Produk: West Texas Intermediate

  • Harga Minyak Dunia Anjlok, WTI Melemah di Posisi 70,27 Dolar Per Barel Dampak Gejolak Pasar China – Halaman all

    Harga Minyak Dunia Anjlok, WTI Melemah di Posisi 70,27 Dolar Per Barel Dampak Gejolak Pasar China – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Harga minyak mentah di perdagangan pasar global anjlok di level terendah pekan ini, buntut melemahnya belanja konsumen di Tiongkok, selaku importir minyak terbesar di dunia.

    Gejolak pasar di China mulai terjadi setelah  Biro Statistik Nasional China mengumumkan data IHK yang menjadi tolok ukur utama inflasi, naik 0,2 persen pada bulan November secara tahunan, dan turun dari 0,3 persen pada bulan Oktober.

    Kondisi ini mengindikasikan adanya tekanan deflasi di perekonomian China, yang menjadi sinyal bahwa permintaan domestik tetap lemah sehingga memberikan tekanan pada Beijing untuk meningkatkan stimulus bagi ekonomi yang rapuh yang menghadapi tarif perdagangan AS di bawah pemerintahan Trump yang kedua.

    Serangkaian tekanan ini lantas meningkatkan kekhawatiran investor terhadap kesehatan ekonomi China sebagai importir minyak mentah terbesar di dunia, hingga mereka melakukan wait and see membuat harga minyak anjlok ke level terendah di pekan ini.

    Mengutip dari Reuters, selama 24 jam terakhir harga minyak mentah Brent ditutup pada di level terendah yakni 73,91 per barel, turun 58 sen, atau 0,8 persen lebih rendah dari rekor tertinggi pada 22 November lalu.

    Sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup pada level 70,71 per barel, turun 58 sen, dan juga turun 0,8 persen dari rekor tertinggi sejak 7 November.

    Selain dampak pasar China, harga minyak mentah melemah tipis dari level tertinggi dalam beberapa minggu terakhir imbas ketegangan investor jelang rapat pemangkasan suku bunga yang dilakukan Bank sentral AS The Fed.

    Risalah Fed mengungkapkan bahwa sebagian besar pejabat Fed condong ke arah potensi penurunan suku bunga sebesar 0,25 persen atau sekitar 50 bps pada pertemuan pekan depan,

    Penundaan pelonggaran kebijakan moneter dan mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama memiliki implikasi besar pergerakan harga minyak dunia. Lantaran keputusan ini berpotensi Sikap The Fed memicu kekhawatiran pertumbuhan ekonomi terkait adanya melambat permintaan bahan bakar.

    Ketegangan investor semakin diperparah dengan adanya kekhawatiran tentang gangguan pasokan jika terjadi sanksi tambahan dari AS terhadap pemasok utama seperti Rusia dan Iran. 

    Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, mengatakan kepada Reuters pada hari Jumat bahwa AS sedang mempertimbangkan sanksi lebih lanjut terhadap armada kapal tanker “gelap” dan tidak menutup kemungkinan sanksi terhadap bank-bank China.

    Langkah ini diklaim dapat mengurangi pendapatan minyak Rusia dan akses negara tersebut ke pasokan luar negeri yang digunakan untuk mendanai perang di Ukraina.

     Namun sanksi baru AS terhadap entitas yang memperdagangkan minyak Iran telah memicu masalah baru,  mengurangi daya beli investor yang kemudian membuat harga minyak anjlok,

     

  • Harga Minyak Anjlok Gara-gara Belanja Konsumen Tiongkok Lesu

    Harga Minyak Anjlok Gara-gara Belanja Konsumen Tiongkok Lesu

    Houston: Harga minyak berjangka merosot dari level tertinggi dalam beberapa minggu pada perdagangan Senin waktu setempat (Selasa WIB) karena melemahnya belanja konsumen di Tiongkok, importir minyak terbesar di dunia.
     
    Selain itu, lemahnya harga minyak global juga karena langkah investor yang menghentikan pembelian menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve Amerika Serikat (AS).
     
    Mengutip Yahoo Finance, Selasa, 17 Desember 2024, harga minyak mentah Brent ditutup pada USD73,91 per barel, turun 58 sen, atau 0,8 persen lebih rendah, setelah mencapai harga tertinggi sejak 22 November pada perdagangan Jumat lalu.
    Sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup pada USD70,71 per barel, turun 58 sen, dan juga turun 0,8 persen pada sesi tersebut setelah mencatat penutupan tertinggi sejak 7 November.
     
