provinsi: Aceh

  • Pemulihan Layanan Internet di Aceh Alami Peningkatan, Sentuh 80%

    Pemulihan Layanan Internet di Aceh Alami Peningkatan, Sentuh 80%

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan pemulihan layanan konektivitas di Aceh telah mencapai 80%. Capaian tersebut meningkat dibandingkan posisi pada 19 Desember lalu yang berada di angka 73%.

    Sementara itu, tingkat pemulihan konektivitas di Sumatra Utara (Sumut) tercatat sekitar 97%, sedangkan Sumatra Barat (Sumbar) telah mencapai 99%. Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Komdigi Fifi Aleyda Yahya mengatakan, saat ini pemerintah memfokuskan percepatan pemulihan konektivitas di wilayah Aceh.

    “Saat ini yang memang masih kami akan fokus kerjanya untuk pemulihan [di Aceh] itu ada di wilayah Aceh Tamiang, kemudian di wilayah Gayo Lues, dan di wilayah Bener Meriah,” kata Fifi dalam Kegiatan Pengiriman Bantuan 100 Genset, Bantuan Alat Komunikasi dan Logistik ke Sumatra di Cargo Bandara Halim Perdanakusuma, Senin (22/12/2025).

    Fifi menekankan Presiden Prabowo Subianto telah memandatkan percepatan pemulihan kondisi pascabencana banjir dan tanah longsor di wilayah terdampak. Untuk mendukung upaya tersebut, Komdigi bersama PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) mengirimkan 100 unit genset, 500 handphone, 50 unit baterai, dan 50 rectifier pada hari ini. 

    Pengiriman ini merupakan bantuan keempat yang dilakukan Komdigi bersama Telkomsel.

    Director of Human Capital Management Telkomsel Indrawan Ditapradana mengatakan, pengiriman genset dilakukan untuk mempercepat pemulihan BTS yang masih mengalami kendala, sekaligus sebagai cadangan daya. Selain itu, genset tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

    Pasokan listrik dari genset itu dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mengisi daya handphone. Adapun 500 unit handphone disalurkan untuk tim pemulihan bencana yang membutuhkan alat komunikasi, serta masyarakat terdampak.

    “Karena disana pasti ada handphone yang mungkin terkena banjir, kemudian hilang. Ini kita juga upayakan untuk membantu saudara-saudara kita,” kata Indrawan.

    Indrawan menegaskan pihaknya berupaya mempercepat pemulihan konektivitas di wilayah bencana secepat mungkin.

  • Menakar Dampak Makro-finansial dari Bencana Alam

    Menakar Dampak Makro-finansial dari Bencana Alam

    Bisnis.com, JAKARTA – Setiap bencana alam, keprihatinan pertama publik tertuju pada direct impact seperti korban jiwa, warga yang kehilangan tempat tinggal, serta rumah dan infrastruktur yang rusak.

    Hal ini wajar, karena dimensi kemanusiaan harus berada di garis depan. Namun di balik itu, terdapat indirect impact dalam bentuk konsekuensi ekonomi yang perlu kita pahami lebih dalam.

    Bencana yang melanda pulau Sumatera belakangan ini bukanlah kejadian yang berdiri sendiri, tapi merupakan bagian dari pola bencana alam yang terus berulang. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa jumlah bencana alam di Indonesia terus meningkat pada beberapa tahun terakhir.

    Hal ini juga sejalan dengan publikasi dari INFORM risk index yang menyatakan bahwa risiko hazard and exposure Indonesia sangat tinggi yaitu 7.1 (dari skala 10), jauh melebihi risiko negara-negara di kawasan yang hanya sebesar 4.5. Menariknya, risiko tersebut tidak hanya disumbang oleh faktor alam namun juga karena disebabkan oleh faktor manusia.

    Bencana yang terjadi di tiga provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada kurun waktu November dan Desember 2025 bukan bencana biasa. Hal itu terkait dengan intensitas dampak bencana yang luas.

    Salah satu ukuran untuk menghitung besaran intensitas dampak bencana adalah jumlah orang yang terdampak, baik yang meninggal, mengungsi, maupun rumah yang terdampak, dibagi jumlah populasi daerah bencana. Perhitungan dengan menggunakan data BNPB sepanjang 11 November hingga 10 Desember 2025 menunjukkan bahwa lebih dari 1% penduduk di tiga provinsi tersebut terdampak secara langsung oleh bencana.

    Mengacu pada standar internasional yang dipakai secara luas, intensitas bencana alam sebesar ini dapat dikategorikan sebagai bencana yang parah atau severe disaster. Literatur terkait dampak ekonomi dari bencana menyimpulkan bahwa severe disaster akan secara signifikan dan lebih persisten dirasakan dampak secara ekonomi dan finansial.

    Mengutip riset yang dilakukan penulis dengan judul Macro-financial Effects of Climate-related Disasters: Evidence from Indonesia, bencana merupakan gangguan pada sisi suplai (supply shock) yang dapat mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, kenaikan inflasi, dan risiko bagi stabilitas sistem keuangan pada jangka pendek.

