provinsi: Aceh

  • Banjir dan Longsor di Aceh-Sumbar Akibat Deforestasi Diprediksi Rugikan Rp 68 T

    Banjir dan Longsor di Aceh-Sumbar Akibat Deforestasi Diprediksi Rugikan Rp 68 T

    Jakarta

    Bencana alam berupa longsor dan banjir bandang melanda tiga provinsi Indonesia, yakni Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar). Berdasarkan video beredar, tampak gelondongan kayu ikut terseret banjir bandang yang disinyalir akibat maraknya illegal logging di wilayah tersebut.

    Berdasarkan data Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Indonesia mengalami penurunan persentase tutupan hutan dalam dua dekade terakhir, dari 54% pada 2000 menjadi 48% pada 2022. Data ini menunjukkan masifnya kejahatan kehutanan yang membuat negara rugi triliunan per tahun.

    Ekonom CELIOS, Nailul Huda, menjelaskan penurunan tutupan hutan berjalan seiring peningkatan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan yang diduga terjadi di Sumatera. Ia menilai dorongan pemerintah untuk memperluas lahan produktif kelapa sawit demi program biodiesel telah memberi ruang bagi perusahaan membuka lahan melalui penebangan pohon.

    “Kita menduga hal serupa terjadi di Sumatera. Hal ini tidak terlepas dari ‘support’ pemerintah yang mendorong peningkatan lahan produktif kelapa sawit untuk program biodiesel. Ke depan bahkan bukan hanya untuk sawit, tapi untuk tanaman lainnya yang bisa menghasilkan biodiesel. Akibatnya, banyak perusahaan yang membuka lahan sawit dengan menebang pohon,” jelasnya saat dihubungi detikcom, Senin (1/12/2025).

    Selain perluasan perkebunan sawit, risiko bencana ekologis juga terjadi akibat aktivitas tambang. Setidaknya terdapat empat risiko kerugian akibat tambang di Sumatera, yakni akses terhadap air minum bersih di desa dengan tambang sebagai sektor utama lebih sulit dibanding desa lain, potensi pencemaran tanah di desa tambang lebih tinggi, potensi pencemaran udara, potensi bencana banjir, dan kebakaran lahan di desa tambang lebih tinggi.

    Rugi Rp 2 Triliun Setiap Provinsi Terdampak

    Huda menjelaskan, masyarakat Sumatera menelan kerugian yang besar imbas banjir bandang yang menerpa wilayahnya. Untuk kerugian rumah masing-masing mencapai Rp 30 juta per unit. Sementara untuk jembatan yang runtuh, biaya pembangunan kembali mencapai Rp 1 miliar.

    Berdasarkan data CELIOS, kerugian lahan sawah juga mencapai Rp 6.500 per kg dengan asumsi per hektare lahan menghasilkan 7 ton. Kemudian untuk perbaikan jalan per 1000 meter mencapai Rp 100 juta. Huda merinci, Provinsi Aceh diproyeksi rugi Rp 2,2 triliun, Sumatera Utara Rp 2,07 triliun, dan Sumatera Barat Rp 2,01 triliun.

    Selain itu, Huda juga menyebut setiap penambahan satu hektare lahan sawit dalam hutan dapat menurunkan produksi sektor kehutanan hingga 2%. “Bencana ekologis dipicu oleh alih fungsi lahan karena deforestasi sawit dan pertambangan. Sementara sumbangan dari tambang dan sawit bagi provinsi Aceh misalnya, tak sebanding dengan kerugian akibat bencana yang ditimbulkan,” ungkap Huda.

    Akumulasi Rugi Imbas Bencana Rp 68 Triliun

    Huda menjelaskan, bencana ekologis di Sumatera ditaksir mencapai Rp 68,67 triliun di periode November 2025. Angka tersebut mencakup kerugian akibat bencana ekologis yang muncul akibat degradasi hutan, kerusakan rumah penduduk, kehilangan pendapatan rumah tangga, rusaknya fasilitas infrastruktur jalan dan jembatan, dan hilangnya produksi lahan pertanian.