    Minggu lalu, minyak diuntungkan oleh ekspektasi pasokan akan semakin ketat dengan sanksi tambahan terhadap produsen minyak mentah Rusia dan Iran, sementara kemungkinan penurunan suku bunga di AS dan Eropa akan memacu permintaan.
     
    Adapun, penjualan ritel Tiongkok lebih lambat dari yang diharapkan, sehingga memberikan tekanan pada Beijing untuk meningkatkan stimulus bagi ekonomi yang rapuh yang menghadapi tarif perdagangan AS di bawah pemerintahan Trump yang kedua.
     
    Prospek Tiongkok turut mendorong keputusan kelompok produsen minyak OPEC+ untuk menunda rencana peningkatan produksi hingga April. Pedagang juga mengambil untung sambil menunggu keputusan Bank Sentral AS tentang suku bunga minggu ini.
     
    Analis pasar IG Tony Sycamore mengatakan aksi ambil untung ringan diperkirakan terjadi setelah harga melonjak lebih dari enam persen minggu lalu. Dia mencatat, banyak bank dan dana kemungkinan telah menutup pembukuan mereka karena berkurangnya minat terhadap posisi selama musim liburan.
     

     

    The Fed bakal pangkas suku bunga

    The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga hingga seperempat poin persentase pada pertemuannya 17-18 Desember, yang juga akan memberikan gambaran terkini tentang seberapa jauh pejabat Fed berpikir mereka akan memangkas suku bunga pada 2025 dan mungkin hingga 2026.
     
    Suku bunga yang lebih rendah dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak.
     
    Harga minyak semakin tertekan oleh dolar AS, yang sempat mendekati level tertinggi tiga minggu terhadap mata uang utama lainnya, menjelang pertemuan bank sentral minggu ini.
     
    Dolar AS dan komoditas seperti minyak mentah cenderung diperdagangkan secara terbalik. Para investor juga mencermati laporan persediaan minyak AS yang akan terbit minggu ini sebagai petunjuk.
     
    Persediaan minyak mentah dan sulingan AS diperkirakan turun minggu lalu, sementara persediaan bensin kemungkinan naik, jajak pendapat awal Reuters menunjukkan menjelang laporan dari American Petroleum Institute dan dari Energy Information Administration.
     
    Empat analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan rata-rata persediaan minyak mentah turun sekitar 1,9 juta barel dalam seminggu hingga 13 Desember.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Harga Minyak Mentah Melorot Akibat Sentimen China dan Kebijakan Suku Bunga The Fed

    Harga Minyak Mentah Melorot Akibat Sentimen China dan Kebijakan Suku Bunga The Fed

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah mengalami tekanan pada perdagangan, Senin (16/12/2024). Kenaikan ini dipengaruhi oleh penurunan belanja konsumen di China, yang merupakan importir minyak terbesar dunia. Selain itu, investor tampak waspada menjelang keputusan suku bunga dari Federal Reserve (The Fed).

    Melansir Reuters, Selasa (17/12/2024), harga minyak Brent turun 58 sen atau 0,8% menjadi US$ 73,91 per barel, setelah sebelumnya menyentuh level tertinggi sejak 22 November. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat merosot sebesar 58 sen atau 0,8%, ditutup pada US$ 70,71 per barel, setelah mencapai level penutupan tertinggi sejak 7 November.

    Pekan lalu, harga minyak mendapat dorongan dari ekspektasi berkurangnya pasokan akibat sanksi baru terhadap Rusia dan Iran, dua produsen minyak utama dunia. Selain itu, penurunan suku bunga di AS dan Eropa diperkirakan dapat meningkatkan permintaan energi.

    Namun, lambatnya pertumbuhan penjualan ritel di China telah menambah tekanan bagi pemerintah negara tersebut untuk memperluas langkah-langkah stimulus ekonomi hingga membuat harga minyak mentah turun.

    “Situasi ini menciptakan skenario yang sangat bearish karena minimnya prospek pertumbuhan permintaan minyak mentah,” ujar Direktur Energi Futures Mizuho Bob Yawger.

    Pesimisme ini juga tercermin dalam keputusan OPEC+ untuk menunda rencana peningkatan produksi hingga April 2025.

    “Stimulus ekonomi yang diterapkan sejauh ini tampaknya belum cukup untuk meningkatkan konsumsi. Jika tidak ada perubahan signifikan dalam pola belanja konsumen, pertumbuhan ekonomi China berpotensi tertahan,” jelas broker minyak PVM John Evans.

    Selain itu, harga minyak mentah turun karena beberapa investor terlihat mengambil keuntungan setelah harga minyak mencatat kenaikan lebih dari 6% pada minggu sebelumnya. Pergerakan ini terjadi menjelang keputusan The Fed, yang diprediksi akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 0,25% dalam pertemuan yang berlangsung pada 17-18 Desember 2024.

    “Pemangkasan suku bunga kemungkinan akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan memberikan dorongan bagi permintaan minyak,” kata analis pasar IG Tony Sycamore.

    Namun, penguatan dolar AS yang mendekati level tertinggi dalam tiga minggu terhadap mata uang utama lainnya turut memberikan tekanan tambahan pada harga minyak.

    Pelaku pasar juga menantikan laporan inventori minyak AS untuk mendapatkan panduan lebih lanjut terkait harga minyak mentah. Berdasarkan survei awal yang dilakukan Reuters, stok minyak mentah AS diperkirakan turun sekitar 1,9 juta barel selama pekan yang berakhir 13 Desember, sementara persediaan bensin diprediksi mengalami peningkatan.

  • Harga Minyak Naik Seiring Sanksi Baru terhadap Rusia dan Iran

    Harga Minyak Naik Seiring Sanksi Baru terhadap Rusia dan Iran

    Chicago, Beritasatu.com – Harga minyak naik 2% ke level tertinggi dalam 3 minggu pada perdagangan Jumat (13/12/2024) di tengah ekspektasi sanksi tambahan terhadap Rusia dan Iran sehingga dapat memperketat pasokan minyak. 

    Harga minyak mentah Brent naik US$ 1,08 atau 1,5% ditutup pada US$ 74,49 per barel dan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) acuan AS naik US$ 1,27 atau 1,8% ditutup pada US$ 71,29.

    Itu adalah penutupan tertinggi harga minyak Brent sejak 22 November 2024 dan membuat kontrak naik 5% dalam seminggu. Sementara harga minyak WTI membukukan kenaikan 6% dalam seminggu dan ditutup pada level tertinggi sejak 7 November.

    “Kenaikan harga minyak didorong ekspektasi sanksi lebih ketat terhadap Rusia dan Iran, ekonomi Tiongkok, kekacauan politik Timur Tengah, dan prospek penurunan suku bunga Fed (Federal Reserve AS) minggu depan,” kata analis di firma penasihat energi Ritterbusch and Associates dikutip CNBC International.

    Para duta besar Uni Eropa sepakat mengenakan paket sanksi ke-15 terhadap Rusia minggu ini menyusul perang melawan Ukraina. Sementara AS sedang mempertimbangkan langkah serupa .

    Adapun Inggris, Prancis, dan Jerman menyampaikan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa mereka siap jika diperlukan untuk menjadi apa yang disebut snap back dari semua  sanksi internasional terhadap Iran. Langkah itu untuk mencegah negara tersebut memperoleh senjata nuklir.

    Sementara data Tiongkok minggu ini menunjukkan impor minyak mentah tumbuh pada November untuk pertama kalinya dalam 7 bulan. Angka itu diperkirakan akan tetap tinggi hingga awal 2025 karena para penyuling menambah pasokan dari eksportir minyak terbesar Arab Saudi, yang tertarik dengan harga rendah. 

    Sedangkan Badan  Energi Internasional  (IEA) memperkirakan, permintaan minyak global 2025 naik menjadi 1,1 juta barel per hari (bph) dari 990.000 bph bulan lalu, menyusul langkah-langkah stimulus China.

    IEA memperkirakan surplus minyak pada tahun depan ketika negara-negara non-OPEC+ akan meningkatkan pasokan sekitar 1,5 juta barel per hari, didorong Argentina, Brasil, Kanada, Guyana, dan AS. 

    Para investor juga memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga AS minggu depan, setelah data menunjukkan klaim mingguan asuransi pengangguran meningkat.

    Di sisi lain, empat  pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa mendukung pemotongan suku bunga asalkan inflasi mencapai target bank sebesar 2% seperti yang diharapkan.

    Suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.

