Produk: vaksin

  • Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (ketiga kanan), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang (kedua kanan), Menteri UMKM Maman Abdurrahman (kanan), Menteri Perdagangan Budi Santoso (kedua kiri), Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (kiri), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait (ketiga kiri) berpegangan tangan usai konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 19 Desember 2024 – 07:38 WIB

    Elshinta.com – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu  adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga,  yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Sumber : Antara

  • Kasus Batuk Tak Biasa Mendadak Meningkat 5 Kali Lipat di Singapura, Ada Apa?

    Kasus Batuk Tak Biasa Mendadak Meningkat 5 Kali Lipat di Singapura, Ada Apa?

    Jakarta

    Kasus batuk berkepanjangan dan menyakitkan, serta berlangsung selama beberapa minggu, mendadak meningkat di Singapura. Keluhan batuk ini berbeda dengan mereka yang biasanya terserang flu biasa.

    Diduga karena bakteri, batuk bertahan selama lebih dari 100 hari. Peningkatan kasusnya di tahun ini bahkan tercatat lima kali lipat dibandingkan periode tahun lalu.

    Adalah batuk rejan atau pertusis, jenis infeksi saluran pernapasan yang sangat menular. Tercatat 108 kasus batuk rejan di seluruh Singapura pada 2024 hingga minggu lalu, sementara tahun lalu hanya tercatat 19 kasus.

    Dokter yang diwawancarai media lokal CNA mengaitkan lonjakan ini dengan perjalanan selama periode liburan akhir tahun, serta orang dewasa yang kekebalannya menurun karena mereka divaksinasi lebih dari satu dekade lalu.

    Batuk rejan, yang sangat menular, biasanya menyebar melalui pasien saat batuk, bersin, atau kontak erat dengan orang lain. Selain batuk panjang dan berulang, gejalanya meliputi muntah setelah batuk dan suara bernada tinggi saat menarik napas.

    Menurut Kementerian Kesehatan setempat, penyakit ini termasuk beberapa penyakit yang meningkat dibandingkan tahun lalu. Kondisi lainnya meliputi konjungtivitis, diare, dan penyakit tangan, kaki, mulut.

    Saran Dokter

    Batuk rejan dapat dengan mudah dicegah melalui vaksinasi, kata dokter.

    Ibu hamil yang ingin mendapatkan vaksin dapat memanfaatkan subsidi nasional. Dokter juga menganjurkan orang dewasa untuk memperbarui vaksinasi mereka karena antibodi dari vaksinasi hanya efektif selama 10 tahun.

    Vaksinasi batuk rejan merupakan bagian dari jadwal imunisasi anak nasional. Anak-anak mendapatkan suntikan pertama dari usia dua hingga 18 bulan, kemudian vaksin penguat pada usia sekitar 10 hingga 11 tahun.

    Infeksi ini paling parah pada anak-anak di bawah usia satu tahun.

    “Mereka bisa batuk, muntah, dan mengalami dehidrasi, dan beberapa dari mereka batuk dan mengalami perdarahan di mata,” kata Dr Low Kah Tzay, konsultan di Anson International Paediatrics & Child Development Clinic.

    “Dalam skenario terburuk, terutama pada anak-anak yang masih sangat kecil, mereka bisa mengalami perdarahan otak akibat batuk yang parah. Namun, tentu saja, beberapa dari mereka bisa benar-benar mengalami sesak napas, dan terutama jika mereka memiliki riwayat asma. Anak-anak yang lebih besar juga dapat dirawat di rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut,” imbuhnya.

    Dr Low mengatakan klinik tersebut telah melihat lebih banyak kasus batuk rejan karena orang tua membawa anak-anak mereka ke luar negeri untuk liburan.

    “Ketika mereka kembali, mereka batuk lebih lama dari biasanya, tiga hingga lima hari, dan batuknya sangat dalam, serta mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari mereka,” katanya.

    Wanita biasanya direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin batuk rejan setelah sekitar bulan kelima kehamilan mereka untuk melindungi bayi mereka yang baru lahir dengan lebih baik.

    Dr Zhang Qi, yang berpraktik di Kingsway Medical Clinic, mengatakan bahwa ia baru-baru ini merawat sekelompok besar pria paruh baya yang menunjukkan gejala batuk rejan.

    “Dugaan saya adalah bahwa mereka hanya divaksinasi ketika mereka masih muda, tetapi tidak seperti wanita ketika mereka hamil, jadi (para pria) mungkin telah kehilangan kekebalan mereka,” imbuhnya.

    (naf/kna)

  • Heboh Demam Babi Afrika di 32 Provinsi RI

    Heboh Demam Babi Afrika di 32 Provinsi RI

    Jakarta

    Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) tengah marak di RI. Badan Karantina Indonesia (Barantin) mengatakan ada 32 provinsi RI yang melaporkan wabah tersebut, termasuk Papua, Papua Tengah, hingga Nusa Tenggara Timur.

    Papua Tengah misalnya, mencatat 6.273 ekor babi mati akibat ASF pada Januari 2024. Kepala Biro Komunikasi Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI Aji Muhawarman mengatakan African Swine Fever (ASF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Genus, Asfivirus, Family Asfaviridae, dapat menyerang ternak babi domestik dan babi liar pada semua tingkatan umur.

    ASF sangat menular, bahkan menyebabkan kematian hingga 100 persen sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi tinggi di sektor peternakan babi.

    Aji mengatakan virus penyebab ASF ini dapat menyebar melalui beberapa cara, seperti berikut:

    – kontak langsung sesama babi
    – serangga
    – material pembawa (fomites) termasuk pakaian
    – peralatan peternakan
    – kendaraan
    – pakan mentah yang terkontaminasi.

    “Kemenkes telah berkoordinasi dengan Kementan. ASF bukan penyakit zoonosis tetapi penyakit yang menyerang babi,” kata Aji saat dihubungi detikcom, Selasa (17/12/2024).

    Aji menegaskan virus ASF ini tak berbahaya bagi manusia lantaran tak ada penularan dari hewan ke manusia. Namun, Aji mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan kepada petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat dalam waktu 1×24 jam jika ditemukan babi yang sakit atau mati. Kemudian, sebaiknya tidak menjual atau membeli babi yang sakit.

    “Melakukan pembersihan dan desinfeksi peternakan babi, mengonsumsi babi dari babi yang sehat yang sudah diawasi pemotongannya oleh otoritas yang berwenang dan dimasak dengan matang. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan,” katanya.

    Sementara itu, pemerintah akan membentuk satgas untuk menanggulangi penyakit ASF. Pembentukan Satgas ini diharapkan dapat segera mempercepat penanganan untuk mengurangi penyebaran penyakit yang menginfeksi ternak babi tersebut. Terlebih penyakit ASF sudah membuat ratusan ternak babi di Papua mati.

    “Kita akan lagi bikin Satgas. Nanti ada Badan Karantina, Wamendagri, ada BNPB, ada Mentan. Sebelum ada tim, Satgas harus melakukan sesuai tugas yang bidang masing-masing untuk kerja cepat, menanggulanginya,” kata Menko Pangan Zulkifli Hasan saat ditemui BPPT, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

    “Ini banyak yang di Papua. Khususnya di Nabire. Khususnya Nabire. Nabire dan Timika. Yang lain aman,” sebut Zulhas.

    Meski demam babi afrika ini tidak bersifat zoonosis atau penyakit menular dari hewan ke manusia, namun menurut Zulhas hal ini yang menjadi perhatian pemerintah adalah dampak terhadap para peternak babi, khususnya keandalan pasokan daging babi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang perayaan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025.

    “Bukan zoonosis yang bisa menular ke orang, ke manusia. Jadi dijelaskan agar tidak menyimpulkan apa pun, ini ruginya bagi peternak,” ujar tandasnya.

    Sebagai informasi, hingga saat ini di Indonesia belum memiliki vaksin untuk mengatasi wabah tersebut. Berbeda dengan wabah flu burung, yang vaksinnya sudah tersedia.

    Saksikan pembahasan lengkap hanya di program detikPagi edisi Kamis (19/12/2024). Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com, YouTube dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.

    “Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!”

    (vrs/vrs)

  • PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga, yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pemerintah Bebaskan PPN 12 Persen untuk Sejumlah Sektor Penting, Apa Saja? – Halaman all

    Pemerintah Bebaskan PPN 12 Persen untuk Sejumlah Sektor Penting, Apa Saja? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah sektor yang menjadi bahan dan jasa pokok masyarakat tak kena imbas kenaikan tarif PPN 12 persen yang akan mulai berlaku Januari 2025 mendatang.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen ini tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau kebutuhan pokok penting lainnya yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020.

    “Tarif PPN 12 persen ini tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting yang rinciannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020. Bahan pokok ini justru diberikan fasilitas bebas PPN,” kata Airlangga Hartarto, Rabu (18/12/2024).

    Adapun kebutuhan pokok masyarakat yang dimaksud di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi sampai pada sektor jasa penting.

    “Termasuk jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air,” tutur Airlangga.

    Bahkan, kata Airlangga, pemerintah juga memiliki sejumlah kebijakan baru yang dapat mengantisipasi dan menjaga kesejahteraan masyarakat yakni berupa diskop tarif listrik hingga 50 persen per 1 Januari 2025. 

    “Khususnya untuk pelanggan listrik di bawah 2.200 Volt Amphere (VA), seperti 1.300 VA, 900 Va. Diskon tarif listrik 50 persen diberikan selama 2 bulan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga,” tutur Airlangga.

    PPN 12 Persen untuk Barang Mewah

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan kebijakan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang berlaku mulai 2025 nanti akan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, namun bersifat selektif, yaitu hanya untuk barang mewah.

    Hal itu disampaikannya dalam pernyataannya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Ia mengatakan, kenaikan PPN ini hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, sementara perlindungan terhadap rakyat tetap menjadi prioritas pemerintah.

    “PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.

    Prabowo mengatakan bahwa sesungguhnya sejak akhir tahun 2023, pemerintah tidak memungut PPN secara penuh terhadap barang-barang yang seharusnya dikenakan pajak. 

    Hal ini adalah bentuk upaya keberpihakan kepada masyarakat, terutama kalangan bawah.

    “Untuk rakyat yang lain, kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil. Jadi kalaupun naik, itu hanya untuk barang mewah,” ujarnya.

    Seperti diketahui, ketentuan PPN 12 persen diperintahkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun usai bertemu dengan Prabowo di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/12), bersama unsur DPR lainnya, mengatakan adanya usulan penghitungan PPN dengan tarif berbeda, di mana barang-barang, seperti kebutuhan pokok, kemungkinan dikenakan pajak lebih rendah.

    Ia menegaskan bahwa barang-barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, serta pelayanan umum akan tetap bebas dari PPN, sesuai kebijakan yang berlaku saat ini.

    “PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang yaitu 1 Januari 2025 tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif kepada beberapa komoditas, baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah sehingga pemerintah hanya memberikan beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah,” ujar Misbakhun.

    Lebih lanjut, Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah juga berencana untuk menerapkan struktur PPN yang tidak seragam. Meski demikian, kebijakan tersebut saat ini masih dilakukan pengkajian mendalam.

    “Ini nanti akan masih dipelajari. Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, kemudian jasa pendidikan, jasa kesehatan, kemudian jasa perbankan, yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan tetap tidak dikenakan PPN,” ungkap Misbakhun.

     

     

  • Kelas Menengah Kena Imbas, Masyarakat Kembali Dibodohi

    Kelas Menengah Kena Imbas, Masyarakat Kembali Dibodohi

    JAKARTA – Pemerintah Indonesia telah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana menilai pengumuman tersebut tidak kurang dari pembodohan publik.

    Tarif PPN 12 persen mulai tahun depan ini sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12/2024).

    Dalam kesempatan itu juga Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan kenaikan tarif PPN 12 persen ini khusus untuk barang dan jasa mewah. Sejumlah barang yang akan dikenakan PPN 12 persen di antaranya adalah bahan pangan premium. Menkeu Sri Mulyani sempat menyinggung bahan pangan ini adalah daging sapi seperti wagyu, dan kobe.

    Warga memilih pakaian saat berbelanja di Mall Blok M Square, Jakarta, Jumat (15/11/2024). (ANTARA/Sulthony Hasanuddin/foc/am)

    “Yang harganya bisa di atas Rp2,5 juta bahkan Rp3 juta per kilogram-nya,” kata Sri Mulyani.

    Di sisi lain, Airlangga mengatakan tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting.

    Sedangkan Sri Mulyani menyebutkan ada juga barang-barang yang sebenarnya terkena PPN 12 persen, namun pemerintah hanya menerapkan 11 persen. Yang masuk kategori ini adalah tepung terigu dan gula untuk industri, serta minyak goreng curah merek Minyakita.