    Dampak negatif ini dapat secara persisten berlanjut ke periode-periode selanjutnya bila tidak ada respons kebijakan yang cepat dari Pemerintah dan instansi terkait lainnya.

    Dampak makro tersebut dapat dijelaskan melalui beberapa saluran yang saling berkaitan sebagai berikut: Pertama, pendapatan masyarakat menurun. Ketika aktivitas ekonomi terhenti akibat bencana, pekerja harian atau pelaku usaha kecil langsung kehilangan sumber pendapatan. Banyak dari kelompok rentan ini tidak memiliki bantalan keuangan sehingga dampak bencana secara cepat dirasakan dalam konsumsi sehari-hari.

    Pelemahan pendapatan jika dibiarkan akan menjalar ke melemahnya daya beli dan turunnya permintaan agregat.Kedua, harga pangan dan barang kebutuhan lainnya meningkat.

    Akses transportasi yang terputus, distribusi barang yang terhambat, dan menipisnya stok barang di daerah bencana, membuat harga-harga meningkat. Tekanan harga ini dirasakan baik pada level produsen maupun konsumen.

    Ketiga, dampak sektoral yang lebih luas. Kerusakan peralatan atau lokasi usaha di tengah keterbatasan modal kerja serta melemahnya daya beli masyarakat menyebabkan dunia usaha terganggu.

    Riset empiris menyebutkan bahwa dampak secara sektoral terjadi secara luas, baik sektor pertanian, industri pengolahan, maupun jasa-jasa. Keempat, risiko kredit yang meningkat. Pada saat pendapatan masyarakat dan dunia usaha menurun, mereka akan memprioritaskan pengeluaran yang lebih mendesak dan besar kemungkinan akan menang-guhkan cicilan kredit.

    Jika hal ini terjadi secara terus menerus, kualitas kredit akan menurun dan menjadi risiko bagi stabilitas sektor keuangan. Respons kebijakan Pemerintah yang cepat dan terorganisasi menjadi sangat penting untuk mengatasi dampak bencana tersebut.

    Dalam jangka pendek, Pemerintah harus memprioritaskan pencairan dana bantuan bencana kepada rumah tangga, tidak hanya untuk kelangsungan hidup masyarakat, namun juga untuk memulihkan kon-sumsi.

    Pemulihan konsumsi menjadi langkah awal pemulihan dunia usaha. Selain itu, Pemerintah bekerja sama dengan Bank Indonesia dan instansi terkait perlu segera memulihkan pasokan pangan untuk mengurangi tekanan inflasi. Lebih lanjut, dukungan likuiditas kepada UMKM dan relaksasi atau restrukturisasi kredit yang terukur dapat memitigasi penurunan kualitas kredit lebih lanjut.

    Dalam jangka yang lebih panjang, pembangunan kembali infrastruktur dasar akan menjadi katalis pemulihan pertumbuhan ekonomi kawasan bencana.

    Pada akhirnya, bencana alam bukan sekedar peristiwa lingkungan, namun juga kejadian ekonomi yang memiliki biaya nyata yang saling terkait. Kecepatan pemulihan dampak ekonomi dan finansial tersebut sangat tergantung pada cepat atau lambatnya pemulihan pascabencana oleh Pemerintah.

  • Pemerintah Tak Tetapkan Bencana Sumatera Berstatus Nasional dan Enggan Terima Bantuan Asing, Celios: Jahat Sekali!

    Pemerintah Tak Tetapkan Bencana Sumatera Berstatus Nasional dan Enggan Terima Bantuan Asing, Celios: Jahat Sekali!

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Direktur Kebijakan Publik Celios, Dr Media Wahyudi Askar menyoroti penanganan bencana di Indonesia. Dia membeberkan anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hanya Rp1,4 triliun.

    Itu diungkapkan Wahyudi saat diskusi film “Tak Ada Makan Siang Gratis”. Berlangsung di VRTX Compound Space, Yogyakarta, Kamis 19 Desember 2025.

    “BNPB itu budgetnya hanya sekitar Rp1,4 triliun,” kata Wahyudi dikutip dari Instagram WatchdoC Documentary.

    Di sisi lain, dia mengungkap banyaknya bencana di Indonesia.

    “Jumlah bencana di Indonesia itu 4.000 sampai 5.000 bencana. Jadi kalau dibagi per bencana itu hanya ada budger Rp200 juta,” ujarnya.

    Belum lagi, kata Wahyudi, pemerintah daerah yang berperan banyak dalam tiap bencana. Seperti yang terjadi di Sumatera.

    “Kacaunya lagi, ketika bencana terjadi, semua dibebankan ke daerah. Contoh misalkan Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara. Semua yang ada dilapangan itu di daerah, juga kita angkat topi pada relawan,” jelasnya.

    Karenanya, dia menilai negara jahat. Pasalnya, enggan menetapkan bencana Sumatera berstatus nasional, di sisi lain tak mau menerima bantuan asing.

    “Tapi negara ini jahat sekali. Karena didesak jadi bencana nasional juga tidak mau, bantuan dari asing juga tidak mau, terus pemerintahnya mau apa apa?” imbuhnya.

