebut.

    Damos menerangkan Indonesia memiliki parameter sebelum meratifikasi perjanjian. Parameter itu yakni aman secara politis, keamanan, yuridis dan teknis.

    “Konvensi ini belum memenuhi atau aman dari keempat itu,” kata Damos pada 2020 dikutip kanal YouTube Riksawan Institute.

    Lebih lanjut, Damos menerangkan perjanjian itu melahirkan kewajiban internasional. Negara yang meratifikasinya harus mematuhi aturan tersebut.

    Beberapa contoh kewajiban itu tertuang dalam pasal 17 dan 21.

    Pasal 17 menyebut negara yang meratifikasi perjanjian wajib memberi pekerjaan ke pengungsi. Lalu pasal 21 menyebutkan negara yang meratifikasi harus memberi rumah atau akomodasi ke para pengungsi.

    Dalam konteks Indonesia, kata Damos, sejumlah kewajiban internasional itu jika nanti diimplementasikan akan berbenturan dengan masyarakat.

    “Dua itu menjadi persoalan bagi Indonesia. Jika Indonesia tak bisa memenuhi maka akan dinilai gagal memenuhi kewajiban sebagai negara ketiga,” ujar Damos.

    Dia lalu membeberkan dampak negatif jika Indonesia terlalu memaksakan meratifikasi konvensi itu. Damos menilai akan terjadi implikasi sosial dan politis yang bakal berdampak ke sektor keamanan.

    Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga sedang berjuang mengurangi kemiskinan dan pengangguran di negara ini.

    (isa/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kemlu RI soal Solusi Pengungsi Rohingya: Akar Masalah Konflik Myanmar

    Kemlu RI soal Solusi Pengungsi Rohingya: Akar Masalah Konflik Myanmar

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia buka suara soal langkah mengatasi pengungsi Rohingya yang belakangan berdatangan ke Aceh.

    Juru bicara Kemlu RI Lalu Muhamad Iqbal mengatakan persoalan pengungsi Rohingya di Indonesia yang harus diselesaikan adalah akar masalahnya.

    “Dan akar masalahnya adalah konflik di Myanmar yang hingga saat ini belum selesai,” ujar Iqbal saat konferensi pers di Gedung Kemlu, Selasa (12/12).

    “Indonesia akan melakukan semua kemampuan agar konflik di Myanmar dapat segera diselesaikan dan demokrasi bisa dipulihkan,” ia menambahkan.

    Usai merdeka Myanmar mengesahkan Undang-Undang Kewargenagaraan Uni. UU itu mengatur etnis mana yang bisa mendapat kewarganegaraan.

    Etnis Rohingya tak tercantum dalam undang-undang ini. Selain itu, Kudeta militer pada 1962 di Myanmar menciptakan berbagai perubahan dramatis.

    Sejak 1970-an, sejumlah tindakan keras terhadap etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine juga memaksa ratusan ribu orang mengungsi ke negara tetangga seperti Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan negara Asia Tenggara lain.

    Kondisi Rohingya kian sulit usai Myanmar dikudeta militer sehingga banyak warga Rohingya yang memilih pergi ke negara tetangga.

    Di kesempatan ini, Iqbal juga membeberkan persoalan pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia.

    Menurut dia ada dugaan tindak pidana yang meliputi pengungsi Rohingya yakni perdagangan dan penyelundupan orang.

    “Indonesia sebagai pihak di dalam konvensi PBB mengenai kejahatan transnasional memiliki kewajiban internasional untuk mencegah dan memberantas perdagangan maupun penyelundupan ilegal,” kata Iqbal.

    Indonesia, lanjut dia, berkomitmen mempersekusi pelaku tindak pidana perdagangan dan penyelundupan dalam pergerakan pengungsi ini.

    Pengungsi Rohingya menjadi sorotan di Indonesia usai mereka ramai-ramai berdatangan ke Aceh sejak pertengahan November.

    Dari hasil penyelidikan Polda Aceh, rata-rata pengungsi Rohingya yang datang ke daerah itu memiliki identitas dari UNHCR yang berbahasa Bangladesh.

    Terkait kasus ini, Personel Polres Pidie, Aceh menangkap seorang warga Bangladesh bernama Husson Mukhtar (70) yang menjadi salah satu agen perjalanan pengungsi Rohingya ke Aceh.

    Pelaku dugaan penyelundupan ini disebut bukan hanya Husson, tetapi tiga orang. Namun, yang lain masih dalam proses pencarian.

    Dari hasil penyelidikan polisi, ketiga agen ini sengaja membawa pengungsi Rohingya ke Aceh untuk meraup keuntungan.

    (isa/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Organisasi Internasional Surati 3 Capres RI soal HAM Jelang Pilpres

    Organisasi Internasional Surati 3 Capres RI soal HAM Jelang Pilpres

    Jakarta, CNN Indonesia

    Organisasi pemantau hak asasi manusia (HAM), Human Rights Watch (HRW), mengirim surat kepada tiga calon presiden (capres) Indonesia beserta wakilnya menjelang pemilihan presiden pada Februari 2024 mendatang.

    Surat itu berisi 16 pertanyaan mengenai masalah hak asasi manusia di Indonesia, antara lain pasal-pasal kontroversial dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM saat ini dan masa lalu, keadaan di Papua Barat, meningkatnya peraturan diskriminatif, kebebasan beragama dan berkeyakinan, hingga perampasan tanah dan masalah lingkungan hidup.

    “Sangatlah penting bagi calon presiden dan partai politik yang ingin mendapatkan suara untuk menjelaskan posisi mereka kepada masyarakat Indonesia tentang bagaimana mereka akan mengatasi permasalahan hak asasi manusia yang mendesak di negara ini,” kata direktur Asia di Human Rights Watch, Elaine Pearson, dalam keterangan resmi, Senin (11/12).

    “Kuesioner kami memberikan peluang ideal bagi para kandidat untuk merinci posisi mereka dalam bidang hak asasi manusia, yang akan kami publikasikan kepada publik,” lanjut Pearson.

    Dalam surat yang ditujukan kepada pasangan capres-cawapres tersebut, terdapat sejumlah pertanyaan lain mulai dari kebijakan mengenai hak individu LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), hak disabilitas, perlindungan pekerja migran di luar negeri, dan kebijakan luar negeri Indonesia di Asia Tenggara dan Pasifik.

    Ada pula pertanyaan tentang pertanggungjawaban atas pembunuhan massal pada 1965 serta kekejaman masa lalu terhadap etnis Madura di Pulau Kalimantan, kekerasan sektarian di Kepulauan Maluku, konflik di Aceh, kekerasan di Danau Poso, tindakan keras terhadap aktivis mahasiswa pada tahun 1998, dan pembunuhan di Timor Timur.

    Human Rights Watch meminta para kandidat untuk menanggapi kuesioner tersebut paling lambat 25 Januari. Balasan dari seluruh pertanyaan akan diumumkan di www.hrw.org/indonesia paling lambat 4 Februari 2024.

    Human Rights Watch adalah organisasi non-pemerintah internasional yang memantau dan membela hak asasi manusia. HRW bersifat non-partisan dan tak mendukung politisi atau partai politik mana pun dari sekitar 100 negara tempat mereka bekerja.

    Menurut keterangannya, Human Rights Watch telah memantau Indonesia sejak 1980an. Organisasi ini tak menerima dana dari pemerintah mana pun.

    Foto: Dok. CNNIndonesia

    Selain kepada tiga calon presiden dan wakil presiden, HRW juga mengirim surat kepada partai politik yang akan berkontestasi di pemilu. Surat-surat itu juga berisi sejumlah pertanyaan terkait HAM.

    “Para calon pemimpin dan partai politik di Indonesia memiliki kesempatan untuk memberikan jawaban yang jelas kepada masyarakat atas berbagai pertanyaan mengenai hak asasi manusia,” kata Pearson.

    “Sangat penting bagi mereka untuk mengatasi masalah hak asasi manusia yang serius di Indonesia,” pungkas dia.

    (isa/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Jokowi Janji Beri Bantuan untuk Pengungsi Rohingya

    Jokowi Janji Beri Bantuan untuk Pengungsi Rohingya

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan akan memberi bantuan ke pengungsi Rohingya yang belakangan ini menjadi sorotan.

    “Bantuan sementara ke pengungsi akan diberikan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal,” kata Jokowi saat konferensi pers, Jumat (8/12).