    “Bencana ekologis di Sumatera periode November 2025 diproyeksi telah mengakibatkan kerugian ekonomi Rp 68,67 triliun,” ungkapnya.

    Huda menambahkan, CELIOS mendesak moratorium izin tambang dan perluasan kebun sawit segera dilakukan. Menurutnya, sudah waktunya pemerintah beralih ke ekonomi berkelanjutan untuk menghindari bencana ekologis di kemudian hari.

    “Sudah waktunya beralih ke ekonomi yang lebih berkelanjutan, ekonomi restoratif. Tanpa perubahan struktur ekonomi, bencana ekologis akan berulang dengan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar,” pungkasnya.

    (ahi/ara)

  • Mendagri Minta Pemda Perkuat Sinergi Hadapi Potensi Bencana dan Momentum Nataru 2025/2026

    Mendagri Minta Pemda Perkuat Sinergi Hadapi Potensi Bencana dan Momentum Nataru 2025/2026

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (Pemda) memperkuat sinergi dalam mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi dan peningkatan mobilitas masyarakat, serta kebutuhan pangan pada momentum Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru).

    Pesan itu disampaikan Mendagri saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pusat dan Daerah dalam Rangka Mengantisipasi Momentum Natal Tahun 2025 dan Tahun Baru 2026 di Sasana Bhakti Praja, Gedung C Lantai 3, Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (1/12/2025).

    “Hari ini [kita membahas antisipasi] bencana alam dan antisipasi Nataru, dan ini semua memerlukan sinergi, kata-kata yang paling kunci adalah sinergi, tidak bisa kerja sendiri,” ujar Mendagri.

    Mendagri menjelaskan bahwa dalam dua hingga tiga minggu terakhir telah terjadi beberapa bencana dengan dampak cukup besar di sejumlah wilayah. Peristiwa tersebut antara lain banjir bandang dan longsor di Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, serta bencana dengan skala luas di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Perbesar

    Mendagri Muhammad Tito Karnavian saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pusat dan Daerah dalam Rangka Mengantisipasi Momentum Natal Tahun 2025 dan Tahun Baru 2026 di Sasana Bhakti Praja, Gedung C Lantai 3, Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (1/12/2025)… Selengkapnya

    Mendagri menegaskan bahwa potensi bencana dapat muncul sewaktu-waktu sehingga seluruh pihak perlu meningkatkan kesiapsiagaan.

    “Untuk itu, ini bisa terjadi at any time, tiap saat, at any place, di mana saja,” tegasnya.

    Selain itu, Mendagri juga menyoroti dinamika yang muncul setiap memasuki periode Nataru. Ia menjelaskan bahwa mobilitas masyarakat diperkirakan meningkat pada berbagai moda transportasi, baik darat, laut, maupun udara, seiring meningkatnya perjalanan untuk perayaan hari besar, liburan, atau kunjungan keluarga. Kenaikan aktivitas ini, lanjutnya, juga berdampak pada meningkatnya kebutuhan pangan, sehingga daerah perlu memastikan kesiapan pasokan serta menjaga stabilitas harga.

    Aspek keamanan juga menjadi perhatian, mulai dari potensi cuaca ekstrem di kawasan wisata hingga kepadatan di lokasi perayaan malam Tahun Baru. Mendagri meminta agar langkah antisipasi dilakukan secara komprehensif sehingga potensi risiko dapat diminimalkan.

    Perbesar

    Mendagri Muhammad Tito Karnavian saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pusat dan Daerah dalam Rangka Mengantisipasi Momentum Natal Tahun 2025 dan Tahun Baru 2026 di Sasana Bhakti Praja, Gedung C Lantai 3, Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (1/12/2025)… Selengkapnya

    Untuk itu, Mendagri meminta kepala daerah segera melakukan koordinasi lanjutan di tingkat daerah, termasuk melalui rapat bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) serta pemangku kepentingan terkait kebencanaan dan Nataru. Ia menekankan pentingnya pemetaan potensi kerawanan dan penyusunan rencana operasi secara terpadu.

    “Termasuk daerah membuat rencana operasi untuk menghadapi Natal Tahun Baru dengan berbagai multidimensi,” pungkas Mendagri.

    Rapat tersebut turut dihadiri secara langsung oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin; Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani; Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Mohammad Syafii; Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) Bidang Politik dan Keamanan (Polkam) Lodewijk Freidrich Paulus; Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Imam Sugianto; Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani; serta perwakilan pejabat dari Kementerian/Lembaga dan BUMN terkait.

    Sementara itu, hadir secara virtual antara lain Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana; Sekjen Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi; Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati; serta pihak terkait lainnya.

     

    (*)

  • Kabasarnas Ungkap Beratnya Bencana di Sumatera: Tim SAR Ekstra Kelelahan

    Kabasarnas Ungkap Beratnya Bencana di Sumatera: Tim SAR Ekstra Kelelahan

    Jakarta

    Kepala Basarnas Marsekal Madya Mohammad Syafii mengungkap tantangan yang dialami tim penyelamat saat hendak menuju lokasi terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Dia mengatakan anggota SAR sudah ekstra kelelahan pada hari ketiga.

    Hal itu disampaikan Kabasarnas dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025). Dia awalnya menjelaskan warga yang terdampak bencana di Sumatera Barat mencapai 29.445 jiwa.

    “Jumlah warga yang terdampak ada 29.445 di mana kami telah mengevakuasi 128 dalam kondisi meninggal dan dilaporkan 115 masih belum ditentukan,” ujar Syafii dalam rapat.

    Dia mengatakan ada satu helikopter yang dikirimkan ke Padang untuk membantu proses evakuasi. Basarnas juga mengirimkan kapal Ganesha dari Jakarta untuk membantu proses evakuasi.

    “Untuk kekuatan yang dilibatkan khusus di kantor SAR Padang untuk kekuatan yang ada saat ini. Satu pesawat helikopter dan rencananya sekarang dalam perjalanan satu heli akan hadir. Posisi terakhir tadi kami monitor ada di Lampung,” ujar Syafii.

    “Dengan drone kemudian kapal, kapal juga dari kapal Ganesha yang dari Jakarta hari ini kami akan merapat ke sana,” sambungnya.

    Dia menyebut banjir bandang dan longsor membuat tim SAR harus bekerja ekstra melakukan evakuasi. Dia mengatakan wilayah terdampak bencana tersebar di banyak titik.

    “Karena secara spesifik kami sampaikan bahwa kondisi bencana yang terjadi ini sebenarnya diawali dari hidrometeorologi ini sebenarnya memerlukan effort atau tenaga yang agak ekstra. Di mana tidak seperti kalau misalkan kita mengalami kedaruratan di gedung atau di titik khusus. Misalkan longsor di satu titik,” ujar Syafii.

    Dia mengatakan anggota SAR harus menempuh medan berat saat menuju daerah yang terisolir. Kabasarnas mengatakan anggota SAR sudah ekstra kelelahan dalam 3 hari.

    “Namun pada saat bencana banjir, diikuti banjiri bandang, lumpur, longsor jadi anggota SAR mengalami tantangan tersendiri pada saat mereka disebar dalam satu titik mereka harus berjalan di situasi kondisi terisolir tidak bisa komunikasi dan di situ sehingga memungkinkan bahwa pada saat 3 hari mereka sebenarnya sudah mengalami ekstra kelelahan,” ujar Syafii.

    Dia mengatakan Basarnas menambah personel dan logistik ke area bencana. Dia berharap hal itu bisa mempercepat proses evakuasi korban.

    “Jadi ini yang terjadi sehingga kami menambah kekuatan dengan kapal Ganesha yang kami kirimkan ke sana dengan membawa logistik bantuan,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dwr/haf)

  • Greenpeace Sebut Banjir dan Longsor di Sumatera Imbas Degradasi Lingkungan

    Greenpeace Sebut Banjir dan Longsor di Sumatera Imbas Degradasi Lingkungan

    Sementara itu, Manajer Penanganan dan Pencegahan Bencana Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Melva Harahap, mengatakan bahwa di tiga provinsi yakni Sumut, Sumbar, dan Aceh, alih fungsi ekosistem telah terjadi dalam skala besar.

