Produsen Tahu di Ciracas Jakarta Timur Minta Pemerintah Stabilkan Harga Kedelai yang Melonjak

Produsen Tahu di Ciracas Jakarta Timur Minta Pemerintah Stabilkan Harga Kedelai yang Melonjak

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS – Produsen tahu di Gang Nusa Indah, RT 01/RW 07, Ciracas, Jakarta Timur berharap pemerintah lekas mengambil kebijakan untuk menstabilkan harga kedelai.

Pasalnya dalam beberapa waktu terakhir harga kedelai impor Amerika melonjak dari yang sebelumnya berkisar Rp8.700 menjadi Rp11.000 per kilogram, sehingga memberatkan para produsen.

Produsen tahu, Dindin Badrudin (65) mengatakan berharap pemerintah lekas mengambil langkah karena kenaikan harga kedelai impor Amerika membebani modal usaha para produsen.

“Bukan minta pemerintah kasih subsidi, tapi minta agar harganya diatur, stabil. Jangan seperti sekarang yang hampir setiap hari harga bisa naik,” kata Dindin di Jakarta Timur, Minggu (27/4/2025).

Bukan tanpa sebab kenaikan harga kedelai impor Amerika menjadi masalah yang sudah lama terjadi dan dikeluhkan produsen tahu, tapi hingga kini belum dapat teratasi.

Bahkan pada Februari 2022 para produsen tahu dan tempe di wilayah Jabodetabek sempat melakukan mogok produksi untuk memprotes kenaikan harga kedelai impor Amerika.

Menurut produsen harga kedelai impor Amerika tidak stabil karena selalu mengacu pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sementara Indonesia masih bergantung pada impor kedelai.

PERMINTAAN PRODUSEN TAHU – Pegawai di tempat produksi tahu milik Dindin Badrudin saat proses pembuatan tahu, Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (27/4/2025). TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA (TribunJakarta.com/Bima Putra)

“Tahun 2023 harga kedelai impor Amerika itu sempat sampai Rp14 ribu per kilogram. Sekarang kenaikannya memang enggak seburuk di tahun 2023, tapi daya beli masyarakat lesu,” ujarnya.

Dindin menuturkan khawatir bila harga kedelai tidak terkendali maka banyak produsen tahu dan tempe yang akan gulung tikar karena sudah tidak lagi memiliki modal.

Dia mencontohkan kasus produsen tahu yang terpaksa berutang kepada rentenir untuk modal usaha, namun karena harga kedelai tidak stabil modal usahanya habis dan justru terjerat bunga utang.

Pasalnya saat harga kedelai impor naik para produsen tidak bisa seenaknya menaikkan harga jual, mereka harus menunggu keputusan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (KOPTI).

“Kita bukan enggak mau pakai kedelai lokal, tapi barangnya di pasaran sekarang enggak ada. Dulu waktu era (Presiden) pak Soeharto semua produsen pakai kedelai lokal, sekarang enggak ada,” tuturnya.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya