Produk: yuan

  • Motor Listrik Jadi Jurus China untuk Populerkan Baterai Garam

    Motor Listrik Jadi Jurus China untuk Populerkan Baterai Garam

    Jakarta

    China sedang gencar memasarkan baterai sodium ion. Kali ini, mereka melakukannya lewat skuter listrik.

    Puluhan skuter listrik berjejer di depan sebuah mal di Hangzhou, China. Bentuknya mirip seperti vespa, sehingga menarik para pejalan kaki untuk mencobanya.

    Skuter yang dijual dengan harga US$400 (Rp6,5 juta) hingga US$660 (Rp10,8 juta) ini tidak menggunakan baterai ion litium yang biasanya dipakai pada motor listrik. Skuter-skuter ini menggunakan baterai yang terbuat dari natrium, bahan yang diekstraksi dari garam laut.

    Di samping skuter-skuter itu, terdapat beberapa tempat pengisian daya. Yadea, produsen motor terbesar di China, mengatakan baterai skuter listrik bisa dicas dari 0% menjadi 80% dalam 15 menit.

    Ada juga stasiun yang memungkinkan pengguna menukar baterai yang sudah habis dengan baterai baru hanya dengan memindai kode QR.

    Yadea hanyalah satu dari banyak perusahaan China yang mengembangkan alternatif teknologi baterai yang kompetitif. Tren ini menunjukkan betapa cepatnya perkembangan industri teknologi hijau di China.

    Ketika seluruh dunia masih berusaha mengejar China untuk membuat baterai litium yang murah, aman dan efisien, perusahaan-perusahaan China sudah mulai memproduksi baterai sodium ion secara massal. Baterai sodium ion menjadi alternatif yang bisa membantu mengurangi ketergantungan industri pada bahan baku mineral utama.

    Pada April 2025, produsen baterai terbesar di dunia asal China, CATL, mengumumkan rencana mereka untuk memproduksi massal baterai sodium ion untuk truk dan kendaraan berat di bawah merek baru bernama Naxtra.

    Operator jaringan listrik China juga sudah mulai membangun stasiun-stasiun penyimpanan energi yang menggunakan baterai sodium ion.

    Menurut sejumlah peneliti yang diwawancarai BBC, stasiun penyimpanan energi menjadi ranah utama yang paling menjanjikan bagi teknologi yang sedang berkembang ini.

    Menurut Cory Combs, strategi perusahaan-perusahaan China yang menggunakan berbagai pendekatan dalam mengembangkan baterai sodium ion akan menjadikan mereka yang terdepan dalam persaingan global, kalau nantinya memang ada perlombaan dalam sektor ini. Masih perlu dilihat lebih jauh apakah baterai sodium ion akan benar-benar berkembang pesat.

    Namun, ada satu sektor yang berinvestasi banyak pada baterai sodium ion, yakni sepeda motor. Ini adalah sektor yang tumbuh pesat dan sangat kompetitif di China.

    Yadea telah meluncurkan tiga model motor listrik yang menggunakan baterai sodium ion. Mereka berencana memasarkan lebih banyak model lagi.

    Perusahaan ini juga mendirikan Hangzhou Huayu New Energy Research Institute untuk meneliti alternatif baterai baru, terutama baterai natrium-ion.

    “Kami ingin membawa teknologi dari laboratorium ke pelanggan dengan cepat,” kata Wakil Presiden Senior Yadea, Zhou Chao, dalam talk show di China Central Television pada Januari.

    ‘Keledai listrik kecil’

    Kendaraan roda dua amat populer di banyak negara Asia, termasuk Vietnam dan Indonesia. Di China, motor biasanya digunakan untuk pergi ke pasar, ke kantor, ke stasiun kereta, dan banyak tempat lainnya yang tergolong dekat. Orang-orang China menjuluki motor sebagai ‘keledai listrik’ karena praktis dan serbaguna.

    “Kendaraan roda dua biasanya dipakai untuk jarak yang lebih pendek dengan kecepatan yang lebih lambat [dibanding mobil], sehingga penggunaan energinya lebih kecil,” kata Chen Xi, peneliti di Xi’an-Jiaotong Liverpool University di China.

    Baterai sodium ion menyimpan energi lebih sedikit dibandingkan baterai litium dalam ukuran yang sama. Itu artinya, densitas energinya lebih rendah.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Pesaing utama baterai sodium ion untuk kendaraan roda dua adalah baterai asam timbal, yang densitas energi dan siklus isi ulangnya lebih rendah. Xi mengatakan baterai asam timbal juga lebih murah dibandingkan baterai litium.

    Banyaknya pengguna motor di Asia membuka peluang yang menjanjikan secara ekonomi. Di China saja, sekitar 55 juta motor listrik terjual pada 2023, hampir enam kali lipat dari total penjualan mobil listrik, mobil hibidra, dan mobil berbahan bakar minyak, menurut konsultan iResearch.

    Getty Images

    Yadea punya misi memproduksinya secara massal. Dalam sebuah talk show, Zhou mengatakan bahwa Yadea berupaya membangun ekosistem pengisian daya yang memudahkan pengguna.

    Menurut laporan media lokal, perusahaan ini telah melakukan uji coba pasar pada 2024 dengan melibatkan 150.000 kurir pengiriman makanan di Shenzen, kota dengan populasi 17,8 juta orang.

    Tujuan dari uji coba itu adalah memungkinkan pengguna mengganti baterai sodium ion yang sudah habis dengan baterai yang sudah terisi penuh di stasiun penukaran dalam waktu 30 detik.

    Baca juga:

    Yadea dan perusahaan-perusahaan lainnya seperti perusahaan penukaran baterai Dudu Huandiantelah berkembang pesan di Shenzen. Mereka bahkan ingin menjadikan Shenzen sebagai “kota penukaran baterai”.