    Dia juga menyentil pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah. Menurutnya itu menunjukkan tata kelola yang serampangan.

    “Sekarang pemangkasan anggaran luar biasa. Jadi saya kira negara hari ini dikelola dengan serampangan, tata kelola fiskal yang buruk sekali, dan tak ada yang bisa menembus telinga Prabowo Subianto,” jelasnya.

  • Pemprov Jateng Pulangkan 100 Warga Terdampak Banjir Sumatra

    Pemprov Jateng Pulangkan 100 Warga Terdampak Banjir Sumatra

    Liputan6.com, Jakarta – Sebanyak 100 warga Jawa Tengah yang terdampak banjir di Sumatra dipulangkan ke daerah masing-masing oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Mereka rata-rata bekerja di Bener Meriah, Aceh, dan sudah berada di pengungsian selama kurang lebih tiga pekan.

    Pemulangan warga asal Jawa Tengah tersebut sebagai bentuk komitmen Pemprov Jateng untuk memberikan perlindungan dan keselamatan bagi warganya di manapun berada. Pemulangan tersebut dilakukan setelah ada koordinasi antara Pemprov Jateng dengan Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Pemprov Aceh, dan Pemkab Bener Meriah, terkait pendataan.

    “Sudah diberangkatkan dan sudah dijemput oleh Setda, berikut para bupati kita,” kata Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi saat giat di Semarang, Sabtu, 20 Desember 2025.

    Secara rinci, 100 warga Jawa Tengah tersebut terdiri atas 54 warga asal Cilacap, 34 warga asal Brebes, 7 warga asal Pemalang, 3 warga asal Kebumen, dan masing-masing 1 warga asal Pekalongan dan Grobogan.

    “Paling banyak ada Brebes dan Cilacap, kemudian ada Pemalang. Rata-rata peneres. Semua sudah dihubungi keluarganya,” ungkap  Luthfi.

     

    Mereka dipulangkan menggunakan pesawat Hercules TNI AU melalui bandara Takengon Aceh pada Sabtu, 20 Desember 2025 sekira pukul 11.00 WIB. Pesawat transit lebih dulu di Medan kemudian tiba di Halim Perdanakusumah, Jakarta, sekira pukul 14.15 WIB.

    Setibanya di Jakarta, Pemprov Jateng melalui Badan Penghubung memberikan fasilitas untuk istirahat dan konsumsi. Selanjutnya disediakan 2 unit bus ke Cilacap dan 1 bus ke Brebes. Bagi warga asal Grobogan dan Kebumen disediakan travel yang mengantar mereka pulang ke kampung halaman.

    Tidak hanya itu, warga asal Jawa Tengah yang terdampak tersebut juga diberikan modal sementara untuk melanjutkan hidup dan bekal di kampung halaman. Pemberian modal ini berkolaborasi dengan Baznas Jateng.

    “Semuanya dari segi transportasi kita bantu, bahkan nanti kembali ke daerahnya kita kasih modal usaha biar nanti bisa berusaha. Minimal mereka nanti pulang ke kampung bisa recovery di wilayah masing-masing,” pungkasnya.

  • Tok! Bantuan Internasional Bisa Masuk ke Korban Banjir di Aceh dan Sumatra, Tapi..

    Tok! Bantuan Internasional Bisa Masuk ke Korban Banjir di Aceh dan Sumatra, Tapi..

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Provinsi Aceh memastikan bantuan internasional untuk bencana Sumatra dapat masuk ke wilayah bencana, kecuali berasal dari government atau pemerintah negara asing.

    Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA mengatakan dari konfirmasi yang pihaknya melakukan dengan Kementerian Dalam Negeri, diketahui bahwa bantuan internasional yang bersifat non-government to government selama ini dibenarkan. Meski begitu, bantuan government to government belum ada arahan. 

    “Dengan demikian, Pihak NGO’s Internasional atau sejenisnya bisa memberikan bantuan dalam upaya pemulihan Aceh pascabencana. Mereka tentu harus melaporkan kepada BNPB dan BPBA,” katanya dalam keterangan teks yang diterima Bisnis, Senin (22/12/2025).

    Lebih lanjut, terkait bantuan barang atau logistik kata dia, akan mengikuti aturan pelaporan instansi kebencanaan. Sedangkan, ihwal program pemulihan akan dikomunikasikan dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh.

    Koordinasi bantuan ini menurutnya diperlukan karena akan disesuaikan dengan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P) yang akan disusun oleh Pemerintah Aceh di bawah supervisi pemerintah pusat. 

    Sementara itu, MTA menyebutkan bahwa berbagai langkah pemulihan pascabencana terus kita lakukan. Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga kian mengoptimalkan kunjungan langsung ke daerah-daerah terdampak untuk dapat langsung mengambil langkah strategis dan terpadu dalam penanganan pemulihan pascabencana. 

    “Dari beberapa kesempatan Gubernur selalu berharap, agar semua kita dengan berbagai kelebihan dan kekurangan untuk selalu bersatu demi percepatan pemulihan ini,” ujarnya.