    Jokowi mengatakan dirinya menerima laporan gelombang pengungsi Rohingya yang datang ke Indonesia, terutama di Aceh.

    Dia menduga ada jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait gelombang Rohingya.

    “Terdapat dugaan kuat ada jaringan tindak pidana perdagangan orang dalam arus pengungsian ini,” kata Jokowi.

    Pemerintah Indonesia, lanjut dia, “Akan menindak tegas pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO)” terkait pengungsi Rohingya.

    Jokowi menyebut Indonesia akan bekerja sama dengan komunitas internasional untuk menangani masalah Rohingya.

    Pengungsi Rohingya menjadi sorotan di Indonesia usai mereka berdatangan ke Aceh sejak pertengahan November.

    Dari hasil penyelidikan Polda Aceh, rata-rata pengungsi Rohingya yang datang ke daerah itu memiliki identitas dari UNHCR yang berbahasa Bangladesh.

    Terkait kasus ini, Personel Polres Pidie, Aceh menangkap seorang warga Bangladesh bernama Husson Mukhtar (70) yang menjadi salah satu agen perjalanan pengungsi Rohingya ke Aceh.

    Pelaku dugaan penyelundupan ini disebut bukan hanya Husson, tetapi tiga orang. Namun, yang lain masih dalam proses pencarian.

    Dari hasil penyelidikan polisi, ketiga agen ini sengaja membawa pengungsi Rohingya ke Aceh untuk meraup keuntungan.

    Satu orang dewasa dibebankan biaya perjalanan Rp14 juta. Sementara untuk anak-anak Rp7 juta per orang.

    Jika diakumulasikan dari total 341 orang pengungsi Rohingya yang mendarat ke Pidie, pelaku bisa meraup keuntungan mencapai Rp3,3 miliar.

    (isa/dna)

  • Jokowi Yakin Isu Pengungsi Rohingya di Aceh Terkait Perdagangan Orang

    Jokowi Yakin Isu Pengungsi Rohingya di Aceh Terkait Perdagangan Orang

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Joko Widodo (Jokowi) menduga terdapat jaringan perdagangan orang usai pengungsi Rohingya ramai-ramai datang ke Aceh, Indonesia.

    Jokowi mengaku dia mendapat laporan soal Rohingya yang semakin banyak masuk ke RI, terutama di Aceh.

    “Terdapat dugaan kuat ada jaringan tindak pidana perdagangan orang dalam arus pengungsian ini,” kata Jokowi saat konferensi pers, Jumat (8/12).

    Pemerintah Indonesia, lanjut dia, “akan menindak tegas pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO)” terkait pengungsi Rohingya.

    Jokowi juga mengatakan Indonesia bakal memberi bantuan sementara ke pengungsi Rohingya.

    “Bantuan sementara akan diberikan ke pengungsi dengan mengutamakan masyarakat lokal,” ucap dia.

    Di kesempatan itu, Jokowi menyebut Indonesia akan bekerja sama dengan komunitas internasional untuk menangani masalah Rohingya.

    Pengungsi Rohingya menjadi sorotan di Indonesia usai mereka ramai-ramai berdatangan ke Aceh sejak pertengahan November.

    Dari hasil penyelidikan Polda Aceh, rata-rata pengungsi Rohingya yang datang ke daerah itu memiliki identitas dari UNHCR yang berbahasa Bangladesh.

    Terkait kasus ini, Personel Polres Pidie, Aceh menangkap seorang warga Bangladesh bernama Husson Mukhtar (70) yang menjadi salah satu agen perjalanan pengungsi Rohingya ke Aceh.

    Pelaku dugaan penyelundupan ini disebut bukan hanya Husson, tetapi tiga orang. Namun, yang lain masih dalam proses pencarian.

    Dari hasil penyelidikan polisi, ketiga agen ini sengaja membawa pengungsi Rohingya ke Aceh untuk meraup keuntungan.

    Satu orang dewasa dibebankan biaya perjalanan Rp14 juta. Sementara untuk anak-anak Rp7 juta per orang.

    Jika diakumulasikan dari total 341 orang pengungsi Rohingya yang mendarat ke Pidie, pelaku bisa meraup keuntungan mencapai Rp3,3 miliar.

