Produk: West Texas Intermediate

  • Harga Minyak Anjlok Parah Gara-Gara Donald Trump – Page 3

    Harga Minyak Anjlok Parah Gara-Gara Donald Trump – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak Amerika Serikat (AS) turun di bawah USD 60 per barel pada hari Minggu (Senin waktu Jakarta) di tengah kekhawatiran tarif global Presiden Donald Trump akan mendorong AS, dan mungkin dunia, ke dalam resesi.

    Dikutip dari CNBC, Senin (7/4/2025), harga  minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS  turun lebih dari 3% menjadi USD 59,74 pada Minggu malam. Penurunan ini terjadi setelah penurunan berturut-turut sebesar 6% minggu lalu. WTI kini berada pada level terendah sejak April 2021.

    Kekhawatiran meningkat bahwa tarif dapat menyebabkan harga yang lebih tinggi bagi bisnis, yang dapat mengakibatkan perlambatan aktivitas ekonomi yang pada akhirnya akan merugikan permintaan minyak. 

    “(Tarif yang akan mulai berlaku minggu ini) kemungkinan akan mendorong ekonomi AS dan mungkin global ke dalam resesi tahun ini,” menurut JPMorgan.

    Perusahaan tersebut pada hari Kamis menaikkan peluangnya untuk mengalami resesi tahun ini menjadi 60% setelah penerapan tarif, naik dari 40%. 

    Harga Minyak Merosot ke Level Terendah dalam 3 Tahun

    Sebelumnya, harga minyak mentah turun ke level terendah dalam periode tiga tahun terakhir. Harga minyak Amerika Serikat (AS) anjlok ke level terendah sejak 2021 dipicu oleh kekhawatiran bahwa kebijakan tarif yang diumumkan oleh Amerika Serikat (AS) akan membebani pertumbuhan ekonomi dunia.

    Mengutip CNBC, Sabtu (5/4/2025), harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) ASturun lebih dari 6% pada hari Jumat, sehingga harga per barel menjadi USD 62,72. Pada satu titik, harga sempat turun di bawah level USD 61 per barel. Penurunan ini menyusul setelah anjloknya harga minyak 6,6% pada hari Kamis.

     

  • Tarif Impor Trump Bikin Harga Minyak Dunia Anjlok

    Tarif Impor Trump Bikin Harga Minyak Dunia Anjlok

    Jakarta

    Perusahaan jasa ladang minyak di Amerika Serikat (AS) siap-siap menghadapi pukulan karena tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump. Tarif tersebut mengacaukan rantai pasokan dan membuat harga minyak jatuh.

    Perusahaan jasa keuangan Morningstar menurunkan estimasi nilai wajarnya untuk tiga perusahaan jasa ladang minyak besar, SLB, Halliburton, dan Baker Hughes sebesar 3-6% setelah pengumuman tarif Trump pada hari Rabu lalu.

    Perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengalami penurunan pendapatan ladang minyak sebesar 2%-3% pada 2025. Untuk setiap dolar yang hilang dalam pendapatan, Morningstar memperkirakan tiga perusahaan besar dapat mengalami kerugian laba operasi sebesar US$ 1,25 – US$1,35.

    “Pipa, alat penyambung katup, batang pengisap akan terkena dampak tarif, yang akan dirasakan oleh tiga perusahaan besar khususnya yang memiliki strategi pengadaan multinasional,” kata Wakil Presiden Penelitian Rantai Rasokan Rystad Energy, Ryan Hassler, mengutip Reuters pada Sabtu (5/4/2025).

    Menurut data dari LSEG, saham SLB, perusahaan jasa minyak terbesar di dunia, anjlok 12% pada hari Jumat (4/4/2025) menjadi US$ 34,60, terendah sejak September 2022. Semenatra itu, saham Halliburton anjlok 10% menjadi lebih dari US$ 20, dan Baker Hughes anjlok 11% menjadi sekitar US$ 36,40.

    Trump memberlakukan tarif timbal balik pada hari Rabu, menerapkan bea masuk dasar sebesar 10% pada sebagian besar impor AS, dengan beberapa negara, termasuk China, menghadapi pungutan yang jauh lebih tinggi.

    Harga minyak anjlok pada Jumat setelah China, importir minyak mentah terbesar dunia, menaikkan tarif atas barang-barang AS, dalam eskalasi paling serius dalam perang dagang global yang membuat investor khawatir tentang resesi, dan penurunan permintaan minyak berikutnya.