    Pembodohan Publik

    Keputusan tarif PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah, dengan rincian seperti yang disebutkan pemerintah, menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana bahkan menilai pengumuman tersebut tidak kurang dari pembodohan publik. Pasalnya, kenaikan PPN tersebut tetap akan diterapkan kepada seluruh barang yang selama ini terkena PPN kecuali tiga jenis barang. Bahkan, jenis barang yang akan dibebankan PPN justru bertambah.

    “Faktanya kenaikan ini bukannya mengurangi daftar produk yang akan terkena kenaikan PPN, tapi nyatanya justru menambah,” ujar Andri dalam keterangan tertulis.

    Andri menambahkan, barang-barang pokok yang disebutkan bebas dari PPN, seperti beras hingga angkutan umum, nyatanya selama ini memang sudah dikategorikan sebagai barang yang tak terbebani PPN menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

    Dalam PP tersebut disebutkan barang-barang yang tidak terbebani PPN terbagi menjadi dua jenis, yaitu Barang Kena Pajak (BKP) tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan BKP tertentu yang tidak dipungut PPN/PPN dan PPnBM.

    Yang digolongkan sebagai BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain adalah vaksin polio, vaksin COVID-19, buku pelajaran, kitab suci, jasa konstruksi untuk keperluan ibadah, hingga produk-produk yang berhubungan dengan bencana nasional.

    Sedangkan yang digolongkan sebagai BKP tertentu yang tidak dipungut PPN/PPN dan PPnBM antara lain adalah sembako (kecuali minyak goreng), barang hasil kelautan dan perikanan, mesin dan peralatan pabrik, hewan ternak, bibit dan pakan, rumah susun milik, perak butiran dan batangan, listrik di bawah 6.600 VA,  air bersih, barang hasil pertambangan, hingga gula konsumsi.

    “Jadi berbagai barang tersebut memang sudah dari dulu tidak dibebani PPN bahkan sebelum PP Nomor 49 Tahun 2022 diterbitkan,” ujar Andri.

    Justru dengan kebijakan baru ini, kata Andri, sebagian barang-barang tersebut yang tadinya tidak dibebani PPN tersebut kini langsung terkena tarif 12 persen.

    “Produk seperti beras premium, ikan salmon, listrik di atas 3.500 VA, rumah sakit VIP, jasa pendidikan, dan lain-lain yang dianggap premium tadinya PPN 0 persen kini dibebankan 12 persen. Produk-produk tersebut sebelumnya satu kategori dengan BKP tertentu yang tidak dibebani PPN, namun sekarang hanya yang digolongkan ‘non-premium’ yang bebas PPN. Jadi inilah yang digembar-gemborkan sebagai ‘PPN hanya untuk barang mewah’ tersebut. Padahal seluruh barang dalam kategori tersebut memang bebas PPN dari dulu,” jelas Andri.

    Menyangsikan Insentif dari Pemerintah

    Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut implementasi PPN 12 persen akan disertai berbagai stimulasi ekonomi dan insentif pajak. Seperti yang telah disinggung, pemerintah juga berkomitmen tetap memberikan fasilitas pembebasan PPN bagi barang dan jasa strategis. Selain bahan makanan pokok, ada sektor transportasi, pendidikan, kesehatan, jasa keuangan yang termasuk di antara bebas PPN. 

    Ekonom senior dari Bright Institute Awalil Rizky mengatakan dengan kebijakan ini pada akhirnya PPN 12 persen tetap dinaikan, sementara pengecualian hanya diberikan kepada sedikit kelompok barang dengan skema satu persennya ditanggung pemerintah (DTP). Adapun barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN atau dikecualikan sebenarnya sama saja dengan sebelumnya, alias bukan kebijakan baru.

    “Hal ini menjadi berbeda dengan wacana pemerintah seminggu terakhir, bahkan hingga kemarin, yang menyebut hanya akan menaikan PPN bagi barang mewah,” kata Awalil ketika dihubungi VOI.

    Pemerintah juga mengatakan rumah tangga berpendapatan rendah akan mendapat insentif tambahan. Hal ini dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat yang dalam beberapa bulan terakhir memang diklaim terus menurun.

    Tapi awalil meyakini penerapan tarif PPN 12 persen mulai tahun depan secara umum akan tetap terjadi kenaikan harga dan semakin memukul daya beli masyarakat kelompok bawah dan menengah bawah.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan, yang digelar di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

    Bahkan beberapa paket kebijakan untuk meredam kenaikan tarif tersebut hanya sedikit mengurangi beban masyarakat, dan itu pun masih ditunggu lebih jauh rincian dan pelaksanaan insentif tersebut.

    “Beberapa insentif yang telah diumumkan hanya bersifat sementara, ada yang berdurasi beberapa bulan,” jelas Awalil, merujuk pada diskon 50 persen untuk tarif listrik dengan daya 2.200 watt ke bawah.

    “Begitu pula tentang pajak ditanggung pemerintah atas beberapa barang dan jasa pada umumnya hanya memperpanjang yang sudah dilaksanakan saat ini. Dengan demikian, ini bukan insentif baru terkait kenaikan tarif,” imbuhnya.

    Alih-alih memberikan insentif, Awalil menyatakan yang lebih diharapkan dari pemerintah adalah kebijakan yang memberi stimulus langsung ke sektor riil.

    “Bisa membantu kondisi sektor riil (beberapa industri) agar PHK massal tak berlanjut. Begitu pula agar usaha mikro dan kecil makin memperoleh kemudahan dan memberi hasil usaha yang membaik bagi pelakunya,” pungkasnya.

  • PPN 12 Persen Resmi Naik Januari 2025, Ini Daftar Paket Insentif yang Disiapkan Pemerintah

    PPN 12 Persen Resmi Naik Januari 2025, Ini Daftar Paket Insentif yang Disiapkan Pemerintah

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah memberikan paket insentif untuk bidang ekonomi, keadilan, dan kepentingan masyarakat seiring regulasi kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto belum lama ini.

    Kenaikan PPN sesuai dengan aturan yang sudah diresmikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam aturan tersebut mengamanatkan kenaikan PPN menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2024.

    Lalu apa itu paket insentif? Berikut ini pengertian dan daftar penerima insentif.

    Paket Insentif
    Paket insentif untuk bidang ekonomi, keadilan, dan kepentingan masyarakat merupakan program pemerintah untuk meringankan beban masyarakat terhadap harga barang atau jasa yang akan naik karena PPN 12 persen. Pemerintah memproyeksikan jumlah PPN yang dibebaskan untuk insentif sebesar Rp 265,6 triliun. Jumlah ini di luar pembebasan PPN yang diberikan untuk barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat umum.

    Barang yang termasuk adalah beras, ikan, telur, sayur, gula konsumsi, susu segar, dan daging, sedangkan jasa yang termasuk adalah jasa angkutan umum, jasa keuangan, jasa tenaga kerja, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa asuransi, vaksin polio, buku, rusunami, rumah sederhana dan sangat sederhana, dan pemakaian listrik serta air minum.

    Daftar Penerima Paket Insentif
    Pemerintah mengklasifikasikan penerima insentif menjadi tiga golongan, yaitu insentif bagi rumah tangga, insentif bagi kelas menengah, dan insentif bagi dunia usaha.

    Insentif bagi Rumah Tangga
    Rumah tangga yang mendapatkan insentif adalah yang memiliki pendapatan rendah. Pemerintah memberikan stimulus dalam bentuk PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1 persen dari total PPN 12 persen untuk barang kebutuhan pokok dan barang penting (Bapokting), berupa tepung terigu, minyak goreng, dan gula industri.

    Selain dari stimulus tersebut, pemerintah juga memberikan bantuan berupa beras sebanyak 10 kilogram per bulan untuk masyarakat kelompok desil 1 dan 2 dengan total 16 juta penerima selama Januari dan Februari. Pemerintah juga memberikan diskon biaya listrik sebanyak 50 persen untuk pelanggan listrik dengan daya listrik terpasang hingga 2.200 VA selama Januari dan Februari 2025.

    Insentif bagi Kelas Menengah
    Pemerintah juga memberikan insentif bagi kelas menengah dengan melanjutkan PPN DTP properti dengan harga rumah hingga Rp 5 miliar dengan pengenaan pajak dasar hingga Rp 2 miliar. Selain itu juga tetap menjalankan PPN DTP kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) atau electric vehicle (EV) untuk penyerahan EV mobil tertentu dan bus tertentu, pajak barang mewah atau PPnBM DTP KBLBB/EV untuk impor mobil tertentu dalam bentuk utuh, penyerahan EV mobil tertentu yang diproduksi di dalam negeri, dan pembebasan bea masuk EV completely built up (CBU).

    Selain itu, pemerintah juga memberikan PPnBM DTP untuk kendaraan bermotor yang menggunakan mesin hybrid, memberikan insentif PPh untuk pekerja sektor padat karya dengan gaji hingga Rp 10 juta per bulan, mengoptimalkan jaminan kehilangan pekerjaan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, dan diskon pembayaran untuk Jaminan Kesehatan Kerja (JKK) sebesar 50 persen untuk pekerja padat karya.

    Insentif bagi Dunia Usaha
    Bagi dunia usaha, pemerintah menyiapkan insentif berupa perpanjangan masa berlaku PPh final 0,5 persen hingga 2025 untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sudah memanfaatkan tujuh tahun dan selesai pada 2024. UMKM yang memiliki pendapatan di bawah Rp 500 juta per tahun dibebaskan dari pajak tersebut. Pemerintah juga memberikan subsidi 5 persen untuk membiayai industri padat berupa revitalisasi alat atau mesin.

  • DPR Khawatir Penerapan PPN 12 Persen Tahun Depan Berdampak Terhadap Inflasi – Halaman all

    DPR Khawatir Penerapan PPN 12 Persen Tahun Depan Berdampak Terhadap Inflasi – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI, Herman Khaeron, mengatakan masyarakat dapat segera beradaptasi terhadap kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.

    Dia khawatir, ada kemungkinan terjadi inflasi dampak dari kenaikan PPN yang rencananya berlaku tahun depan.

    “Mudah-mudahan bisa segera adaptasi, karena biasanya daya beli menyesuaikan terhadap harga, meski besar kecilnya dampak terhadap inflasi atas kenaikan PPN menurut saya mungkin ada,” kata Herman kepada wartawan, Rabu (18/12/2024).

    Namun, Herman meminta semua pihak menunggu implementasi penerapan kenaikan PPN 12 persen.

    Politikus Demokrat itu juga berharap pemerintah memberikan formulasi lain imbas kenaikan PPN tersebut. 

    Saat ini, pemerintah sudah membebaskan pajak untuk sembako, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air. 

    “Kita tunggu formula yang tepat dari pemerintah selain memberikan fasilitas pajak nol persen untuk barang dan jasa terkait sembako,” ucapnya.

    Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan tarif PPN 12 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Sesuai dengan amanat UU HPP dengan jadwal yang ditentukan tarif PPN akan naik 12 persen per 1 Januari 2025,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).

    Airlangga menyampaikan, untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi, yakni bagi rumah tangga berpendapatan rendah PPN ditanggung pemerintah 1 persen atau hanya dikenakan tarif 11 persen saja.

    Barang-barang pokok yang dikenakan tarif 11 persen yakni, minyak goreng dengan kemasan Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

    “Jadi stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan dan minuman yang peranannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi yakni 36,3 persen, juga tetap 11 persen (tarif PPN),” ungkapnya.

    Adapun Airlangga menyampaikan, pemerintah juga menerapkan pengecualian objek PPN. 

    “Barang-barang yang dibutuhkan masyarakat PPN diberikan fasilitas atau 0 persen. Jadi barang seperti kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan telur, sayur, susu, jasa pendidikan, angkutan umum, seluruhnya bebas PPN,” ucapnya.

    Beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN meliputi:

    Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging
     Telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi
    Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja
    Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci
    Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)
    Listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)
    Rusun sederhana, Rusunami, RS, dan RSS
    Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional
    Mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak.
    Minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi
    Emas batangan dan emas granula
    Senjata/alutsista dan alat foto udara.

  • Anggota DPR Khawatir Kenaikan PPN 12 Persen Berdampak pada Inflasi

    Anggota DPR Khawatir Kenaikan PPN 12 Persen Berdampak pada Inflasi

    Anggota DPR Khawatir Kenaikan PPN 12 Persen Berdampak pada Inflasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron berharap masyarakat dapat segera beradaptasi terhadap kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (
    PPN
    ) menjadi 12 persen.
    Menurutnya, ada kemungkinan terjadi inflasi terhadap kenaikan PPN di tahun depan.
    “Ini soal kekhawatiran, mudah-mudahan bisa segera adaptasi, karena biasanya daya beli menyesuaikan terhadap harga, meski besar kecilnya dampak terhadap inflasi atas kenaikan PPN menurut saya mungkin ada,” kata Herman saat dikonfirmasi, Rabu (18/12/2024).
    Meski begitu, ia meminta semua pihak menunggu implementasi penerapan kenaikan PPN 12 persen, yang hanya akan diterapkan ke barang mewah pada tahun depan.
    “Kita lihat saja sebulan ke depan apakah kenaikan PPN menjadi 12 persen sebagaimana tertuang dalam UU Harmonisasi perpajakan yang ke depan akan diterapkan pada pajak barang mewah apakah mempengaruhi tidak terhadap kelas menengah ke bawah,” tuturnya.
    Selain itu, anggota Komisi VI DPR RI ini berharap ada formulasi lain dari pemerintah imbas kenaikan PPN tersebut.
    Sebab, saat ini pemerintah sudah membebaskan pajak untuk sembako, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air.
    “Dan kita tunggu formula yang tepat dari pemerintah selain memberikan fasilitas pajak nol persen untuk barang dan jasa terkait sembako,” ucapnya.
    Sebagaimana diketahui, pemerintah mengumumkan tarif PPN tetap naik mulai 1 Januari 2025 sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
    Pengumuman itu disampaikan oleh Menko Bidang (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan sejumlah menteri lainnya pada Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Senin (16/12/2024).
    “Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik menjadi 12 persen per Januari,” ujar Menko Airlangga dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan, dikutip dari siaran akun YouTube Perekonomian RI, Senin (16/12/2024).
    Namun, kata dia, tarif
    PPN 12 persen
    ini tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting yang rinciannya diatur dalam Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 59 Tahun 2020.
    Kelompok barang yang dibebaskan dari PPN adalah sembako, termasuk beras, daging, telur ikan, susu, serta gula konsumsi.
    Di samping itu, pembebasan PPN berlaku pula untuk jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air.
    “Barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen. Jadi barang yang seperti kebutuhan pokok seluruhnya bebas PPN,” ucapnya.
    Guna mengantisipasi dampak
    kenaikan PPN 12 persen
    , pemerintah juga akan memberlakukan sejumlah paket stimulus ekonomi untuk menjaga kesejahteraan masyarakat.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Heboh Demam Babi Afrika di 32 Provinsi RI, Kemenkes Ungkap Cara Penularannya

    Heboh Demam Babi Afrika di 32 Provinsi RI, Kemenkes Ungkap Cara Penularannya

    Jakarta

    Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) tengah marak di RI. Badan Karantina Indonesia (Barantin) mengatakan ada 32 provinsi RI yang melaporkan wabah tersebut, termasuk Papua, Papua Tengah, hingga Nusa Tenggara Timur.

    Papua Tengah misalnya, mencatat 6.273 ekor babi mati akibat ASF pada Januari 2024. Hingga saat ini di Indonesia belum memiliki vaksin untuk mengatasi wabah tersebut. Berbeda dengan wabah flu burung, yang vaksinnya sudah tersedia.

    Kepala Biro Komunikasi Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI Aji Muhawarman mengatakan African Swine Fever (ASF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Genus, Asfivirus, Family Asfaviridae, dapat menyerang ternak babi domestik dan babi liar pada semua tingkatan umur.

    ASF sangat menular, bahkan menyebabkan kematian hingga 100 persen sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi tinggi di sektor peternakan babi.

    Aji mengatakan virus penyebab ASF ini dapat menyebar melalui beberapa cara, seperti berikut:

    kontak langsung sesama babiseranggamaterial pembawa (fomites) termasuk pakaianperalatan peternakankendaraanpakan mentah yang terkontaminasi.

    “Kemenkes telah berkoordinasi dengan Kementan. ASF bukan penyakit zoonosis tetapi penyakit yang menyerang babi,” kata Aji saat dihubungi detikcom, Selasa (17/12/2024).

    Aji menegaskan virus ASF ini tak berbahaya bagi manusia lantaran tak ada penularan dari hewan ke manusia. Adapun penanggulangan penyakit ini, kata Aji, ada di bawah otoritas Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan dan dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

    Untuk menekan penyebaran virus, Aji mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan kepada petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat dalam waktu 1×24 jam jika ditemukan babi yang sakit atau mati. Kemudian, sebaiknya tidak menjual atau membeli babi yang sakit.

    “Melakukan pembersihan dan desinfeksi peternakan babi, mengonsumsi babi dari babi yang sehat yang sudah diawasi pemotongannya oleh otoritas yang berwenang dan dimasak dengan matang. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan,” katanya.

    “Hingga saat ini belum ada vaksin untuk melawan virus ASF,” imbuhnya lagi.

    (suc/naf)