  • Pasar Bergejolak, Harga Minyak Dunia Tergelincir di Tengah Beragam Sentimen

    Pasar Bergejolak, Harga Minyak Dunia Tergelincir di Tengah Beragam Sentimen

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak dunia mengalami penurunan pada perdagangan Kamis (12/12/2024) di tengah berbagai sentimen yang memengaruhi pasar. Salah satunya prediksi pasokan yang melimpah hingga ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).

    Mengutip Reuters, Jumat (13/12/2024), harga minyak mentah Brent turun sebesar 11 sen (0,15%) menjadi US$ 73,41 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 27 sen (0,38%) ke US$ 70,02 per barel.

    Badan Energi Internasional (IEA) melakukan sedikit revisi terhadap proyeksi permintaan minyak untuk 2024, tetapi tetap memperkirakan pasokan akan mencukupi kebutuhan pasar.

    Di sisi lain, OPEC pada Rabu (11/12/2024) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak untuk 2024, menjadi revisi kelima secara berturut-turut. Hal itu disebut memengaruhi harga minyak dunia yang merosot.

    “Jika melihat data yang tersedia, IEA menyatakan bahwa surplus pasokan seharusnya sudah terjadi saat ini,” ungkap analis Price Futures Group Phil Flynn.

    Data IEA menunjukkan, pada Oktober, stok minyak global mengalami penurunan sebanyak 39,3 juta barel akibat aktivitas kilang yang rendah bersamaan dengan meningkatnya permintaan minyak global.

    Di Amerika Serikat, inflasi tercatat sedikit meningkat pada November sesuai ekspektasi para ekonom. Hal ini memicu keyakinan bahwa The Fed kemungkinan besar akan kembali memangkas suku bunga, mendorong optimisme terhadap prospek ekonomi dan permintaan energi.

    “Laporan inflasi memberikan angin segar bagi pasar. Meski tidak sempurna, tingkat inflasi tampaknya cukup rendah untuk memungkinkan The Fed menurunkan suku bunga pada pertemuan mendatang,” jelas kepala analis komoditas SEB Bjarne Schieldrop terkait harga minyak dunia yang melemah.

  • Harga Minyak Mentah Naik Dipicu Kenaikan Permintaan China

    Harga Minyak Mentah Naik Dipicu Kenaikan Permintaan China

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah mengalami kenaikan pada Selasa (10/12/2024), didorong oleh peningkatan permintaan di China sebagai importir minyak terbesar dunia, serta potensi ketatnya pasokan energi di Eropa saat musim dingin mendatang.

    Dilansir dari Reuters, minyak mentah Brent ditutup menguat 0,07% menjadi US$ 72,19 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) naik 0,32% ke level US$ 68,59 per barel. Sebelumnya, kedua acuan harga minyak ini mencatat kenaikan lebih dari 1% pada perdagangan Senin.

    Kenaikan harga minyak mentah turut didukung oleh laporan bahwa China akan menerapkan kebijakan moneter “cukup longgar” pada 2025 untuk mendorong pertumbuhan ekonominya. Hal ini merupakan langkah pelonggaran pertama dalam 14 tahun terakhir. Selain itu, data menunjukkan impor minyak mentah China meningkat secara tahunan pada November 2024 yang menunjukkan pertumbuhan pertama dalam tujuh bulan terakhir.

    Namun, Tamas Varga, analis dari PVM Oil, menilai lonjakan impor ini lebih disebabkan oleh aktivitas penimbunan minyak daripada peningkatan konsumsi nyata. 

    “Ekonomi China akan pulih apabila sentimen membaik dan konsumsi domestik naik, tercermin dari pertumbuhan inflasi konsumen yang sehat,” jelasnya.

    Di pasar Eropa, spekulasi terkait permintaan musim dingin juga mendukung kenaikan harga. Sementara itu, stabilitas geopolitik di Timur Tengah turut menjadi sorotan. Meski Suriah bukan produsen minyak utama, posisinya yang strategis dan hubungannya dengan Rusia dan Iran tetap menjadi faktor penting. 

    Ahli strategi IG, Yeap Jun Rong, menyatakan ketegangan yang terkendali di kawasan ini mengurangi kekhawatiran terkait gangguan pasokan minyak global.