    Mereka menargetkan akan membuat 20.000 tempat pengecasan daya atau penukaran baterai untuk berbagai jenis baterai motor listrik pada 2025. Mereka juga menargetkan jumlahnya mencapai 50.000 stasiun pada 2027, menurut Asosiasi Industrri Sepeda Motor Listrik Shenzen.

    Kota Shenzen bahkan telah memiliki “taman penukaran baterai” dan berencana membangun ekosistem di mana warganya bisa menemukan stasiun penggantian baterai setiap lima menit.

    Sempat terlupakan

    Baterai sodium ion dan litium ion punya struktur serupa. Perbedaan utamanya ada pada ion yang digunakan, yakni partikel yang berpindah bolak-balik antara sisi positif dan negatif baterai untuk menyimpan dan melepaskan energi.

    Sodium dapat ditemukan di lautan dan kerak bumi, sehingga 400 kali lebih melimpah dibanding litium. Oleh sebab itu, sodium ion lebih mudah dijangkau dan lebih mudah untuk diproduksi secara massal. Ini juga bisa menjadi solusi bagi masalah rantai pasok yang dihadapi industri baterai saat ini.

    Sebagian besar bahan baku litium ditambang di Australia, China dan Cile. Namun, pengolahannya terkonsentrasi di China. Negara ini memiliki hampir 60% kapasitas pengolahan litium di dunia.

    Baterai sodium ion bukanlah temuan baru. Riwayatnya bersinggungan dengan pengembangan baterai litium ion. Penelitian dan pengembangan terhadap kedua jenis baterai ini telah dimulai sejak setengah abad lalu, dipimpin oleh Jepang.

    Perusahaan elektronik Jepang, Sony, meluncurkan baterai litium ion pertama di dunia pada 1991. Kesuksesan komersial baterai litium ion menyebabkan pengembangan teknologi sodium ion terhenti sampai awal dekade ini. Pada saat itu, China telah menjadi kekuatan dominan dalam industri baterai global.

    Tahun 2021 menjadi titik balik bagi baterai sodium ion. Harga baterai litium melonjak tajam di pasar global, meningkat lebih dari empat kali lipat dalam setahun akibat tingginya permintaan pasar pada kendaraan listrik saat pandemi Covid-19. Produsen baterai dan kendaraan listrik pun mulai mencari alternatif.

    CATL meluncurkan baterai sodium ion pertamanya pada Juli 2021. Langkah itu “menyulut minat tinggi di industri”, kata pendiri media CnEVPost di Shanghai, Phate Zhang.

    Menurutnya, harga litium yang terus melonjak pada 2022 mendorong perusahaan-perusahaan China beralih ke sodium.

    “Ketersediaan sodium yang melimpah dan keinginan China memiliki rantai pasok baterai yang terjaga menjadi pendorong utama penelitian dan pengembangannya,” kata Direktur di Asia Society Polity Institute, Kate Logan.

    Saat harga litium melonjak, China mengimpor sekitar 80% bijih litium yang diolahnya, terutama dari Australia dan Brasil. Zhan mengatakan, salah satu alasan China adalah karena produsen baterai besar seperti CATL dan Gotion sudah memperluas kapasitas pengelolaah litium mereka. China juga berupaya menemukan dan mengembangkan cadangan litium mereka di dalam negeri.

    Akibatnya, kata Combs, “demam” sodium ion mereda dalam dua tahun terakhir.

    “Litium kembali unggul di China.”

    Alasan keamanan

    Bagi banyak pihak, ada alasan bagus lainnya untuk mengembangkan baterai sodium ion. Salah satunya adalah keamanan.

    Pada 2024, China dikejutkan oleh serangkaian peristiwa kebakaran baterai. Sebagian besar disebabkan oleh kebakaran baterai litium ion pada kendaraan roda dua.

    Risiko kebakaran di stasiun penyimpanan energi juga telah menjadi perhatian global. Pada Januari 2025, kebakaran terjadi di salah satu fasilitas penyimpanan energi di dalam pabrik baterai besar di California, AS.

    Beberapa pakar industri percaya bahwa baterai sodium ion lebih aman. Baterai jenis ini lebih kecil kemungkinannya mengalami panas berlebihan hingga kebakaran apabila dibandingkan dengan baterai litium. Itu karena sifat kimia natrium yang lebih stabil, menurut sejumlah studi.

    Namun, sebagian pihak lainnya mengingatkan bahwa masih terlalu dini untuk menyimpulkan keamanannya karena kurangnya penelitian yang relevan.

    Cuaca dingin juga berpengaruh. Energi yang bisa disimpan oleh baterai litium ion dan frekuensi pengisian ulangnya berkurang pada suhu di bawah nol derajat. Sementara itu, baterai sodium ion tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi ekstrem.

    “Dibandingkan dengan litium, natrium lebih mudah bergerak melalui cairan di dalam baterai. Ini memberikan konduktivitas yang lebih baik dan berarti mereka membutuhkan energi lebih sedikit untuk lepas dari cairan sekitarnya,” kata profesor teknik kimia di Universitas Xi’an Jiaotong China, Tang Wei.

    Tang dan timnya telah mengembangkan cairan baterai tipe baru yang diklaim memungkinkan baterai sodium ion untuk mencapai lebih dari 80% kapasitasnya pada suhu ruangan di bawah -40C. Mereka bekerja sama dengan perusahaan baterai China untuk menerapkan teknologi ini pada kendaraan dan stasiun penyimpanan energi di wilayah-wilayah dingin di negara tersebut.

    Baterai sodium ion juga diharapkan bisa meminimalisir dampak lingkungan dari produksi logam yang digunakan dalam sel litium ion, terutama kobalt dan nikel, yang berdampak negatif pada manusia dan lingkungan.

    Sebuah studi pada 2024 menyimpulkan bahwa baterai sodium ion bisa membantu dunia menghindari penambangan berlebihan dan kemungkinan kelangkaan bahan baku kritis. Namun, proses produksinya masih menghasilkan volume emisi gas rumah kaca yang serupa dengan sel litium ion.