    Menurutnya, anomali cuaca dan siklon tropis memang wajar terjadi. Namun jika melihat satu dekade terakhir, ketiga provinsi tersebut memang kerap dilanda banjir, tetapi tidak pernah separah kali ini dampaknya.

    Melva menjelaskan, aktivitas ekonomi yang bersifat eksploitasi dengan izin konsesi berskala besar telah memperparah degradasi lingkungan di wilayah tersebut.

    Tutupan hutan yang seharusnya mampu menampung dan menyerap air hujan kini tidak lagi berfungsi optimal akibat perubahan ekosistem yang masif. Kondisi itu membuat air hujan yang turun mengalir bebas membawa sedimen dan material lain, sehingga memicu banjir dan longsor seperti yang terjadi saat ini.

    “Tapi enggak pernah tuh dampaknya sampai sedemikian rupa hari ini. Ketika siklus bumi hujan muncul, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidupnya enggak ada, ya banjirlah kemudian yang kita tuai hari ini. Banjir dan longsor,” bebernya.

    Walhi mendorong pemerintah untuk me-review kembali perusahaan-perusahaan ekstraktif yang beroperasi di wilayah terdampak, agar kejadian serupa dapat diminimalkan ke depan.

    “Kedua, memulihkan kembali ekosistem yang ada. Setelah di-review izinnya, maka kita harus mengembalikan, memulihkan ekosistemnya,” katanya menambahkan.

  • BMKG Sudah Wanti-wanti Cuaca Ekstrem Sumut 8 Hari Sebelum Bencana, Aceh-Sumbar 4 Hari
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Desember 2025

    BMKG Sudah Wanti-wanti Cuaca Ekstrem Sumut 8 Hari Sebelum Bencana, Aceh-Sumbar 4 Hari Nasional 1 Desember 2025

    BMKG Sudah Wanti-wanti Cuaca Ekstrem Sumut 8 Hari Sebelum Bencana, Aceh-Sumbar 4 Hari
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani mengatakan, pihaknya sudah memberi peringatan dini tentang  cuaca ekstrem di Sumatera Utara (Sumut) sejak 8 hari sebelum bencana terjadi.
    Lalu, untuk di kawasan Aceh dan Sumatera Barat (Sumbar),
    BMKG
    sudah memberi peringatan sejak 4 hari sebelum bencana. Hal tersebut Teuku sampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/12/2025).
    “Berikut kami sampaikan analisis dari BMKG terkait dengan cuaca terkini di Provinsi Aceh,
    Sumatera Utara
    , dan Sumatera Barat dalam rentang waktu 27 November hingga 4 Desember 2025,” ujar Teuku.
    “Ini kami sampaikan bahwa untuk daerah Aceh dan Sumatera Barat, BMKG telah menerbitkan
    press release
    untuk potensi bencana siklon atau
    cuaca ekstrem
    di Aceh dan Sumatera Barat. Ini 4 hari sebelum bencana. Untuk Sumatera Utara,
    press release
    -nya telah diterbitkan 8 hari sebelum bencana terjadi,” sambungnya.
    Teuku menyampaikan, BMKG pusat telah memberi wewenang kepada Kepala Balai Besar BMKG Wilayah I yang membawahi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau untuk menyampaikan peringatan dini.
    Menurutnya, ketika peringatan disampaikan, sejumlah kepala daerah memberikan respons positif.
    “Ini adalah peringatannya. Beberapa kepala daerah itu langsung memberikan respons positif dengan mengingatkan warganya melalui berbagai kanal. Ini kita sampaikan ke Forkopimda, provinsi, BPBD, semua kami sampaikan. Dan ini terus di-update setiap 2 hari bahwa akan terjadi cuaca ekstrem pada tiga wilayah ini,” imbuh Teuku.
    Per 30 November 2025, tercatat sudah ada 442 orang tewas akibat banjir di Sumatera dan 402 orang masih hilang. Berikut rincian jumlah korban tewas per provinsi.
    Jumlah korban
    banjir Sumatera
    ini disampaikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lewat siaran pers, Minggu (30/11/2025).
    Di Sumatera Utara, tercatat 217 jiwa meninggal dunia hingga saat ini.
    Di Sumatera Barat, tercatat 129 jiwa meninggal dunia, 118 hilang, dan 16 luka-luka.
    Sementara di Provinsi Aceh, hingga sore kemarin tercatat 96 jiwa meninggal dunia dan 75 jiwa hilang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Desak Pemerintah Berlakukan Status Bencana Nasional untuk Sumatra-Aceh