    (isa/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • VIDEO: Pernyataan Jokowi Respons Kontroversi Rohingya di Aceh

    VIDEO: Pernyataan Jokowi Respons Kontroversi Rohingya di Aceh

    01:10

    VIDEO: Pernyataan Jokowi Respons Kontroversi Rohingya di Aceh

    Internasional
    • 11 bulan yang lalu

  • Akar Masalah Pengungsi Rohingya Membludak di Aceh Bikin Warga Resah

    Akar Masalah Pengungsi Rohingya Membludak di Aceh Bikin Warga Resah

    Jakarta, CNN Indonesia

    Ribuan pengungsi Rohingya yang merapat di sejumlah pantai Provinsi Aceh sejak pertengahan November lalu kini menuai perdebatan di antara warga Indonesia.

    Beberapa warga Aceh menolak menerima kedatangan pengungsi Rohingya ini lantaran disebut kerap membuat masalah, seperti melarikan diri dari penampungan hingga mengeluh saat menerima makanan.

    Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia saat ini mencapai 1.478 orang. Mereka tersebar di penampungan sementara di Aceh, Medan, hingga Pekanbaru.

    Menurut Mahfud MD, tempat penampungan sementara di Pekanbaru dan Medan kini juga sudah penuh serta kehabisan dana. Oleh sebab itu, pemerintah tengah mencari solusi untuk mengatasi membludaknya para pengungsi Rohingya di Indonesia.

    Salah satunya dengan mengembalikan mereka ke negara asal, yakni Myanmar.

    Mahfud berujar Indonesia pada dasarnya tidak ikut menandatangani konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang pengungsi. Karenanya, pemerintah sah-sah saja jika ingin menolak kedatangan para pengungsi.

    Kenapa banyak pengungsi Rohingya lari ke RI?

    Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Mutiara Pertiwi, mengatakan para pengungsi Rohingya pada dasarnya sudah bermigrasi dalam beberapa gelombang selama puluhan tahun.

    Mutiara berujar pada gelombang awal pengungsi dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, banyak etnis Rohingya yang mengambil rute darat ke Bangladesh dan rute laut ke negara-negara Asia Tenggara, terutama Malaysia.

    Di Malaysia, mereka membentuk komunitas undocumented migrants yang cukup besar. Malaysia kemudian menjadi destinasi migran yang populer di kalangan etnis Rohingya lantaran perekonomian di sana cukup berkembang.

    Namun, pada 2015, kasus perdagangan manusia mengemuka setelah kuburan massal para korban ditemukan. Kebanyakan korban berasal dari etnis Rohingya di perbatasan Thailand dan Malaysia.

    “Sejak itu, ada patroli perbatasan yang lebih ketat di kedua negara tersebut sehingga kelompok Rohingya seringkali terkatung-katung di laut dan akhirnya sampai ke perairan Indonesia. Di sinilah entry point (awal mula) isu ini menjadi krisis bagi pencari suaka di Indonesia,” kata Mutiara kepada CNNIndonesia.com.

    Mutiara menjelaskan para pengungsi Rohingya dikategorikan sebagai orang tak berkewarganegaraan, sehingga tidak aman untuk direpatriasi atau dikembalikan ke Myanmar.

    Karenanya, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) membuat kamp khusus bagi mereka yang berpusat di Cox’s Bazar, Bangladesh. UNHCR juga membuat kamp pencari suaka di Pulau Bhasan Char, Bangladesh, untuk perluasan dan relokasi dari Cox’s Bazar.

    “Nah gelombang pengungsi terkini yang sampai ke Indonesia itu umumnya dari Cox’s Bazar (Kota di Bangladesh). Mereka tidak mendapat kepastian masa depan, sehingga mempertaruhkan nyawa untuk bergabung dengan komunitas undocumented Rohingya di Malaysia yang cukup berkembang ekonominya,” ucap Mutiara.

    “Jadi pencari suaka Rohingya ini tersebar karena kombinasi intervensi rezim pengungsi internasional melalui UNHCR, kebijakan negara-negara Asia Tenggara, dan juga orientasi migrasi kelompok Rohingya sendiri,” lanjut dia.

    Nekat tempuh jalur berisiko demi suaka

    Mutiara menuturkan para pengungsi Rohingya banyak yang pada akhirnya ‘nekat’ bermigrasi dengan jaringan nelayan atau bahkan perdagangan dan penyelundupan hanya untuk mencari tempat aman guna melanjutkan hidup.