    Peneliti Chalmers University of Technology di Gothenburg, Zhang Shan, mengatakan “proses produksi, umur pakai, dan densitas energinya dapat ditingkatkan” karena baterai ini masih dalam tahap pengembangan.

    “Dampaknya terhadap iklim mungkin lebih rendah dibanding baterai lithium-ion di masa depan,” kata Zhang Shan.

    Belum populer untuk kendaraan roda empat

    Dua mobil listrik pertama yang ditenagai baterai natrium diluncurkan pada Desember 2023. Sejauh ini, semua model yang diluncurkan adalah “mobil mikro” yang oleh China diklasifikasikan sebagai A00.

    Penjualannya berkontribusi kecil dari total puluhan juta mobil listrik yang terjual di China pada 2024, kata analis independen industri otomotif di China, Xing Lei. Sebuah laporan bahkan menyebut hanya 204 unit yang terjual pada 2024.

    Salah satu kelemahan besar baterai sodium-ion adalah densitas energinya yang rendah: sebuah studi pada 2020 menemukan bahwa densitas energinya setidaknya 30% lebih rendah dibandingkan baterai litium.

    Ini berarti mobil yang menggunakan baterai tersebut tidak bisa menempuh jarak jauh dengan satu kali pengisian daya.

    “Jarak tempuh adalah faktor penentu utama bagi orang saat membeli mobil listrik,” kata Zhang.

    Getty ImagesBaterai sodium ion belum diproduksi massal untuk kendaraan listrik.

    Baterai sodium ion belum diproduksi massal untuk saat ini dan “belum bisa bersaing dengan baterai litium dalam konteks harga atau performa” khususnya untuk kendaraan roda empat.

    Menurut analis pasar baterai dari konsultan Rystad Energy, Chen Shan, penggunaan baterai sodium ion secara besar-besaran dalam dua atau tiga tahun ke depan akan sulit terwujud.

    Penerimaan pasar terhadap motor listrik dengan baterai sodium di China berkembang secara bertahap dan menjanjikan. Juru bicara Yadea mengatakan kepada BBC bahwa penjualan motor listrik sodium mereka mencapai hampir 1.000 unit pada tiga bulan pertama 2025.

    Perusahaan berencana membangun sekitar 1.000 tiang pengisian cepat yang dirancang khusus untuk baterai sodium-ion di Hangzhou tahun ini, memungkinkan penggunanya menemukan stasiun pengisian dana setiap 2 kilonater, kata Zhou dalam acara talk show.

    Yadea bukan satu-satunya yang berupaya mengembangkan baterai sodium ion. Produsen skuter China lainnya, Tailg, telah menjual model bertenaga sodium sejak 2023.

    FinDreams, divisi baterai dari produsen mobil listrik besar BYD, sedang membangun pabrik di Xuzhou, China Timur, untuk memproduksi baterai sodium. Menurut media lokal, mereka bekerja sama dengan Huaihai Group, produsen kendaraan roda dua dan tiga.

    Meskipun baterai asam timbal akan tetap mendominasi industri ini, pangsa pasar baterai sodium ion diperkirakan akan tumbuh pesat dalam lima tahun ke depan.

    Pada 2030, 15% skuter listrik di China akan menggunakan baterai sodium-ion. Menurut analisis dari Starting Point Research Institute, jumlahnya baru 0,04% pada 2023.

    Pangsa pasar yang lebih menjanjikan

    Sebenarnya, stasiun penyimpanan energi menjadi pangsa pasar yang lebih menjanjikan untuk baterai sodium ion. Ini memungkinkan penyerapan daya pada satu waktu untuk bisa digunakan belakangan.

    Karena tempatnya tetap, maka kelemahan dari baterai sodium ion saat digunakan pada kendaraan menjadi tidak berarti.

    “Anda bisa membuat stasiun penyimpanan energi yang sedikit lebih besar. Itu tidak akan berpindah-pindah. Berat baterai tidak menjadi masalah,” kata Combs.

    Penyimpanan energi diperkirakan akan menjadi pasar yang sangat besar dan berkembang pesat seiring dengan upaya negara-negara mencapai tujuan iklim mereka.

    Menurut Badan Energi Internasional (IEA), kapasitas penyimpanan energi skala global perlu tumbuh hampir 35 kali lipat pada 2022 hingga 2030 jika ingin mencapai net-zero pada 2050.

    “Ini akan menjadi pasar yang sangat penting di masa depan, terutama dengan semakin banyaknya energi terbarukan di jaringan listrik. Anda akan membutuhkan lebih banyak sistem penyimpanan untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan,” kata Ilaria Mazzocco, peneliti senior di Center for Strategic and International Studies.

    Dengan digunakan di fasilitas penyimpanan, baterai sodium ion tidak bersaing langsung dengan industri otomotif.

    China, yang mengalami pertumbuhan pesat dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dan surya, memimpin dunia dalam penggunaan penyimpanan energi untuk mendukung energi terbarukan.

    Baca juga:

    Pada Mei 2024, China mengoperasikan stasiun penyimpanan energi pertama bertenaga sodium ion. Stasiun yang terletak di Guangxi, China Selatan ini dapat menyimpan 10 megawatt yang cukup untuk 1.500 rumah selama sehari. Ini adalah fase awal dari stasiun penyimpanan energi sodium-ion yang kapasitasnya akan dikembangkan menjadi 10 kali lipat.

    Situs penyimpanan energi lainnya dikembangkan di Hubei. Faktanya, sekitar seperlima dari kapasitas semua proyek dari perusahaan negara China menggunakan teknologi sodium.

    Agar sodium ion bisa diproduksi massal, muncul pertanyaan apakah perusahaan bisa membuatnya lebih murah dibandingkan baterai litium ion?

    Saat ini, harga satuan baterai sodium ion untuk penyimpanan energi sekitar 60% lebih mahal dibandingkan baterai litium ion. Namun, analisis dari China Energy Storage Alliance memperkirakan selisih harganya akan semakin mengecil.

    China menjadi yang terdepan

    Beberapa pengusaha dan peneliti percaya bahwa sodium merupakan jalan pintas bagi negara lain untuk mengurangi ketergantungan mereka pada baterai China.

    Namun, perusahaan-perusahaan China lah yang siap memimpin produksi global jika teknologi ini berhasil menembus pasar.

    Produsen baterai besar China telah menyusun strategi untuk tetap kompetitif dalam jangka panjang, kata Combs. Artinya, baterai sodium ion bukanlah jalan pintas untuk menyaingi dominasi China.

    Getty Images

    Zhen mengatakan perbedaan terbesar antara perusahaan di China dan negara lain adalah mereka bisa membawa teknologi dari laboratorium ke produksi massal jauh lebih cepat.

    Menurut Logan, kesamaan antara kedua jenis sel membuat infrastruktur dan manufaktur yang sudah ada untuk baterai litium bisa diadaptasi untuk memproduksi baterai sodium ion. Ini mengurangi waktu dan biaya untuk komersialisasi di China.

    “Sinergi yang sama tidak selalu berlaku jenis kimia dari baterai lainnya,” tambah Logan.

    Analis dari firma riset baterai di Beijing, RealLi Research, Mo Ke, mencontohkan baterai all-solid-state yang tidak menggunakan elektrolit cair untuk mengangkut ion. Baterai jenis ini tidak begitu bergantung pada rantai pasok industri saat ini.

    China kini membangun jaringan pabrik besar yang didedikasikan untuk memproduksi sel sodium ion. Beberapa di antaranya sudah beroperasi.

    Pada 2024, produsen China mengumumkan rencana untuk membangun 27 pabrik baterai sodium ion dengan kapasitas gabungan 180 GWh, menurut riset Gaogong Industrial Research. Di antaranya termasuk pabrik 30GWh BYD yang akan dibangun di Xuzhou.

    Kapasitas baterai sodium ion global diprediksi akan melebihi 500 GWh pada 2023, dan lebih dari 90% berasal dari China, menurut analisis Wood Mackenzie.

    Getty Images

    Di luar China, Natron Energy di AS dan Faradion di Inggris menjadi pelopor. Namun menurut Zheng, perusahaan asing biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk membangun lini produksi, dan mereka akan sulit bersaing dengan China.

    Ekonom berbasis di Brussels, Alicia Garca Herrero mengatakan perusahaan China secara kolektif menghabiskan lebih dari 55 miliar Yuan pada 2023 untuk riset dan pengembangan baterai sodium ion.

    Nilai itu melampaui USD4,5 miliar yang dikumpulkan oleh semua startup baterai AS secara kumulatif hingga 2023 untuk solusi baterai non-litium.

    Menurut Combs, perusaaan-perusahaan China punya motivasi sederhana: “Jangan kehilangan pangsa pasar, termasuk pasar masa depan.”

    Wakil Presiden Senior Yadea, Zhou Chao mengatakan perusahaannya sudah memperluas operasi di Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika, di mana skuter listrik juga populer.

    Tujuan Yadea jelas: memproduksi massal baterai sodium ion dan meningkatkan infrastruktur pengisian daya skuter “agar ratusan juta orang dapat menikmati transportasi hijau”.

    Artikel versi Bahasa Inggris berjudul How electric scooters are driving China’s salt battery push dapat Anda baca di BBC Future.

    Lihat juga Video: Dua Motor Konsep Listrik Honda Tebar Pesona di IIMS 2025

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Mobil Listrik Xpeng G7 Terjual 10 Ribu Unit dalam 9 Menit, Apa Hebatnya?

    Mobil Listrik Xpeng G7 Terjual 10 Ribu Unit dalam 9 Menit, Apa Hebatnya?

    Jakarta

    Mobil listrik Xpeng G7 baru saja meluncur di China dan langsung mencatatkan angka penjualan fantastis.

    Dilansir dari CNEVPost, hanya butuh waktu 9 menit sejak peluncuran, SUV listrik Xpeng G7 ini laku sebanyak 10.000 unit.

    Konsumen diminta membayar deposit 5.000 yuan atau sekitar Rp 11 juta untuk mengamankan unit. Ini jadi sinyal kuat bahwa peminat mobil listrik di China masih tinggi, apalagi dengan banderol G7 yang tergolong menggoda yakni mulai dari 195.800 yuan atau sekitar Rp442 juta.

    Xpeng G7 Foto: dok. Xpeng

    Lantas apa yang membuat Xpeng G7 sangat diminati masyarakat China?

    Perlu diketahui bahwa Xpeng G7 menempati segmen SUV menengah. Artinya mobil listrik ini bermain melawan Tesla model Y atau Xiaomi YU7 di pasar China.

    Xpeng G7 tetap menawarkan performa impresif lewat motor listrik 218 kW (sekitar 297 PS) yang ditanamkan ke roda belakang. Diklaim mobil ini mampu melesat dari 0-100 km/jam dalam 6,5 detik saja.

    Soal baterai, G7 tersedia dalam dua opsi yakni 68,5 kWh yang sekali cas penuh bisa dibawa hingga 602 km (klaim CLTC) dan ada juga yang 80,8 kWh dengan jarak tempuh hingga 702 km (klaim CLTC).

    Kedua opsi tersebut hadir dengan arsitektur pengisian cepat 800V dan mendukung charging rate tinggi sehingga waktu pengisiannya jadi lebih singkat.

    Xpeng G7 Foto: dok. Xpeng

    Nilai jual utama Xpeng G7 juga terletak pada teknologi AR-HUD (Augmented Reality Head-Up Display) yang mereka kembangkan bersama Huawei. Di mana, mobil ini memiliki layar proyeksi yang menggantikan panel instrumen konvensional dan mampu menampilkan navigasi AR, panduan saat persimpangan, hingga arahan ganti jalur secara dinamis.

