Produk: ventilator

  • Viral di TikTok, Tren ‘Benadryl Challenge’ Hampir Tewaskan Remaja AS

    Viral di TikTok, Tren ‘Benadryl Challenge’ Hampir Tewaskan Remaja AS

    Jakarta

    Seorang remaja putri di Carolina Selatan, Amerika Serikat hampir kehilangan nyawanya karena sebuah tren viral di TikTok bernama ‘Benadryl Challenge’. Tren apakah itu, dan seberapa bahaya?

    Insiden tersebut membuat remaja itu berhalusinasi, serta jantung yang berdebar kencang sebelum dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Ibu dari remaja tersebut menemukan putrinya kritis dengan detak jantung mendekati 200 denyut per menit.

    Menurut laporan, botol pil dan tablet yang hilang ditemukan tersembunyi di bawah bantalnya. Awalnya, remaja putri itu mengaku hanya meminum dua pil, tetapi ternyata lebih banyak pil yang hilang.

    Kekhawatiran ini telah memicu kembali peringatan dari orang tua, dokter, dan para regulator tentang risiko mematikan dari sebuah ‘challenge’ media sosial.

    Apa itu Benadryl Challenge

    Dikutip dari Medical Daily, Benadryl Challenge merupakan tren yang mendorong remaja untuk menelan obat alergi Benadryl dalam jumlah besar demi merasakan sensasi ‘high’. Terlihat sepele, namun efeknya bisa mematikan.

    Benadryl sendiri mengandung diphenhydramine, antihistamin, keduanya masih aman jika digunakan sesuai dosis. Namun, dalam tantangan ini, remaja mengonsumsi hingga belasan pil sekaligus untuk mencari efek halusinasi.

    Overdosis obat dalam hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kebingungan, kejang, psikosis, koma, bahkan kematian.

    Benadryl Challenge pertama kali menarik perhatian publik pada tahun 2020 setelah beberapa kasus rawat inap dan kematian dilaporkan di Amerika Serikat.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengeluarkan peringatan pada saat itu, mendesak kaum muda untuk menghindari tren tersebut dan mendesak TikTok untuk menghapus konten yang mempromosikannya.

    Tren Ini Pernah ‘Menelan’ Korban

    Benadryl Challenge telah disorot dalam beberapa kasus sebelumnya. Pada tahun 2020, seorang gadis berusia 15 tahun di Oklahoma meninggal setelah mengonsumsi difenhidramin secara berlebihan. Pada tahun yang sama, beberapa remaja di Texas dirawat di rumah sakit setelah overdosis yang dilaporkan terkait dengan tren tersebut.

    Pada tahun 2023, Jacob Stevens (13) dari Ohio, meninggal dunia setelah mengonsumsi hingga 14 tablet Benadryl. Sementara teman-temannya merekam percobaan bunuh diri tersebut.

    Ia mengalami kejang, dipasangi ventilator, dan tidak pernah sadar kembali. Kematiannya memicu desakan dari keluarganya agar kontrol akses terhadap obat tersebut diperketat.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Top 5: Kasus Keracunan MBG hingga AS Caplok TikTok”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/suc)

  • Kisah Remaja 14 Tahun Meninggal usai Operasi Perbesar Payudara, Ini yang Terjadi

    Kisah Remaja 14 Tahun Meninggal usai Operasi Perbesar Payudara, Ini yang Terjadi

    Jakarta

    Seorang remaja 14 tahun bernama Paloma Nicole Arellano Escobedo di Meksiko meninggal dunia setelah menjalani operasi pembesaran payudara. Operasi rahasia itu dilakukan oleh kekasih ibunya, seorang dokter bedah plastik yang kini telah diskors oleh pejabat setempat.

    Kabar ini menjadi berita nasional hingga mendapatkan perhatian dari Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum. Pihaknya berjanji akan meninjau kasus ini hingga selesai.

    Ayah kandung Paloma, Carlos Arellano mengatakan dirinya tak pernah diberitahu soal prosedur tersebut, dan baru tahu di acara pemakaman anaknya.

    “Di pemakaman, beberapa kerabat mengatakan kepada saya payudaranya lebih besar daripada sebelumnya dan ketika saya menyebutkannya kepada ibunya, dia bilang itu tidak benar, dia tidak tahu apa-apa,” ucap Carlos dikutip dari AOL, Minggu (28/9/2025).

    Karena merasa aneh, Carlos meminta bantuan kerabat perempuannya untuk memeriksa jasad Paloma lebih dekat. Setelah dicek, mereka menemukan bekas jahitan di area payudara yang menandakan implan payudara.

    Tidak hanya operasi pembesaran payudara, Paloma juga mendapatkan operasi pembentuk bokong dan sedot lemak.

    Terungkap kemudian operasi tersebut rupanya diberikan secara diam-diam oleh sang ibu, Paloma Escobedo Quinonez sebagai hadiah menjelang ulang tahun yang ke-15. Satu hari sebelum Paloma meninggal, Quinonez menyebut Paloma jatuh sakit karena COVID-19.

    Seminggu setelah operasi, Paloma mengalami henti napas dan pembengkakan otak. Ia sempat dibuat koma dan dipasangkan ventilator. Penyebab resmi kematiannya tercatat sebagai edema serebral akibat penyakit pernapasan, tapi Carlo menolak penjelasan tersebut.

    “Putri saya, Paloma Nicole Arellano Escobedo, adalah korban kelalaian kriminal di sebuah klinik di Jalan Phoenix. Di sertifikat kematiannya dengan salah ditulis ‘penyakit’ sebagai penyebab, mencoba menutupi kebenaran. Laporan sudah diajukan ke Kejaksaan Durango,” ujar Carlos.

    “Saya menuntut semua yang bertanggung jawab diusut: dokter, ibu, rumah sakit, para administrator, dan mereka yang terlibat dalam upaya menutup-nutupi ini,” sambungnya.

    Tak lama setelah mendapat perhatian presiden, kekasih Quinonez bernama Rosales Galindo, yang melakukan operasi tersebut diskors dari praktik.

    “Dia hanyalah seorang anak. Mereka mengambil nyawanya demi kesia-siaan, dan mereka pikir bisa menyembunyikannya,” tandas Carlos berseru akan terus memperjuangkan keadilan bagi putrinya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/naf)

  • Korban Pembacokan di Pacitan Meninggal Dunia Usai Dirawat di RS Bethesda Yogyakarta

    Korban Pembacokan di Pacitan Meninggal Dunia Usai Dirawat di RS Bethesda Yogyakarta

    Pacitan (beritajatim.com) – Duka mendalam menyelimuti keluarga korban pembacokan sadis di Desa Temon, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan. Arga Novalleky Saputra (11), salah satu korban, meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif di RS Bethesda, Yogyakarta.

    Kepala Desa Temon, Jamiatin, membenarkan kabar duka tersebut. “Betul, jenazah sudah berada di rumah duka. Arga meninggal pada Selasa (23/9/2025) malam sekitar pukul 23.12 WIB di RS Bethesda, Yogyakarta,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (24/9/2025).

    Arga, siswa kelas V SDN 2 Temon, sebelumnya menjalani operasi dan sempat masuk PICU (ICU khusus anak) karena kondisinya terus menurun. Pada Senin (22/9), ia dirujuk dari RSUD dr. Darsono Pacitan ke RS Bethesda.

    “Pasien harus berada di ICU anak dengan ventilator. Sementara jumlah ruang ICU di rumah sakit rata-rata hanya sekitar 5 persen dari total tempat tidur,” jelas Kepala IGD RSUD dr. Darsono, Netty Nurnaningtyas.

    Dengan meninggalnya Arga, jumlah korban jiwa akibat aksi brutal pelaku bertambah. Sementara itu, dua korban lain, yakni Miskun dan Eki Azrista, sudah diperbolehkan pulang pada Selasa (23/9).

    Adapun Miswati, mantan istri pelaku, masih menjalani perawatan di RSUD Pacitan.
    “Miswati masih membutuhkan transfusi darah dan belum direncanakan pulang,” tambah Netty.

    Hingga hari keempat pencarian, pelaku pembacokan, AS alias Wawan, masih buron. Aparat kepolisian bahkan sudah menerjunkan anjing pelacak (K-9) untuk melacak keberadaannya, namun hingga kini belum membuahkan hasil. (tri/ian)

  • Paradoks Perawat Indonesia

    Paradoks Perawat Indonesia

    Jakarta

    Perawat memegang peranan yang penting dalam sistem kesehatan Indonesia, bukan hanya sebagai tenaga pendamping dokter, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam memastikan pelayanan kesehatan berlangsung dengan manusiawi dan berkesinambungan. Keberadaan perawat di Indonesia tidak sekadar tentang jumlah, tetapi juga kualitas, dedikasi, dan pengakuan akan perannya sebagai tulang punggung pelayanan kesehatan.

    Data Kementerian Kesehatan 2025 menunjukkan Indonesia membutuhkan sekitar 40.000-50.000 perawat baru setiap tahun, sedangkan lulusan perawat baru setiap tahun yang berhasil dicetak sekitar 60.000. Sepintas, angka ini menunjukkan “surplus”, tapi ada yang janggal dengan data statistik tersebut.

    Kilas Balik Profesi Perawat di Indonesia

    Sejarah profesi perawat Indonesia dimulai dari era kolonial Belanda. Perawat waktu itu difungsikan untuk melayani tuan-tuan Eropa dan rumah sakit militer. Pasca kemerdekaan, Indonesia mulai membangun sistem pendidikan keperawatan nasional melalui Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), yang kemudian berkembang ke jenjang diploma dan sarjana seiring modernisasi pada 1970-2000-an dan saat ini bahkan sudah ada spesialis dan jenjang doktoral.

    Pendirian Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada 1974 dan pengesahan Undang-Undang Kesehatan serta Keperawatan membuat landasan perawat sebagai tenaga profesional semakin kuat.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan proporsi tenaga kesehatan di Indonesia masih jelas terlihat, meski perawat mendominasi dengan persentase 38,80% atau sejumlah 582.023 orang.

    Namun, laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dirangkum oleh William Russell pada tahun 2024 menunjukkan bahwa rasio perawat di Indonesia hanya 2,28 per 1.000 penduduk, padahal idealnya menurut WHO 4 per 1.000 penduduk, menempatkan Indonesia di peringkat keempat terendah di dunia.

    Berjuang Dalam Senyap

    Kita coba masuk lorong waktu ke tahun 2020, saat bencana biologis COVID-19 menerjang Indonesia, disinilah ketahanan infrastruktur kesehatan suatu negara diuji. Gelombang COVID-19 mengubah rumah sakit menjadi “gelanggang tempur”.

    Dokter dan perawat berguguran karena kelelahan dan terinfeksi, sementara pasien berjejal di lorong-lorong tanpa tempat tidur dan oksigen. Nakes terpaksa harus “memilih” siapa yang hidup atau mati akibat keterbatasan ventilator, sementara masyarakat panik berebut ambulans dan tabung oksigen.

    Di balik APD yang pengap, air mata perawat bercampur keringat demi memberi penghormatan terakhir bagi pasien tanpa keluarga yang boleh mendekat. Layanan kesehatan kolaps, dokter junior dipaksa handle ICU, perawat bekerja 24 jam nonstop, dan mayat-mayat dibungkus plastik menumpuk.

    Dalam momen heroik itu banyak dari kita (masyarakat) baru merasa terhubung ikatan emosionalnya dan terharu melihat betapa kerasnya perjuangan para perawat.

    Mereka seperti pahlawan tanpa tanda jasa terutama di saat negara sedang menghadapi krisis kesehatan. Namun, begitu pandemi mereda, kesadaran dan ikatan batin itu kembali mulai longgar dan goyah, profesi ini kembali mendapat stigma pahit sebagai profesi “kelas 2”.

    Surplus Perawat Yang Semu

    Pulau Jawa-Bali menyerap sekitar 70% perawat, sehingga distribusi secara nasional menjadi timpang. Banyak wilayah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal) mengalami “kekeringan” perawat. Akibatnya, fasilitas kesehatan di daerah terpencil mengalami kesulitan dalam pelaksanaan kesehatan, di sisi lain di kota besar terjadi surplus.

    Dalam penelitian dari Ferry Efendi (2022) Indonesia menghadapi ketimpangan antara surplus dan defisit tenaga perawat. Kebijakan terkait jenjang pendidikan keperawatan, penempatan, dan remunerasi belum sepenuhnya optimal. Program Nusantara Sehat dan pengiriman perawat ke luar negeri masih berdampak minimalis

    Berkaca dari Negara Tetangga

    Indonesia butuh berkontemplasi sejenak, negara-negara tetangga (Asia), seperti Jepang, Taiwan, dan Thailand, yang menghadapi tantangan serupa tetapi memiliki cara berbeda dalam menanggulanginya.

    Menurut International Council of Nurses (ICN) dalam Asia Workforce Forum: highlights widening gap in global supply and demand of nurses menjelaskan bahwa Jepang, menghadapi peningkatan populasi lansia yang signifikan, mereka merespons tantangan ini dengan mengembangkan jalur karier berjenjang bagi perawat, mulai dari Registered Nurse (RN), Certified Nurse (CN), hingga Certified Nurse Specialist (CNS).

    Taiwan mengambil pendekatan berbeda. Mereka memiliki dua jalur pendidikan, yakni Technical and Vocational Education (TVE) dan General University Education (GUE). Sejak awal 2000-an, Taiwan bahkan mengembangkan program Nurse Practitioner (NP) untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis spesialis. Dengan pendekatan pada kurikulum internasional dan kemampuan berbahasa Inggris, perawat Taiwan kini sangat diminati di pasar internasional.

    Sementara itu, Thailand mensyaratkan pendidikan minimal Bachelor of Nursing Science (BSN) untuk perawatnya. Pemerintah Thailand secara aktif memberikan insentif khusus dan beasiswa agar perawat mau bertugas di daerah-daerah terpencil. Walaupun demikian, isu “brain drain” ke perkotaan masih menjadi tantangan tersendiri. Bagaimana dengan Indonesia?

    Pentingnya “Merawat Perawat” Indonesia

    Dunia keperawatan Indonesia memiliki catatan kelam akan tindak korban kekerasan, mulai dari cacian, ancaman, pukulan, hingga pelecehan seksual. saat mengalami segala sesuatu yang tidak memuaskan maka perawat yang akan menjadi “samsak”. Berikut sebagian cuplikan kasus kekerasan terbaru yang dialami nakes perawat:

    Fakta Baru Kasus Pengeroyokan Perawat Saat Pertahankan Tabung Oksigen, 3 Pengeroyok Perawat Puskesmas di Bandar Lampung Mengaku Keluarga Pejabat Dinkes (Kompas, 2021), Perawat di ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari inisial EL dianiaya keluarga pasien yang meninggal dunia (Detik, 2023), Perawat dianiaya Keluarga Pasien Gara-gara Cabut Jarum Infus di Rumah Sakit Siloam Sriwijaya Palembang (Kompas, 2021) hingga berita Perawat di Garut Dianiaya Keluarga Pasien COVID-19, Terekam CCTV hingga Kronologi (Kompas, 2021).

    Fenomena tidak mengenakkan ini seringkali dipicu oleh emosi keluarga pasien yang tidak terkendali atau mispersepsi terhadap layanan kesehatan. Dampaknya bukan hanya luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam bagi seorang perawat. Data tersebut membuka mata kita bahwa dibalik megahnya rumah sakit ada pejuang kesehatan yang nasibnya memprihatinkan.

    Tantangan kian pelik saat masuk ke urusan dapur (kesejahteraan), masih banyak perawat berstatus honorer atau kontrak dengan gaji yang jauh di bawah standar, padahal tanggung jawab yang mereka pikul sama besarnya dengan para pegawai tetap. Baru-baru ini publik dihebohkan demonstrasi terkait Tunjangan Hari Raya (THR) Insentif 2025 nakes RSUP Sardjito yang hanya dibayar 30% (Kompas, 2025), ini menambah daftar panjang catatan kelam kesejahteraan profesi perawat

    Melihat fenomena yang terjadi, maka sudah waktunya Indonesia serius memperhatikan konsep “Merawat Perawat.” Ini bukan hanya sekedar slogan, tetapi memang kebutuhan mendesak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan dengan jelas, jika kesejahteraan perawat ditingkatkan, angka kesalahan medis dan burnout dapat berkurang signifikan.

    Ketika seorang perawat diperlakukan dengan adil, jam kerjanya wajar, dan pendapatannya cukup, ia dapat bekerja lebih tenang dan fokus pada perawatan kesembuhan pasien dan diharapkan tidak akan ada lagi menemukan stigma “perawat galak/perawat judes”

    Refleksi dan Harapan

    Pemerintah sebagai regulator seyogyanya membuat perubahan kebijakan yang berkeadilan. Pertama pemerintah perlu memikirkan strategi insentif yang efektif bagi perawat yang rela bertugas di daerah 3T, beasiswa pendidikan lanjut yang terus digalakkan, serta fasilitas tempat tinggal layak, Kedua, penerapan jalur advanced practice nurse, sebagaimana di Jepang dan Taiwan, bisa memotivasi perawat untuk terus belajar dan naik tingkat pendidikan.

    Ketiga, standar gaji dan tunjangan yang pantas akan berdampak langsung pada kualitas hidup dan layanan yang mereka berikan, Keempat, inovasi layanan di tengah modernisasi praktik mandiri perawat di bidang tertentu, misalnya klinik luka, perawatan geriatrik, atau homecare. Di sinilah regulasi yang jelas soal kewenangan dan perlindungan hukum menjadi krusial.

    Dalam beberapa tahun terakhir, profesi keperawatan di Indonesia telah mengalami sejumlah kemajuan yang cukup membuat optimis. diantaranya adalah berdirinya Kolegium Keperawatan Indonesia, yang menjadi tonggak penting dalam upaya untuk memajukan profesi ini. Kolegium ini berperan sebagai wadah untuk mengembangkan standar pendidikan, praktik, dan penelitian di bidang keperawatan, serta berkontribusi dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan profesi perawat di Indonesia.

    Menanam pohon, tidak tumbuh dalam sehari, sehingga merawat profesi perawat butuh perjalanan maraton yang panjang dan berkelanjutan untuk mencapai hasil yang terbaik. Maju terus perawat Indonesia.

    Yayu Nidaul Fithriyyah. Ahli di bidang keperawatan onkologi. Dosen Departemen Keperawatan Medikal-Bedah, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, UGM.

    (rdp/imk)

  • Betty Meninggal, Jumlah Korban Tewas Kecelakaan Bus Wisata di Probolinggo Bertambah

    Betty Meninggal, Jumlah Korban Tewas Kecelakaan Bus Wisata di Probolinggo Bertambah

    Jember (beritajatim.com) – Jumlah korban meninggal dalam kecelakaan bus wisata di Jalan Raya Sukapura, Desa Boto, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, bertambah menjadi sembilan orang.

    “Betty meninggal dunia pada pukul 17.58 WIB, saat mau dibawa ke kamar operasi,” kata Faida, pemilik dan pemimpin Rumah Sakit Bina Sehat, Selasa (16/9/2025).

    Menurut Faida, tim operasi sudah siap. “Tapi kondisi Betty menurun. Jadi ditunda dibawa ke ruang operasi,” katanya.

    Betty baru dipindahkan dari RS Mohamad Saleh di Kota Probolinggo ke Bina Sehat dengan bantuan ambulance plus ventilator milik RS Al Huda Banyuwangi, Senin (15/9/2025) malam.

    Rumah Sakit Bina Sehat saat ini masih merawat 19 orang korban. Sementara itu enam orang korban diperbolehkan pulang. Mereka adalah Tri Apri Widodo, Dwi Puji Lestari, Titik Irma, Rima Ulfa, Diana Azizah (perawat), dan Mia Komariah (istri perawat).

    “Dua orang yang semula dirawat di ruang intensive care unit sudah pindah ke ruang rawat biasa,” kata Faida.

    Rombongan keluarga karyawan RS Bina Sehat yang terdiri atas 53 orang mengalami kecelakaan di Jalan Raya Sukapura, Desa Boto, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Minggu (14/9/2025). Mereka dalam perjalanan pulang setelah bertamasya di Gunung Bromo.

    Menddak bus yang dikemudikan Albahri, warga Kabupaten Jember, mendadak hilang kendali, diduga akibat rem blong, pada pukul 11.45 WIB. Bus menghantam pagar rumah warga. Benturan keras itu tak hanya membuat badan bus ringsek parah, namun juga menewaskan delapan orang penumpang, tiga orang di antaranya anak-ana, saat itu.