    DPR Desak Pemerintah Berlakukan Status Bencana Nasional untuk Sumatra-Aceh

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan pemerintah seharusnya memberlakukan status bencana nasional, merespons banjir dan longsor di Sumatra Utara, Sumatra, Barat, dan Aceh.

    Menurutnya, bencana di tiga provinsi tersebut telah menelan banyak korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang cukup parah sehingga penerapan status bencana nasional perlu dilakukan.

    “Kondisi ini memang kami sangat mendukung bahwa kondisi ini menjadi bencana nasional. Karena kalau kita berbicara sebagai bencana nasional, maka seluruh perangkat, baik pemerintahan dalam negeri, pemerintah daerah provinsi, pusat, itu harus turun tangan bahu-membahu,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (1/12/2025).

    Terlebih sejumlah jalur darat lumpuh yang mengakibatkan sulitnya penyaluran logistik ke setiap daerah, serta proses evakuasi yang terkendala infrastruktur yang terputus.

    Selain mendesak pemerintah menerapkan status bencana nasional, Dede juga mendorong mitra Komisi II dalam hal ini Kemendagri berkoordinasi dengan pemerintah agar pelayanan publik tetap berjalan optimal.

    Dede mengimbau agar pemerintah mampu melakukan mitigasi ke depannya, sebab kondisi cuaca yang sulit diprediksi. 

    “Tetapi tentu mitigasi tetap harus dilaksanakan. Bukan hanya kepada daerah-daerah yang Tapanuli Tengah, Sibolga, dan lain-lain, tapi daerah sekitar,” ujarnya.

    Apalagi, kata Dede, banyak lahan hutan di Sumatra telah dialih fungsikan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dia menyampaikan tidak menutup kemungkinan hal serupa terjadi di wilayah lainnya.

    Data BNPB per Minggu (30/11/2025), total korban jiwa mencapai 442 orang, dan 402 orang masih hilang. Sejumlah infrastruktur belum pulih, begitupun jalan masih lumpuh. Pemberian logistik dilakukan menggunakan jalur udara.

  • Human Initiative kerahkan tim bantuan bagi korban bencana di Sumatera

    Human Initiative kerahkan tim bantuan bagi korban bencana di Sumatera

    Jakarta (ANTARA) – Human Initiative mengerahkan sejumlah tim evakuasi dan mendistribusikan bantuan kemanusiaan bagi korban bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

    “Kami mengerahkan respon bantuan awal di tiga provinsi melalui empat aksi utama,” kata President Human Initiative, Tomy Hendrajati di Jakarta, Senin.

    Empat aksi yang dilakukan oleh lembaga tersebut, yaitu mengerahkan tim evakuasi untuk membantu mengevakuasi warga dari rumah yang terendam dan daerah rawan longsor.

    Kemudian, menyediakan akses air bersih bagi warga terdampak, terutama di wilayah yang aksesnya terputus.

    Selanjutnya, distribusi makanan siap santap dengan menjangkau titik-titik pengungsian dan rumah warga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi cepat.

    Tomy menambah, untuk aksi yang keempat, yaitu mendistribusikan perlengkapan bayi dan balita difokuskan untuk keluarga dengan anak kecil yang membutuhkan bantuan darurat segera.

    Human Initiative terus memperbarui pantauan lapangan dan berkoordinasi dengan BPBD, aparat desa dan relawan lokal untuk memastikan bantuan dapat menjangkau wilayah prioritas.

    “Upaya percepatan respons juga difokuskan pada kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, lansia serta warga di daerah yang masih terisolasi,” katanya.

