TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) memberikan dukungan penuh terhadap program Apotek Desa yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Program ini dinilai sebagai langkah strategis dan brilian dalam menghadirkan layanan kesehatan yang lebih merata hingga ke pelosok desa.
“Dalam Inpres tersebut, disebutkan bahwa Koperasi Merah Putih akan melaksanakan kegiatan termasuk pendirian Apotek Desa/Kelurahan di 80.000 desa dan kelurahan se-Indonesia,” ujar Ketua Umum PP IAI, apt. Noffendri Roestam, S.Si, dalam rapat pengurus harian di Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Apt Noffendri menekankan bahwa IAI sangat mendukung gagasan ini, namun mengingatkan pentingnya tata kelola yang baik agar program tidak mangkrak.
Karena itu, PP IAI menggelar rapat khusus untuk menghimpun masukan, solusi, dan strategi implementasi Apotek Desa yang efektif.
Dukungan juga datang dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyarankan agar tidak perlu membuat regulasi baru, melainkan cukup mengoptimalkan fasilitas kesehatan yang sudah ada seperti puskesmas, pustu, dan posyandu.
“Tugas kami di IAI adalah menyiapkan tenaga apoteker yang siap mendukung program ini,” tegas apt. Noffendri.
Ketua Hisfarkesmas PP IAI, apt. Maria Ulfah, menyambut baik rencana penambahan apoteker di puskesmas sebagai angin segar.
Ia menegaskan bahwa sebagai penanggung jawab di apotek, hanya apoteker yang memiliki kompetensi untuk memenuhi standar pelayanan, mengelola pengadaan obat, serta menangani sistem keuangan dan e-katalog versi 6 yang kompleks.
“Tenaga Vokasi Farmasi (TVF) bisa mendukung, tapi penanggung jawab tetap harus apoteker,” tegasnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Halal dan JKN, apt. Abdul Rahem, menyoroti belum jelasnya bentuk operasional Apotek Desa.
Ia mengingatkan agar apotek tetap dijalankan sesuai regulasi, yaitu sebagai sarana praktik kefarmasian oleh apoteker.
Senada dengan itu, apt. Nasrudin, Wakil Ketua Umum Bidang Advokasi dan Regulasi, meminta agar standar pelayanan dan manajemen obat tidak diabaikan.
Sementara itu, apt. Dettie Yuliati, Wakil Ketua Umum Bidang Kerjasama, berharap Apotek Desa tidak hanya berorientasi bisnis, tetapi tetap mengedepankan aspek pelayanan.
Ketua Hisfarma, apt. Surya Wahyudi, menambahkan pentingnya studi kelayakan dalam penerapan program ini.
“Tidak semua desa bisa langsung memiliki Apotek Desa. Kita harus lihat kesiapan masing-masing desa,” ujarnya. Hisfarma siap mendukung studi kelayakan dan sistem manajemen keuangan hingga layanan farmasi klinik.
Apoteker Siap ke Desa, Asal Dijamin Kesejahteraan
Tantangan besar lainnya adalah ketersediaan apoteker di wilayah desa. Apt. Noffendri optimis bahwa banyak apoteker muda bersedia bekerja di desa jika ada jaminan kesejahteraan dan keamanan.
Mengacu pada Permenkes No. 74 Tahun 2016, peran apoteker sangat vital hingga ke lini paling bawah, termasuk melalui home care dan farmasi klinik.
Agar program berjalan optimal, IAI mengusulkan tujuh langkah strategis yakni program Tugas Khusus Apoteker Desa untuk lulusan baru, bekerja sama dengan APTFI, formasi CPNS/PPPK dengan mencantumkan nama desa, bukan hanya kecamatan.
Penguatan edukasi kesehatan melalui program Dagusibu, integrasi Layanan Primer (ILP) untuk memperkuat sistem layanan berbasis desa, kolaborasi dengan Pustu, penambahan apoteker di samping bidan/perawat.
Kemitraan BPJS langsung dengan Pustu/Apotek Desa, tidak hanya puskesmas, revitalisasi Program Obat Serbu (Serba Seribu) agar obat murah dan berkualitas bisa tersedia, didukung oleh BUMN Indofarma dan BPOM.
“Kami yakin, dengan sinergi semua pihak, Apotek Desa bisa jadi tonggak sejarah baru layanan kesehatan di Indonesia,” kata apt Noffendri. (*)