Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Propam Polda DIY Usut Dugaan Pelanggaran Etik 6 Polisi Terkait Kematian Darso

Propam Polda DIY Usut Dugaan Pelanggaran Etik 6 Polisi Terkait Kematian Darso

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi rumah mendiang Darso untuk mengusut kasus dugaan pelanggaran etik enam anggota Polresta Yogyakarta.

Kedatangan Tim Propam Polda DIY ke Semarang dipimpin langsung oleh Kepala Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam) Polda DIY Kombes Satya Widhy  Widharyadi. 

Tampak pula Kabid Propam Polda Jawa Tengah Kombes Aris Supriyono yang ikut mendampingi.

Mereka mendatangi rumah mendiang Darso di Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang sekira pukul 17.00 WIB.

Proses pemeriksaan dilakukan memakan waktu hampir 2 jam dengan total saksi yang diperiksa sebanyak tiga orang.

“Iya ada tiga orang saksi yang dimintai keterangan Propam Polda DIY meliputi Poniyem istri Darso, Tocahyo adik Darso dan Siti Khotimah saksi atau tetangga Darso,” jelas pengacara keluarga Darso, Antoni Yudha Timor, Jumat (17/1/2025) malam.

Menurut Antoni, penyidik Propam mengulik keterangan tiga orang saksi ini dengan fokus yang berbeda.

Untuk saksi Poniyem dan Tocahyo, penyidik mendalami proses kedatangan keenam polisi dari Polresta Yogyakarta ke rumah Darso.

Para saksi kepada penyidik menerangkan mereka datang tanpa memperkenalkan diri, menunjukkan identitas dan tanpa menunjukkan selembar kertas apapun.

“Pemeriksaan ini terkait tentang etika mereka dalam menjalankan tugas yang dilakukan tanpa menunjukkan identitas, tanpa memperkenalkan diri tapi tiba-tiba menjemput pak Darso,”  paparnya.

Antoni mengungkapkan, Poniyem tidak menerima selembar surat apapun dari keenam polisi itu sehingga pernyataan dari Polresta Yogyakarta yang menyebut enam anggota Satlantas Polresta Yogyakarta datang ke Semarang hendak kirim surat tidaklah benar.

“Ternyata surat klarifikasi yang hendak dikirimkan ke pak Darso itu sudah diamankan Polda DIY (untuk barang bukti),” bebernya.

Selain dugaan pelanggaran identitas, keenam polisi dalam memberikan pertolongan pertama terhadap Darso saat sakit jantung juga terlihat janggal.

Seharusnya enam polisi itu membawa Darso ke rumahnya yang hanya berjarak 300-500 meter dari lokasi Darso diduga mendapatkan penganiayaan.

Akan tetapi para polisi itu malah membawanya ke RS Permata Medika Ngaliyan yang berjarak sekira 11 kilometer dengan estimasi waktu mencapai 30 menit.

“Kalau Darso jantungnya hanya kumat, cukup beri obat yang dapat meredakan sakitnya. Obat itu pasti dimiliki oleh pengidap jantung , hal itu pula diperkuat oleh penyidik yang telah mendapatkan keterangan saksi ahli dari Dokter Polisi,” paparnya.

Penyidik Propam Polda DIY menyoroti pula soal kejadian paska kematian Darso.

Penyidik bertanya soal kedatangan keenam anggota tersebut ke Semarang mulai waktu kedatangan hingga soal mengenakan seragam polisi.

Antoni menjelaskan, Poniyem istri Darso membuka semua dalam pertemuan tersebut terutama soal pemberian uang Rp25 juta di rumah saksi Riana tempat Darso meminjam mobil rental di daerah Cangkiran, Mijen.

Dalam pertemuan ketiga itu, hanya lima polisi yang datang pada Sabtu, 14 Desember 2024..

Dari awal Poniyem menolak pemberian uang tersebut tetapi Poniyem diminta oleh satu orang polisi untuk membawanya pulang.

Poniyem akhirnya membawa uang itu pulang karena sedang kacau pikirannya akibat ditinggal mati suami dan bapak kandungnya dalam waktu berdekatan.

“Uang itu lalu diserahkan ke adik Darso (Tocahyo) biar diurus atau dikembalikan. Uang masih utuh sampai sekarang,” katanya.  

Uang tersebut sebenarnya hendak dikembalikan keluarga Darso sebelum melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Tengah.

Namun, keluarga kesusahan mengembalikan karena pemberi uang tersebut sulit untuk diajak bertemu.

Antoni mengaku, uang itu seharusnya menjadi barang bukti dalam pelanggaran etik maupun pidana.

Namun, Propam Polda DIY belum menyentuh uang tersebut.

Mereka mengarahkan uang tersebut nanti untuk pembuktian di kasus pidananya yang sedang diproses Polda Jateng.

“Uang Rp25 juta ini bisa digunakan dalam rangka kepentingan penyidikan baik perkara pidana maupun etiknya,” papar Antoni.

Adapun untuk saksi Siti Khotimah diperiksa penyidik Propam Polda DIY untuk memastikan kebenaran Darso dibawa ke tempat yang diduga menjadi lokasi penganiayaan.

Antoni menyebut, sebenarnya ada satu lagi saksi bernama Niken yang melihat Darso dipegang oleh empat polisi.

Akan tetapi, saksi Niken belum bisa diambil keterangannya karena masih bekerja.

“Penyidik Propam Polda DIY meminta kami untuk membawa dua saksi ini (Niken dan Siti) saat sidang kode etik di Yogyakarta. Untuk waktunya kami nanti diinformasikan kembali,” jelasnya. 

Tribun telah menghubungi Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Ihsan untuk mengkonfirmasi detail pemeriksaan tersebut. Namun, upaya konfirmasi Tribun belum direspon.

Sebelumnya,  Darso meninggal dunia diduga karena penganiayaan oleh enam anggota kepolisian dari Unit Penegak Hukum (Gakkum) Polresta Yogyakarta di Purwosari, Mijen, Sabtu 21 September 2024.

Darso sempat dirawat di rumah sakit Permata Medika selama enam hari, sepulang dari rumah sakit, Darso meninggal dunia di rumahnya pada Minggu, 29 September 2024, pukul 08.00 WIB.

Kematian Darso berbuntut panjang karena keluarga Darso melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam.

Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial IS.

Dalam pelaporan tersebut, mereka sudah membawa sejumlah bukti seperti hasil rontgen gesernya ring jantung korban, foto dan video serta bukti-bukti lainnya. Termasuk saksi dari keluarga korban.

Polisi telah melakukan ekshumasi terhadap jasad korban pada Senin (13/1/2025). Kemudian olah tempat kejadian perkara, Kamis (16/1/2025).

Merangkum Semua Peristiwa