    Versi tertinggi, G7 Ultra, dibekali chip AI Turing buatan Xpeng sendiri dengan daya komputasi mencapai 2.250 TOPS. Chip ini mengendalikan sistem bantuan berkendara semi otonom berbasis kamera, mulai dari City Navigation Guided Pilot (NGP), highway NGP, hingga fitur parkir otomatis.

    Di sisi lain,Xpeng G7 juga tampil menarik. Dari luar, G7 tampil hadir dengan “X Face” generasi baru, grille aktif, lampu DRL full-lebar, serta handle pintu tersembunyi. Dimensinya cukup bongsor dengan panjang 4.892 mm dan wheelbase 2.890 mm.

    Masuk ke dalam, kabinnya dibuat senyap dan mewah. Panel instrumen ditiadakan demi layar sentral 15,6 inci, ditambah layar kontrol 8 inci di baris kedua. Jok kulit Nappa dilengkapi pemanas, ventilasi, dan fitur pijat. Fitur lain seperti panoramic sunroof, ambient lighting, hingga audio 20-speaker 7.1.4 juga ikut disematkan.

    Sayang model SUV dari Xpeng G7 ini belum ada kabar untuk dibawa ke Indonesia. Saat ini, Xpeng Indonesia tengah fokus menjual model MPV premium X9 dan SUV G6.

    (mhg/din)

  • Atasi Resesi Seks, China Siapkan Subsidi Rp8 Juta per Anak

    Atasi Resesi Seks, China Siapkan Subsidi Rp8 Juta per Anak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah China berencana memberikan subsidi uang tunai secara nasional kepada keluarga yang memiliki anak, sebagai upaya mendorong angka kelahiran yang terus menurun selama tiga tahun terakhir.

    Langkah ini diambil untuk mengantisipasi risiko jangka panjang terhadap perekonomian akibat penurunan populasi dan menyusutnya usia produktif.

    Melansir The Straits Times di Jakarta pada Sabtu (5/7/2025), Pemerintah China akan memberikan subsidi sebesar 3.600 yuan (sekitar Rp8,1 juta) per tahun untuk setiap anak yang lahir pada atau setelah 1 Januari 2025, hingga usia anak tersebut mencapai tiga tahun.

    Kebijakan ini akan diterapkan secara nasional dan menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk membalikkan tren penurunan kelahiran. Seperti tercatat pada 2024, hanya 9,54 juta kelahiran, setengah dari jumlah kelahiran pada 2016 (18,8 juta), tahun saat China mengakhiri kebijakan satu anak.

    Penurunan angka kelahiran pun telah menjadi kekhawatiran besar bagi pemerintah China. Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini mengalami penyusutan populasi usia kerja, yang mengancam pasokan tenaga kerja dan produktivitas jangka panjang.

    China bahkan telah kehilangan gelar sebagai negara dengan populasi terbanyak di dunia, digeser oleh India pada 2023. Proyeksi PBB menunjukkan populasi China dapat turun menjadi 1,3 miliar pada 2050 dan di bawah 800 juta pada 2100, jika tren saat ini berlanjut.

    Selain angka kelahiran, angka pernikahan di China juga anjlok ke level terendah dalam 50 tahun terakhir, yang memperparah krisis demografis negara itu. Pemerintah pusat dan daerah mulai berlomba-lomba mencari solusi, dari subsidi uang tunai hingga bantuan perumahan untuk keluarga muda.

    Beberapa pemerintah daerah di China bahkan sudah lebih dulu meluncurkan program insentif lokal yang sangat besar. Kota Hohhot, ibu kota wilayah otonomi Mongolia Dalam, semisal menjadi sorotan nasional pada Maret 2025 karena menawarkan subsidi 50.000 yuan (Rp113 juta) untuk kelahiran anak kedua, dan 100.000 yuan (Rp226 juta) untuk anak ketiga atau lebih.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Genjot Angka Kelahiran, China Siapkan BLT Anak Mulai Tahun Ini

    Genjot Angka Kelahiran, China Siapkan BLT Anak Mulai Tahun Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah China berencana memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada keluarga sebagai insentif bagi pasangan untuk memiliki anak, di tengah tren penurunan populasi yang mengancam prospek jangka panjang ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

    Melansir Bloomberg, Jumat (4/7/2025), berdasarkan informasi dari sejumlah sumber yang mengetahui kebijakan ini, pemerintah China akan menggelontorkan dana sebesar 3.600 yuan atau sekitar US$503 (Rp8 juta) per tahun untuk setiap anak hingga usia tiga tahun. Program ini direncanakan berlaku secara nasional mulai 2025.

    Hingga berita ini diturunkan, Kantor Informasi Dewan Negara China belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi yang dikirimkan melalui faks.

    Meski China telah menghapus kebijakan satu anak sekitar satu dekade lalu, jumlah kelahiran di negara tersebut terus mengalami penurunan selama tiga tahun berturut-turut hingga 2024. Tercatat hanya 9,54 juta kelahiran pada 2024, setengah dari 18,8 juta pada 2016, tahun saat kebijakan pembatasan anak resmi dicabut.

    Turunnya angka kelahiran menjadi tantangan serius bagi ekonomi China, mengingat populasi usia kerja terus menyusut, yang berdampak pada pasokan tenaga kerja dan produktivitas. Setelah kehilangan status negara terpadat di dunia dari India pada 2023, China diproyeksikan akan mengalami penurunan populasi hingga 1,3 miliar pada 2050, dan turun di bawah 800 juta jiwa pada 2100, menurut proyeksi demografi PBB.

    Tren ini diperparah oleh menurunnya tingkat pernikahan, yang kini berada di level terendah dalam hampir 50 tahun terakhir — kondisi yang dapat menurunkan jumlah kelahiran lebih jauh.

    Sejumlah pemerintah daerah di China telah lebih dulu mengambil langkah, mulai dari pemberian insentif uang tunai hingga subsidi perumahan, untuk meringankan beban finansial keluarga dan mendorong kelahiran anak.

