Produk: vaksin

  • Sains Jadi Bentuk Kepahlawanan Masa Kini

    Sains Jadi Bentuk Kepahlawanan Masa Kini

    Jakarta

    Habibie Prize 2025 digelar bertepatan dengan Hari Pahlawan. Acara ini merupakan penghargaan bergengsi bagi ilmuwan dan tokoh bangsa terbaik Indonesia ini seolah memperlihatkan sains sebagai bentuk kepahlawan di era modern.

    Kepala BRIN Dr. Laksana Tri Handoko menegaskan bahwa penghargaan ini bukan sekadar simbol prestasi, melainkan bentuk nyata dari warisan intelektual Prof. B.J. Habibie, tokoh yang mempersatukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan cinta Tanah Air.

    “Habibie Prize merupakan legacy yang lahir dari semangat almarhum Bapak Habibie. Perjuangan masa kini bukan lagi di medan perang, melainkan di laboratorium, ruang riset, dan forum akademik. Kita mengisi kemerdekaan melalui sains, riset, dan inovasi. Itulah makna pahlawan masa kini,” ujarnya di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11).

    Melalui sambutan yang disampaikan secara daring, salah satu putra B.J. Habibie, Ilham Akbar Habibie, menegaskan makna filosofis penghargaan ini sebagai bentuk kesinambungan cita-cita ayahandanya.

    “Penghargaan ini bukan hanya untuk mengakui prestasi ilmiah, tetapi juga sebagai simbol bahwa ilmu pengetahuan, iman, dan cinta Tanah Air harus berjalan bersama dalam membangun bangsa,” ujarnya.

    Ilham berharap penghargaan ini menjadi inspirasi bagi lahirnya lebih banyak ilmuwan muda Indonesia yang berkiprah di tingkat global. “Kita ingin melihat semakin banyak anak bangsa yang berani bermimpi, berinovasi, dan membawa karya mereka untuk kemajuan umat manusia,” katanya.

    Ia juga menegaskan bahwa Habibie Prize adalah ajakan untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri agar ilmu pengetahuan tidak berhenti di jurnal, tetapi hadir sebagai solusi nyata bagi masyarakat.

    Ilham Akbar Habibie menegaskan makna filosofis penghargaan Habibie Prize. Foto: Rachmatunnisa/detikINET

    Tahun ini, Habibie Prize dianugerahkan kepada lima ilmuwan nasional dari beragam bidang ilmu pengetahuan, mulai dari laboratorium kimia, ruang isolasi virus, peternakan hijau, ruang sidang konstitusi, hingga lembar tafsir Al Qur’an.

    Pertama, Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. menemukan energi bersih dari sekam padi. Dari laboratorium di Institut Teknologi Bandung, Rino menemukan cara mengubah limbah sekam padi menjadi zeolit sintetis, material canggih yang digunakan sebagai katalis dalam industri minyak bumi dan pupuk. Karyanya menegaskan bahwa inovasi besar bisa lahir dari bahan lokal yang sederhana.

    “Indonesia punya potensi luar biasa dari limbah pertanian. Sekam padi bisa menjadi sumber material maju untuk energi bersih dan pertanian berkelanjutan,” ujar Rino.

    Bagi Rino, penghargaan ini bukan akhir, tetapi pengingat agar riset selalu kembali ke akar, yaitu memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan memotivasi ilmuwan muda untuk tidak takut menapaki jalan panjang dunia penelitian.

    Kedua, R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D., yang menelusuri jejak virus demi kemanusiaan. Selama lebih dari dua dekade, Tedjo meneliti virus dengue dan arbovirus lain di Indonesia. Karyanya memetakan empat serotipe virus dengue di berbagai kota dan menjadi dasar bagi kebijakan vaksinasi nasional.

    “Setiap hari kita hidup berdampingan dengan virus ini. Maka tugas saya adalah memahami biologi dan dinamika penyebarannya agar masyarakat terlindungi,” katanya.