    Human Initiative mengajak masyarakat untuk turut mendukung pemulihan warga terdampak bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar dengan mentransfer donasi melalui nomor rekening BSI 7000.321.693 an PKPU Human Initiative.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Riset Ungkap Banjir di Indonesia Terjadi Lebih Sering dan Makin Parah

    Riset Ungkap Banjir di Indonesia Terjadi Lebih Sering dan Makin Parah

    Jakarta

    Banjir bandang yang terjadi di Sumatra pada November 2025 menjadi salah satu yang terbesar dalam beberapa dekade terakhir. Kejadian ini menunjukkan tren bencana hidrometeorologi cenderung makin parah.

    Hal ini disampaikan Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU. Disebutkan Hatma, penataan dan pengendalian kawasan yang lemah turut berpengaruh mengakibatkan maraknya perambahan hutan dan alih fungsi lahan hutan menjadi kebun sawit, serta illegal logging di kawasan hulu sehingga menjadi penyebab berbagai bencana hidrometeorologi kerap muncul di wilayah tersebut.

    Hutan-hutan lindung di ekosistem Batang Toru yang semestinya menjadi area tangkapan air banyak dikonversi menjadi perkebunan, atau dibabat oleh para pembalak liar mengakibatkan saat hujan lebat, air yang melimpah tak bisa lagi tertahan secara alami di hulu dan langsung menghantam pemukiman di hilir.

    “Banjir bandang di November 2025 di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatera Barat mungkin tercatat sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah beberapa dekade terakhir. Kejadian ini menunjukkan tren bencana hidrometeorologi cenderung makin parah seiring akumulasi deforestasi dan perubahan iklim,” ujarnya seperti dikutip dari situs UGM, Senin (1/12/2025).

    Secara geografis, Pulau Sumatra beriklim tropis basah, dan hal ini akan selalu rentan terhadap hujan lebat. Sementara kerusakan lingkungan seperti pembukaan hutan di pegunungan dan penyempitan sungai menjadikan wilayah ini ibarat menyimpan bom waktu bencana. Tanpa pembenahan serius, setiap puncak musim hujan bisa mendatangkan petaka serupa di masa mendatang.

    “Alam memiliki kapasitas daya dukung dan daya tampung yang terbatas untuk menahan gempuran cuaca ekstrem, dan kapasitas itu sangat bergantung pada kelestarian lingkungannya. Ketika manusia merusak lingkungan melebihi ambang batas maka alam akan ‘membalas’ dengan bencana yang dahsyat. Oleh sebab itu, upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana ke depan harus menyeimbangkan antara pendekatan struktural (infrastruktur teknis) dan pendekatan ekologis,” paparnya.

    Banjir Lebih Parah

    Peringatan banjir akan terjadi lebih sering dan lebih parah sudah sering disuarakan ilmuwan dan para pemerhati lingkungan. Laporan sebuah riset yang dipublikasikan di jurnal Ecology and Society pada Agustus 2020 mengungkapkan penyebab kenapa Indonesia dilanda bencana banjir lebih sering dan lebih parah.

    Riset ini menyebutkan bahwa perubahan tata guna lahan yang cepat di Indonesia telah berdampak pada siklus air lokal di negeri ini, salah satu dampaknya adalah berupa banjir. Riset multidisiplin ilmu yang dikerjakan tim peneliti gabungan dari University of Göttingen, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ini menunjukkan bahwa perluasan perkebunan monokultur, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, menyebabkan banjir di Indonesia terjadi lebih sering dan lebih parah.

    Dalam laporannya, tim peneliti menjelaskan bahwa peningkatan frekuensi dan keparahan banjir terkait dengan proses ekohidrologi dan sosial yang saling memengaruhi, termasuk degradasi tanah di area pertanian monokultur, perluasan perkebunan kelapa sawit ke area lahan basah, dan pembangunan bendungan pelindung banjir.