    Harga minyak mentah berjangka turun lebih dari 8% dalam perdagangan kemarin sore, menuju penutupan terendah sejak pertengahan pandemi Covid-19 pada 2021. Harga minyak mentah acuan global Brent jatuh hingga US$ 64,03 per barel sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS mencapai titik terendah US$ 66,90.

    “Jika kisaran harga per barel dari WTI yang lebih rendah US$ 60 per barel bertahan untuk jangka waktu yang lama, aktivitas di sektor serpih AS dapat menurun menjelang paruh kedua tahun ini,” kata Hassler.

    Bank investasi JP Morgan mengatakan bahwa pihaknya kini melihat peluang sebesar 60% bagi ekonomi global untuk memasuki resesi pada akhir tahun, naik dari 40% sebelumnya.

    “Tampaknya perdagangan global mulai ditutup sebagaimana yang kita ketahui, dan masa depan yang dekat ini sangat tidak pasti. Ancaman resesi menjadi perhatian utama, dan investor mulai menjauh dari aset berisiko seperti minyak dan ekuitas,” kata Tamas Varga, analis di PVM Oil Associates.

    (fdl/fdl)

  • Harga Minyak Merosot ke Level Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya – Page 3

    Harga Minyak Merosot ke Level Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak mentah turun ke level terendah dalam periode tiga tahun terakhir. Harga minyak Amerika Serikat (AS) anjlok ke level terendah sejak 2021 dipicu oleh kekhawatiran bahwa kebijakan tarif yang diumumkan oleh Amerika Serikat (AS) akan membebani pertumbuhan ekonomi dunia.

    Mengutip CNBC, Sabtu (5/4/2025), harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) ASturun lebih dari 6% pada hari Jumat, sehingga harga per barel menjadi USD 62,72. Pada satu titik, harga sempat turun di bawah level USD 61 per barel. Penurunan ini menyusul setelah anjloknya harga minyak 6,6% pada hari Kamis.

    Penurunan cepat harga minyak dunia ini terjadi karena dinamika permintaan-penawaran untuk pasar energi terpukul di kedua sisi.

    Para ekonom Wall Street melihat kebijakan tarif yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump minggu ini telah meningkatkan kemungkinan terjadinya resesi global.

    Prospek ekonomi merupakan faktor utama harga minyak, karena baik konsumen yang menggunakan bensin untuk mobil mereka atau produsen kimia yang menggunakan energi sebagai bahan baku dalam produksi mereka meningkatkan permintaan minyak mentah.

    “Meskipun saat ini sulit untuk memprediksi arah perkembangan secara keseluruhan, kami percaya bahwa, untuk harga minyak, lintasannya jelas satu arah,” kata kepala analis komoditas global JPMorgan Natasha Kaneva, dalam catatan kepada klien pada hari Jumat.

     

  • Saham Merosot, Harga Minyak Anjlok, Wall Street Terseok-seok

    Saham Merosot, Harga Minyak Anjlok, Wall Street Terseok-seok

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang mengguncang pasar global pada Rabu 2 April 2025. Dia mengonfirmasi, akan memberlakukan tarif dasar sebesar 10% pada semua impor ke AS, serta tarif yang lebih tinggi pada puluhan negara lainnya, termasuk beberapa mitra dagang utama seperti China, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.

    Kebijakan ini semakin memperdalam perang dagang dan meningkatkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi global.

    Tarif Baru: Mengubah Tatanan Perdagangan Dunia

    Dalam pernyataannya di Taman Mawar Gedung Putih, Donald Trump menegaskan bahwa tarif ini adalah bentuk “timbal balik” terhadap kebijakan perdagangan negara lain yang dianggap merugikan AS.

    “Selama beberapa dekade, negara kita telah dijarah, dijarah, diperkosa dan dijarah oleh negara-negara dekat dan jauh, baik teman maupun musuh,” ucapna.

    Tarif baru ini mencakup pungutan sebesar 34% untuk impor dari China, meningkat dari tarif 20% yang sudah berlaku sebelumnya. Jepang menghadapi tarif 24%, Vietnam 46%, dan Korea Selatan 25%. Uni Eropa juga tidak luput, dengan tarif sebesar 20%.