    Peneliti Lembaga Eijkman ini juga berperan dalam uji klinis vaksin dengue dan riset genomik untuk kesiapsiagaan pandemi. Ia menekankan bahwa bioteknologi adalah bentuk nyata dari sains untuk kemanusiaan.

    “Kita harus siap menghadapi tantangan kesehatan masa depan dengan kemampuan sendiri. Itulah semangat Habibie yang saya pegang,” tegasnya.

    Ketiga, Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc., mengubah pakan untuk menyelamatkan bumi. Sebagai ilmuwan muda dari IPB University, Anuraga memadukan riset peternakan dengan isu perubahan iklim. Ia mengembangkan formulasi pakan ternak berbasis bahan alami yang mampu menekan emisi gas rumah kaca, sekaligus meningkatkan produktivitas ternak.

    “Pakan menyumbang 70% biaya produksi,” jelasnya. Lebih lanjut ia berpesan jika kita bisa membuatnya efisien dan ramah lingkungan, sains tidak boleh berhenti di jurnal. Ia harus hidup di peternakan, di tangan masyarakat, di dapur industri agar manfaatnya besar bagi peternak dan Bumi.

    Keempat, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. yang mengingatkan etika sebagai pilar hukum. Nama Jimly Asshiddiqie identik dengan reformasi konstitusi dan etika bernegara. Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pertama, ia memperkenalkan gagasan ‘constitutional ethics’, bahwa hukum tidak bisa berdiri tanpa moral dan integritas.

    “Etika itu samudra, hukum itu kapal. Kapal hukum tidak akan sampai ke pulau keadilan jika samudra etikanya keruh,” ujarnya lantang.

    Jimly menegaskan pentingnya membangun sistem hukum yang tak hanya menghukum, tetapi juga mendidik dan menjaga kepercayaan publik. Ia berharap generasi muda memahami bahwa peradaban bangsa tidak hanya ditopang oleh teknologi, tetapi juga oleh nilai etika yang kokoh.

    Kelima, Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. yang menyinari zaman dengan tafsir Al Qur’an. Sebagai mufasir besar Asia Tenggara, ia mengabdikan hidupnya untuk menjembatani pesan Al-Qur’an dengan kehidupan modern melalui Tafsir Al-Misbah.

    “Al Qur’an itu cahaya. Setiap orang akan melihat cahayanya dari sudut yang berbeda, dan perbedaan itu adalah rahmat,” ” ujarnya lembut.

    Ia mengingatkan pentingnya tafsir yang kontekstual dan penuh kasih, di tengah dunia yang dipenuhi disrupsi dan ujaran kebencian. “Beragama harus dengan pemahaman, bukan hanya hafalan. Ilmu harus dibarengi dengan adab,” pungkasnya.

    (rns/rns)

  • Mimpi Besar Layanan Imunoterapi di Indonesia, Jangkau Pelosok hingga Jadi Rujukan Internasional

    Mimpi Besar Layanan Imunoterapi di Indonesia, Jangkau Pelosok hingga Jadi Rujukan Internasional