    Beberapa daerah bahkan memberikan insentif cukup besar. Kota Hohhot, ibu kota Daerah Otonomi Mongolia Dalam (Inner Mongolia), menjadi sorotan nasional pada Maret lalu setelah menawarkan subsidi sebesar 50.000 yuan bagi pasangan yang memiliki anak kedua, dan 100.000 yuan bagi pasangan yang memiliki anak ketiga atau lebih.

    Namun, sebagian besar insentif tersebut hanya ditujukan bagi anak kedua atau ketiga. Sebagai contoh, Kota Hefei di China timur tahun lalu mengumumkan subsidi 2.000 yuan untuk anak kedua dan 5.000 yuan untuk anak ketiga.

    Dalam sebuah riset, Huatai Securities Co. menilai bahwa subsidi berskala nasional bagi keluarga dengan satu anak sangat diperlukan guna mendorong angka kelahiran secara keseluruhan. Disebutkan bahwa subsidi yang ada saat ini belum menyentuh anak pertama dan dinilai belum cukup efektif dalam mengatasi krisis demografis.

    Perdana Menteri China Li Qiang sempat menyampaikan komitmen untuk memberikan subsidi pengasuhan anak dalam laporan kerja pemerintah tahunan pada Maret lalu, meski belum mengungkap detail kebijakannya.

    Michelle Lam, ekonom untuk wilayah Greater China di Societe Generale SA, memperkirakan subsidi nasional ini akan menyumbang sekitar 0,1% dari produk domestik bruto (PDB) China.

    “Jumlahnya memang kecil, tetapi ini sinyal perubahan cara pandang dan membuka jalan bagi stimulus lanjutan. Ini langkah ke arah yang benar,” ujarnya.

  • Rupiah Jatuh ke Level Rp 16.220 Per Dolar AS

    Rupiah Jatuh ke Level Rp 16.220 Per Dolar AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Jumat (4/7/2025) pagi.

    Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.47 WIB di pasar spot exchange, nilai tukar rupiah melemah 25,5 poin atau 0,16% ke posisi Rp 16.220 per dolar AS.

    Untuk mata uang Asia lainnya, Yen Jepang tercatat menguat 0,22% terhadap dolar AS, dolar Singapura menguat 0,05%, dolar Hong Kong menguat 0,01%, Yuan China menguat 0,07%, sedangkan ringgit Malaysia melemah 0,47%.

    Sehari sebelumnya, nilai tukar rupiah terapresiasi 0,32% ke level Rp 16.195 per dolar AS. Pasar obligasi juga menguat, dengan indeks obligasi naik 0,06% dan imbal hasil SBN tenor 10 tahun turun 1 bps menjadi 6,60%.

    Sementara itu di pasar saham, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih bergerak di zona hijau hingga pukul 09.55 WIB. IHSG naik tipis 0,05% atau 1,45 poin ke level 6.878,2.

  • Jelang Akhir Pekan Dolar AS Menguat ke Level Rp 16.223

    Jelang Akhir Pekan Dolar AS Menguat ke Level Rp 16.223

    Jakarta

    Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini. Mata uang Paman Sam pagi ini bergerak di level Rp 16.200-an.

    Dikutip dari data Bloomberg, Jumat (4/7/2025), sekitar pukul 09.20 WIB, nilai tukar dolar AS naik 28,0 poin atau 0,17% dari penutupan perdagangan sebelumnya. Dolar AS pun bertengger pada level Rp 16.223.

    Selanjutnya, pergerakan dolar AS terhadap sejumlah mata uang lainnya juga cenderung bervariasi. Dolar AS terpantau menguat 0,03% terhadap won Korea Selatan. Begitu juga terhadap peso Filipina menguat 0,47%.

    Nilai tukar dolar AS juga mengalami penguatan terhadap ringgit Malaysia 0,32%. Begitu juga terhadap baht Thailand nilainya mengalami penguatan 0,09%, serta terhadap dolar Australia nilainya menguat 0,06%.

    Sementara itu, nilai tukar dolar AS justru melemah terhadap dolar baru Taiwan sebesar 0,03%, dan terhadap rupee India 0,46%. Nilainya juga melemah terhadap mata uang yuan China 0,05%.

    Lalu terhadap terhadap yen Jepang nilainya juga turun sampai 0,14%, terhadap dolar Hong Kong nilainya tercatat turun 0,01%, serta terhadap dolar Singapura nilainya juga mengalami penurunan sebesar 0,02%.

    (shc/rrd)

  • BYD Luncurkan Seagull Free Edition, Harga Rp 170 Jutaan

    BYD Luncurkan Seagull Free Edition, Harga Rp 170 Jutaan

    Jakarta

    BYD meluncurkan hatchback listrik murah, Seagull Free Edition, di China. Apa spesialnya?

    BYD Seagull Free Edition meluncur di China dengan beberapa pembaruan. Dikutip Carnewschina, versi terbaru dari mobil listrik termurah BYD ini memiliki kabin cerah, fitur keselamatan yang diperluas, dan jarak tempuh hingga 405 km (CLTC).

    BYD Seagull Free Edition dibangun di atas e-Platform 3.0 BYD. Mobil listrik ini menggunakan motor listrik bertenaga 55 kW di depan dengan torsi maksimal 135 Nm. Mobil ini menggunakan baterai LFP 38,88 kWh yang mendukung pengisian cepat. Dengan arus DC, mengisi ulang baterai dari 30 persen hingga 80 persen cuma butuh waktu 30 menit.

    Pembaruan desain meliputi emblem “BYD” yang direvisi di bagian belakang yang senada dengan fasia depan. Di bagian dalam ada lapisan atap baru berbahan kain untuk meningkatkan daya tahan. Interiornya juga memperkenalkan versi dua warna dari trim “Sand Dune Pink” BYD.

    Port pengisian daya gadget Type-A dan Type-C kini menjadi standar di baris depan. Khusus untuk port Type-C, bisa menghasilkan daya hingga 60W.