    Menurut seorang pejabat Gedung Putih yang berbicara secara anonim, tarif ini akan berlaku pada 9 April 2025, sementara tarif dasar 10% mulai diberlakukan pada Sabtu 5 April 2025. Namun, kebijakan ini tidak berlaku untuk beberapa barang tertentu seperti tembaga, obat-obatan, semikonduktor, kayu, emas, energi, dan “mineral tertentu yang tidak tersedia di AS”.

    Selain itu, Donald Trump juga menutup celah perdagangan yang memungkinkan pengiriman paket bernilai rendah (di bawah 800 dolar AS atau setara Rp13,2 juta) bebas bea dari China dan Hong Kong, kebijakan yang dikenal sebagai “de minimis.” Peraturan baru ini mulai berlaku pada 2 Mei 2025.

    Pasar Keuangan Terguncang: Saham Merosot, Minyak Anjlok

    Pengumuman tarif ini segera memicu kekacauan di pasar keuangan. Saham berjangka AS anjlok setelah pengumuman tersebut, dengan Nasdaq berjangka turun 4%, S&P 500 berjangka turun 3,3%, dan Nikkei berjangka jatuh lebih dari 4%.

    Pasar Asia juga terkena dampak besar, dengan saham Australia turun 2%. ETF Vietnam Van Eck (VNM.Z) merosot lebih dari 8% dalam perdagangan setelah jam kerja.

    Sektor teknologi menjadi salah satu yang paling terpukul, terutama karena China merupakan pusat manufaktur utama bagi banyak perusahaan besar AS. Saham Apple (AAPL.O) jatuh hampir 7% dalam perdagangan setelah jam kerja.

    “Kami akan mencirikan daftar tarif ini sebagai ‘lebih buruk dari skenario terburuk’ yang ditakuti Street,” kata analis dari Wedbush.

    Harga minyak juga ikut terpengaruh. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dari 2% menjadi 69,73 dolar AS (Rp1,1 juta) per barel, sementara Brent berjangka turun menjadi 74,95 dolar AS (Rp1,2 juta) per barel. Harga minyak sempat naik sebelum akhirnya jatuh ke wilayah negatif setelah Trump mengumumkan tarif baru ini.

    “Harga minyak mentah telah menghentikan reli bulan lalu, dengan Brent menemukan beberapa resistensi di atas 75 dolar AS (Rp1,24 juta), dengan fokus untuk saat ini beralih dari pengurangan pasokan yang dipimpin oleh sanksi ke pengumuman tarif Trump dan potensi dampak negatifnya pada pertumbuhan dan permintaan,” tutur Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank.

    Reaksi Global dan Ancaman Resesi

    Para pemimpin dunia bereaksi dengan cemas terhadap kebijakan Donald Trump ini. Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, menyatakan bahwa perang dagang akan merugikan konsumen dan tidak menguntungkan kedua belah pihak.

    “Kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk bekerja menuju kesepakatan dengan Amerika Serikat, dengan tujuan menghindari perang dagang yang pasti akan melemahkan Barat demi pemain global lainnya,” ujar Meloni.

    Di AS, kebijakan ini juga mendapat kritik keras dari kalangan politisi. Gregory Meeks, anggota Demokrat di Komite Urusan Luar Negeri DPR, mengecam langkah Trump sebagai beban besar bagi rakyat Amerika.

    “Trump baru saja menghantam orang Amerika dengan kenaikan pajak regresif terbesar dalam sejarah modern – tarif besar-besaran pada semua impor. Kebijakannya yang sembrono tidak hanya merusak pasar, tetapi juga akan merugikan keluarga pekerja secara tidak proporsional,” tutur Meeks.

    Ekonom memperingatkan bahwa tarif ini dapat memperlambat ekonomi global, meningkatkan risiko resesi, dan meningkatkan biaya hidup bagi rata-rata keluarga AS hingga ribuan dolar per tahun. Inflasi yang dipicu oleh tarif ini juga bisa memperumit kebijakan moneter Federal Reserve, yang sedang berupaya menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi.

    Dampak pada Wall Street dan Investor

    Wall Street mengalami sesi perdagangan yang bergejolak pada Rabu 2 April 2025, dengan Dow Jones Industrial Average naik 235,36 poin sebelum akhirnya merosot kembali setelah pengumuman Donald Trump.

    S&P 500 dan Nasdaq juga mengalami penurunan signifikan. Indeks Volatilitas CBOE (.VIX), yang mengukur ketakutan pasar, tetap tinggi selama tiga sesi terakhir, mencerminkan ketidakpastian yang semakin meningkat.