    Mimpi Besar Layanan Imunoterapi di Indonesia, Jangkau Pelosok hingga Jadi Rujukan Internasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RSPPN) Panglima Besar Sudirman, Jakarta Selatan, menjadi saksi peralihan wacana menjadi layanan nyata.
    Setelah lama dibicarakan, Imunoterapi Nusantara dan Digital Subtraction Angiography (DSA) kini resmi beroperasi, bukan hanya untuk prajurit TNI, tetapi juga masyarakat umum.
    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin meresmikan layanan tersebut, ditemani Prof.
    Terawan
    Agus Putranto dan Menteri PPN Rachmat Pambudy pada Senin (10/11/2025).
    Pada hari yang sama, Sjafrie menjadi salah satu peserta pertama yang menjalani prosedur: darahnya diambil, diproses, dan akan kembali disuntikkan beberapa hari kemudian.
    Menhan Sjafrie
    menceritakan, darahnya telah diambil untuk menguji metode baru ini.
    “Saya kebetulan diminta mencoba, diambil darah sekitar 40 cc, kemudian diolah di laboratorium,” cerita Menhan.
    “Setelah lima sampai tujuh hari, darah itu akan disuntikkan kembali. Semoga ini memberi berkah kesehatan untuk melanjutkan tugas kita,” ujarnya.
    Menurutnya, layanan imunoterapi dan DSA tidak hanya diperuntukkan bagi kalangan militer, namun juga masyarakat umum.
    “Kita harapkan dapat memberi dorongan kesehatan bagi bangsa Indonesia, terutama bagi mereka yang sudah berusia lanjut,” tambah Sjafrie.
    Dalam kesempatan yang sama, Prof. Terawan Agus Putranto menjelaskan bahwa pelayanan imunoterapi dan DSA kini telah siap beroperasi secara penuh di RSPPN Sudirman.
    “Menhan sudah meresmikan pelayanan imunoterapi Nusantara dan juga DSA yang hari ini langsung dilakukan. Jadi ini semua sudah siap untuk melayani masyarakat,” kata Terawan.
    Ia menuturkan, proses pelayanan berjalan beriringan antara pemrosesan imunoterapi dan pelaksanaan DSA.
    “Baik proses DSA maupun imunoterapinya sudah berlangsung hari ini,” ungkap Terawan.
    Dia juga berharap RSPPN bisa menjadi rujukan pasien dari luar negeri untuk berobat.
    “Rumah sakit ini diharapkan menjadi rumah sakit rujukan internasional, dan memang sudah terbukti, karena pasien-pasien dari luar negeri pun mulai berdatangan ke RSPPN,” lanjutnya.
    Menurut Terawan, sejak pekan sebelumnya sudah ada pasien dari luar negeri yang datang untuk mendapatkan layanan tersebut, dan jumlahnya diperkirakan akan terus meningkat.
    “Dimulai dari minggu lalu sudah mulai ada yang datang, minggu depan juga akan ada lagi pasien dari luar negeri,” kata dia.
    “Kami berharap ini dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat sekaligus menumbuhkan budaya riset dan pengembangan (R&D) di bidang medis nasional,” tambahnya.
    Menhan Sjafrie melanjutkan, keberhasilan RSPPN Sudirman dalam layanan imunoterapi dan DSA akan menjadi model pengembangan untuk rumah sakit TNI di seluruh wilayah Indonesia.
    “Yang jelas, ilmunya ini dimiliki anak bangsa, oleh Pak Terawan. Karena ini rumah sakit pusat, tentu akan berkembang ke rumah sakit-rumah sakit TNI di daerah melalui kaderisasi yang dilakukan oleh dokter Terawan dan timnya,” ungkapnya.
    Imunoterapi merupakan metode pengobatan yang memanfaatkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan berbagai penyakit, terutama kanker.
    Mekanismenya adalah dengan meningkatkan kemampuan sistem imun mengenali dan menghancurkan sel abnormal, baik melalui pemberian obat, vaksin, antibodi monoklonal, maupun sitokin.
    Tujuan utama terapi ini adalah meningkatkan daya tahan tubuh dan mengembalikan kemampuan alami tubuh dalam melawan penyakit, termasuk kanker paru, serviks, ginjal, dan alergi kronis.
    Sementara itu, DSA merupakan prosedur pencitraan radiologi untuk menampilkan gambaran pembuluh darah secara detail menggunakan sinar-X dan zat kontras.
    Teknologi ini memungkinkan dokter mendeteksi kelainan pembuluh darah seperti aneurisma, penyumbatan, atau malformasi dengan sangat akurat.
    Dalam konteks medis modern, DSA dan imunoterapi saling melengkapi DSA untuk diagnosis, imunoterapi untuk pengobatan.
    Kombinasi keduanya dapat digunakan, misalnya dalam penanganan penyakit saraf atau kanker otak, di mana DSA membantu memetakan aliran darah dan imunoterapi memperkuat respons tubuh terhadap sel yang rusak.
    Terawan menjelaskan, melalui imunoterapi, jika sistem imun terlalu tinggi, terapi ini dapat menurunkannya, dan sebaliknya, jika terlalu rendah, terapi akan meningkatkan kinerja sistem imun. Hal ini, penting untuk menangani inflamasi yang menjadi akar dari berbagai penyakit.
    “Imunoterapi itu adalah terapi imun kita. Kalau (imun) terlalu tinggi, akan diturunkan, dikontrol kalau terlalu rendah akan dinaikkan karena itu sangat mempengaruhi inflamasi kita, diabetes dan lain sebagainya,” kata Terawan mengutip Antaranews, November 2024 silam.
    Lebih lanjut, Terawan menyoroti potensi imunoterapi dalam mengurangi efek inflamasi dan memacu produksi interleukin yang bersifat anti-inflamasi.
    Dengan riset yang sudah berjalan, ia optimistis terapi ini dapat menjadi solusi medis yang andal di masa depan.
    Menurut Terawan, inovasi di bidang imunologi juga dapat menjawab tantangan pengobatan modern.
    Namun, terkadang riset medis terganjal adanya permasalahan pembiayaan. Hal ini yang ia harapkan dapat dibantu lewat berbagai skema pembiayaan riset, salah satunya lewat sektor perbankan.
    Dirinya menyampaikan bahwa pemerintah dan lembaga terkait dapat memberikan dukungan penuh untuk pengembangan riset-riset kesehatan yang relevan, sehingga masyarakat Indonesia dapat menikmati layanan pengobatan yang lebih baik.
    “Imunoterapi sudah saya bangun di tujuh tempat. Nanti beberapa negara juga ikut akan saya bangun tapi yang paling dekat adalah Dili, di Timur Leste supaya mereka ada kemajuan teknologi, Karena ini (imunoterapi) merupakan teknologi yang baru, dan kebetulan jurnalnya terbit terus. Kalau jurnalnya terbit terus, itu kan di-review seluruh dunia,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ganjil Genap Jakarta Berlaku Hari Ini Selasa 11 November 2025: Cek Jam dan Aturannya!