    Laporan terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 22 Desember 2025 mencatat 1.090 orang meninggal dunia dari bencana banjir dan longsor di Provinsi Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Selain itu, 186 orang masih dinyatakan hilang dan sekitar 7000 orang mengalami luka-luka. 

    Sementara itu di Aceh, 472 korban meninggal akibat peristiwa ini dan 32 orang masih dinyatakan hilang. BNPB mencatat 4.300 jiwa mengalami luka-luka. Selain itu, 106.060 rumah diketahui mengalami kerusakan dengan 36.330 rumah mengalami rusak berat. 

    Pemerintah saat ini masih berupaya untuk melakukan pemulihan pascabencana termasuk perbaikan sejumlah infrastruktur termasuk jembatan penghubung antarkabupaten/kota. Di samping itu, bantuan logistik juga terus mengalir ke sejumlah wilayah terdampak.

  • BAIC BJ40 Plus Dipakai Agam Rinjani Taklukkan Medan Berat di Aceh Tamiang, Intip Spesifikasinya

    BAIC BJ40 Plus Dipakai Agam Rinjani Taklukkan Medan Berat di Aceh Tamiang, Intip Spesifikasinya

    GELORA.CO  – Aksi heroik Abdul Haris Agam atau yang akrab disapa Agam Rinjani menjadi sorotan publik. Ini setelah dia membantu korban banjir bandang mengendarai mobil SUV off-road BAIC BJ40 Plus. 

    Agam nekat menembus jalan berlumpur demi membawa bantuan langsung ke warga terdampak. Lewat akun Instagram pribadinya, @agam_rinjani, Agam membagikan perjuangan 10 hari perjalanan panjang yang ditempuh dari Bogor menuju lokasi banjir. 

    Lalu sperti apa spesifikasi mobil BAIC BJ40 Plus ini hingga mampu menerobos jalanan dengan medan berat? Mobil SUV 5-seater ini memiliki dimensi panjang 4.630 mm, lebar 1.843 mm, tinggi 1.861 mm, dan wheelbase 2.730 mm.

    Untuk jantung pacu, BAIC BJ40 Plus ditenagai mesin bensin 2.0 liter turbo yang menghasilkan tenaga 221 Hp dan torsi 380 Nm, dipadukan dengan transmisi otomatis 8 percepatan dari ZF Friedrichshafen.

    BAIC BJ40 plus dilengkapi fitur 4×4 profesional, termasuk approach angle 37 derajat, departure angle 31 derajat, dan breakover angle 23 derajat, serta differential lock untuk traksi maksimal.

    Atap dan pintu mobil seharga Rp698 juta ini dapat dilepas, memberikan pengalaman off-road yang lebih terbuka, mirip dengan Jeep Wrangler. Untuk keamanan BJ40 plus enggunakan sasis ladder frame yang kokoh, dilengkapi rollbar internal, ABS, EBD, kontrol traksi, dan kamera 360 derajat. 

    Adapun rute yang dilalui Agam Rijani tidak main-main: Bogor, Lampung, Sumsel, Riau, Sumut—hingga sampai ke Aceh Tamiang. Ribuan kilometer berhasil ditaklukkan sang pemandu wisata ini untuk memastikan bantuan sampai ke tangan yang membutuhkan.

    Dalam unggahannya, Agam menuliskan kondisi warga di salah satu desa terdampak. “Jadi kami ke desa itu memastikan apa mereka sudah mendapat pelayanan kesehatan atau belum, ternyata sudah tapi sangat terbatas. Kami akan ke sana lagi membagikan beberapa bantuan yang kami mampu, doakan ya,” tulis Agam Rinjani.

    Tak berhenti sampai di situ, Agam juga menggambarkan kondisi berat yang dialami warga pascabanjir. “Kondisinya air bersih sangat dibutuhkan, kondisi rumahnya porak poranda karena banjir bandang. Mereka bertahan hidup,” katanya.

    Berangkat tidak dengan tangan kosong, Agam membawa berbagai kebutuhan mendesak berupa peralatan sanitasi, pakaian, dan logistik makanan untuk masyarakat terdampak di Provinsi Aceh.

    Sesampainya di Aceh Tamiang pada 11 Desember 2025, Agam langsung bergerak bersama para relawan lainnya. Di bahkan sempat bergabung dengan Mapala Katolik di Medan dan komunitas off-roader sepanjang perjalanan menuju lokasi terdalam bencana.

    Meski situasi di Aceh Tamiang kini mulai bangkit, Agam tidak menutup mata pada kebutuhan besar masyarakat di sana. Dia menegaskan wilayah tersebut masih membutuhkan dukungan dari banyak pihak, terutama relawan yang mampu mempercepat proses pemulihan.

    Aksi Agam Rinjani yang penuh ketulusan ini memicu banyak respons positif di media sosial. Banyak warganet terharu, bahkan terinspirasi oleh keberaniannya menembus medan berat demi membantu sesama. 

    “Allah bersama seluruh relawan… tetep sehat ya Bang,” tulis @rise***.