    Kebijakan moneter AS juga berpotensi memengaruhi harga minyak mentah. Apabila Federal Reserve memangkas suku bunga hingga 0,25% pada pertemuan 17-18 Desember mendatang, permintaan minyak di AS, sebagai ekonomi terbesar dunia, bisa meningkat. Namun, keputusan tersebut masih bergantung pada data inflasi terbaru yang akan dirilis pekan ini.

  • Harga Minyak Turun Tipis Direm Situasi Suriah Usai Assad Jatuh

    Harga Minyak Turun Tipis Direm Situasi Suriah Usai Assad Jatuh

    Jakarta, CNN Indonesia

    Harga minyak mentah turun sedikit pada perdagangan Selasa (10/12) setelah sempat naik 1 persen kemarin.

    Namun, kondisi Suriah setelah digulingkannya Presiden Bashar al-Assad oleh pemberontak, serta kebijakan fiskal China berhasil meredam harga anjlok terlalu dalam.

    Harga minyak mentah Brent turun 13 sen atau sekitar 0,2 persen menjadi US$72,01 per barel. Sementara, harga minyak mentah West Texas Intermediate AS (AS) turun 14 sen atau 0,2 persen ke US$68,23 per barel.

    Meskipun Suriah bukan produsen minyak utama, tetapi negara itu berlokasi strategis dan memiliki hubungan yang kuat dengan Rusia dan Iran, para produsen minyak anggota OPEC+.

    Perubahan rezim di Suriah dapat meningkatkan ketidakstabilan regional. Kekhawatiran ini menjaga harga minyak dari ‘longsor’.

    “Meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah setelah runtuhnya pemerintah Suriah telah menambahkan sedikit premi risiko pada harga minyak mentah,” kata ANZ Research dikutip Reuters.

    Harga minyak juga ditopang laporan bahwa Tiongkok akan mengadopsi kebijakan moneter yang cukup longgar tahun depan. Pelonggaran ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di negara pengimpor minyak terbesar dunia tersebut.

    Selain itu, penurunan inflasi konsumen Tiongkok ke level terendah dalam lima bulan pada November menyeret sentimen investor. Analis memperkirakan harga minyak mentah akan diuntungkan dari stimulus fiskal China.

    “Saya pikir pelemahan pagi ini akan terbukti menjadi peluang pembelian yang baik, dengan harapan minyak mentah akan bergerak menuju puncak kisaran terkininya sekitar US$72,50 per barel,” kata Tony Sycamore, analis di IG.

    (pta/pta)

  • Harga Minyak Mentah Turun Lebih dari 1 Persen karena Kekhawatiran Kelebihan Pasokan

    Harga Minyak Mentah Turun Lebih dari 1 Persen karena Kekhawatiran Kelebihan Pasokan

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah dunia turun lebih dari 1% pada Jumat (6/12/2024). Penurunan ini memperpanjang kerugian mingguan karena para analis memprediksi adanya kelebihan pasokan pada tahun mendatang akibat lemahnya permintaan.

    Hal ini terjadi meskipun OPEC+ memutuskan untuk menunda kenaikan produksi minyak mentah dan memperpanjang pemangkasan produksi yang besar hingga akhir 2026.

    Dilansir dari Reuters, minyak mentah Brent turun 97 sen atau 1,4% mencapai US$ 71,12 per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) melemah US$ 1,10 atau 1,6% mencapai US$ 67,20 per barel. Sealma sepekan, harga Brent terpangkas lebih dari 2,5%, sementara WTI merosot 1,2%.

    Faktor Penekan Harga Minyak
    Peningkatan jumlah rig minyak dan gas yang beroperasi di AS pekan ini menjadi salah satu faktor yang mendorong harga minyak mentah turun. Produksi minyak dari negara produsen minyak mentah terbesar dunia tersebut terus meningkat.

    Pada Kamis (5/12/2024), organisasi negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya yang dikenal sebagai OPEC+ mengumumkan penundaan kenaikan produksi minyak selama tiga bulan hingga April 2024, dan memperpanjang pemangkasan penuh hingga akhir 2026.

    Menurut Direktur Energi Berjangka Mizuho, Bob Yawger, pelemahan permintaan global, terutama dari China sebagai importir utama minyak mentah, telah membebani pasar dan membuat harga minyak mentah turun.

    Analis dari HSBC Global Research mengatakan keputusan OPEC+ untuk menunda kenaikan produksi mencerminkan tantangan permintaan yang masih lesu. HSBC memproyeksikan surplus pasar minyak akan mencapai 0,2 juta barel per hari pada tahun depan, lebih kecil dari prediksi sebelumnya sebesar 0,5 juta barel per hari.