    BYD Seagull Free Edition dilengkapi layar sentuh mengambang 12,8 inci yang didukung oleh sistem infotainment DiLink 100 BYD. Sistem hiburan itu menawarkan interaksi suara dan layanan cloud.

    Trim yang lebih tinggi mencakup rangkaian bantuan pengemudi tiga kamera “God’s Eye C”. Enam kantung udara menjadi standar di seluruh tipe. Penyempurnaan telah dilakukan pada sistem pencahayaan, klakson, dan AC.

    Seagull tetap menjadi model entry-level BYD dalam seri Ocean. Mobil ini memiliki dimensi panjang 3.780 mm, lebar 1.715 mm, dan tinggi 1.540 mm, dengan wheelbase 2.500 mm. Model ini diposisikan untuk menarik minat pembeli mobil listrik perkotaan dan konsumen muda yang mencari kendaraan listrik kompak.

    Di China, BYD Seagull Free Edition dijual dengan harga 78.800 yuan. Kalau dirupiahkan berarti sekitar Rp 178 jutaan.

    Kabarnya, BYD juga sedang menyiapkan model Seagull untuk dijual di Indonesia. Bahkan, tenaga penjual BYD sudah mulai membuka keran pemesanan alias pre order calon mobil listrik murah BYD Seagull di Indonesia. “Harga mulai Rp 200 jutaan,” kata tenaga penjual yang tidak ingin disebutkan namanya.

    (rgr/dry)

  • Mau Masuk Indonesia, Mobil Listrik Murah BYD Seagull Sudah Diproduksi 1 Juta Unit

    Mau Masuk Indonesia, Mobil Listrik Murah BYD Seagull Sudah Diproduksi 1 Juta Unit

    Jakarta

    BYD Seagull kabarnya akan dijual di Indonesia. Sebelum masuk Indonesia, mobil listrik murah BYD itu sudah menorehkan rekor.

    Dikutip Carnewschina, BYD mengumumkan bahwa hatchback entry-levelnya telah diproduksi sebanyak 1 juta unit. BYD Seagull telah diproduksi sejak April 2023.

    Untuk diketahui, BYD Seagull adalah mobil termurah BYD. Di China, harganya antara 63.800 yuan sampai 82.800 yuan (Rp 144 juta sampai Rp 187 jutaan). BYD Seagull menjadi salah satu mobil terlaris di China, hanya berada di bawah Geely Xinguan.

    Hingga 31 Mei, sebanyak 992.637 unit BYD Seagull telah terjual secara global. Sebanyak 1 juta unit penjualan Seagull telah tercapai pada minggu pertama bulan Juni.

    BYD Seagull atau disebut juga Dolphin Mini. Foto: BYD

    Secara spesifikasi, BYD Seagull memiliki dimensi panjang 3.780 mm, lebar 1.715 mm, dan tinggi 1.580 mm dengan wheelbase 2.500 mm. Mobil ini memiliki ground clearance 120 mm dengan bobot total 1.160 kg.

    BYD Seagull dibekali motor berjenis Permanent Magnet Synchronous yang menggerakkan roda depan. Tenaganya mencapai 75 PS dengan torsi maksimal 135 Nm.

    Baterainya berkapasitas 30 kWh dengan jenis Blade Battery (Lithium Iron Phosphate/LFP). Dengan bekal baterai itu, mobil murah BYD tersebut bisa menjangkau jarak hingga 300 km (NEDC).

    BYD Seagull Foto: BYDBYD Seagull Mau Masuk Indonesia

    BYD Seagull dikabarkan akan meluncur di Indonesia sebentar lagi. Mobil listrik tersebut digadang-gadang menjadi produk termurah pabrikan di Tanah Air.

    Head of Marketing, PR & Government Relations BYD Indonesia, Luther Pandjaitan secara tak langsung membenarkan, BYD Seagull akan dijual di Tanah Air. Namun, dia belum bisa mengungkap tanggal peluncurannya.

    “Kalau kalian lihat produk line-up BYD, product line-up-nya yang paling komplet. Mulai dari yang entry level untuk 7-seater sampai premium melalui Denza,” ujar Luther saat ditemui di SCBD, Jakarta Selatan, belum lama ini.

    “Nah ada bagian-bagian market yang kita rasa perlu juga terpapar atau berkesempatan untuk merasakan EV, yaitu entry level yang di bawah lagi. Kita sedang kaji, salah satunya produk itu (BYD Seagull),” tambahnya.

    Bahkan, tenaga penjual BYD sudah mulai membuka keran pemesanan alias pre order calon mobil listrik murah BYD Seagull di Indonesia. “Harga mulai Rp 200 jutaan,” kata tenaga penjual yang tidak ingin disebutkan namanya.

    Pemesanan bisa dilakukan dengan menyiapkan uang muka atau down payment Rp 20 juta.

    (rgr/din)

  • RI Masuk BRICS, Krakatau Steel Digandeng China Garap Proyek Baja

    RI Masuk BRICS, Krakatau Steel Digandeng China Garap Proyek Baja

    Jakarta

    PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menandatangani nota kesepahaman bersama Xiamien ITG Group Co., Ltd (International Trade Group/ITG) dan PT Dexin Steel Indonesia.

    Penandatanganan tersebut berlangsung dalam acara BRICS Innovation Base Industry Project Matchmaking Meeting di Beijing, China, pada 28 Juni 2025.

    Acara yang diadakan dalam rangka memperdalam kerja sama industri di antara negara-negara anggota BRICS ini diselenggarakan oleh BRICS Partnership on New Industry Revolution Innovation Center Innovation Base yang berpusat di Xiamen, China.

    Indonesia dalam hal ini turut berpartisipasi mengingat pada tanggal 6 Januari 2025 Indonesia resmi menjadi anggota penuh blok ekonomi BRICS (Brasil, Russia, India, China, Afrika Selatan).