    Ganjil Genap Jakarta Berlaku Hari Ini Selasa 11 November 2025: Cek Jam dan Aturannya!

    Ada ketentuan pengecualian bagi kendaraan bermotor yang diperbolehkan memasuki kawasan ganjil genap Jakarta.

    1. Kendaraan bertanda khusus yang membawa masyarakat disabilitas

    2. Kendaraan ambulans

    3. Kendaraan pemadam kebakaran

    4. Kendaraan angkutan umum (pelat kuning)

    5. Kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik

    6. Sepeda motor

    7. Kendaraan angkutan barang khusus bahan bakar minyak dan gas

    8. Kendaraan pimpinan lembaga tinggi negara RI

    9. Kendaraan dinas operasional berpelat merah, TNI dan Polri

    10. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara

    11. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas

    12. Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri seperti kendaraan pengangkut uang

    13. Kendaraan petugas kesehatan penanganan Covid-19, selama masa penanggulangan bencana yang diakibatkan oleh penyebaran Covid-19.

    14. Kendaraan mobilisasi pasien Covid-19

    15. Kendaraan mobilisasi vaksin Covid-19

    16. Kendaraan pengangkut tabung oksigen

    17. Kendaraan angkutan barang pengangkut logistik

  • Peneliti Virus Dengue Tedjo Sasmono Minta Pemerintah Naikkan Dana Riset

    Peneliti Virus Dengue Tedjo Sasmono Minta Pemerintah Naikkan Dana Riset

    Jakarta

    Peneliti virus R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. menekankan perlunya perhatian lebih dari pemerintah terhadap pendanaan riset dan pendidikan sains.

    Hal ini ia sampaikan saat berbicara di acara Habibie Prize 2025, sebagai salah satu dari lima ilmuwan terkemuka penerima penghargaan. Ia menjawab pertanyaan moderator yang menanyakan kontribusi apa yang dibutuhkan dari negara agar para peneliti seperti dirinya konsisten menghasilkan riset penting.