    “Mobilnya keren bgt tangguh segala medan benar-benar BAIC,” kata @rran*** 

    Di tengah derasnya informasi digital, cerita Agam mengingatkan bahwa kemanusiaan selalu berada di atas segalanya. Banjir mungkin telah merusak rumah, lahan, dan harta benda warga, tetapi kehadiran orang-orang seperti Agam membuktikan bahwa harapan tidak pernah benar-benar hilang

  • Menteri PKP Bangun Hunian Tetap di Sumut, Gandeng Yayasan Buddha Tzu Chi

    Menteri PKP Bangun Hunian Tetap di Sumut, Gandeng Yayasan Buddha Tzu Chi

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait memulai pembangunan hunian tetap (huntap) bagi masyarakat terdampak bencana di Sumatera Utara (Sumut). Itu dilakukan dengan turut menggandeng Yayasan Buddha Tzu Chi milik Sugianto Kusuma (Aguan), dengan membangun 118 rumah di Tapanuli Tengah. 

    “Mohon doanya juga kita akan mulai pembangunan hunian tetap buat saudara-saudara kita di Aceh dan juga di Sumatera Barat,” ujar Ara, sapaan akrab Maruarar Sirait dalam keterangan tertulis, Senin (22/12/2025).

    Selain Tapanuli Tengah, Maruarar juga melakukan groundbreaking pembangunan hunian tetap di berbagai daerah lain di Sumatera Utara. Seperti 200 rumah di Kota Sibolga, dan 103 hunian tetap di Tapanuli Utara. 

    Sebelumnya, Ara berjanji bakal bertolak ke Sumatera Utara (Sumut) pada Minggu, 21 Desember 2025 untuk memulai inisiasi pembangunan hunian tetap (huntap) bagi warga terdampak bencana di tiga wilayah di provinsi tersebut. 

    Janji tersebut diutarakan langsung Maruarar di hadapan Presiden Prabowo Subianto, dalam acara akad massal 50.030 rumah subsidi yang berlangsung di Kota Serang, Banten, Sabtu, 20 Desember 2025.

    “Besok pagi kami akan pergi ke Tapanuli Tengah, kemudian Sibolga dan Tapanuli Utara. Negara hadir pak bersama Pemerintah Sumatera Utara, Pemda Tapanuli Tengah, Sibolga dan Tapanuli Utara,” kata Maruarar Sirait. 

    Bersama Menteri PU hingga BNPB

    Kunjungan ke Sumatera Utara tersebut bakal dilakukan Ara bersama dengan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo, pihak Kepolisian, hingga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 

    “Kita langsung membangun hunian tetap buat saudara-saudara kita. Besok pagi kami akan ke sana bersama jajaran kami. Karena saya tahu bapak ingin bekerja dengan cepat dan sangat cepat untuk kepentingan rakyat Indonesia,” tegasnya. 

    Sebelumnya, Maruarar Sirait telah memastikan, pembangunan hunian tetap sebanyak 2.603 unit bagi masyarakat terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat akan mulai dilaksanakan pada bulan ini. 

     

  • Intip Garasi Kepala BGN Dadan Hindayana

    Intip Garasi Kepala BGN Dadan Hindayana

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana sedang menjadi sorotan usal videonya bermain golf viral di media sosial. Menilik sisi lain dari Dadan, bagaimana soal selera otomotifnya?

    Dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Dadan memiliki harta kekayaan sebesar Rp 9.022.400.000 (Rp 9 miliaran).

    Khusus isi garasinya, Dadan melaporkan tiga mobil bergaya SUV. Total harga mobilnya itu ditaksir Rp 1,4 miliar. Rinciannya sebagai berikut:

    1. Mobil, Mazda CX-5 tahun 2023, harganya Rp 675 juta
    2. Mobil, Honda HR-V tahun 2024, harganya Rp 330 juta
    3. Mobil. Mazda CX-3 tahun 2023, harganya Rp 395 juta

    Video main golf viral

    Dalam video yang diunggah akun @fakt*********, dituliskan Dadan bermain golf saat Presiden Prabowo Subianto tengah sibuk mengurusi bencana di Aceh. Video tersebut Dadan yang menggunakan kacamata hitam, kaos berwarna hijau, tidak sendirian, dia bersama beberapa rekannya.

    “Diduga Kepala BGN Dadan Hindayana asyik bermain golf di tengah bencana Sumatera. Gimana tanggapan kalian?” Tulis deskripsi dalam unggah tersebut, dikutip Kamis (18/12/2025).

    Dadan membenarkan bahwa video tersebut merupakan dirinya. Dadan mengatakan dalam video tersebut dia berada di acara Charity Golf oleh Persatuan Golf Alumni (PGA) IPB.

    “Iya itu benar. Saya hadir di acara Charity Golf oleh Persatuan Golf Alumni (PGA) IPB yang mana saya sebagai Ketua Dewan Pembina,” kata dia kepada detikcom, Kamis (18/12/2025).

    Bukan serta merta bermain golf begitu saja. Dadan menuturkan bahwa acara tersebut dalam rangka penggalang dana untuk beasiswa dan bencana di Sumatera. Acara tersebut berlangsung pada Minggu, 14 Desember 2025.

    “Saya support teman-teman yang menggalang dana untuk beasiswa dan bencana Sumatera. Iya benar (untuk penggalangan dana). (Acara pada) Minggu 14 Desember 2025,” jelasnya.

    (riar/din)

  • Melawan Stigma Negatif Panti Jompo di Film Agak Laen: Menyala Pantiku!

    Melawan Stigma Negatif Panti Jompo di Film Agak Laen: Menyala Pantiku!

    JAKARTA – Petualangan kuartet Bene Dion, Boris Bokir, Oki Rengga, dan Indra Jegel memasuki babak baru di film kedua mereka,Agak Laen: Menyala Pantiku! Dalam film ini sedikit dikisahkan soal kehidupan para usia lanjut (lansia) di panti jompo.

    Film pertamanya,Agak Laen, berhasil menarik 9.126.607 penonton yang menempatkannya di urutan ketigafilm Indonesia terlaris sepanjang masa, di bawahJumbodanKKN di Desa Penari.

    Kesuksesan tersebut berlanjut di film kedua,Agak Laen: Menyala Pantiku! yang telah menarik delapan juta lebih penonton dalam waktu kurang dari satu bulan sejak tayang perdana pada 27 November 2025.

    Film berdurasi 119 menit tersebut menceritakan tentang empat polisi yang kariernya terancam seusai gagal mengungkap kasus pembunuhan anak wali kota. Mereka kemudian diberi kesempatan terakhir yaitu harus melakukan operasi penyamaran dan menyusup ke sebuah panti jompo untuk mencari sang pembunuh.

    Bene Dion, Indra Jegel, Oki Rengga dan Boris Bokir berfoto bersama mempromosikan film Agak Laen yang kini sedang tayang di bioskop seluruh Indonesia. (ANTARA/HO-POPLICIST Publicist/am)

    Yang menarik adalah bagaimana sang penulis cerita, Muhadkly Acho mengangkat kehidupan para lansia di panti jompo.Bagi kebanyakan orang di Indonesia, menitipkan orang tua di panti jompo bisa dipandang negatif.

    Padahal, menurut sosiolog sekaligus Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro (Undip) Prof Ari Pradanawati, panti wreda atau panti jompo tidak serta merta berarti sebagai tempat pembuangan orang tua.

    Stigma Negatif

    Dalam salah satu adegan di filmAgak Laen: Menyala Pantiku!Boris dan Oki, yang menyamar sebagai pasangan lansia, mendaftarkan diriuntuk tinggal di Wisma Kasih, karena tak mau merepotkan para tetangga setelah anak mereka meninggal dunia.

    Dalam film dikisahkan kehidupan para lansia di panti jompo. Di sana, para lansia bisa berinteraksi satu sama lain serta mendapat perawatan yang layak.

    Mendengar kata panti jompo masih menjadi hal yang tabu di Indonesia. Panti jompo memiliki makna negatif, lantaran dianggap sebagai tempat ‘menelantarkan’ orang tua.

    Merawat orang tua, apalagi yang sudah berusia lanjut, memang selalu menjadi topik hangat yang memicu perdebatan di kalangan masyarakat. Salah satu opsi yang dipertimbangkan oleh keluarga adalah menempatkan lansia di panti wreda.

    Seperti yang digambarkan di filmAgak Laen: Menyala Pantiku!rumah jompo menawarkan berbagai layanan yang dirancang untuk mendukung kesejahteraan lansia.

    Tapi di baik itu, tetap meyimpan berbagai kontroversi apaka menitipkan orang tua di panti wreda adala pilihan terbaik, apalagi jika lansia tersebut masih memilki anak.

    Bukan Budaya Indonesia

    Pada 2024, Tri Rismaharini, yang kala itu masih menjabat sebagai Menteri Sosial, mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait konsep panti jompo. Menurut Risma, panti jompo tidak cocok untuk budaya Indonesia.

    Politisi PDI Perjuangan itu khawatir panti jompo menjadi pembenar anak menolak merawat lansia di keluarga. Ia pun mendorong keluarga untuk merawat lansia, alih-alih menitipkannya di panti wreda.

    “Itu budaya dari luar negeri. Sebetulnya menurut saya ya, gak sesuai. Tidak sesuai dengan budaya, begitu kan,” katanya, saat peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) di Aceh Utara, 29 Mei 2024.

    Ternyata menurut jajak pendapat yang dilakukan lembaga risetJakpat, padangan Risma yang kontra terhadap keberadaan panti wreda sejalan dengan Generasi Z.

    Tri Rismaharini, saat itu menjabat Menteri Sosial, berbincang dengan warga saat mengunjungi Rumah Sejahtera Terpadu (RST) warga lansia di Aceh Utara, Aceh, Rabu, 29 Mei 2024. (ANTARA/Rahmad)

    Dari survei terhadap 1.499 responden 16-27 tahun, sebanyak 48,63 responden tidak setuju dengan pandangan mengirim orang tua ke panti wreda. Bahkan terdapat 35,76 persen lainya yang menjawab “sangat tidak setuju”.