    “Kata-kata dari presiden penting,” ucap Christopher Wolfe, presiden dan chief investment officer Pennington Partners & Co.

    “Mereka dapat, dan memang, mengubah kebijakan serta cara perusahaan Amerika merespons berbagai hal. Itulah beban yang kita semua rasakan sekarang,” ujarnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Reuters.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Harga Minyak Merosot ke Level Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya – Page 3

    Tarif Donald Trump Tebar Ketakutan, Harga Minyak Anjlok – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak dunia turun pada perdagangan hari Selasa karena para pelaku pasar bersiap menghadapi tarif timbal balik yang akan diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada hari Rabu waktu setempat. Aturan yang akan dijalankan oleh Trump ini akan memicu perang dagang global yang lebih besar dan kemudian berdampak kepada harga minyak dunia.

    Namun, ancaman Donald Trump untuk mengenakan tarif sekunder pada minyak Rusia dan menyerang Iran memicu kekhawatiran pasokan, sehingga membatasi kerugian.

    Dikutip dari CNBC, Rabu (2/4/2025), harga minyak berjangka Brent turun 39 sen atau 0,5% menjadi USD 74,38 per barel. Harga tertinggi sesi tersebut berada di atas USD 75 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 38 sen atau 0,5% menjadi USD 71,10 per barel.

    Pada perdagangan hari Senin, kontrak-kontrak minyak Brent dan WTI AS berakhir pada level tertinggi dalam lima minggu.

    Gedung Putih tidak memberikan perincian tentang ukuran dan cakupan tarif yang dikonfirmasi akan diberlakukan Presiden Trump pada hari Rabu.

    “Pasar mulai sedikit gelisah dengan waktu kurang dari 24 jam lagi,” kata Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger.

    “Kita mungkin kehilangan beberapa pasokan Meksiko, Venezuela, dan Kanada, tetapi pasti ada kemungkinan bahwa penurunan permintaan dapat melampaui barel-barel tersebut,” tambahnya.

    Sebuah jajak pendapat yang dijalankan oleh salah satu media internasional terhadap 49 ekonom dan analis pada bulan Maret memproyeksikan bahwa harga minyak akan tetap tertekan tahun ini akibat tarif AS dan perlambatan ekonomi di India dan Tiongkok.

    Sentimen ini masih diperparah dengan OPEC+ yang akan meningkatkan pasokan.

     

  • Harga Minyak Mentah Dunia Melonjak di Tengah Ancaman Tarif AS

    Harga Minyak Mentah Dunia Melonjak di Tengah Ancaman Tarif AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan hampir 2% ke level tertinggi dalam lima minggu pada Senin (31/3/2025), dipicu oleh kekhawatiran bahwa pasokan global dapat terganggu apabila Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melanjutkan rencananya untuk menerapkan tarif tambahan terhadap Rusia dan kemungkinan tindakan militer terhadap Iran.

    Harga minyak mentah Brent mengalami kenaikan sebesar US$ 1,11 atau 1,5% dan ditutup pada level US$ 74,74 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$ 2,12 atau 3,1% ke level US$ 71,48 per barel. Ini menjadi level penutupan tertinggi Brent sejak 24 Februari dan level tertinggi WTI sejak 20 Februari.

    Dilansir dari Reuters, Trump pada Minggu (30/3/2025) menyatakan ia kecewa dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan mempertimbangkan tarif sekunder sebesar 25%-50% kepada pembeli minyak Rusia apabila ia menilai Rusia menghambat upayanya untuk mengakhiri konflik di Ukraina. Ancaman ini menjadi faktor utama yang diawasi oleh para pelaku pasar minyak, meskipun Trump mengisyaratkan belum ada rencana segera untuk menerapkannya.

    Rusia dan AS saat ini sedang menjajaki kemungkinan penyelesaian damai untuk konflik di Ukraina. Sementara itu, China dan India, sebagai pembeli utama minyak Rusia, memiliki peran penting dalam menentukan efektivitas sanksi sekunder terhadap ekspor minyak Rusia.

    Selain itu, Trump juga mengancam Iran dengan serangan militer dan tarif sekunder apabila negara tersebut gagal mencapai kesepakatan nuklir dengan AS.

    Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan AS akan menghadapi konsekuensi serius apabila melanjutkan ancamannya. Berbagai faktor ini yang membuat harga minyak mentah dunia naik. 

  • Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi dalam 5 Minggu – Page 3

    Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi dalam 5 Minggu – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak naik sekitar 2% ke level tertinggi dalam lima minggu pada Senin (1/4) akibat kekhawatiran pasokan akan menurun jika Presiden AS Donald Trump menindaklanjuti ancamannya untuk memberlakukan lebih banyak tarif pada Rusia dan kemungkinan menyerang Iran.

    Kenaikan Harga Minyak Global

    Dikutip dari CNBC, Selasa (1/4/2025), harga minyak Brent naik USD 1,11 atau 1,5% dan menetap di USD 74,74 per barel.  Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 2,12 atau 3,1% menjadi USD 71,48 per barel.

    Ini merupakan harga penutupan tertinggi Brent sejak 24 Februari dan tertinggi WTI sejak 20 Februari. Selisih harga antara Brent dan WTI turun menjadi USD 3,02 per barel, level terendah sejak Juli 2024.

    Menurut analis, ketika selisih harga Brent dan WTI turun di bawah USD 4 per barel, perusahaan energi kurang terdorong untuk mengirim kapal untuk mengambil minyak mentah AS, yang dapat mengurangi ekspor minyak dari AS.

    Ancaman Sanksi AS terhadap Rusia dan Iran

    Trump menyatakan pada Minggu bahwa ia “sangat marah” terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan akan mengenakan tarif sekunder 25%-50% kepada pembeli minyak Rusia jika merasa Moskow menghambat upayanya untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    “Ancaman Trump mengenai tarif sekunder pada minyak Rusia dan Iran menjadi faktor yang dipantau pelaku pasar minyak, meskipun ia mengindikasikan belum berencana menerapkannya saat ini,” kata analis UBS Giovanni Staunovo. “Namun, ada risiko pasokan yang lebih besar di masa depan.”

    Kremlin menyatakan bahwa Rusia dan AS sedang membahas kemungkinan penyelesaian damai di Ukraina. China dan India, sebagai pembeli utama minyak Rusia, akan memainkan peran kunci dalam efektivitas sanksi sekunder tersebut.

    Selain itu, Trump juga mengancam akan menyerang Iran dan memberlakukan tarif sekunder jika Teheran tidak mencapai kesepakatan dengan Washington mengenai program nuklirnya. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan bahwa AS akan menerima pukulan keras jika bertindak sesuai ancamannya. Sementara itu, Garda Revolusi Iran menyita dua kapal tanker asing di Teluk Persia yang diduga menyelundupkan lebih dari 3 juta liter minyak solar.

     

  • Kenaikan Tarif Impor AS Buat Negara Pembeli Minyak Venezuela Berlaku 2 April 2025 – Page 3

    Kenaikan Tarif Impor AS Buat Negara Pembeli Minyak Venezuela Berlaku 2 April 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana pemberlakukan tarif impor baru.

    Mengutip CNBC International, Selasa (25/3/2025) Trump mengatakan bahwa AS akan mengenakan tarif sebesar 25% pada negara-negara yang membeli minyak dan gas dari Venezuela. Kebijakan baru ini diumumkan ketika Trump berupaya meningkatkan tekanan pada Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan Tiongkok.

    Dalam sebuah postingan di platform media sosialnya Truth Social, Trump mengatakan bahwa negara-negara yang membeli minyak dan gas dari Venezuela akan menghadapi tarif pada setiap perdagangan yang mereka lakukan dengan AS.

    Tarif tersebut dijadwalkan berlaku pada tanggal 2 April, katanya.

    “Jika mereka membeli minyak dari Venezuela, mereka harus membayar tarif sebesar 25% untuk berbisnis dengan Amerika Serikat —itu di atas tarif yang ada,” kata Trump dalam keterangan terpisah saat konferensi pers di Gedung Putih.

    Venezuela telah mengekspor sekitar 660.000 barel per hari pada tahun 2024, menurut data dari Kpler. Tiongkok menjadi tujuan ekspor terbesar untuk ekspor minyak mentah negara Amerika Selatan itu, membeli 270.000 barel per hari tahun lalu.

    “Pengumuman oleh pemerintahan Trump ini tampaknya merupakan satu tindakan lagi yang menargetkan China,” kata Matt Smith, seorang analis minyak di Kpler.

    Harga minyak mentah Brent naik 61 sen, atau 0,85%, menjadi USD 72,77 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS juga naik 59 sen atau 0,86%, menjadi USD 68,87.