    Laporan pasar tenaga kerja AS yang menunjukkan peningkatan perekrutan, tetapi disertai kenaikan tingkat pengangguran, turut memperpanjang tekanan yang membuat harga minyak mentah turun.

  • Harga Minyak Merosot Usai OPEC+ Tunda Peningkatan Produksi – Page 3

    Harga Minyak Merosot Usai OPEC+ Tunda Peningkatan Produksi – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak mentah turun pada Rabu di tengah antisipasi keputusan OPEC+ terkait pasokan, meskipun penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan pekan lalu memberikan dukungan terhadap harga.

    Dikutip dari CNBC, Kamis (5/12/2024), harga minyak mentah Brent turun USD 1,18 atau 1,6%, menjadi USD 72,44 per barel pada pukul 14:24 ET. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 1,23 atau 1,76%, menjadi USD 68,71 per barel.

    Sehari sebelumnya, Brent mencatat kenaikan terbesar dalam dua pekan, dengan lonjakan sebesar 2,5%.

    Pasar Tunggu Keputusan OPEC+

    Investor terus memantau pertemuan mendatang Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya dalam OPEC+, yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis. Menurut sumber industri yang dikutip Reuters, kelompok tersebut kemungkinan akan memperpanjang pemangkasan produksi hingga akhir kuartal pertama tahun depan.

    “Meski penundaan penghentian pemangkasan produksi sudah diperkirakan, retorika yang muncul dari pertemuan ini akan memiliki dampak paling besar,” kata Matt Smith, analis utama minyak untuk wilayah Amerika di Kpler.

    OPEC+ diketahui sedang merencanakan penghapusan pemangkasan pasokan secara bertahap sepanjang tahun depan.

    Administrasi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS mengalami penurunan yang lebih besar dari perkiraan pekan lalu, akibat peningkatan aktivitas kilang. Namun, stok bensin dan distilat justru meningkat lebih dari yang diperkirakan.

    “Lonjakan aktivitas kilang, dengan tingkat operasi mencapai level tertinggi sejak musim panas, mengakibatkan inventori minyak mentah menurun sementara stok produk olahan meningkat,” ujar Matt Smith.

    Meskipun demikian, momentum bullish hanya memberikan dukungan terbatas pada harga minyak.

     

  • Harga Minyak Tertekan, Pasar Tunggu Keputusan OPEC – Page 3

    Harga Minyak Tertekan, Pasar Tunggu Keputusan OPEC – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah turun pada Rabu di tengah antisipasi keputusan OPEC+ terkait pasokan, meskipun penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan pekan lalu memberikan dukungan terhadap harga.

    Dikutip dari CNBC, Kamis (5/12/2024), harga minyak mentah Brent turun USD 1,18 atau 1,6%, menjadi USD 72,44 per barel pada pukul 14:24 ET. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 1,23 atau 1,76%, menjadi USD 68,71 per barel.

    Sehari sebelumnya, Brent mencatat kenaikan terbesar dalam dua pekan, dengan lonjakan sebesar 2,5%.

    Pasar Tunggu Keputusan OPEC+

    Investor terus memantau pertemuan mendatang Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya dalam OPEC+, yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis. Menurut sumber industri yang dikutip Reuters, kelompok tersebut kemungkinan akan memperpanjang pemangkasan produksi hingga akhir kuartal pertama tahun depan.

    “Meski penundaan penghentian pemangkasan produksi sudah diperkirakan, retorika yang muncul dari pertemuan ini akan memiliki dampak paling besar,” kata Matt Smith, analis utama minyak untuk wilayah Amerika di Kpler.

    OPEC+ diketahui sedang merencanakan penghapusan pemangkasan pasokan secara bertahap sepanjang tahun depan.

    Administrasi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS mengalami penurunan yang lebih besar dari perkiraan pekan lalu, akibat peningkatan aktivitas kilang. Namun, stok bensin dan distilat justru meningkat lebih dari yang diperkirakan.

    “Lonjakan aktivitas kilang, dengan tingkat operasi mencapai level tertinggi sejak musim panas, mengakibatkan inventori minyak mentah menurun sementara stok produk olahan meningkat,” ujar Matt Smith.

    Meskipun demikian, momentum bullish hanya memberikan dukungan terbatas pada harga minyak.