    “Pada acara ini Krakatau Steel sebagai bagian dari delegasi Indonesia, berkolaborasi dengan Xiamen ITG Group Co,. Ltd. dan PT Dexin Steel Indonesia dalam kerja sama untuk produk-produk baja seperti Slab, Hot Rolled Coil, maupun potensi kerja sama lainnya,” jelas Direktur Utama Krakatau Steel Akbar Djohan dalam keterangan tertulis, Rabu (2/7/2025).

    Vice President of Strategic Material & Service Procurement Krakatau Steel Ridho Indra Permana hadir sebagai perwakilan Krakatau Steel dalam penandatangan nota kesepahaman ini.

    Dalam event ini dikumpulkan 200 perwakilan dari negara-negara yang tergabung dalam BRICS dan mitranya serta berfokus pada pembangunan platform kerja sama inovatif yang mengintegrasikan pencocokan proyek, pertukaran teknologi maupun kolaborasi industri.

    “Secara total ada 12 proyek dengan nilai melebihi 30 miliar Yuan (US$ 4,18 miliar) di mana Krakatau Steel menjadi salah satu perusahaan asal Indonesia yang menandatangani nota kesepahaman dalam acara ini. Proyek-proyek ini merupakan proyek dengan skala investasi besar, cakupan bidang yang luas dan tingkat kerja sama tinggi. Saat seluruh proyek terealisasi, ini akan memberikan dorongan besar terhadap pengembangan basis inovasi BRICS,” tambah Akbar.

    Akbar Djohan menyatakan antusiasmenya terhadap kerja sama dan kolaborasi ini yang terjalin pada event BRICS ini. Krakatau Steel sangat terbuka terhadap kerja sama strategis berskala global baik dalam bisnis baja maupun non baja. Kerja Sama dengan ITG bahkan dapat memperluas pangsa pasar baja Asia Tenggara ke pasar internasional.

    “Krakatau Steel terus berupaya melakukan peningkatan kinerja salah satunya dengan menangkap peluang potensi kerja sama strategis berskala global. Sudah saatnya Krakatau Steel mendunia, semakin luas cakupan pasar yang kita kembangkan, maka semakin besar peluang kolaborasi dan kerja sama yang terjalin sehingga Krakatau Steel menjadi lebih hebat lagi di masa depan,” jelas Akbar.

    Sementara itu, Sekretaris Komite Partai Kota Xiamen Cui Yonghui mengatakan bahwa acara ini telah memilih proyek-proyek industri berkualitas tinggi yang mencakup berbagai bidang utama seperti digital manufacturing, green and low-carbon development, kesehatan, serta penelitian dan inovasi ilmiah yang memiliki potensi pasar yang sangat besar serta menawarkan ruang yang luas untuk kerja sama.

    Lihat juga Video Putin Sambut Prabowo: Saya Yakin RI Beri Kontribusi Nyata di BRICS

    (rea/hns)

  • Raksasa China Pembunuh Tesla Mendadak Ramai Dihujat, Ini Alasannya

    Raksasa China Pembunuh Tesla Mendadak Ramai Dihujat, Ini Alasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Raksasa teknologi asal China, Xiaomi, tengah menjadi sasaran kritik tajam dari konsumennya sendiri. Bukan soal HP, melainkan dari lini bisnis mobil listrik (EV) milik Xiaomi.

    Ribuan pembeli SUV listrik terbarunya, YU7, melayangkan protes usai mengetahui waktu tunggu pengiriman unit bisa mencapai lebih dari satu tahun. Sebagai catatan, Xiaomi YU7 digadang-gadang bersaing langsung dengan Tesla Model Y yang populer di China.

    Mobil YU7 yang baru diluncurkan Kamis lalu (27/6) langsung mencetak rekor pesanan, yakni sekitar 240.000 unit hanya dalam 18 jam.

    Namun, Xiaomi ternyata hanya menyediakan stok terbatas untuk pengiriman cepat. Berdasarkan pantauan di aplikasi resmi, pembeli harus menunggu antara 38 hingga 60 minggu, atau lebih dari satu tahun.

    Sejak Jumat (28/6), lebih dari 400 keluhan muncul di platform pengaduan konsumen Black Cat, dengan isi aduan mulai dari kurangnya transparansi, ketidaktahuan soal waktu tunggu panjang, hingga tuntutan refund.

    Para pembeli kecewa karena estimasi pengiriman baru muncul setelah mereka menyelesaikan pembayaran uang muka sebesar 5.000 yuan (sekitar Rp11 juta) yang tidak dapat dikembalikan, demikian dikutip dari Reuters, Rabu (2/7/2025).

    Tak hanya itu, ada kekhawatiran dari pembeli bahwa keterlambatan pengiriman membuat mereka bisa kehilangan fasilitas pembebasan pajak EV yang akan habis masa berlakunya di akhir tahun ini.

    Pihak Xiaomi hingga kini belum memberikan pernyataan resmi. Namun, CEO Xiaomi, Lei Jun, yang memiliki lebih dari 26 juta pengikut di Weibo, menjanjikan akan menjawab keluhan tersebut melalui siaran langsung pada Rabu besok (3/7).

    YU7 merupakan model kedua dari Xiaomi setelah SU7 sedan yang meluncur tahun lalu. SUV ini dijual mulai dari 253.500 yuan (sekitar Rp570 juta), lebih murah sekitar 4% dari pesaing utamanya, Tesla Model Y, yang merupakan SUV listrik terlaris di China saat ini. Xiaomi secara terbuka menyatakan ambisi untuk menyaingi dominasi Tesla di pasar lokal.

    Namun, aksi protes ini berpotensi merusak citra Xiaomi yang selama ini digadang-gadang sebagai ancaman serius bagi Tesla di pasar kendaraan listrik. Apalagi, Xiaomi juga belum sepenuhnya pulih dari krisis reputasi akibat kecelakaan fatal yang melibatkan SU7 pada Maret lalu.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]