Produk: West Texas Intermediate

  • Ini Kata Wamen ESDM soal Lonjakan Harga Minyak Imbas Israel Serang Iran

    Ini Kata Wamen ESDM soal Lonjakan Harga Minyak Imbas Israel Serang Iran

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong peningkatan produksi produksi minyak dan gas (migas) untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Hal ini krusial untuk mengantisipasi dampak dari gejolak geopolitik, seperti serangan Israel ke Iran.

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, pemerintah akan menggenjot produksi migas nasional agar Indonesia tak lagi bergantung pada pasokan energi global, termasuk untuk kebutuhan minyak domestik. 

    “Jadi ya kan kita ada ketahanan energi. Jadi ya kita mengusahakan ada peningkatan produksi migas dalam negeri, terutama untuk crude [minyak mentah],” kata Yuliot kepada wartawan, Jumat (13/6/2025). 

    Dia menerangkan, saat ini tingkat produksi minyak nasional mulai meningkat dari rata-rata produksi tahun lalu sebanyak 560.000-570.000 barel per hari, kini di atas 600.000 barel per hari. 

    “Ini dilihat dari bulan ini sudah di atas 610.000 barel,” tegasnya. 

    Untuk mengantisipasi peningkatan harga minyak, Yuliot menyinggung terkait program renewable energy atau energi baru terbarukan (EBT) yang terus digaungkan, seperti mandatori biodiesel B50 pada tahun depan. 

    Dia optimistis ketahanan energi akan terus meningkat. Tak hanya itu, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil juga akan beralih ke peningkatan pemakaian listrik. 

    “Itu kita percepat pembangunan untuk geotermal [panas bumi]. Dalam waktu dekat, itu ada empat geotermal yang segera akan diresmikan juga masuk fase produksi komersial. Jadi ya ini juga mengurangi ketergantungan kita terhadap minyak,” tuturnya. 

    Diberitakan Bisnis, harga minyak mentah melonjak lebih dari 12% pada Jumat (13/6/2025), setelah serangan Israel ke Iran yang meningkatkan ketegangan di Timur Tengah dan memicu kekhawatiran gangguan pasokan energi global. 

    Melansir Reuters, harga minyak berjangka Brent melonjak 11,66% atau US$8,09 ke level US$77,45 per barel pada pukul 10.03 WIB, tertinggi sejak Februari 2025. Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) naik US$8,47 atau 12,45% menjadi US$76,51 per barel.

    Reli harga minyak dipicu oleh serangan Israel pada Jumat dini hari waktu setempat terhadap Iran. Media Iran juga melaporkan adanya ledakan di ibu kota Teheran. 

    Ketegangan meningkat seiring upaya Amerika Serikat untuk mencapai kesepakatan agar Iran menghentikan produksi material nuklir yang berpotensi digunakan untuk senjata atom. 

    “Serangan Israel terhadap Iran telah semakin memperbesar premi risiko di pasar minyak,” ujar Saul Kavonic, analis energi senior di MST Marquee.

  • Harga Minyak Mentah Menguat di Tengah Pembicaraan Dagang AS-China

    Harga Minyak Mentah Menguat di Tengah Pembicaraan Dagang AS-China

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah dunia naik tipis pada Selasa (10/6/2025), didorong oleh optimisme investor terhadap hasil pembicaraan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China di London. Kenaikan harga juga didukung oleh proyeksi penurunan pasokan minyak Arab Saudi ke Tiongkok.

    Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah Brent berjangka naik 16 sen atau 0,2% menjadi US$ 67,20 per barel pada pukul 15.49 WIB. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 14 sen atau 0,2% menjadi US$ 65,43.

    Pada Senin lalu, Brent sempat mencapai US$ 67,19, level tertinggi sejak 28 April 2024 didorong oleh harapan kesepakatan dagang AS-China.

    Pembicaraan dagang antara AS dan China dijadwalkan berlanjut untuk hari kedua di London pada hari ini. Para pejabat tinggi kedua negara berupaya meredakan ketegangan yang telah meluas dari tarif hingga pembatasan ekspor logam tanah jarang. 

    “Ada optimisme seputar pembicaraan dagang ini. Pasar menunggu hasilnya, dan hal ini mendukung harga,” ujar Harry Tchilinguirian, kepala riset grup di Onyx Capital Group.

    Analis Goldman Sachs menambahkan, harga minyak telah pulih karena kekhawatiran permintaan mereda seiring dengan pembicaraan dagang AS dan China, serta laporan ketenagakerjaan AS yang positif. Risiko pasokan di Amerika Utara akibat kebakaran hutan di Kanada juga turut memengaruhi.

    Presiden AS Donald Trump menyampaikan, pembicaraan dengan China berjalan lancar dan ia menerima laporan bagus dari timnya di London. Kesepakatan dagang antara AS dan Tiongkok dapat mendukung prospek ekonomi global dan meningkatkan permintaan komoditas, termasuk minyak.

  • Harga Minyak Mentah Tertahan Menunggu Pertemuan Amerika dan China

    Harga Minyak Mentah Tertahan Menunggu Pertemuan Amerika dan China

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah tidak mengalami perubahan drastis, seiring dengan investor yang menunggu pembicaraan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang akan diadakan di London.

    Melansir Reuters, Senin (9/6/2025), Harga minyak mentah Brent berjangka masih bertahan pada US$ 66,47 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS meningkat naik 1 sen menjadi US$ 64,59.

    Prospek perdamaian perang dagang antara AS dan China telah menopang harga minyak. Tiga utusan Donald Trump akan bertemu dengan pejabat dari China di London, hari ini, Senin (9/6/2025). Ini merupakan pertemuan pertama konsultasi ekonomi perdagangan AS dan China.

    Laporan pekerjaan AS menunjukkan pengangguran Mei tetap stabil, meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga Federal Reserve. Sementara data dari China memberikan harapan akan permintaan minyak mentah terbesar mengalami kenaikan.

    Pada sisi lainnya, data ekonomi dan prospek kesepakatan perdagangan mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak, mengalahkan kekhawatiran tentang peningkatan pasokan OPEC+, setelah kelompok tersebut mengumumkan kenaikan produksi besar untuk Juli.

    HSBC memperkirakan OPEC+ akan meningkatkan kenaikan pasokan pada Agustus dan September, yang kemungkinan akan meningkatkan risiko penurunan harga. HSCBC memperkirakan harga minyak mentah Brent akan mencapai US$ 65 per barel mulai kuartal keempat tahun 2025. Peneliti Capital Economics percaya bahwa laju peningkatan produksi OPEC+ ini akan bertahan lama.

  • Harga Minyak Naik Sambut Kepastian Perang Dagang AS-China

    Harga Minyak Naik Sambut Kepastian Perang Dagang AS-China

    New York, Beritasatu.com – Harga minyak mentah naik dari penurunan hari sebelumnya. Berita bahwa Amerika Serikat (AS) dan China sepakat untuk melakukan perundingan perdagangan menjadi sentimen utama penggerak harga minyak.

    Harga minyak mentah berjangka Brent ditutup naik 48 sen atau 0,7% ke US$ 65,34 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup naik 52 sen, atau 0,8%, pada US$ 63,37 per barel.

    “Jika kita menjauh dari ambang perang dagang besar, itu akan meningkatkan ekspektasi permintaan minyak baik di AS maupun di China,” kata analis senior di Price Futures Group, Phil Flynn, seperti dilansir dari Reuters.

    Presiden AS Donald Trump mengatakan di media sosialnya bahwa pertemuannya dengan dengan Presiden China Xi Jinping akan difokuskan pada perdagangan guna menghasilkan hasil yang sangat positif. “Kami dalam kondisi yang sangat baik dengan China terkait kesepakatan perdagangan,” kata Trump.

    Di sisi lain, peristiwa geopolitik dan kebakaran hutan di Kanada telah mengancam produksi minyak dan memberikan dukungan ke harga, meskipun pasar berpotensi kelebihan pasokan pada paruh kedua tahun ini lantaran adanya kenaikan produksi OPEC+.

    Guna menekan kenaikan harga, Arab Saudi, eksportir minyak terbesar di dunia, memangkas harga untuk pembeli minyak mentah Asia ke hampir level terendah dalam dua bulan. Pemangkasan harga Saudi mengikuti langkah OPEC+ akhir pekan lalu untuk meningkatkan produksi sebesar 411.000 barel per hari untuk bulan Juli.

    Strategi Arab Saudi, pemimpin de facto OPEC, sebagai cara untuk menghilangkan kelebihan produksi adalah dengan memotong produksi sebesar 2,2 juta barel per hari antara Juni dan akhir Oktober, dalam upaya untuk merebut kembali pangsa pasar.

  • Harga Minyak Dunia Turun Tertekan Ekspektasi Kenaikan Produksi

    Harga Minyak Dunia Turun Tertekan Ekspektasi Kenaikan Produksi

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak dunia turun pada Jumat (30/5/2025) dan berada di jalur penurunan mingguan kedua berturut-turut. Tekanan datang dari ekspektasi kenaikan produksi oleh OPEC+ pada Juli mendatang, serta ketidakpastian pasar setelah putusan hukum terbaru membuat tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tetap berlaku.

    Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah Brent untuk kontrak Juli turun 21 sen atau 0,33% menjadi US$ 63,94 per barel pada pukul 13.26 WIB. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 22 sen atau 0,36% ke posisi US$ 60,72 per barel.

    Secara keseluruhan, kedua acuan harga minyak tersebut telah melemah sekitar 1,3% sepanjang pekan ini.

    Penurunan harga terutama dipicu oleh prospek peningkatan pasokan, seiring investor memperkirakan adanya keputusan kenaikan produksi dalam pertemuan delapan anggota OPEC+ pada akhir pekan ini.

    “Panggung sudah disiapkan untuk peningkatan produksi besar-besaran lainnya,” tulis Robert Rennie, kepala riset komoditas dan Karbon Westpac, dalam sebuah catatan.

    Ia memperkirakan kenaikan bisa melebihi 411.000 barel per hari, seperti yang disepakati pada dua pertemuan sebelumnya.

    Analis dari JPMorgan menyebutkan surplus global kini telah melebar hingga 2,2 juta barel per hari (bph). Hal ini kemungkinan akan mendorong penyesuaian harga untuk menyeimbangkan kembali sisi penawaran dan permintaan.

    Di sisi lain, dari Amerika Serikat, tarif “liberation day” yang dikenakan oleh Trump tetap berlaku setelah pengadilan banding federal memutuskan untuk memberlakukan kembali tarif tersebut. Putusan ini membalikkan keputusan pengadilan perdagangan pada Rabu (28/5/2025) yang sempat memblokir sebagian besar tarif tersebut secara langsung.

    Keputusan itu menyebabkan harga minyak turun lebih dari 1% pada Kamis (29/5/2025), karena pelaku pasar mencemaskan dampaknya. Analis memperkirakan ketidakpastian akan tetap menyelimuti pasar selama proses hukum tarif masih berjalan.

    Sejak pengumuman tarif oleh Trump pada 2 April 2025, harga minyak mentah global telah merosot lebih dari 10%.

  • Bursa Asia Melemah karena Pengadilan Banding Pertahankan Tarif Trump

    Bursa Asia Melemah karena Pengadilan Banding Pertahankan Tarif Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Pasar saham di Asia melemah pada perdagangan Jumat (30/5/2025) pagi. Hal ini terjadi setelah pengadilan banding di Amerika Serikat memutuskan untuk mempertahankan tarif impor Presiden Donald Trump, sehari setelah keputusan pengadilan sebelumnya menangguhkan kebijakan Trump dan sempat memicu reli pasar.

    Nikkei Jepang mencatat penurunan paling signifikan sebesar 1,7% pada pagi hari. Sementara itu, indeks Hang Seng Hong Kong melemah 1,4%, indeks saham unggulan Tiongkok (CSI 300) turun 0,3%, dan indeks Kospi Korea Selatan merosot 0,5%. Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang juga terpantau turun 0,4%.

    Dilansir dari Reuters, pada Kamis (29/5/2025), Pengadilan Banding Federal di Washington memulihkan sementara tarif yang diberlakukan oleh Trump, sambil mempertimbangkan banding dari pemerintah.

    Sebelumnya, pengadilan dagang AS menyatakan secara bulat bahwa Trump telah melampaui kewenangannya, karena pengenaan tarif merupakan wewenang Kongres, bukan presiden.

    “Agenda perdagangan Trump masih hidup dan berjalan, dengan pertarungan hukum yang menambah satu lapis ketidakpastian lagi,” kata Rodrigo Catril, analis senior valuta asing di National Australia Bank.

    “Satu-satunya hal yang terlihat semakin pasti adalah makin banyak ketidakpastian,” tambahnya. Ia memperkirakan hal ini akan menyebabkan penundaan tambahan dalam pengambilan keputusan investasi dan perekrutan tenaga kerja.

    Sementara itu, harga emas sebagai aset aman tidak banyak berubah di angka US$ 3.311 per troi ons. Sedangkan harga minyak mentah melemah. Brent dan West Texas Intermediate (WTI) masing-masing turun 0,3% menjadi US$ 63,97 dan US$ 60,75 per barel.

  • Harga Minyak Mentah Berpotensi Jatuh Lebih dari 1 Persen, Kenapa?

    Harga Minyak Mentah Berpotensi Jatuh Lebih dari 1 Persen, Kenapa?

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah dunia diperkirakan akan menutup pekan ini dengan penurunan lebih dari 1%, seiring kekhawatiran pasar terhadap kemungkinan peningkatan produksi OPEC+ dan ketidakpastian akibat keputusan hukum terkait tarif impor di Amerika Serikat (AS).

    Dilansir dari Reuters, pada Jumat (30/5/2025) pukul 08.04 WIB, harga minyak mentah Brent turun 26 sen atau 0,41% menjadi US$ 63,89 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 27 sen atau 0,44% menjadi US$ 60,67 per barel.

    Kekhawatiran pasar makin meningkat setelah pengadilan banding federal AS pada Kamis (29/5/2025) memutuskan untuk mengaktifkan kembali tarif impor era Presiden Donald Trump, membatalkan keputusan sebelumnya dari pengadilan perdagangan yang sempat menangguhkan tarif besar-besaran tersebut.

    Penangguhan tarif pada Rabu (29/5/2025) sempat menyebabkan harga minyak anjlok lebih dari 1%, karena pelaku pasar mempertimbangkan dampak ekonomi yang mungkin terjadi. Namun, analis memperingatkan bahwa ketidakpastian akan terus membayangi selama proses hukum masih berlangsung.

    Selain itu, Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) dijadwalkan menggelar pertemuan penting pada Sabtu (1/6/2025) untuk menentukan potensi kenaikan produksi minyak mulai Juli 2025.

    Di sisi lain, OPEC juga tengah menekan negara-negara anggotanya yang memproduksi melebihi batas yang disepakati, termasuk Kazakhstan.

  • Harga Minyak Mentah Menguat di Tengah Pembicaraan Dagang AS-China

    Harga Minyak Mentah Naik Seusai Pengadilan AS Blokir Tarif Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah dunia naik pada Kamis (29/5/2025) setelah pengadilan perdagangan Amerika Serikat (AS) memblokir penerapan tarif impor oleh Presiden Donald Trump. 

    Kenaikan harga ini juga dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap potensi sanksi baru AS terhadap ekspor minyak mentah Rusia dan keputusan OPEC+ mengenai peningkatan produksi minyak pada Juli mendatang.

    Dilansir dari Reuters, kontrak berjangka Brent naik 81 sen atau 1,25% ke level US$ 65,71 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 83 sen atau 1,34% menjadi US$ 62,62 per barel.

    Putusan pengadilan perdagangan AS pada Rabu menyatakan bahwa Trump melampaui wewenangnya saat memberlakukan tarif menyeluruh terhadap negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS. Keputusan ini mendorong sentimen risiko di pasar global yang sebelumnya waspada terhadap dampak tarif terhadap pertumbuhan ekonomi.

    “Untuk saat ini, investor mendapat jeda dari ketidakpastian ekonomi yang selama ini mereka benci,” ujar Matt Simpson, analis di City Index, Brisbane. Namun, analis memperingatkan kelegaan ini kemungkinan hanya sementara karena pemerintah AS telah menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut.

    Di sisi pasokan, pasar mencermati kemungkinan sanksi baru AS terhadap minyak Rusia. Meski demikian, menurut analis Commonwealth Bank of Australia, Vivek Dhar, ekspor minyak Rusia sejauh ini masih relatif kebal terhadap sanksi, sehingga dampak sanksi baru diperkirakan tidak akan signifikan.

    Risiko pasokan juga meningkat setelah Chevron menghentikan produksi minyak dan berbagai aktivitas lainnya di Venezuela. Penghentian ini terjadi seusai lisensi utama perusahaan dicabut oleh pemerintahan Trump. Venezuela pun membatalkan pengiriman minyak ke Chevron karena ketidakpastian pembayaran yang dipengaruhi oleh sanksi AS. Sebelum penghentian, Chevron mengekspor sekitar 290.000 barel per hari, atau lebih dari sepertiga total ekspor Venezuela.

