TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Puluhan anggota polisi, mulai dari yang berpangkat bintara hingga perwira menengah, dimutasi ke Yanma Polda Metro Jaya, buntut kasus dugaan pemerasan terhadap Warga Negara Malaysia di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024, 13-15 Desember.
Mutasi terhadap 34 anggota polisi itu tertuang dalam surat telegram mutasi jabatan tingkat Pamen, Pama, hingga Bintara, nomor ST/429/XII/KEP.2024 per tanggal 25 Desember 2024 yang ditandatangani oleh Karo SDM Kombes Muh Dwita Kumu Wardana atas nama Kapolda Metro Jaya, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto.
Seluruh anggota yang dimutasi berstatus dalam rangka riksa (pemeriksaan).
Dari 34 anggota yang dimutasi itu, tiga di antaranya berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKB).
Mereka adalah AKBP Bariu Bawana, Kasubdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, yang dimutasi menjadi Pamen Yanma Polda Metro Jaya (dalam rangka riksa).
Kemudian AKBP Wahyu Hidayat, Kasubdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, dimutasi menjadi Pamen Yanma Polda Metro Jaya (dalam rangka riksa).
Dan terakhir adalah AKBP Malvino Edward Yusticia, Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, dimutasi sebagai Pamen Yanma Polda Metro Jaya (dalam rangka riksa).
Sosok AKBP Bariu Bawana
AKBP Bariu Bawana sendiri baru sekitar setahun menjabat sebagai Kasubdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.
Ia menduduki jabatan itu pada Januari 2024 lalu berdasarkan surat telegram nomor: ST/4/I/KEP./2024 tertanggal 4 Januari 2024 yang ditandatangani oleh Karo SDM Polda Metro Jaya Kombes Langgeng Purnomo.
Sebelum menjadi Kasubdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Bariu Bawana adalah Pamen di Polda Metro Jaya.
Saat masih berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP), Bariu Bawana pernah menjadi Kasat Lantas Polres Karawang sekitar tahun 2019 silam.
Setelah menjabat sebagai Kasat Lantas Polres Karawang, pada November 2019 Bariu Bawana kemudian dimutasi ke Polda Jawa Barat.
Saat naik pangkat menjadi Komisaris Polisi (Kompol), Bariu Bawana juga pernah menduduki jabatan Kabagbinopsional Ditpolairud Polda Maluku.
Ssebelum terjerat kasus dugaan pemerasan terhadap Warga Negara Malaysia di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024, 13-15 Desember, AKBP Bariu Bawana memiliki prestasi yang cukup baik.
Pada Juli 2024 silam, tim yang dipimpin AKBP Bariu Bawana berhasil menggagalkan peredaran narkoba jenis ganja seberat 12 kilogram di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Dalam kasus ini, polisi menangkap seorang kurir narkoba berinisial W (23), Minggu (28/6/2024).
“Diamankan barang bukti sebanyak 12 kg ganja dibungkus dengan menggunakan lakban. Sekarang sebagai tersangka kami amankan di Polda Metro Jaya,” kata AKBP Bariu Bawana kepada wartawan, Selasa (30/7/2024).
Pengungkapan ini dilakukan setelah polisi mendapatkan laporan soal adanya peredaran narkoba yang dikeluhkan warga sekitar.
Setelah penyelidikan dan menangkap W, polisi juga mengamankan paket ganja yang dikamuflasekan dengan ditimbun tumpukan ikan asin sebagai penyamaran.
“Kami mengamankan satu orang pelaku atau tersangka atas nama inisial W (23). Barang bukti tersebut dilapisi dengan menggunakan kamuflasenya berupa ikan teri atau ikan asin. Jadi barang bukti itu ditanam atau disimpan di bawah dari makanan kering tersebut,” jelasnya.
Barang haram tersebut diketahui berasal dari Medan, Sumatera Utara.
Ganja 12 Kg tersebut rencananya akan diedarkan di wilayah Jabodetabek.