    Dalam studi ini, para peneliti melakukan hampir 100 wawancara dengan petani kecil Indonesia, penduduk desa, dan para pengambil keputusan di Provinsi Jambi, Sumatra. Mereka kemudian membandingkan dan melengkapi analisis hasil-hasil ini dengan pengukuran ilmiah curah hujan, muka air sungai dan air tanah, sifat-sifat tanah, serta pemetaan penggunaan lahan dari wilayah tersebut.

    “Banyak studi tentang hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan banjir hanya didasarkan pada analisis dari masing-masing disiplin ilmu dan dengan demikian hanya memberikan wawasan yang terpisah-pisah tentang proses yang mendasarinya,” ujar penulis utama studi Jennifer Merten, dari Department of Human Geography, University of Göttingen, dikutip dari Science Daily.

    “Oleh karena itu, penting bagi kami untuk menggunakan data seluas mungkin dari berbagai disiplin ilmu dan juga untuk memasukkan observasi dari penduduk setempat,” sebutnya.

    Dalam laporan hasil riset ini, para ilmuwan dari German-Indonesian Collaborative Research Centre EFForTS (Ecological and Socio-Economic Functions of Tropical Lowland Rainforest Transformation Systems) menunjukkan bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit dan karet saat ini memiliki dampak yang signifikan terhadap siklus air lokal.

    “Perubahan penggunaan lahan skala besar menyebabkan pemadatan tanah, sehingga lebih sedikit hujan yang diserap oleh tanah dan air dengan cepat mengalir ke permukaan. Secara khusus, penghancuran lahan di daerah rawan banjir yang semakin parah berdampak besar dalam proses siklus air lokal ini,” jelas Christian Stiegler dari Bioclimatology Group di University of Göttingen yang juga menjadi anggota peneliti dalam tim riset ini.

    Dari perspektif penduduk desa, pembangunan bendungan banjir dan saluran drainase juga berkontribusi pada perubahan pola banjir lokal. Karena perkebunan-perkebunan kelapa sawit semakin banyak dibudidayakan di lahan basah seperti dataran bantaran sungai atau lahan gambut. Pemilik perkebunan yang lebih besar kemudian mencoba mengendalikan banjir di lahan mereka melalui pembangunan konstruksi semacam itu.

    “Namun, bendungan seperti itu sering kali menyebabkan peningkatan banjir di perkebunan petani kecil di sekitarnya,” jelas Merten, melaporkan berdasarkan pengamatan dan pengalamannya selama mengunjungi daerah tersebut.

    Menurutnya, peningkatan banjir semacam ini pada akhirnya juga menyebabkan ketegangan sosial dan konflik baru di antara lapisan masyarakat. Terutama antara petani kecil dengan pemilik perkebunan sawit yang lebih besar.

    Untuk mengurangi dampak perubahan penggunaan lahan pada siklus air, para peneliti dalam riset ini menyarankan perlindungan tanah dan perencanaan penggunaan lahan yang lebih baik, terutama di daerah rawan banjir dan lahan basah. Hal ini sangat penting diterapkan karena dapat berpengaruh besar dalam mencegah banjir.

    Selain itu, penting juga untuk mengatur lanskap wilayah dan mengontrol pembangunan saluran air untuk perlindungan banjir terhadap masyarakat. Kalau hal ini tidak diatur dan dikontrol, masyarakat sekitar dan golongan miskin menjadi kalangan yang paling terdampak oleh efek peningkatan banjir, seperti yang terjadi saat ini.

    (rns/rns)

  • Prabowo Tinjau Kuta Cane, Janjikan Perbaikan Infrastruktur dan Penguatan Layanan Publik

    Prabowo Tinjau Kuta Cane, Janjikan Perbaikan Infrastruktur dan Penguatan Layanan Publik

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menyampaikan rasa prihatin dan duka cita mendalam atas korban yang terdampak bencana alam di wilayah Sumatra.

    Hal ini disampaikannya usai meninjau langsung wilayah terdampak bencana banjir di Kuta Cane, Aceh Tenggara, pada Senin (1/12/2025).

    “Terimakasih saya hari ini berkesempatan untuk menengok Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian dan melihat keadaan,” ucap Prabowo saat membuka arahannya.