    “Kami memperkirakan harga minyak akan naik mengingat berita ini dan mungkin akan naik lebih jauh jika Trump menindaklanjuti pernyataan ini,” kata analis di Roth, Leo Mariani kepada klien dalam sebuah catatan.

     

  • Harga Minyak Mentah Naik Dampak Sanksi Iran dan Rencana OPEC+ Kendalikan Pasokan – Page 3

    Harga Minyak Mentah Naik Dampak Sanksi Iran dan Rencana OPEC+ Kendalikan Pasokan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak dunia naik pada perdagangan hari Jumat. Harga minyak mentah mencatat kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Kenaikan harian dan mingguan ini terjadi setelah Amerika Serikat (AS) memberikan sanksi baru kepada Iran. Selain itu, harga minyak juga naik karena adanya rencana OPEC+ untuk memangkas produksi bagi tujuh anggota.

    Mengutip CNBC, Sabtu (22/3/2025), harga minyak mentah Brent naik 16 sen atau 0,22% dan ditutup pada USD 72,16 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 21 sen atau 0,31% dan ditutup pada USD 68,28 per barel.

    Secara mingguan, harga minyak mentah Brent naik 2,24% dan harga minyak WTI naik 1,64%.

    Departemen Keuangan AS pada hari Kamis mengumumkan sanksi baru kepada Iran, yang untuk pertama kalinya menargetkan kilang minyak independen China di antara entitas dan kapal lain yang terlibat dalam memasok minyak mentah Iran ke China.

    Itu menandai putaran keempat sanksi Washington terhadap Iran sejak Donald Trump menduduki posisi Presiden AS. Pada  bulan Februari kemarin, Trump berjanji untuk memberlakukan kembali kampanye tekanan maksimum terhadap pemerintahan Teheran dan berjanji untuk mendorong ekspor minyak negara itu ke level nol.

    Analis di ANZ Bank memperkirakan pengurangan 1 juta barel per hari (bpd) dalam ekspor minyak mentah Iran karena sanksi yang lebih ketat ini.

    Layanan pelacakan kapal Kpler mematok ekspor minyak mentah Iran lebih dari 1,8 juta bpd pada bulan Februari, memperingatkan bahwa penyembunyian aktivitas kapal Iran karena sanksi dapat menyebabkan revisi pada angka-angka tersebut.

     

  • Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi dalam 5 Minggu – Page 3

    Israel Serang Gaza Lagi, Harga Minyak Dunia Melesat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia tercatat stabil pada perdagangan Rabu (20/3), dipengaruhi oleh sikap Federal Reserve (The Fed) yang mempertahankan suku bunga tetap di tengah ketidakpastian prospek ekonomi global.

    The Fed sesuai ekspektasi tidak mengubah suku bunga, namun memberikan sinyal bahwa pemangkasan suku bunga kemungkinan besar akan dilakukan tahun ini. Dalam pernyataan resminya, The Fed menyoroti bahwa “ketidakpastian terhadap outlook ekonomi mengalami peningkatan,” yang menjadi perhatian utama pasar komoditas, termasuk harga minyak mentah.

    Harga Minyak Mentah Brent dan WTI Menguat Tipis

    Dikutipd ari CNBC, Kamis (20/3/2025), harga minyak mentah Brent ditutup naik 22 sen atau 0,31% ke level USD 70,78 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga menguat 26 sen atau 0,39% menjadi USD 67,16 per barel.

    Namun, penguatan harga minyak sedikit teredam setelah keputusan The Fed. Para pelaku pasar khawatir, kebijakan tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global, sehingga berpotensi menurunkan permintaan minyak dunia.

    Stok Minyak Mentah AS dan Distilat Berubah Signifikan

    Berdasarkan data pemerintah AS, stok minyak mentah naik 1,7 juta barel menjadi 437 juta barel pekan lalu, lebih tinggi dari perkiraan analis yang hanya memprediksi kenaikan 512.000 barel.

    Sebaliknya, persediaan distilat yang mencakup diesel dan minyak pemanas mengalami penurunan signifikan sebesar 2,8 juta barel menjadi 114,8 juta barel. Penurunan ini lebih besar dibanding ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan penurunan 300.000 barel.

    “Data EIA menunjukkan penurunan bersih produk minyak, memberikan sentimen positif untuk pasar,” ujar Josh Young, Chief Investment Officer di Bison Interests.