Produk: won

  • Mendagri Korsel Mengundurkan Diri Buntut dari Darurat Militer

    Mendagri Korsel Mengundurkan Diri Buntut dari Darurat Militer

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Dalam Negeri Korea Selatan Lee Sang-min mengundurkan diri pada Minggu (8/12) waktu setempat buntut dari pengumuman darurat keamanan militerpada Selasa (3/12) yang menimbulkan kehebohan publik.

    Lee Sang-min mengatakan dia mengundurkan diri “sebagai pengakuan berat atas tanggung jawab karena gagal melayani publik dan presiden dengan baik”, menurut surat kabar Joong Ang Ilbo disitat dari AFP.

    Presiden Yoon Suk Yeol menerima pengunduran diri Lee Sang-min, kata surat kabar itu.

    Lee dan Yoon termasuk di antara pejabat Korsel lainnya yang diselidiki atas tuduhan pemberontakan setelah deklarasi darurat militer beberapa waktu lalu.

    Sementara itu, Yoon, yang lolos dari mosi pemakzulan di parlemen pada Sabtu (7/12).

    Sebelumnya pada hari Minggu, Polisi menangkap Kim Yong-hyun, yang menjabat sebagai menteri pertahanan pada saat operasi darurat militer. Kim dicekal dan dilarang bepergian.

    Upaya pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol terkait keputusannya memberlakukan darurat militer gagal dilakukan.

    Parlemen Korsel gagal meloloskan draf pemakzulan Yoonyang digelar Majelis Nasional pada Sabtu (7/12) malam karena kalah suara.

    Kegagalan pemakzulan Yoon itu terjadi berkat aksi boikot sidang yang dilakukan anggota partainya, yakni Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP).

    Usulan pemakzulan gagal mencapai kuorum dengan selisih lima suara.

    Adapun berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dibutuhkan dua pertiga mayoritas suara anggota parlemen, sekitar 200 anggota dari total 300 anggota parlemen, untuk meloloskan mosi pemakzulan tersebut.

    “Jumlah anggota yang memberikan suara tidak mencapai mayoritas dua pertiga yang dibutuhkan,” kata Ketua Majelis Nasional Woo Won Shik.

    (tim/mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • Parlemen Korsel Gagal Jatuhkan Presiden Yoon Suk Yeol, Ini Alasannya

    Parlemen Korsel Gagal Jatuhkan Presiden Yoon Suk Yeol, Ini Alasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Anggota parlemen oposisi gagal memakzulkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol atas krisis politik yang dipicu oleh penerapan darurat militer pada pekan ini.

    Kegagalan ;menjatuhkan Yoon Suk Yeol dari kursi Presiden itu karena pemakzulan membutuhkan dua pertiga suara di badan legislatif Korea Selatan yang memiliki 300 kursi. Namun kurang dari 200 anggota parlemen memberikan suara mendukung mosi tersebut, yang diajukan oleh pihak oposisi awal pekan ini.

    Upaya pemakzulan ini, jika berhasil, akan segera mencabut kekuasaan kepresidenan dari kelompok konservatif Yoon.

    Meski gagal dalam upaya pertama ini, anggota parlemen oposisi berjanji akan mengadili untuk kedua kalinya pada hari Rabu.

    Sebelumnya, sejumlah anggota partai penguasa di Korea Selatan, People Power Party (PPP), walk out atau keluar ruangan, saat mulainya proses sidang pleno pemakzulan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol.

    Anggota parlemen dari partai Yoon Suk Yeol yang walk out berusaha memboikot proses pemungutan suara pemakzulan. Beberapa anggota parlemen oposisi berteriak kepada anggota parlemen partai yang berkuasa: “Pengkhianat, kembalilah”.

    Ketua DPR Korsel, Woo Won-shik yang juga merupakan anggota parlemen dari partai Demokrat, telah meminta anggota PPP yang keluar sebelumnya untuk kembali memberikan suara dalam proses pemakzulan tersebut.

    Merespons gagalnya upaya pemakzulan tersebut, puluhan ribu pengunjuk rasa masih berkumpul menyuarakan aspirasi mereka untuk mengakhiri kepemimpinan Presiden Yoon.

    Melansir laporan The New York Times, saat seorang aktivis mengumumkan mosi pemakzulan gagal, massa di depan panggung tak memberikan reaksi. Kemudian mereka melontarkan kecaman dari aktivis lain atas hasil pemilu tersebut. “Kami tidak akan tinggal diam.”

    (pgr/pgr)

  • Parlemen Korsel Gagal Jatuhkan Presiden Yoon Suk Yeol, Ini Alasannya

    Pemakzulan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Gagal, Ini Respons Oposisi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Anggota parlemen oposisi gagal memakzulkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol atas krisis politik yang dipicu oleh penerapan darurat militer awal pekan ini. 

    Pemakzulan membutuhkan dua pertiga suara di badan legislatif Korea Selatan yang memiliki 300 kursi, namun kurang dari 200 anggota parlemen memberikan suara mendukung mosi tersebut, yang diajukan oleh pihak oposisi awal pekan ini. Upaya pemakzulan ini , jika berhasil, akan segera mencabut kekuasaan kepresidenan dari kelompok konservatif Yoon.

    Meski gagal dalam upaya pertama ini, anggota parlemen oposisi berjanji akan mengadili untuk kedua kalinya pada hari Rabu.

    Sebelumnya, sejumlah anggota partai penguasa di Korea Selatan, People Power Party (PPP), walk out atau keluar ruangan, saat mulainya proses sidang pleno pemakzulan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol.

    Anggota parlemen dari partai Yoon Suk Yeol yang walk out berusaha memboikot proses pemungutan suara pemakzulan. Beberapa anggota parlemen oposisi berteriak kepada anggota parlemen partai yang berkuasa: “Pengkhianat, kembalilah”.

    Ketua DPR Korsel, Woo Won-shik yang juga merupakan anggota parlemen dari partai Demokrat, telah meminta anggota PPP yang keluar sebelumnya untuk kembali memberikan suara dalam proses pemakzulan tersebut.

    Merespons gagalnya upaya pemakzulan tersebut, puluhan ribu pengunjuk rasa masih berkumpul menyuarakan aspirasi mereka untuk mengakhiri kepemimpinan Presiden Yoon.

    Melansir laporan The New York Times, saat seorang aktivis mengumumkan mosi pemakzulan gagal, massa di depan panggung bereaksi dengan diam. Kemudian mereka melontarkan kecaman dari aktivis lain atas hasil pemilu tersebut. “Kami tidak akan tinggal diam.”

    (fsd/fsd)

  • Partai Berkuasa Boikot Voting Pemakzulan, Bagaimana Nasib Presiden Korsel?

    Partai Berkuasa Boikot Voting Pemakzulan, Bagaimana Nasib Presiden Korsel?

    Seoul

    Ratusan anggota parlemen berkuasa dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang menyokong Presiden Yoon Suk Yeol telah meninggalkan ruang parlemen, jelang sidang pemungutan suara pemakzulan presiden Korea Selatan itu pada Sabtu (07/12).

    Aksi boikot itu berarti meskipun pemungutan suara masih dapat dilakukan, tanpa dukungan dua pertiga suara (dari total 300 anggota parlemen) maka hasil pemungutan suara tidak cukup berarti.

    Namun, jika pemungutan suara pemakzulan gagal hari ini yang kemungkinan besar terjadi pemungutan suara berikutnya dapat dilakukan pada Rabu depan (11/12).

    PPP kemungkinan menggunakan strategi boikot untuk mencegah pembelotan anggotanya, karena pemungutan suara pemakzulan dilakukan melalui pemungutan suara yang anonim.

    Dari 108 anggota parlemen Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, 107 telah meninggalkan ruang pemungutan suara.

    Hanya Ahn Cheol-soo, pernah mencalonkan diri sebagai presiden pada 2012, 2017 dan 2022, yang tetap menduduki kursinya. Ahn telah berulang kali mengatakan bahwa ia akan memilih cara pemakzulan jika presiden tidak mengundurkan diri secara sukarela.

    Namun, sesaat kemudian, anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP) Kim Ye-ji memutuskan kembali ke dalam persidangan untuk memberikan suara pada usulan pemakzulan.

    Reuters

    Oposisi memerlukan dukungan dari delapan anggota PPP agar mosi pemakzulan Presiden Yoon dapat diloloskan.

    Sebelumnya, PPP yang berkuasa telah menegaskan bahwa mereka tidak akan mendukung pemungutan suara untuk pemakzulan. Walau demikian, Ketua PPP, Dong-Hoon, Jumat lalu, tetap menyerukan agar Yoon diberhentikan karena akan menimbulkan “bahaya besar” bagi demokrasi jika ia tetap berkuasa.

    Sementara koalisi oposisi, yang memegang mayoritas suara di parlemen, membutuhkan delapan anggota partai Yoon agar pemakzulan disetujui.

    ‘Pengkhianat… kembali ke dalam’

    Di luar gedung parlemen, puluhan ribu orang berdemonstrasi menuntut Presiden Yoon untuk dicopot dari jabatannya.

    Mereka terlihat mencoba menghalangi jalan keluar anggota parlemen yang ‘walk out’ dari sidang, sambil berteriak “pengkhianat”.

    Selain itu, seorang demonstran terdengar membacakan nama setiap anggota parlemen dari PPP.

    “Masuk kembali, ikut dalam pemungutan suara,” teriak massa setelah pembicara membacakan setiap nama.

    Jumlah massa pun terlihat semakin bertambah dan polisi meningkatkan penjagaan.

    Sebelumnya Presiden Yoon telah menyampaikan permintaan maaf karena mengumumkan darurat militer pada awal pekan ini. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tidak akan melakukan hal itu lagi.

    Walau telah meminta maaf, para pengunjuk rasa bersikeras: Yoon harus turun dari jabatannya. Jika tidak, mereka mengaku akan terus berunjuk rasa sampai hal itu tercapai.

    “Saya ingin Presiden Yoon dimakzulkan. Dia harus turun sekarang,” kata mantan pejabat polisi dan anggota Partai Demokrat Ryu Samyoung, 60 tahun, di tengah hiruk-pikuk protes.

    “Partai kami akan mencoba lagi dan lagi sampai pemakzulan berhasil”.

    Selain itu, seorang perempuan berusia 27 tahun, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan “jika pemakzulan tidak lolos, kami akan terus turun ke jalan”.

    Presiden Yoon perintahkan penangkapan pemimpin partainya sendiri

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol memerintahkan penangkapan pemimpin partai yang berkuasa, Han Dong-hoon, saat mengumumkan darurat militer beberapa waktu lalu.

    Daftar penangkapan juga mencakup pemimpin partai oposisi utama, Lee Jae-myung, serta tiga anggota parlemen oposisi, kata wakil direktur Badan Intelijen Nasional.

    Menurut pejabat Badan Intelijen Nasional, Hong Jang-won, Presiden Yoon mencoba “menggunakan kesempatan ini untuk menangkap dan membasmi mereka”.

    Seorang perempuan memegang plakat bertuliskan “Yoon Suk Yeol harus mundur” dalam demonstrasi Seoul pada tanggal 4 Desember 2024 (Getty Images)

    Sebelumnya, Han Dong-hoon, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa dan menyokong Presiden Yoon, mengklaim partainya telah menerima “bukti kredibel” bahwa Yoon telah memerintahkan penangkapan politisi kunci atas “tuduhan anti-negara”.

    Han menyatakan kekhawatirannya bahwa “tindakan ekstrem”seperti deklarasi darurat militer yang diumumkan Selasa (03/12)dapat terulang jika Yoon tetap menjabat.

    “[Hal ini] akan menempatkan Republik Korea dan rakyatnya pada risiko besar,” katanya.

    Sementara itu, polisi Korea Selatan sedang menyelidiki Presiden Yoon Suk Yeol atas dugaan “pemberontakan” terkait pernyataannya mengenai darurat militer, kata seorang perwira polisi senior Korea Selatan pada Kamis (05/12).

    Polisi sedang menyelidiki Presiden Yoon Suk Yeol atas dugaan “pemberontakan” terkait pernyataannya mengenai darurat militer, kata seorang perwira polisi senior Korea Selatan pada Kamis (05/12) (Getty Images)

    Kepala Markas Besar Investigasi Nasional di Kepolisian Nasional Korsel, Woo Jong-soo, mengatakan kepada anggota parlemen bahwa “penyelidikan kasus tersebut sedang dilakukan”, menurut kantor berita AFP.

    Polisi telah diinstruksikan untuk memberlakukan larangan perjalanan darurat terhadap Kim Yong-hyu, menteri pertahanan yang mengundurkan diri dengan alasan dirinya “bertanggung jawab penuh” atas deklarasi darurat militer.

    Kim telah meminta maaf atas perannya dalam dekrit darurat militer yang pertama dalam hampir 50 tahunyang mengejutkan pada Selasa (03/12) malam.

    Beberapa laporan media lokal mengatakan bahwa dialah yang mengusulkan gagasan untuk mengumumkan darurat militer kepada Yoon.

    Warga Korea Selatan turun ke jalan di luar gedung parlemen pada Rabu (04/12) malam menuntut pengunduran diri atau pemakzulan Presiden Yoon. Protes massal merupakan peristiwa politik yang sering terjadi dan umum di negara ini (Reuters)

    Presiden Yoon mengumumkan darurat militer dengan alasan “pasukan anti-negara” dan ancaman dari Korea Utara.

    Akan tetapi, tindakan yang diduga bermotif politik itu memicu protes massa dan pemungutan suara darurat di parlemen yang membatalkan tindakan Presiden Yoon tersebut hanya dalam hitungan jam.

    Yoon akhirnya menerima keputusan parlemen dan mencabut darurat militer.

    Sementara itu, anggota parlemen bersiap memberikan suara atas pemakzulannya, seraya menuduh Yoon telah melakukan “aksi pemberontakan”.

    Ribuan orang di penjuru Korea Selatan turun ke jalan memprotes tindakan presiden dan menuntut pengunduran dirinya.

    Siapa presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol?

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer dalam pidato nasionalnya pada Selasa (03/12) malam (Reuters)

    Yoon bisa dibilang pendatang baru di dunia politik saat memenangi kursi presiden pada 2022, dalam persaingan yang paling ketat sejak negara tersebut mulai menggelar pemilihan presiden yang bebas pada 1980-an.

    Selama masa kampanyenya, pria berusia 63 tahun ini menganjurkan pendekatan yang lebih keras terhadap Korea Utara dan isu-isu gender yang memecah belah.

    Selama menjabat, Yoon diketahui melakukan rangkaian kesalahan dan skandal politik, yang menyebabkan tingkat kepuasan terhadapnya anjlok dan melemahkan pemerintahannya yang berpuncak pada pengumuman darurat militer pada Selasa (03/12) malam.

    Dalam wawancara dengan BBC, mantan Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha bilang keputusan Yoon menunjukkan bahwa presiden “sama sekali tak memahami realitas yang dialami negara ini saat ini”.

    Baca juga:

    Apa yang terjadi selanjutnya, kata Kang, sepenuhnya tergantung pada Yoon.

    “Keputusan ada di tangan presiden untuk menemukan jalan keluar dari situasi yang telah dia buat sendiri.”

    Kendati demikian, sejumlah anggota parlemen dari partai sayap kanan yang berkuasa menyatakan dukungan kepada presiden.

    Salah satunya adalah Hwang Kyo-ahn, mantan Perdana Menteri Korea Selatan, yang menyerukan penangkapan Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik dan Han Dong-hoon, pemimpin partai yang mendukung Yoon, di sosial medianya seraya menuduh keduanya menghalangi tindakan presiden.

    Hwang lebih lanjut menegaskan bahwa “kelompok pro-Korea Utara harus disingkirkan kali ini” dan mendesak Yoon untuk menanggapi dengan tegas, menyerukan penyelidikan dan penggunaan semua kekuatan darurat yang dimilikinya.

    Akankah Presiden Yoon dimakzulkan?

    Parlemen Korea Selatan akan melakukan pemungutan suara terkait pemakzulan Yoon (Reuters)

    Kini, semua mata tertuju pada apakah Yoon akan menghadapi pemakzulan, meskipun dia bukan presiden Korea Selatan pertama yang mengalaminya.

    Usulan pemakzulan terhadap Yoon diajukan oleh enam partai oposisi dan harus diputuskan dalam waktu 72 jam. Para anggota parlemen akan berkumpul pada Jumat, 6 Desember, atau Sabtu, 7 Desember.

    Agar usulan tersebut dapat disahkan, diperlukan suara dua pertiga dari 300 anggota Majelis Nasional200 suara.

    Partai oposisi hampir memiliki cukup suara, sementara partai Yoon sendiri telah mengkritik tindakannya tetapi belum memutuskan sikap mereka.

    Jika hanya beberapa anggota partai yang berkuasa mendukung usulan tersebut, pemakzulan akan dilakukan.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Jika parlemen menyetujui usulan tersebut, kekuasaan Yoon akan segera ditangguhkan, dan Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjadi penjabat presiden.

    Mahkamah Konstitusi, dewan beranggotakan sembilan orang yang mengawasi pemerintahan Korea Selatan, selanjutnya akan memberikan keputusan akhir.

    Jika Mahkamah Konstitusi mendukung pemakzulan, Yoon akan dicopot, dan pemilihan umum baru harus diadakan dalam waktu 60 hari. Jika ditolak, Yoon akan tetap menjabat.

    BBC

    Hal ini mengingatkan kita pada penggulingan Presiden Park Geun-hye pada 2016. Kala itu, Yoon berperan penting dalam memimpin penuntutan kasus korupsi.

    Park dibebaskan pada 2022 setelah menjalani hukuman penjara selama 4 tahun 9 bulan.

    Presiden Roh Moo-hyun juga nyaris dicopot dari jabatannya setelah pemungutan suara pemakzulan parlemen dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2004.

    Apakah darurat militer pernah diberlakukan sebelumnya di Korea Selatan?

    Anggota parlemen membawa plakat bertuliskan “Yoon Suk Yeol harus mengundurkan diri” pada 4 Desember (Getty Images)

    Deklarasi darurat militer oleh Yoon adalah yang pertama terjadi di Korea Selatan dalam 45 tahun terakhir, membuka luka lama penyalahgunaan tindakan darurat dalam sejarah negara tersebut.

    Darurat militer, yang pada awalnya dimaksudkan untuk menstabilkan keadaan darurat nasional, sering dikritik sebagai alat untuk menekan perbedaan pendapat, mempertahankan kekuasaan dan dengan demikian merusak demokrasi.

    Pada 1948, Presiden Syngman Rhee mengumumkan darurat militer untuk mengendalikan pemberontakan menentang penindasan pemberontakan Jeju, yang mengakibatkan kematian banyak warga sipil.

    Pada 1960, darurat militer disalahgunakan selama Revolusi April, karena protes terhadap pemerintahan Rhee meningkat setelah polisi membunuh seorang siswa sekolah menengah selama unjuk rasa menentang penipuan pemilu.

    Baca juga:

    Presiden Park Chung-hee juga sering memberlakukan darurat militer untuk menekan ancaman terhadap rezimnya, sementara darurat militer selama 440 hari setelah pembunuhannya berpuncak pada Pembantaian Gwangju di bawah Presiden Chun Doohwan.

    Peristiwa ini meninggalkan kenangan traumatis bagi warga Korea Selatan, yang mengaitkan darurat militer dengan alat kekuasaan politik, bukan sebagai tindakan untuk keselamatan publik.

    Sejak 1987, konstitusi Korea Selatan telah memperketat persyaratan untuk mendeklarasikan darurat militer, dengan memerlukan persetujuan parlemen untuk perpanjangan atau pencabutannya.

    Seberapa stabil demokrasi di Korea Selatan?

    Pemimpin partai oposisi utama, Partai Demokrat, berbicara kepada media setelah parlemen menolak darurat militer pada Rabu pagi (Reuters)

    Tindakan gegabah Yoon mengejutkan negara tersebut yang mengklaim sebagai negara demokrasi modern yang berkembang pesat dan telah berkembang jauh sejak masa kediktatorannya.

    Banyak orang melihat kejadian yang terjadi pekan ini sebagai tantangan terbesar bagi masyarakat demokratis tersebut dalam beberapa dekade.

    Para ahli berpendapat bahwa tindakan itu mungkin lebih merusak reputasi Korea Selatan sebagai negara demokrasi, lebih parah dari kerusuhan 6 Januari di AS.

    “Pernyataan darurat militer yang dikeluarkan Yoon tampaknya merupakan tindakan yang melampaui batas hukum dan salah perhitungan politik, yang membahayakan ekonomi dan keamanan Korea Selatan,” kata Leif-Eric Easley dari Universitas Ewha di Seoul.

    Baca juga:

    “Ia tampak seperti politisi yang sedang terkepung, mengambil langkah putus asa di tengah skandal, hambatan kelembagaan, dan seruan pemakzulan, yang semuanya kini kemungkinan akan meningkat.”

    Namun, meskipun terjadi kekacauan di Seoul, demokrasi Korea Selatan tampaknya tetap kokoh.

    Kang, mantan menteri luar negeri, mengatakan kepada BBC bahwa dia “sangat lega” bahwa ketegangan tampaknya mereda.

    “Selama berjam-jam sepanjang malam, [melihat] Majelis Nasional melakukan tugasnya dan warga turun ke jalan menuntut agar RUU ini dicabut harus saya katakan pada akhirnya, hal ini menunjukkan bahwa demokrasi di negara saya kuat dan tangguh.”

    Apa tanggapan Korea Utara?

    Sejauh ini, Korea Utara belum memberikan respons terkait situasi politik yang terjadi di Korea Selatan (EPA)

    Dalam deklarasinya, Yoon menargetkan Korea Utara, dengan menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk “melindungi Republik Korea yang bebas dari ancaman pasukan komunis Korea Utara” dan untuk “memberantas pasukan anti-negara pro-Korea Utara yang tercela yang menjarah kebebasan dan kebahagiaan rakyat kita.”

    Komentar seperti ini biasanya akan memancing reaksi dari Korea Utara, tetapi belum ada tanggapan dari media pemerintah negara tersebut.

    Komando militer Korea Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Rabu dini hari bahwa perintah darurat militer Yoon telah dibubarkan dan bahwa “tidak ada kegiatan yang tidak biasa dari Korea Utara.”

    “Posisi keamanan terhadap Korea Utara tetap stabil,” lanjut pernyataan itu, menurut kantor berita Yonhap.

    Para pakar mengatakan masih belum jelas mengapa Yoon menyebutkan ancaman Korea Utara, tetapi banyak yang percaya hal itu tidak akan berdampak positif pada meningkatnya ketegangan antara Korea Utara dan Selatan.

    Fyodor Tertitskiy, yang meneliti politik Korea Utara di Universitas Kookmin di Seoul, meyakini bahwa “tidak ada cara bagi Korea Utara untuk memanfaatkan krisis ini.”

    “Semuanya terjadi begitu cepat; hanya berlangsung beberapa jam,” ungkapnya kepada BBC.

    Saksikan juga video: Presiden Korsel Akhirnya Minta Maaf gegara Bikin Gaduh Darurat Militer

    (nvc/nvc)

  • Skandal Kim Keon Hee, Istri Presiden Korsel Yoon Suk Yeol: Manipulasi Saham dan Tuduhan Plagiarisme – Halaman all

    Skandal Kim Keon Hee, Istri Presiden Korsel Yoon Suk Yeol: Manipulasi Saham dan Tuduhan Plagiarisme – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Di tengah krisis politik Korea Selatan, sosok ibu negara Kim Keon Hee menarik perhatian publik setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, Selasa (3/12/2024) malam.

    Pengumuman ini muncul setelah sejumlah skandal yang menjerat Kim Keon Hee, yang mendorong dorongan pemakzulan terhadap suaminya.

    1. Tak Membayar Pajak

    Pada 2019, Kim Keon Hee dilaporkan mengemplang pajak.

    Ia juga diselidiki karena diduga menerima suap untuk menyelenggarakan pameran seni, menurut laporan dari The Times.

    2. Resume Palsu

    Dua tahun kemudian, pada 2021, Kim Keon Hee dihujat karena resume yang tidak sesuai saat melamar posisi mengajar antara 2007-2013.

    Ia dituduh melebih-lebihkan bahkan memalsukan kredensialnya dan meminta maaf secara terbuka.

    3. Tuduhan Plagiarisme

    Pada 2022, Kim Keon Hee dituduh melakukan plagiarisme dalam tulisan akademisnya.

    Meskipun Universitas Kookmin menyatakan tidak ada pelanggaran, panel yang terdiri dari 16 profesor menemukan dugaan plagiarisme dalam tesis magister dan disertasi dokternya.

    4. Manipulasi Saham

    Kim Keon Hee juga terlibat dalam skema manipulasi saham senilai 636 miliar won terkait Deutsche Motors antara 2020-2024.

    Namun, ia terbebas dari tuduhan tersebut karena kurangnya bukti yang cukup, menurut Straits Times.

    5. Kasus Tas Dior

    Di awal 2024, publik mengecam Kim Keon Hee setelah video yang memperlihatkan dirinya menerima tas Christian Dior dan barang-barang mewah dari seorang pendeta beredar.

    Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pelanggaran undang-undang antikorupsi.

    Yoon Suk Yeol pun meminta maaf atas perilaku tidak bijaksana istrinya.

    Namun, pada Oktober 2024, jaksa penuntut membatalkan tuntutan terkait kasus ini, menyatakan bahwa hadiah tersebut bersifat pribadi.

    6. Cawe-Cawe Politik Pemerintahan

    Pada September 2024, Kim Keon Hee dan Yoon Suk Yeol dituduh menggunakan pengaruh mereka dalam pemilihan kandidat untuk pemilihan sela parlemen 2022.

    Dalam rekaman percakapan yang bocor, mereka terindikasi terlibat dalam proses pencalonan.

    Namun, Yoon Suk Yeol membantah tuduhan tersebut, dan masalah ini masih menjadi perdebatan.

    Siapakah Kim Keon Hee?

    Kim Keon Hee lahir pada 2 September 1972 di Yangpyeong dengan nama Kim Myeong Sin.

    Ia menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Perempuan Myungil dan Universitas Kyonggi.

    Sejak 2009, ia menjabat sebagai Kepala Eksekutif dan Presiden perusahaan pameran seni Covana Contents.

    Kim Keon Hee juga memiliki latar belakang keluarga yang kontroversial, termasuk ibunya yang tengah menjalani hukuman penjara atas kasus penipuan properti.

    Krisis yang melibatkan Kim Keon Hee dan Yoon Suk Yeol menunjukkan dampak besar pada stabilitas politik Korea Selatan, dengan berbagai skandal yang terus mengemuka.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kronologi – 6 Update Darurat Militer Korsel: Hukuman Mati & Pemakzulan

    Kronologi – 6 Update Darurat Militer Korsel: Hukuman Mati & Pemakzulan

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol terus menjadi topik perbincangan. Hal ini disebabkan manuvernya yang menerapkan darurat militer pada Selasa lalu, Selasa (3/12/2024) malam waktu setempat.

    Keputusannya itu sendiri tak berlangsung lama. Enam jam setelah diumumkan, 190 dari 300 anggota parlemen Korsel, Majelis Nasional, memutuskan untuk menganulir keputusan tersebut.

    Tak berakhir sampai di situ, sejumlah penyelidikan telah dilakukan kepadanya. Ia juga terancam akan dimakzulkan dalam sebuah sesi pemungutan suara di Majelis Nasional, Sabtu (7/12/2024).

    Berikut rentetan kejadian yang melibatkan orang nomor satu Korsel itu sejak menerapkan darurat militer hingga saat ini:

    1. Kronologi

    Dalam pidatonya pada Selasa malam, Yoon menceritakan upaya oposisi politik untuk melemahkan pemerintahannya. Ia kemudian mengumumkan darurat militer untuk ‘menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah menimbulkan kekacauan’.

    Dekritnya tersebut kemudian menempatkan militer sebagai penanggung jawab. Nampak juga pasukan berhelm dan polisi dikerahkan ke gedung parlemen Majelis Nasional.

    Liputan media lokal menunjukkan pasukan bertopeng dan bersenjata memasuki gedung parlemen sementara staf mencoba menahan mereka dengan alat pemadam kebakaran. Sekitar pukul 23:00 waktu setempat, militer mengeluarkan dekrit yang melarang protes dan aktivitas oleh parlemen dan faksi politik, media juga ditempatkan dalam kendali pemerintah.

    Walau ketegangan semakin tinggi, Majelis Nasional tetap mengambil posisi untuk menentang situasi darurat tersebut. Setelah pukul 01:00 pada hari Rabu, Majelis Nasional, yang dihadiri 190 dari 300 anggotanya, menolak tindakan tersebut dan dengan demikian, deklarasi darurat militer Presiden Yoon dinyatakan tidak sah.

    Foto: Orang-orang berkumpul di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024. (REUTERS/Soo-hyeon Kim)
    Orang-orang berkumpul di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024. (REUTERS/Kim Soo-hyeon)

    2. Skandal dan Kejatuhan Politik

    Sebelum menjatuhkan dekrit darurat militer, Yoon berada dalam posisi terpojok tatkala oposisinya memenangkan parlemen pada April lalu. Pemerintahanya sejak saat itu tidak dapat meloloskan RUU yang mereka inginkan dan malah dipaksa untuk memveto RUU yang disahkan oleh oposisi liberal.

    Yoon juga kemudian mengalami penurunan peringkat persetujuan, berkisar di sekitar level terendah 17%, karena ia terjerumus dalam beberapa skandal korupsi tahun ini. Salah satunya termasuk yang melibatkan Ibu Negara yang menerima tas Dior, dan tudingan lainnya seputar dugaan manipulasi saham.

    Bulan lalu ia dipaksa untuk mengeluarkan permintaan maaf di TV nasional, dengan mengatakan bahwa ia mendirikan kantor yang mengawasi tugas-tugas Ibu Negara. Namun ia menolak penyelidikan yang lebih luas, yang menjadi permintaan partai-partai oposisi.

    Kemudian minggu ini, Partai Demokrat yang beroposisi memangkas 4,1 triliun won (Rp 46 triliun) dari anggaran yang diusulkan pemerintah Yoon sebesar 677,4 triliun won (Rp 7.600 triliun). Sayangnya, hal ini tidak dapat diveto oleh presiden.

    Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara.

    3. Terancam Lengser

    Manuver Yoon ini akhirnya membuat Majelis Nasional Korsel mengambil tindakan keras. Lembaga parlemen itu akan melakukan pemungutan suara pada Sabtu malam untuk menentukan nasib Yoon.

    Anggota Parlemen oposisi Yoon, Kim Seung Won, mengatakan bahwa keputusan Yoon memberlakukan darurat militer adalah sebuah kesalahan fatal yang ‘tidak pantas untuk diampuni’.

    “Ini adalah kejahatan yang tidak dapat dimaafkan. Kejahatan yang tidak dapat, tidak boleh, dan tidak akan diampuni,” katanya

    Pemungutan suara pemakzulan sendiri akan dilakukan pada Sabtu pukul 19.00 waktu setempat. Jika mosi tersebut diloloskan, Yoon akan diskors sambil menunggu putusan dari hakim Mahkamah Konstitusi. Jika para hakim menyetujuinya, Yoon akan dimakzulkan dan pemilihan baru harus diadakan dalam waktu 60 hari.

    4. Menteri-Staf Presiden Resign Massal

    Sesaat setelah adanya darurat militer ini, Kepala Staf Kepresidenan Yoon, Chung Jin Suk, Penasihat Keamanan Nasional Shin Won Sik, Kepala Staf Kebijakan Sung Tae Yoon, serta tujuh pembantu senior lainnya memutuskan untuk mengundurkan diri.

    Di luar Kantor Presiden, Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Yong Hyun mengajukan pengunduran diri serupa. Ia mengaku menyesal dengan adanya arahan darurat militer ini.

    “Pertama-tama, saya sangat menyesalkan dan bertanggung jawab penuh atas kebingungan dan kekhawatiran yang ditimbulkan kepada publik terkait darurat militer… Saya telah bertanggung jawab penuh atas semua hal yang terkait dengan darurat militer dan telah mengajukan pengunduran diri saya kepada presiden,” kata Kim dalam sebuah pernyataan.

    Foto: Tentara maju ke gedung utama Majelis Nasional setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, 3 Desember 2024. (via REUTERS/YONHAP)
    Tentara maju ke gedung utama Majelis Nasional setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, 3 Desember 2024. (Yonhap via REUTERS)

    5. Ditinggal Partai Sendiri.

    Partai besutan Yoon, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), juga melontarkan bola panas kepada Yoon. Berbicara setelah sebuah pertemuan partai, pemimpin PPP Han Dong Hoon menyebutkan manuver Yoon itu berdampak parah bagi Korsel, dengan Yoon disebut telah menempatkan negara dalam ancaman serius.

    “Ada resiko tinggi tindakan ekstrem seperti darurat militer ini terulang, sementara Yoon tetap berkuasa, yang menempatkan negara dalam bahaya besar,” ujarnya dikutip Reuters, Jumat (6/12/2024).

    PPP sendiri sejauh ini bersikap untuk menentang pemakzulan Yoon seperti mosi yang diajukan oposisinya. Namun Han menyebut sikap PPP bisa saja berubah seiring dengan munculnya bukti-bukti bahwa dalam darurat militer, Yoon memerintahkan menahan para pemimpin oposisinya.

    “Saya yakin bahwa penangguhan jabatan Presiden Yoon Suk Yeol segera diperlukan untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya mengingat fakta-fakta yang baru terungkap,” tambah Han.

    Di sisi lain, beberapa anggota PPP mendesak Yoon untuk mengundurkan diri sebelum pemungutan suara pemakzulan besok. Mereka mengatakan tidak ingin insiden pemakzulan seperti yang dialami Presiden Park Geun Hye pada tahun 2016 terulang, yang memicu keruntuhan partai konservatif dan kemenangan kaum liberal.

    “Kita tidak dapat memakzulkan presiden besok dan menyerahkan rezim kepada Partai Demokrat Lee Jae Myung,” kata anggota parlemen PPP, Yoon Sang Hyun, kepada wartawan.

    6. Dihantui Hukuman Mati.

    Kepolisian Korsel memutuskan untuk memeriksa Yoon, Kamis (5/12/2024). Dalam pernyataannya, Kepolisian Korsel menyebut Yoon akan menghadapi dugaan pemberontakan pasca manuvernya itu. Di dalam hukum, pelanggaran semacam ini dapat berakhir pada hukuman mati.

    “Kami sedang menyelidiki Presiden Yoon atas tuduhan ‘pemberontakan’ kejahatan yang melampaui kekebalan presiden dan dapat dijatuhi hukuman mati, setelah pihak oposisi mengajukan pengaduan terhadapnya dan tokoh-tokoh penting lainnya yang terlibat,” tulis pernyataan itu dikutip AFP.

    7. Kata Pejabat Korea Utara 

    Pejabat Korut di China bereaksi terhadap langkah pemimpin rivalnya, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, yang memberlakukan darurat militer Selasa malam lalu. Reaksi pejabat Kim Jong Un ini dilaporkan oleh Radio Free Asia dalam penelusuran di China, Kamis (5/12/2024).

    Dalam laporan itu, pejabat Korut di China mengaku kaget dengan manuver tersebut. Namun mereka lebih kaget saat parlemen Korsel, Majelis Nasional, memutuskan menggulingkan Yoon dari tapuk kekuasaan, yang menurut mereka merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi di Korut.

    “Akan terjadi pertumpahan darah jika pejabat senior Korut juga menentang penguasa tertinggi Kim Jong Un,” kata seorang pejabat perdagangan Korut yang ditempatkan di Dalian, China, tanpa menyebutkan namanya karena sensitivitas.

    “Pengawasan dan keseimbangan demokratis seperti itu adalah konsep asing di Korut. Saya sangat terharu melihat resolusi pencabutan darurat militer disahkan di majelis, dan kemudian presiden sendiri mengumumkan kepada rakyat bahwa ia mencabut darurat militer,” tambahnya.

    (dce)

  • Usai Deklarasi Darurat Militer, Presiden Yoon Diduga Perintahkan NIS Tangkap Pejabat Tinggi Negara

    Usai Deklarasi Darurat Militer, Presiden Yoon Diduga Perintahkan NIS Tangkap Pejabat Tinggi Negara

    ERA.id – Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol disebut telah memerintahkan penangkapan terhadap tokoh terkemuka dari partai berkuasa dan oposisi utama. Perintah penangkapan itu dikeluarkan setelah deklarasi darurat militer dia sampaikan.

    Wakil direktur pertama Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan Hong Jang-won mengungkapkan perintah penangkapan itu di depan Komite Nasional Majelis Nasional di gedung parlemen di Yeuido, Seoul barat, Jumat (6/12).

    “Yoon memerintahkan NIS untuk menggunakan kesempatan ini untuk melakukan penangkapan dan membersihkan semuanya,” kata Hong, dikutip KBS News, Jumat (6/12/2024).

    Permintaan itu, kata Hong, disampaikan oleh Yoon melalui sambungan telepon setelah mengumumkan darurat militer. Kim Byung-kee dari oposisi utama Partai Demorat juga membenarkan perintah itu dalam pertemuan dengan ketua Komite Intelijen Majelis Nasional, Shin Sung-bum.

    Selain itu, Direktur NIS Cho Tae-yong juga turut hadir dalam pertemuan tersebut.

    Dalam sambungan telepon tersebut, presiden memberikan NIS wewenang untuk menyelidiki kejahatan anti-komunis sebelum menginstruksikan Hong untuk membantu Komando Kontra Intelijen Pertahanan.

    Hong kemudian berbicara dengan Komandan Kontra Intelijen Pertahanan Yeo In-hyung, yang memintanya membantu komando menemukan politisi yang namanya ada dalam daftar orang yang akan ditangkap.

    Tokoh politik yang masuk dalam perintah penangkapan oleh Yoon termasuk Partai Demokrat (DP) Lee Jae-myung, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP) milik Yoon sendiri Han Dong-hoon, Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik, pemimpin Partai Pembangunan Kembali Korea Cho Kuk, DP lantai pemimpin Rep. Park Chan-dae dan lainnya.

    Namun Hong menilai perintah penangkapan itu dinilai tidak masuk akal. Hal ini pun yang membuat NIS akhirnya tidak mengikuti perintah penangkapan tersebut terhadap sejumlah pejabat tinggi negara.

    Selain memerintahkan NIS menangkap pejabat tinggi negara, Hong juga menyebut Yoon memerintahkan Komando Kontra Intelijen Pertahanan untuk menahan tokoh politik.

    “Komando Kontra Intelijen Pertahanan juga bersiap untuk menahan tokoh politik yang ditangkap di sebuah fasilitas,” tambahnya.

    Namun tidak ada penangkapan yang dilakukan selama enam jam sejak pemberlakuan darurat militer yang dikeluarkan oleh Yoon.

    Lebih lanjut, Komite intelijen akan mengadakan pertemuan darurat pada pukul 5 sore hari ini untuk memverifikasi klaim Hong.

  • Sesumbar Terima Instruksi Pecat Pejabat Tinggi Korea Selatan, Wakil Dirut NIS Terancam Dipecat

    Sesumbar Terima Instruksi Pecat Pejabat Tinggi Korea Selatan, Wakil Dirut NIS Terancam Dipecat

    ERA.id –  Direktur NIS Cho Tae-yong membantah klaim yang menyebut Presiden Yoon Suk-yeol memerintahkan penangkapan terhadap pejabat tinggi negara. Cho justru berencana untuk memecat Wakil direktur pertama Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan Hong Jang-won.

    Dalam pernyataannya, Cho mengatakan pernyataan Hong bertentangan dengan  independensi politik NIS. Dia juga menekankan sampai saat ini tidak pernah ada perintah penangkapan politisi seperti yang disebutkan oleh Hong.

    Hong baru-baru ini melontarkan pernyataan tidak pantas yang tidak sejalan dengan independensi politik NIS,” kata Cho, dikutip KBS News, Jumat (6/12/2024).

    Lalu, kata Cho, NIS harus menjalankan tugas mendasarnya secara menyeluruh untuk menjaga netralitas politik pasca pembatalan darurat militer.

    “Dalam masa kritis ini, NIS harus menjalankan tugas mendasarnya secara menyeluruh dan menjaga netralitas politik,” tegasnya.

    Terkait pernyataan Hong, Cho mengatakan bahwa ia sudah mengajukan surat pemecatan terhadap wakil pertama NIS tersebut. Ia juga menyebut sejauh ini perombakan personel juga sedang dilakukan tanpa memberi keterangan lebih lanjut.

    Sebelumnya, Wakil direktur pertama Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan Hong Jang-won mengatakan Yoon memerintahkan penangkapan terhadap sejumlah pejabat tinggi negara usai mendeklarasikan darurat militer.

    Tokoh politik yang masuk dalam perintah penangkapan oleh Yoon termasuk dari Partai Demokrat (DP) Lee Jae-myung, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP) milik Yoon sendiri Han Dong-hoon, Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik, pemimpin Partai Pembangunan Kembali Korea Cho Kuk, DP lantai pemimpin Rep. Park Chan-dae dan lainnya.

  • 7 Rekomendasi Drakor yang Tayang pada Desember 2024, Salah Satunya Light Shop

    7 Rekomendasi Drakor yang Tayang pada Desember 2024, Salah Satunya Light Shop

    Jakarta, Beritasatu.com – Desember 2024 menjadi bulan yang dinanti para penggemar drama Korea atau drakor, karena banyak judul baru dengan cerita menarik dan aktor ternama yang siap menghiasi layar kaca Anda.

    Mulai dari genre romantis hingga thriller penuh ketegangan, berbagai drakor siap memberikan hiburan istimewa untuk mengisi akhir tahun Anda.

    Berikut ini tujuh rekomendasi drakor yang tayang pada Desember 2024.

    1. Light Shop
    Sekelompok orang asing, yang masing-masing memiliki masa lalu penuh beban, menemukan diri mereka tertarik pada sebuah toko lampu misterius di ujung gang terpencil. Penjaga toko yang mencurigakan menyimpan rahasia yang berkaitan dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan mereka. Tempat ini menjadi tujuan mereka untuk mencari jawaban atas kehidupan mereka sambil mencoba menyembuhkan luka-luka batin yang selama ini tersembunyi.

    2. Squid Game 2
    Musim kedua Squid Game melanjutkan kisah para peserta yang bersaing dalam permainan mematikan demi memenangkan hadiah uang yang sangat besar. Dibintangi oleh Lee Jung Jae, Lee Byung Hun, Wi Ha Joon, dan Gong Yoo, cerita ini kembali menghadirkan Seong Gi Hun, atau Pemain 456, yang sebelumnya berhasil memenangkan permainan.

    Kali ini, setelah mengetahui kebenaran kelam di balik permainan tersebut, Seong Gi Hun berusaha meyakinkan peserta lain untuk berhenti dan ingin menghentikan permainan tersebut selamanya. Namun, dengan iming-iming hadiah jutaan won, perjuangannya menghadapi tantangan yang tidak mudah.

    3. When The Phone Rings
    Drama ini menceritakan kisah juru bicara termuda di Blue House (diperankan oleh Yoo Yeon Seok), yang hidupnya berubah setelah menerima telepon tentang istrinya (Chae Soo Bin), seorang penerjemah bahasa isyarat dengan afasia, yang diculik. Kisah ini menggambarkan perjalanan cinta dan perjuangannya dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan.

    4. Who Is She
    O Mal Sun (diperankan oleh Jung Ji So), seorang wanita berusia 70-an, secara ajaib kembali muda ke usia 20-an setelah berselisih dengan putrinya. Dengan semangat baru, dia memutuskan untuk mengejar mimpinya menjadi seorang penyanyi dan bergabung dengan Unis Entertainment dengan nama panggung O Du Ri.

    Di sana, dia bertemu Daniel Han, seorang mantan idola yang kini menjadi produser top, yang merasa terguncang oleh kehadirannya. Di sisi lain, cucunya yang cerdas, Choi Ha Na, juga bergabung dengan agensi tersebut. Ia meninggalkan kuliahnya untuk mengejar mimpi serupa, yaitu menjadi seorang penyanyi.

    5. Sorry Not Sorry
    Ji Song I, seorang wanita yang baru saja dicampakkan, harus bekerja paruh waktu untuk melunasi pinjaman rumahnya di kota baru. Di tengah kesulitan, dia berpura-pura menikah agar dapat diterima di komunitas ibu-ibu setempat.

    Sahabat lamanya, Choi Ha Na, adalah seorang ibu pekerja yang sangat terorganisir dan gemar mengatur segalanya dengan aplikasi Microsoft Excel. Sementara itu, An Chan Yang, seorang guru tembikar, memiliki kepribadian unik, yakni sisi manis tetapi tegas, dan seorang pecandu media sosial yang terlihat glamor tetapi rendah hati. Bersama-sama, mereka menjalani kisah penuh drama, kejutan, dan humor yang menyegarkan.

    6. Namib (The Starry Night)
    Kang Su Hyun, seorang produser idola ternama, harus menghadapi perubahan besar dalam hidupnya setelah dipecat. Kini, dia menjadi pencari nafkah di rumah, sementara suaminya, Sim Jun Seok, merawat putra mereka yang kehilangan pendengaran akibat kecelakaan.

    Dalam perjalanan barunya, Kang Su Hyun bertemu Yoo Jin U, seorang trainee berbakat yang menghadapi berbagai tekanan. Ia memilih untuk membimbing Yoo Jin U menjadi bintang.

    Sementara itu, Sim Jun Seok, yang dahulunya adalah produser musik, kembali diminta Su Hyun untuk membantu pelatihan Jin U. Kehidupan mereka menjadi penuh dinamika, drama, dan perkembangan emosional yang mendalam.

    7. Check In Hanyang
    Berlatar Dinasti Joseon, Check In Hanyang adalah kisah romansa sejarah yang menggambarkan pertumbuhan dan hubungan antara empat karakter utama, yaitu Lee Eun Ho (Bae In Hyuk), Hong Deok Soo (Kim Ji Eun), Cheon Jun Hwa (Jung Gun Joo), dan Go Soo Ra (Jaechan).

    Drama ini berpusat di Yongcheonru, sebuah wisma tamu paling mewah di Joseon, tempat para pelanggan diperlakukan seperti raja. Keempat karakter utama, yang masing-masing memiliki rahasia dan tujuan mereka sendiri, bekerja di sana sebagai magang.

    Lee Eun Ho adalah seorang pangeran tersembunyi, Hong Deok Soo adalah seorang wanita yang menyamar sebagai pria, Cheon Jun Hwa adalah pewaris yang enggan, dan Go Soo Ra berusaha memulihkan kekayaan keluarganya. Mereka saling terhubung melalui pengalaman mereka, menjadi sahabat, dan menghadapi berbagai tantangan bersama di wisma tersebut.

    Itulah deretan drakor yang tayang pada Desember 2024. Anda bisa menontonnya melalui berbagai apikasi streaming.

  • Drama Darurat Militer Korsel, Pemakzulan Presiden Yoon Bisa Berhasil?

    Drama Darurat Militer Korsel, Pemakzulan Presiden Yoon Bisa Berhasil?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol akan menghadapi proses pemakzulannya di parlemen yang kemungkinan digelar besok, Sabtu (7/12).

    Pemakzulan Yoon diusulkan oposisi di parlemen Partai Demokratik usai Presiden Korsel itu memberlakukan darurat militer pada Selasa malam waktu setempat.

    Darurat militer bagi warga Korsel mengingatkan mereka ke era menyakitkan tanpa kebebasan di bawah cengkeraman Angkatan Bersenjata.

    Lalu, apakah pemakzulan terhadap Yoon akan sukses?

    Menurut aturan Korsel, pemakzulan bisa lolos jika mengantongi dua pertiga atau 200 suara anggota parlemen.

    Aliansi oposisi pimpinan Demokratik memiliki kursi sebanyak 176. Mereka masih perlu mengumpulkan 24 kursi lagi.

    Namun, sidang pleno setelah Yoon mengumumkan darurat militer menunjukan sejumlah anggota yang turut bergabung. Saat itu, total 192 menolak langkah presiden Korsel itu.

    Berkaca dari kasus tersebut, oposisi hanya butuh sekitar 8 kursi untuk bisa meloloskan pemakzulan Yoon.

    Mulanya pemakzulan terhadap Yoon tampak suram usai partai berkuasa People Power Party (PPP) berjanji akan mencegah mosi pelengseran itu.

    Pada Kamis (5/12), Ketua PPP Han Dong Hoon menganggap upaya pemakzulan itu bisa mengganggu stabilitas politik. Meski begitu, dia meminta Yoon mundur dari partai.

    Kemudian hari ini, Han menyampaikan pernyataan yang mengejutkan publik.

    Dia meminta Yoon mundur dari kursi kepresidenan. Han menganggap deklarasi darurat militer membahayakan demokrasi Korsel.

    “Mengingat fakta-fakta yang baru muncul, saya yakin penangguhan segera tugas Presiden Yoon Suk Yeol diperlukan untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya,” kata Han pada Jumat (6/12), dikutip AFP.

    Han mengatakan Yoon pada Selasa malam, berdasarkan bukti yang dipercaya, memerintah penangkapan ke “politikus kunci” dan menempatkan mereka di fasilitas penahanan.

    Anggota parlemen oposisi Jo Seung Jae mengatakan, berdasarkan rekaman kamera keamanan, tentara berusaha menangkap pemimpin oposisi Lee Jae Myung, Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik, dan Han.

    Para analis juga meyakini Yoon memobilisasi intelijen untuk menangkap para politikus tersebut. Tak hanya itu, mereka menduga Presiden Korsel itu akan menetapkan darurat militer kedua.

    Di kesempatan ini, Han juga menegaskan jika Yoon tetap menjabat sebagai presiden “ada risiko signifikan bahwa tindakan ekstrem mirip darurat militer bisa berulang.”

    “Tindakan ini membahayakan Republik Korea dan warganya,” ucap Han.

    Profesor ilmu politik di Universitas Myongji, Shin Yul, membaca sikap PPP sebagai bentuk kekhawatiran mereka soal darurat militer kedua.

    “Tampaknya Han dan para pemimpin partai menyimpulkan sebenarnya ada kemungkinan besar Presiden Yoon akan mengumumkan darurat militer kedua,” kata Shin, dikutip AFP.

    Sikap terbaru PPP membuka peluang kesuksesan pemakzulan terhadap Yoon. Partai ini apalagi memiliki kursi terbanyak kedua di parlemen.

    Direktur lembaga pemikir yang fokus soal politik Zeitgeist Institute, Eom Kyeong Young, punya penilaian sendiri.

    Menurut Eom, ada sejumlah kondisi Majelis meloloskan pemakzulan itu terutama survei kepercayaan terhadap Yon.

    “Jika tingkat persetujuan Yoon turun di bawah 10 persen pada Jumat (hari ini), kemungkinan besar mosi pemakzulan akan disahkan pada Sabtu,” ujar dia, dikutip Korea Times.

    Anggota parlemen, terutama yang berada di daerah pedesaan, kata Eom, sangat peka terhadap sentimen publik dan jajak pendapat.

    “Meskipun PPP sedang membahas langkah-langkah tindak lanjut setelah kekacauan darurat militer, tindakan mereka tidak memenuhi harapan publik,” imbuh dia.

    Jajak pendapat baru di Korsel menunjukkan dukungan publik terhadap Yoon hanya 13 persen, terendah sejak dia menjabat presiden.

    Jika berhasil dimakzulkan, Yoon akan berhenti bertugas sebagai presiden hingga muncul putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Proses di lembaga penegak hukum ini memakan waktu sekitar 180 hari.

    Selagi kosong, pemerintahan akan diambil alih Perdana Menteri Han Duck Soo. Mereka juga bakal sibuk mempersiapkan pemilu sesuai aturan 60 hari setelah putusan MK.

    Korsel terakhir menetapkan darurat militer pada 1980. Bagi warga di sana, status ini begitu menakutkan dan menyakitkan.

    (rds)

    [Gambas:Video CNN]