    Presiden Ke-8 RI itu menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya mempercepat pemulihan, termasuk perbaikan sarana kritis yang rusak. Dia juga menyatakan duka sekaligus syukur melihat kondisi cuaca yang mulai membaik.

    “Tentunya kita sangat prihatin dan kita juga turut belasungkawa dengan mereka yang korban dan inshaAllah kita bersyukur juga cuaca membaik keadaan berlalu kita berdoa,” ujarnya.

    Dalam kunjungan ini, Prabowo turut didampingi Kepala BNPB Suharyanto dan Menteri Sosial Syaiful Yusul, atau yang dikenal sebagai Gus Ipul. Dia menyampaikan apresiasi atas kerja cepat berbagai unsur.

    Salah satu fokus pemerintah adalah memulihkan konektivitas dengan memperbaiki jembatan-jembatan yang rusak.

    “Kami segera akan membuka jembatan jembatan yang rusak akan segera kita perbaiki,” tegas Prabowo.

    Dia menyebutkan bahwa anggaran untuk rehabilitasi infrastruktur desa dan kabupaten sebenarnya telah dialokasikan sebelumnya.

    “Sebelum-sebelumnya pun saya sudah sebetulnya alokasi anggaran untuk fasilitas dan prasarana yang ada di desa-desa dan di kabupaten-kabupaten jadi alhamdulillah kita punya anggarannya, kita lakukan penghematan banyak di pusat supaya sebanyak mungkin bantuan sebanyak mungkin kita bisa membantu kepentingan rakyat di paling bawah,” ujarnya.

  • 286 Dapur MBG Difungsikan Layani Ratusan Ribu Korban Bencana di Aceh-Sumatera

    286 Dapur MBG Difungsikan Layani Ratusan Ribu Korban Bencana di Aceh-Sumatera

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyampaikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat yang tidak terdampak bencana alam kini dialifungsikan menjadi dapur tanggap darurat bencana. Sekitar 286 SPPG siap siaga melayani 600 ribu pengungsi hingga korban bencana alam.

    Dadan menyebut di Aceh ada sekitar 55 SPPG yang siap siaga, di Sumatera Utara ada 173 SPPG, dan di Sumatera Barat ada 66 SPPG yang melayani para pengungsi.

    “Dengan total 286 SPPG dan itu melayani kurang lebih 600 ribu pengungsi di tiga daerah tersebut,” ujar Dadan saat ditemui usai hadir dalam Rapimnas Kadin 2025, di The Park Hyatt Hotel Jakarta, Senin (1/12/2025).

    Menurut Dadan, SPPG tidak hanya berfungsi melakukan pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG), tapi juga fasilitas yang paling siap menghadapi bencana. Dadan menerangkan di hari pertama bencana, SPPG menjadi infrastruktur yang paling siap karena sudah memiliki juru masak, peralatan lengkap, sistem pengantaran, dan rantai pasok bahan makanan yang sudah tersedia. Begitu terjadi bencana, Dadan menyebut SPPG langsung beroperasi melayani pengungsi.

    “Memang Pak Sigit (anggota Komisi VIII DPR) sudah komunikasi dengan saya. Beliau menyarankan agar SPPG bisa dialihfungsikan menjadi tanggap darurat bencana, dan kami kirimkan berita bahwa kami sudah melaksanakan. Jadi didukung kuat oleh Komisi VIII,” tambahnya.

    Pengalihan fungsi SPPG ini merupakan wujud kehadiran pemerintah di tengah situasi darurat. Ketika bencana terjadi, sekolah-sekolah diliburkan, sehingga fasilitas SPPG bisa dioptimalkan sepenuhnya.

    “Pada saat bencana, pemerintah kan wajib hadir dimanapun ada. Dan Badan Gizi melalui SPPG adalah unsur dan organ pemerintah terdepan. Jadi kami tentu saja memerintahkan yang dibutuhkan di saat-saat darurat di lapangan. Dan ketika bencana kan sekolah juga libur, diliburkan sehingga kami bisa dialihfungsikan menjadi dapur umum yang melayani seluruh pengungsian,” terangnya.

    (kil/kil)