    Sementara itu, investor juga menantikan laporan mingguan dari American Petroleum Institute (API) dan Energy Information Administration (EIA) yang akan dirilis Kamis waktu AS. 

  • Harga Minyak Turun Imbas Isu Perdagangan AS-China – Page 3

    Harga Minyak Turun Imbas Isu Perdagangan AS-China – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia melemah pada Rabu (waktu setempat) di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi yang disoroti oleh Federal Reserve (The Fed). Sentimen harga minyak lainnya, menanti pertemuan dagang antara Amerika Serikat dan China akhir pekan ini.

    Dikutip dari CNBC, Kamis (8/5/2025), Harga minyak Brent turun sebesar USD 1,03 atau 1,66% ke level USD 61,12 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) melemah USD 1,02 atau 1,73% menjadi USD 58,07 per barel.

    The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan, namun menyatakan bahwa ketidakpastian terhadap prospek ekonomi telah meningkat. Dalam pernyataannya, The Fed juga menilai risiko inflasi dan pengangguran lebih tinggi kini makin nyata.

    Sentimen negatif juga diperburuk oleh keputusan OPEC+ untuk mempercepat peningkatan produksi minyak, yang memicu kekhawatiran akan kelebihan pasokan global di tengah tekanan permintaan akibat tarif AS yang semakin membebani ekonomi global.

    Pertemuan Dagang AS-China Dinanti, Namun Ekspektasi Tetap Rendah

    Pertemuan antara AS dan China yang dijadwalkan berlangsung di Swiss menjadi fokus investor. Ini dianggap sebagai langkah awal untuk meredakan perang dagang yang telah mengganggu perekonomian dunia. Namun, analis menilai peluang tercapainya terobosan signifikan masih rendah.

    “Meski pertemuan ini bisa menjadi tanda mencairnya hubungan, ekspektasi untuk hasil konkret tetap tipis,” ujar Thiago Duarte, analis pasar dari Axi.

    Menurutnya, tanpa konsesi besar dari China, kecil kemungkinan akan terjadi deeskalasi lebih lanjut. Investor juga menantikan arah kebijakan The Fed selanjutnya, dengan ekspektasi suku bunga tetap di kisaran 4,25%–4,50% hingga pertemuan berikutnya pada 29-30 Juli.

     

  • Harga Minyak Dunia Bangkit Usai Capai Titik Terendah, Brent dan WTI Dipatok Segini – Page 3

    Harga Minyak Dunia Bangkit Usai Capai Titik Terendah, Brent dan WTI Dipatok Segini – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak naik lebih dari 3% pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) di tengah tanda-tanda meningkatnya permintaan di Eropa dan China. Selain itu, harga minyak dunia juga dipengaruhi  meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan munculnya pembeli sehari setelah harga minyak anjlok ke level terendah dalam empat tahun akibat keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi.

    Dikutip dari CNBC, Rabu (7/5/2025), harga minyak Brent naik USD 1,92 atau 3,19% dan ditutup pada harga USD 62,15 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS  (WTI) naik USD 1,16a tau 3,43% dan ditutup pada USD 59,09.

    Kedua acuan harga minyak dunia itu naik, sehari setelah mencapai titik terendah sejak Februari 2021.

    OPEC+, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu seperti Rusia, memutuskan pada akhir pekan untuk  mempercepat  kenaikan produksi minyak untuk bulan kedua berturut-turut.

    “Setelah mengevaluasi langkah OPEC+ terbaru untuk mempercepat pelonggaran pemotongan pasokan, pelaku pasar berfokus pada perkembangan perdagangan dan kemungkinan … bahwa kesepakatan perdagangan akan tercapai,” kata Tamas Varga, Analis di PVM.

    Varga juga menunjuk pada peningkatan premi risiko geopolitik di Timur Tengah saat Israel menyerang  sasaran Houthi yang didukung Iran di Yaman  sebagai pembalasan atas serangan di bandara Ben Gurion.

    Harga minyak juga mendapat dukungan setelah konsumen di  Tiongkok  meningkatkan pengeluaran selama perayaan May Day dan ketika pelaku pasar kembali setelah liburan lima hari.

    “China juga dibuka kembali hari ini, dan sebagai importir (minyak) terbesar, pembeli kemungkinan besar akan berbondong-bondong mengamankan minyak pada level rendah saat ini,” kata Priyanka Sachdeva, Analis Pasar Senior Phillip Nova.