    Survei ini dilakukan pada 7-8 Juni 2024. Kebanyakan responden dari kelompok 20-25 tahun (59, 79 persen), diikuti kelompok 26-27 tahun (20,37 persen) dan kelompok 16-19 tahun (19,77 persen).

    Sekitar sepertiga responden yang memilih tidak setuju dengan mengirim oang tua ke panti wreda, mengaku khawatir dengan stigma sosial. Mereka merasa masih ada pandangan negatif di masyarakat yang menganggap anak tidak berbakti jika menempatkan orang tua ke panti wreda.

    Perlu Perubahan Istilah

    Profesor Ari Pradanawati menuturkan, pendapat yang kontra dengan menitipkan orang tua di panti jompo cenderung lebih mengacu pada budaya di Indonesia.

    Di Indonesia, anggapan bahwa orang tua harus dirawat anak masih sangat kental. Menurut Prof Ari, pandangan masyarakat terhadap kata panti jompo masih cenderung negatif. Padahal, panti jompo tidak serta merta sebagai ‘tempat pembuangan’ bagi para orang tua.

    “Dalam pikiran kita, jika mendengar kata panti jompo atau panti wreda seolah menganggap orang tua dibuang. Padahal sebenarnya tidak begitu juga, karena memang ketika mendengar kata jompo atau wreda terkadang membuat pikiran malah stres,” tutur Prof Ari, dikutip laman Undip.

    Penghuni Panti Sosial Tresna Wreda Senjarawi menunggu antrean pada pemeriksaan gratis relawan KawanJuang GP, Kamis (19/10/2023). (ANTARA/HO-Pri)

    Ia pun mengungkapkan perlu ada penggantian istilah di kalangan masyarakat dalam menyebut panti jompo sehingga bisa memiliki makna yang lebih positif, misalnya rumah masa tua.

    “Artinya bagaimana kita membuat istilah yang membuat nyaman, misalnya sebuah rumah masa tua di mana ada fasilitas yang komplit,” ungkap Prof Ari.

    “Sehingga konotasi kita terhadap panti jompo atau panti wreda untuk lansia diubah menjadi suatu istilah-istilah yang mengena di hati dan anggapan ke panti jompo itu tidak berarti dibuang dan orang tua mesti diberi pemahaman,” sambung dia lagi.