“Hasil lidik kami infonya barang tersebut kiriman dari Sumatera, lokasinya di Medan. Jadi untuk barang rencananya berdasarkan informasi yang kita dalami bakal diedarkan di wilayah Jabodetabek,” tutur AKBP Bariu Bawana.
Sayangnya segala prestasi yang selama ini diukirnya sebagai anggota Polri kini tercoreng.
AKBP Bariu Bawana ikut terseret dalam kasus dugaan pemerasan terhadap penonton Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 asal Malaysia.
DWP 2024 digelar di JIEXPO, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 13-15 Desember lalu.
Usai acara, akun Instagram penyelenggara DWP dibanjiri komentar protes warganet.
Sebagian besar keluhan datang dari penonton luar negeri, khususnya Malaysia.
Mereka mengaku mendapat pengalaman buruk selama mengikuti festival DWP 2024 itu.
Mereka kecewa karena tidak dapat melakukan pesta dansa alias rave dengan leluasa karena adanya intervensi.
Beberapa penonton bahkan mengaku diperas polisi yang menyamar dalam kerumunan.
“Acara terburuk yang pernah ada. Tidak akan pernah datang lagi,” tulis seorang warganet.
“Nama-nama besar tidak akan menarik lagi. Bahkan di VIP saya dilecehkan. Jadi, tidak akan DWP lagi,” ujar warganet lain.
Div Propam Polri masih terus mendalami motif aksi pemerasan yang dilakukan oleh 18 anggota polisi kepada penonton DWP 2024 asal Malaysia itu.
Kadiv Propam Polri, Irjen Abdul Karim mengatakan pihaknya masih menggali motif dan tujuan para pelaku lantaran berasal dari satuan kerja yang berbeda.
“Motif masih kita dalami, artinya ini harus kita gali karena ini menyangkut beberapa satuan kerja mulai dari Polsek, Polres dan Polda juga,” ujarnya.
Abdul Karim juga belum bisa mengungkap apakah para pelaku memang saling terkoordinasi atau melakukan aksi pemerasan secara masing-masing sesuai satuannya.
Oleh karenanya, ia mengatakan saat ini penyidik Propam Polri masih terus melakukan pemeriksaan secara maraton untuk menggali peran dari anggota tingkat Polsek, Polres, hingga Polda dalam kasus tersebut.
“Kami masih pendalaman lagi. Jadi, kami masih belum berani memastikan itu semua karena masih ada beberapa fakta yang harus kita gali lagi,” tuturnya. “Karena ini harus kami gali, bagaimana peran dari Polsek, bagaimana peran Polres, maupun Polda itu melakukan kegiatan ini,” imbuh Abdul Karim.
Sejauh ini dari hasil penyelidikan, total warga negara Malaysia yang menjadi korban dugaan pemerasan saat menonton Djakarta Warehouse Project 2024 itu mencapai 45 orang.
“Dari hasil penyelidikan yang sudah kami lakukan perlu kami luruskan bahwa korban warga negara Malaysia dari penyelidikan dan identifikasi kami secara saintifik kami temukan sebanyak 45 orang,” kata Irjen Abdul Karim.
Ia juga menyebut para pelaku pemerasan terhadap penonton DWP 2024 asal Malaysia memiliki rekening khusus yang digunakan sebagai tempat penampungan uang.
“Memang ada rekening yang sudah disiapkan,” ujarnya.
Kendati demikian, Irjen Abdul Abdul tidak membeberkan lebih jauh ihwal total rekening yang digunakan para pelaku tersebut.
Ia hanya mengatakan total uang hasil pemerasan yang diterima mencapai Rp2,5 miliar dari 45 orang korban.
“Bahwa barang bukti yang telah kita amankan jumlahnya berapa Rp2,5 miliar rupiah. Jadi jangan sampai nanti seperti pemberitaan sebelumnya yang angkanya cukup besar,” ujarnya.