    Dia mengatakan karena kamp yang kini telah penuh, etnis Rohingya pun menanti belasan hingga puluhan tahun untuk bisa hidup di tempat yang lebih menjanjikan. Mayoritas dari mereka ingin ke Malaysia, bergabung bersama undocumented migrants.

    Hal ini yang menyebabkan banyak pengungsi Rohingya kabur dan mencari jalan sendiri untuk pergi ke Malaysia.

    “Ini memang dilematis, UNHCR sendiri mempromosikan norma ‘safe travel to asylum’ dan mengimbau pencari suaka untuk menunggu penempatan di tempat transit/kamp resmi,” ujarnya.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Tempuh jalur perdagangan manusia

    Mutiara sendiri tak menampik bahwa jalur perdagangan dan penyelundupan manusia memang banyak dipakai oleh para pencari suaka. Namun demikian, hal ini tidak bisa disimplifikasi bahwa para pengungsi tersebut merupakan bagian dari jaringan kriminal.

    “Dalam Refugee Convention, ada prinsip non penalisation, di mana pengungsi dan pencari suaka itu tidak bisa dikriminalisasi karena bermigrasi tanpa dokumen ataupun lewat jalur tikus,” tutur Mutiara.

    Dia lantas menekankan paradigma “keamanan tinggi” yang sangat dominan di perbatasan. Paradigma ini yang disebut secara generalis mempersepsikan siapa pun yang membantu pengungsi atau pencari suaka di laut sebagai jaringan perdagangan atau penyelundupan.

    “Tahun lalu beberapa nelayan Aceh didakwa sebagai traffickers (pelaku perdagangan manusia) karena membantu Rohingya dari laut. Ini juga berakibat terhadap persepsi publik terhadap kelompok pencari suaka, terutama di tempat-tempat reception,” kata Mutiara.

    Pengungsi Rohingya dianggap sering bikin masalah

    Pengungsi Rohingya di Indonesia memang ada kalanya membuat masalah, seperti kabur dari lokasi penampungan maupun tak puas ketika diberi makanan. Namun, mereka yang membuat masalah, menurut Mutiara, hanya segelintir dari ribuan pengungsi yang benar-benar mencari perlindungan.

    Para pengungsi pada umumnya terdampar di tempat asing. Oleh sebab itu, masalah komunikasi dan adaptasi tentu tak bisa dikesampingkan.

    Lebih dari itu, menurut UNHCR, para pengungsi Rohingya ini datang karena mulai putus asa imbas “meningkatnya jumlah pembunuhan, penculikan, dan ketidakamanan di tempat mereka tinggal sebelumnya.”

    Laporan Human Rights Watch yang diterbitkan tahun ini menunjukkan geng-geng kriminal dan afiliasi dari kelompok-kelompok bersenjata telah mengancam para pengungsi di kamp-kamp Cox’s Bazar selama beberapa waktu belakangan.

    “Seorang pengungsi Rohingya berusia 19 tahun yang baru-baru ini tiba di Aceh bersama keluarganya mengatakan kepada AFP bahwa para penjahat di Cox’s Bazar mengancam dia dan keluarganya setiap hari. Dia bahkan rela membayar lebih dari $1.800 (sekitar Rp27,8 juta) untuk melakukan perjalanan menggunakan kapal tua menuju Indonesia,” demikian laporan Deutsche Welle (DW).

    Kepolisian Bangladesh juga melaporkan sedikitnya 60 orang Rohingya tewas terbunuh di kamp Cox’s Bazar tahun ini.

    Lebih dari itu, salah satu pendiri jaringan aktivis Free Rohingya Coalition, Nay San Lwin, mengatakan kepada DW bahwa Program Pangan Dunia (WFP) telah memotong jatah makanan para pengungsi awal tahun ini.

    Dengan demikian, sebagian besar pengungsi Rohingya kini harus bertahan hidup dengan 8 dolar atau sekitar Rp124 ribu setiap bulan.

    “Di kamp pengungsi, banyak orang bergantung pada jatah makanan dari WFP, di mana kini mereka tidak mungkin mendapatkan makanan yang cukup dengan 8 dolar (sekitar Rp124 ribu) untuk satu orang untuk jatah satu bulan,” ucap Lwin.