    Klarifikasi:
    Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bina Sehat Jember dr. Tontowi Jauhari mengatakan, ada informasi bahwa Betty dalam keadaan hamil. “Info yang beredar memang beliau hamil. Akhirnya di Rumah Sakit (Mohamad Saleh) Probolinggo sampai di-USG ulang. Ternyata memang tidak ada. Informasi dari USG yang saya lihat, beliau tidak ada kehamilannya,” katanya. [wir]

  • Korban Kritis Kecelakaan Bus Wisata di Probolinggo Dirawat RS Bina Sehat

    Korban Kritis Kecelakaan Bus Wisata di Probolinggo Dirawat RS Bina Sehat

    Jember (beritajatim.com) – Beredar informasi bahwa Betty, seorang korban kecelakaan bus wisata di Probolinggo, Jawa Timur, tengah hamil tiga bulan. Kini kondisinya dalam keadaan kritis dan dirawat di Rumah Sakit Bina Sehat di Kabupaten Jember.

    Betty adalah perawat Bina Sehat. “Semoga ibu dan bayinya selamat. Namun kami kini memfokuskan pada penyelamatan jiwa Betty,” kata Faida, pemilik Rumah Sakit Bina Sehat, Selasa (16/9/2025).

    Betty baru dipindahkan dari RS Mohamad Saleh di Kota Probolinggo ke Bina Sehat dengan bantuan ambulance plus ventilator milik RS Al Huda Banyuwangi, Senin (15/9/2025) malam. “Saat ini dia sedang distabilkan di ICU RS Bina Sehat, dan dia masih dibantu mesin ventilator,” kata Faida.

    Rumah Sakit Bina Sehat saat ini masih merawat 19 orang korban. Sementara itu enam orang korban diperbolehkan pulang. Mereka adalah Tri Apri Widodo, Dwi Puji Lestari, Titik Irma, Rima Ulfa, Diana Azizah (perawat), dan Mia Komariah (istri perawat).

    “Dua orang yang semula dirawat di ruang intensive care unit sudah pindah ke ruang rawat biasa,” kata Faida.

    Rombongan keluarga karyawan RS Bina Sehat yang terdiri atas 53 orang mengalami kecelakaan di Jalan Raya Sukapura, Desa Boto, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Minggu (14/9/2025). Mereka dalam perjalanan pulang setelah bertamasya di Gunung Bromo.

    Menddak bus yang dikemudikan Albahri, warga Kabupaten Jember, mendadak hilang kendali, diduga akibat rem blong, pada pukul 11.45 WIB. Bus menghantam pagar rumah warga. Benturan keras itu tak hanya membuat badan bus ringsek parah, namun juga menewaskan delapan orang penumpang, tiga orang di antaranya anak-anak. [wir]

    Klarifikasi:
    Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bina Sehat Jember dr. Tontowi Jauhari mengatakan, ada informasi bahwa Betty dalam keadaan hamil. “Info yang beredar memang beliau hamil. Akhirnya di Rumah Sakit (Mohamad Saleh) Probolinggo sampai di-USG ulang. Ternyata memang tidak ada. Informasi dari USG yang saya lihat, beliau tidak ada kehamilannya,” katanya.

  • Kondisi Sudah Membaik, 3 Korban Luka Kecelakaan Bus di Bromo Dipulangkan dari RSBS Jember

    Kondisi Sudah Membaik, 3 Korban Luka Kecelakaan Bus di Bromo Dipulangkan dari RSBS Jember

    Liputan6.com, Jakarta – Pihak Rumah Sakit Bina Sehat (RSBS) Jember mengungkap kondisi terkini puluhan korban luka akibat kecelakaan maut bus di jalur Gunung Bromo pada Minggu 14 Agustus 2025. Dari 21 pasien yang dirawat di RSBS, tiga di antaranya telah diperbolehkan pulang dan melanjutkan perawatan secara rawat jalan.

    “Tiga korban yang diperbolehkan pulang yakni Dwi Puji Lestari, Titik Irma, dan Diana Azizah, kondisinya sudah membaik dan semuanya merupakan perawat RSBS,” kata Pemilik RSBS Jember dr Faida dalam keterangannya di Kabupaten Jember, dikutip dari Antara, Selasa (16/9/2025).

    Ia mengatakan sebanyak 21 korban yang merupakan karyawan RSBS dan keluarganya yang mengalami luka berat hingga sedang akibat kecelakaan di jalur Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo menjalani rawat inap di RSBS untuk mendapatkan penanganan intensif.

    Menurut dia, satu korban yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Moh. Saleh Kota Probolinggo atas nama Betty juga sudah dibawa ke RSBS pada Senin (15/9) malam.

    Penjemputan korban tersebut menggunakan kendaraan dari RS Al Huda dengan pendamping satu dokter dan dua perawat disertai sejumlah peralatan medis dan obat-obatan seperti patient monitor, defibrilator, ventilator portabel, syringe pump, dan emergency box.

    “Kendaraan tersebut juga sudah memenuhi standar pelayanan emergency on transport (ACLS) dan berkoordinasi dengan dr. Sp Anestesi RSBS,” katanya.

  • Ditanya Soal pita Hitam, Pemilik RS Bina Sehat Faida Teteskan Air Mata di Samping Khofifah

    Ditanya Soal pita Hitam, Pemilik RS Bina Sehat Faida Teteskan Air Mata di Samping Khofifah

    Jember (beritajatim.com) – Faida, pemilik Rumah Sakit Bina Sehat dan mantan Bupati Jember, mendadak meneteskan air mata di samping Gubernur Jawa Timur Khofifah, Senin (15/9/2025), saat memberikan keterangan pers tentang kondisi terbaru korban kecelakaan bus wisata di Probolinggo.

    Faida mendampingi Khofifah yang datang ke RS Bina Sehat di Kabupaten Jember untuk menjenguk sejumlah korban terluka yang tengah dirawat. Tokoh petani tebu Arum Sabil dan mantan Rektor Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq Babun Suharto juga hadir dalam kunjungan tersebut.

    Usai menjenguk, di hadapan wartawan, Khofifah mempersilakan Faida memberikan keterangan pers terlebih dulu. “Soal bagaimana, silakan ke komandan rumah sakit,” katanya.

    Faida mengapresiasi kedatangan Khofifah ke RS Bina Sehat untuk menjenguk para korban. “Meskipun mereka itu tenaga kesehatan rumah sakit, mereka itu warga yang sedang susah,” katanya.

    Dari 53 anggota rombongan wisata ke Gunung Bromo, delapan orang meninggal dunia. Tiga orang di antaranya karyawan Bina Sehat dan lima orang lainnya adalah anggota keluarga karyawan. “Dari delapan orang itu, tiga korban meninggal di antaranya adalah anak-anak,” kata Faida.

    Sembilan korban luka sudah menjalani dioperasi. Delapan korban menjalani operasi ortopedi atau patah tulang dan satu korban menjalani operasi bor kepala ileh dokter spesialis bedah syaraf karena mengalami cedera otak berat.

    “Hari ini alhamdulillah ada berita yang bisa kita harapkan lebih baik. Korban yang kita tinggal di Probolinggo hari ini kesadarannya lebih baik setelah dipasang ventilator,” kata Faida.

    RS Bina Sehat mengirimkan satu unit ambulans yang terdiri atas seorang dokter dan dua perawat intensive care unit dengan membawa mesin ventilator untuk menggantikan mesin ventilator yang dipasang di Rumah Sakit Mohamad Saleh.

    Keluarga, menurut Faida, menghendaki korban dibawa ke Jember jika kondisi memungkinkan. “Mudah-mudahan diberi kekuatan bisa bertahan sampai di Rumah Sakit Bina Sehat,” katanya.

    Wajah Faida mendadak muram, saat wartawan bertanya soal pita hitam yang dikenakannya di lengan kanan. Pita hitam ini juga dikenakan seluruh karyawan RS Bina Sehat.

    “Andaikan bisa mewakilkan dengan kata-kata, pasti kami sampaikan dengan kata-kata. Tapi kesedihan ini tidak semua bisa diungkap, dan kita menunjukkan bahwa kami sedang berduka,” kata Faida dengan suara tersendat. Seorang stafnya menyodorkan kotak berisi tisyu.

    Sebelumnya kepada Beritajatim.com, Faida mengungkapkan beratnya duka yang harus ditanggungnya karena kecelakaan yang dialami keluarga besar karyawan RS Bina Sehat. “Mereka ada yang bekerja 10 tahun, 12 tahun. Jadi kami dekat,” katanya.

    Arti Wibowati, salah satu perempuan korban meninggal, adalah anggota tim media sosial RS Bina Sehat. Dia selalu mengikuti Faida berkegiatan. “Sebelum meninggal, dia sudah dilarang berangkat. Tapi dia tetap ingin berangkat,” kata Faida.

    Hal terberat bagi Faida adalah menyaksikan orang-orang yang dikenalnya terbujur kaku dalam kondisi mengenaskan. “Saya hampir pingsan. Akhirnya saya putuskan semua jenazah korban disucikan di RS Mohamad Saleh Probolinggo, karena susah menyucikan mereka di Bina Sehat kendati kami punya karyawan yang berpengalaman,” katanya.

    Sebanyak 53 orang (bukan 52 orang, red) yang terdiri atas karyawan RS Bina Sehat dan kerabat mereka dalam perjalanan pulang setelah bertamasya di Gunung Bromo, Minggu (14/9/2025), dengan naik bus pariwisata bernopol P 7221 UG yang dikemudikan Albahri, warga Kabupaten Jember.

    Bus mendadak hilang kendali di Jalan Raya Sukapura, Desa Boto, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, diduga akibat rem blong pada pukul 11.45 WIB. Bus menghantam pagar rumah warga. Benturan keras itu tak hanya membuat badan bus ringsek parah, namun juga menewaskan delapan orang penumpang, tiga orang di antaranya anak-anak. [wir]

  • Remaja di India Tiba-tiba ‘Hidup’ Lagi Saat Akan Dimakamkan, Begini Kisahnya

    Remaja di India Tiba-tiba ‘Hidup’ Lagi Saat Akan Dimakamkan, Begini Kisahnya

    Jakarta

    Kasus tidak biasa dialami seorang remaja laki-laki berusia 19 tahun di India. Ia dinyatakan mati otak oleh dokter dan disebut tidak memiliki harapan untuk pulih.

    Peristiwa mengejutkan ini terjadi di sebuah rumah sakit di Nashik, Maharashtra. Remaja tersebut diidentifikasi bernama Bhau Lackhe.

    Keluarganya yang berduka tengah mempersiapkan upacara kematiannya. Tetapi, Bhau Lackhe terlihat membuat gerakan-gerakan kecil dan juga batuk.

    Diketahui, Bhau Lackhe mengalami kecelakaan serius. Ia mengalami luka-luka dan dirawat di rumah sakit di Adgaon. Kemudian, seperti yang diklaim kerabatnya, ia dinyatakan mati otak oleh dokter.

    Namun, kejadian yang terjadi pada Jumat (5/9/2025) membuat keluarganya terkejut.

    “Saat kami sedang mempersiapkan pemakamannya, ia mulai bergerak dan batuk,” tutur kerabatnya, Gangaram Shinde, dikutip dari News18.

    Melihat gerakan-gerakan itu, keluarga memindahkan Bhau Lackhe ke rumah sakit kabupaten. Saat ini, ia sedang dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis.

    Dokter telah memasang ventilator dan kondisi Bhau Lackhe terus dipantau secara ketat.

    “Kami segera membawanya ke rumah sakit di distrik, tempat ia dirawat saat ini. Kondisinya serius, dan telah dipasangi ventilator,” lanjut Gangaram.

    Dikutip dari Cleveland Clinic, ‘mati otak’ adalah istilah medis untuk kematian yang terjadi saat otak berhenti berfungsi. Dalam kasus mati otak, cedera atau penyakit menyebabkan kerusakan permanen yang parah pada seluruh otak dan batang otak.

    Batang otak mengatur pernapasan dan detak jantung. Otak mengatur indera seperti penglihatan, pendengaran, sentuhan, serta kemampuan gerakan motorik.

    Banyak hal yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan parah, yang berujung pada kematian otak. Misalnya, otak membutuhkan darah dan oksigen untuk berfungsi, sehingga cedera atau penyakit serius apapun yang menghalangi darah dan oksigen dari otak dapat menyebabkan kematian otak.

    Selain itu, kematian otak dapat terjadi karena cedera atau penyakit yang merusak pembuluh darah di otak dan menyebabkan perdarahan. Kemungkinan penyebabnya meliputi:

    Cedera otak traumatis.Perdarahan intraserebral (perdarahan otak).Perdarahan subaraknoid.Stroke iskemik.Serangan jantung.Cedera otak iskemik hipoksia (HIBI), ketika otak tidak mendapatkan oksigen.Infeksi intrakranial seperti meningitis atau ensefalitis.

    Apa ‘Kriteria Medis’ untuk Mendiagnosis Kematian Otak?

    Istilah ‘kriteria medis’ mengacu pada langkah-langkah yang harus dilakukan tim medis dalam mendiagnosis kematian otak. Di Amerika Serikat, tiga perkumpulan medis berkolaborasi dalam menyusun kriteria.

    Sebelum tim medis dapat melakukan tes untuk mendiagnosis mati otak, yakni:

    Mengidentifikasi dan mengobati kondisi mendasar apapun yang menyebabkan kerusakan otak parah.Mengatasi potensi masalah dan kondisi yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kerusakan otak parah.Mengatasi kondisi atau masalah yang dapat menyebabkan gejala yang menyerupai mati otak.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/suc)

  • Sederet Organ Babi yang Pernah Didonorkan ke Manusia, Ada Ginjal hingga Paru

    Sederet Organ Babi yang Pernah Didonorkan ke Manusia, Ada Ginjal hingga Paru

    Jakarta

    Semakin canggihnya peralatan dan berkembangnya ilmu kesehatan, kini transplantasi organ tidak hanya lagi bisa dilakukan dari manusia ke manusia, namun hewan ke manusia. Babi menjadi hewan yang sering diambil organnya untuk ditransplantasi ke manusia.

    Para peneliti, selama bertahun-tahun melakukan pengamatan terhadap organ babi. Beberapa bagian tubuh yang bisa dimanfaatkan adalah jantung, hati, hingga paru-paru.

    Ahli medis percaya bahwa terobosan ini ke depannya dapat membantu menyelamatkan lebih banyak nyawa manusia. Namun, donor organ hewan ke manusia ini memiliki banyak persyaratan. Hewan yang dijadikan donor harus memenuhi sejumlah kriteria.

    Apa Saja Syarat Donor Hewan ke Manusia?

    Dikutip dari jurnal Animal Organs for Human Transplantation oleh Marlon F Levy, MD, para ahli mempertimbangkan karakteristik hewan yang disukai dan layak menjadi donor organ.

    Pertama, hewan harus memiliki anatomi dan fisiologi yang sesuai agar organ yang dimaksud dapat berfungsi dengan baik pada manusia. Selanjutnya, tidak boleh ada kemungkinan penularan lintas spesies dari hewan ke manusia.

    Donor organ hewan yang ideal juga harus tahan terhadap penyakit manusia (terutama virus). Selain itu, spesies hewan ini harus murah untuk diberi makan dan berkembang biak, dengan waktu kehamilan yang singkat dan banyak kelahiran untuk mencapai skala ekonomi.

    Hewan seperti itu juga tidak boleh menimbulkan hambatan imunologis terhadap transplantasi ke manusia. Pada akhirnya, penggunaan hewan ini dengan cara seperti ini seharusnya hanya menimbulkan sedikit atau tidak ada kontroversi etika.

    Menurut Marlon dalam jurnalnya, belum ada hewan yang memenuhi semua kriteria ideal di atas. Namun ada beberapa hewan yang sudah diujikan pada manusia, salah satunya babi.

    Bahkan beberapa waktu belakangan ini jantung hingga hati babi sudah di-eksperimen sebagai donor transplantasi ke manusia. Berikut sejumlah kasusnya.

