Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS – Produsen tahu di Gang Nusa Indah, RT 01/RW 07, Kelurahan/Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur mengeluhkan kenaikan harga kedelai impor Amerika.
Produsen tahu, Dindin Badrudin (65) mengatakan kenaikan harga kedelai impor dari Rp8.700 menjadi Rp11.000 per kilogram ini membuat modal biaya produksi tahu membengkak.
Menurutnya kenaikan harga kedelai impor dalam beberapa waktu terakhir terjadi akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan perang dagang dilakukan Amerika.
“Naiknya itu bertahap, Rp100, Rp100. Tapi kenaikan bisa hampir setiap hari. Jadi harganya benar-benar enggak stabil, sementara keuntungan sedikit,” kata Dindin, Minggu (27/4/2025).
Meski kenaikan harga sekarang lebih rendah dibanding tahun 2023 lalu saat harga kedelai impor Rp14 ribu per kilogram, tapi produsen tahu kini tetap merasakan dampak buruk.
Lesunya daya beli masyarakat, dan ketidakpastian harga kedelai impor di pasaran karena berpatok pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat produsen diliputi kekhawatiran.
Di saat harga kedelai naik para produsen tahu tidak bisa menaikkan harga jual di pasaran seenaknya, hal ini mengakibatkan keuntungan yang didapat dari produksi tahu berkurang.
KENAIKAN TAHU – Produsen tahu, Dindin Badrudin (65) saat memberi keterangan terkait harga kenaikan kedelai di Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (27/4/2025). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)
“Tahu enggak seperti produk lain yang kalau harga bahan naik bisa langsung menaikkan harga. Kita harus menunggu kesepakatan bersama (produsen) untuk menaikkan harga,” ujarnya.
Kesepakatan dimaksud yakni keputusan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (KOPTI), yang hingga kini belum mengeluarkan keputusan untuk menaikkan harga jual.
Dindin menuturkan siasat yang bisa dilakukan produsen untuk menghadapi kenaikan harga kedelai impor kini memperkecil ukuran produksi, namun hal ini bersifat solusi sementara.
Pasalnya bila para produsen tahu terus memperkecil ukuran ketika harga kedelai impor naik, maka dipastikan ukuran tahu dan tempe yang dijual di pasaran nantinya tidak lagi normal.
“Kalau setiap harga naik kita terus memperkecil ukuran nanti ukuran tahu jadi seperti apa? Kita, produsen maunya harga stabil dan suplainya ada. Jangan seperti sekarang,” tuturnya.
(TribunJakarta)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.
Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