  • 3
                    
                        Biarkan Dunia Membantu Sumatera
                        Nasional

    3 Biarkan Dunia Membantu Sumatera Nasional

    Biarkan Dunia Membantu Sumatera
    Pengamat dan praktisi hubungan internasional
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    POLEMIK 
    mengenai boleh-tidaknya pemerintah daerah di tiga provinsi Sumatera terdampak bencana menerima bantuan internasional menjadi semakin liar.
    Kritikan kepada pemerintahan Prabowo Subianto datang bertubi-tubi. Warga lokal (netizen Indonesia) dan komunitas internasional seolah berkolaborasi erat melancarkan serangan kritis, baik di dunia maya maupun melalui kanal-kanal media arus utama.
    Warga Malaysia menjadi salah satu yang paling vokal, khususnya saat bantuan mereka dianggap kecil oleh Mendagri Tito Karnavian.
    Sekalipun Tito kemudian meminta maaf, nasi sudah menjadi bubur. Rakyat Malaysia terlanjur marah. Bahkan mantan Menlu Tan Sri Rais Yatim turut bersuara keras, meminta Tito belajar adab sebelum bicara.
    Penolakan bantuan 30 ton beras Uni Emirat Arab (UEA) juga menjadi coreng dalam hubungan antarbangsa Indonesia. Beruntung ormas Muhammadiyah bergerak cepat, menyatakan kesiapan menjadi penerima. Api masalah bilateral dapat dipadamkan.
    Sikap resmi penolakan Pemerintah Indonesia terhadap
    bantuan asing
    terkuak jelas dari pernyataan Presiden Prabowo.
    Dalam Sidang Kabinet pada 15 Desember 2025, ia menyatakan bahwa Indonesia adalah negara  kuat. Karenanya Pemerintah mampu mengatasi bencana di Sumatera.
    Itu juga yang mungkin menjadi alasan mengapa sampai hampir satu bulan sejak banjir bandang terjadi, Prabowo tak kunjung menetapkan status ‘Bencana Nasional’. Karena jika ditetapkan, Pemerintah dianggap tidak mampu mengatasi.
    Lebih rumit lagi, Prabowo juga menyatakan bahwa ada pihak-pihak asing yang tidak menginginkan Indonesia menjadi negara kuat.
    Bagaimana saran yang dapat kita rekomendasikan kepada Presiden Prabowo?
    Pertama, jika hal-hal yang disampaikan Pemerintah sudah atau sedang terealisasi, misalnya pengerahan lebih dari 50.000 personel TNI-Polri, mobilisasi masif bantuan kemanusiaan, dan rehabilitasi cepat infrastruktur vital, semuanya layak dihormati.
    Namun, perlu menjadi catatan. Hal-hal di atas adalah kewajiban negara, bukan indikator suatu negara kuat atau tidak.
    Tidak perlu mengutip norma internasional seperti Konvensi PBB mengenai hak-hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Rights).
    Pasal 28 UUD 1945 sudah jelas menyuratkan bahwa negara harus melindungi hak hidup, pendidikan, dan kebutuhan mendasar lainnya.
    Permasalahannya, apa yang disampaikan sejumlah aparat negara tidak terlihat oleh publik. Potret yang digambarkan media arus utama dan media sosial tidak seperti yang disampaikan Pemerintah.
    Justru yang viral adalah sejumlah daerah – seperti di Aceh Tamiang dan Bener Meriah – yang berminggu-minggu usai banjir menerjang belum tersentuh bantuan Pemerintah Pusat.
    Tidak jelas apakah ini disebabkan karena lemahnya ‘public relations’ Pemerintah, atau realita sebenarnya. Namun yang pasti, masih banyak saudara kita di Sumatera terus bertarung untuk sekedar bertahan hidup pascabencana.
    Kedua, kita sangat mengharapkan Pemerintah Indonesia dapat segera membuka diri menerima bantuan internasional, apapun skalanya.
    Negara besar seperti Amerika Serikat (AS) saja tetap menerima bantuan kemanusiaan internasional, seperti saat mereka terkena badai Katrina pada Agustus 2005 lampau.
    Dalam norma antarbangsa (international norms), pengiriman bantuan kemanusiaan dari sejumlah negara ke negara yang terdampak bencana adalah hal wajar, bahkan keniscayaan.
    Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Desember tahun lalu, mengeluarkan Resolusi A/RES/79/139 berjudul “International cooperation on humanitarian assistance in the field of natural disasters, from relief to development”.
    Singkatnya, bantuan kemanusiaan akibat bencana alam yang disalurkan melalui kerja sama internasional adalah hal yang wajar.
    Indonesia bahkan menjadi salah satu negara pengusung resolusi di atas, karena diusulkan oleh Kelompok 77 dan China dimana Indonesia adalah anggotanya.
    Dengan kata lain, sikap Pemerintah Aceh yang menyurati PBB, khususnya UNDP dan UNICEF, tidak seyogianya diartikan sebagai penyimpangan dalam hubungan luar negeri.
    Dalam konteks kondisi normal, hal itu bisa saja dianggap tidak berkesesuaian dengan perundang-undangan. Bahwa hanya Pemerintah Pusat yang berhak melakukan hubungan luar negeri secara formal.
    Namun, dalam kondisi darurat, terlebih konteks
    bencana Sumatera
    yang berskala amat dahsyat, sudah sewajarnya ada pengecualian.
    Sekiranya Pemerintah Pusat menyalahkan sikap Pemerintah Aceh atas inisiatif hubungan luar negerinya, besar kemungkinan akan mendapatkan perlawanan dari rakyat Aceh. Tentu kita tidak menginginkan dampak buruk politis dari penanganan bencana Sumatera ini.
    Media arus utama, media sosial, bahkan handai-taulan di daerah terdampak seolah tak henti menyuarakan beratnya keadaan yang dihadapi warga di lokasi bencana Sumatera.
    Anak-anak yang memelas meminta makanan, orang-orang tua sakit yang berteduh di tempat tinggal tidak layak, dan tumpukan ribuan gelondongan kayu yang mengepung sejumlah daerah, adalah hal-hal menyedihkan yang terus kita saksikan saat ini.
    Ketidakinginan Presiden Prabowo untuk menetapkan status Bencana Nasional justru memunculkan isu-isu liar.
    Lihatlah di media sosial, di mana kritikan pedas-keras para netizen justru mengarah kepada hal-hal terkait kepentingan bisnis pribadi, para pejabat, oligarki penyokong kekuasaan, dan bahkan pembalakan-deforestasi yang difasilitasi negara.
    Semakin keras Presiden Prabowo menolak tuntutan penetapan status Bencana Nasional, semakin keras pula rakyat melakukan perlawanan.
    Sampai saat ini saja ratusan masyarakat sipil, termasuk LBH Muhammadiyah, sudah atau akan melayangkan somasi ‘class action’ kepada Pemerintah Pusat.
    Terakhir, terkait sinyalemen Presiden Prabowo bahwa ada pihak asing yang tidak suka Indonesia menjadi negara kuat, sebaiknya disampaikan dengan fakta dan data.
    Karena jika hal ini dibiarkan dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan bahkan ketegangan Indonesia dengan negara lain.
    Namun, untuk saat ini, sebaiknya negara mengerahkan mayoritas sumber daya untuk penanganan pascabencana.
    Termasuk dengan rendah hati menetapkan bencana Sumatera sebagai Bencana Nasional dan kemudian mempersilahkan dunia internasional memberikan bantuan.
    Mari membuka pintu, membiarkan dunia membantu Sumatera. Tidak ada kata terlambat atas nilai-nilai kemanusiaan.
    Bisa jadi, berdasarkan kerendahatian itulah Indonesia akan menjadi negara besar, melampaui status ‘kuat’ sebagaimana impian Prabowo.
    Wallahu a’lam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.