    1. Jantung Babi

    Kasus donor jantung babi ke manusia pertama kali dilakukan terhadap pria di Amerika Serikat bernama David Bennett yang berusia 57 tahun. Ia menerima transplantasi jantung babi pada 7 Januari 2022 dan meninggal dua bulan setelahnya, tepat pada 8 Maret 2022.

    Pihak rumah sakit mengatakan bahwa jantung babi yang ditransplantasikan itu bisa bekerja dengan sangat baik selama beberapa minggu usai operasi. Mereka mengklaim tidak ada penolakan dari tubuh terhadap organ.

    Akan tetapi, beberapa minggu kemudian setelah operasi, ia mengalami kegagalan fungsi jantung tanpa tanda penolakan akut yang jelas. Serangan jantung yang tiba-tiba menyebabkan kematiannya dua bulan setelah transplantasi.

    Transplantasi jantung babi ke manusia yang kedua dilakukan pada 20 September 2023. Manusia penerima donor organ tersebut bernama Lawrence Faucette (58), yang menerima jantung babi di University of Maryland Medical Center pada tahun 2023 untuk mengobati gagal jantung stadium akhir.

    Faucette mengidap penyakit jantung stadium akhir dan dianggap tidak memenuhi syarat untuk transplantasi konvensional dengan jantung manusia karena penyakit pembuluh darah perifer yang sudah ada sebelumnya dan komplikasi pendarahan internal.

    Namun enam minggu kemudian pasca operasi, pasien bernama Lawrence itu baru mulai mengalami tanda-tanda penolakan pada tubuhnya terhadap jantung babi dalam beberapa hari sebelum kematiannya pada Senin (30/10/2023).

    2. Ginjal Babi

    Selain jantung, para peneliti juga melakukan eksperimen terhadap ginjal babi. Organ tersebut direkayasa secara genetik ke manusia atau xenotransplantasi, berhasil dilakukan. Ginjal babi yang dicangkok dalam jenazah mati otak tersebut berhasil ‘hidup’ selama dua bulan lamanya dengan bantuan ventilator.

    Dikutip dari APNews, ahli bedah Robert Montgomery menjelaskan penelitian ini dapat menjadi awal solusi mengatasi masalah keterbatasan donor organ manusia dan bisa menyelamatkan banyak nyawa.

    Pada 14 Juli, ahli bedah mulai melakukan penelitian dengan mengganti ginjal jenazah Maurice Miller yang didonasikan oleh pihak keluarga dengan ginjal babi. Ginjal babi yang digunakan dimodifikasi secara genetik, sehingga organnya menjadi lebih mirip organ manusia.

    Selain itu, peneliti juga memasukkan timus babi atau kelenjar yang melatih sel-sel kekebalan. Miller sebelumnya meninggal dunia karena kematian otak.

    Setelah proses transplantasi, ginjal babi yang dicangkokkan nampak bekerja dengan baik, namun satu bulan berjalan tubuh Miller mulai mengalami ‘penolakan’. Tim ahli lantas mengubah standar obat penekan kekebalan pasien dan nampak kinerja ginjal kembali membaik.

    3. Hati Babi

    Organ lain dari babi yang didonorkan ke manusia adalah hati. Ahli bedah di China berhasil melakukan transplantasi hati babi ke pasien mati otak. Keberhasilan kemajuan penelitian ini disebut menandai terobosan signifikan dalam bidang xenotransplantasi.

    Diberitakan Global Times, transplantasi hati babi ke manusia yang pertama kali di dunia ini dilakukan pada pasien mati otak dengan kondisi gagal hati. Peneliti menemukan adanya potensi hati babi yang telah diedit gennya untuk menggantikan hati manusia.

    Transplantasi tersebut dilakukan para ahli bedah di Rumah Sakit Xijing, Universitas Kedokteran Militer Angkatan Udara di Xi’an, provinsi Shaanxi. Sejauh ini, hati babi telah berfungsi selama lebih dari 96 jam, memecahkan rekor sebelumnya.

    Tao Kaishan, direktur departemen bedah hepatologi rumah sakit tersebut, mengatakan hati yang ditransplantasikan telah menunjukkan hasil sekresi empedu, suplai darah dan patologis yang sangat baik, melebihi ekspektasi tim medis.

    4. Paru-paru Babi

    Para peneliti di China kembali melakukan percobaan transplantasi organ babi ke manusia, kali ini adalah paru-paru yang sudah direkayasa genetik.

    Pasien berusia 39 tahun yang telah dinyatakan mati otak. Tim medis memastikan kondisi mati otak pasien melalui empat pemeriksaan berbeda dan memperoleh persetujuan tertulis dari keluarga pasien untuk melaksanakan percobaan.

    “Bagi tim kami, pencapaian ini adalah awal yang bermakna. Xenotransplantasi (donor organ hewan) paru-paru memiliki tantangan biologis dan teknis yang unik dibandingkan dengan organ lain,” kata salah satu penulis studi dari First Affiliated Guangzhou Medical University Hospital Dr Jiang Shi, dikutip dari Live Science, Selasa (26/8/2025).

    Eksperimen ini menggunakan paru-paru babi yang telah direkayasa dengan teknologi penyuntingan gen CRISPR. Tiga gen pada babi dinonaktifkan agar protein yang dihasilkannya tidak memicu kekebalan manusia.

    Halaman 2 dari 5

    (dpy/kna)