    “Tentu saja kontribusi negara sangat penting. Persentase APBN untuk riset masih kecil. Itu perlu dinaikkan nantinya. Negara maju sudah science-based dalam mengambil keputusan. Indonesia juga harus ke sana, semua kebijakan sebaiknya berbasis data dan sains,” ujarnya di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).

    “Saya kira seperti itu. Ada perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan lagi dana sains, pendidikan, dan sebagainya,” tegasnya.

    Peneliti virus dengue R. Tedjo Sasmono berbicara di panggung Habibie Prize 2025. Foto: Rachmatunnisa/detikINETPuluhan Tahun Meneliti Virus Dengue

    Nama Tedjo Sasmono tak asing di dunia penelitian bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi. Ia merupakan peneliti senior Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman BRIN, dan sudah menjadi periset di LBM Eijkman sejak 1994.

    Sederet prestasinya yang mentereng antara lain masuk dalam jajaran 2% saintis teratas dunia (Top 2% World Ranking Scientists) pada 2021 yang dirilis peneliti dari University of Stanford, John Ioannidis bersama Jeroen Baas dan Kevin Boyack.

    Setelah lebih dari 25 tahun meneliti virus dengue, Tedjo menerima Habibie Prize 2025 bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi. Konsistensinya memetakan genom virus dengue di berbagai wilayah Indonesia menjadi kontribusi penting bagi pengendalian penyakit demam berdarah di Tanah Air.

    “Ini soal istiqamah, konsistensi. Saya menekuni bidang ini lebih dari 25 tahun karena dengue itu penyakit yang kita hadapi setiap hari sebagai negara tropis,” ujarnya.

    “Bahkan anak saya sendiri sempat terkena dengue. Itu menunjukkan betapa dekatnya penyakit ini dengan kehidupan kita,” kenang Tedjo.

    Selama lebih dari dua dekade, Tedjo dan timnya berfokus pada virologi dan biologi molekuler dengue. Mereka meneliti bagaimana virus menular, beradaptasi, dan berevolusi di berbagai wilayah Indonesia.

    “Virus dengue ada empat tipe: 1, 2, 3, dan 4. Kami memetakan hampir seluruh Indonesia, dari 15 provinsi lebih, untuk melihat perbedaan genom dan perilakunya,” jelasnya.

    Menurutnya, data genomik lokal sangat penting karena setiap daerah memiliki karakter virus dan pola penularan berbeda. Informasi ini kini menjadi dasar untuk riset vaksin dan sistem diagnostik yang lebih akurat.

    Tedjo Sasmono (keempat dari kiri) menerima penghargaan Habibie Prize 2025 dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (bersalaman). Foto: Rachmatunnisa/detikINETDari Laboratorium ke Kebijakan Publik

    Penelitian Tedjo tak berhenti di laboratorium. Data yang dihasilkan timnya kini digunakan oleh Kementerian Kesehatan dan World Health Organization (WHO) untuk memahami pola penyebaran virus di Indonesia.

    “Dari sisi genomiknya dimanfaatkan untuk pengembangan vaksin. Itu juga menggunakan genom Indonesia,” ujarnya.

    Ia juga menyebut keberhasilan ilmuwan dalam menurunkan kasus dengue melalui vaksin QDENGA dan penerapan teknologi Wolbachia, yang terbukti mampu mengurangi hingga 77% kasus dengue di Yogyakarta.

    “Itulah bukti bahwa ilmu pengetahuan itu bisa bermanfaat untuk kesehatan umat manusia. Karena dengan ilmu pengetahuan bisa didapatkan vaksin,” tambahnya.

    Bagi Tedjo, penelitian bioteknologi bukan hanya soal sains, tapi juga misi kemanusiaan. Ia menambahkan, COVID-19 mengajarkan bahwa Indonesia harus mandiri menghadapi pandemi berikutnya. Ia pun berharap banyak agar generasi muda peneliti Indonesia terus belajar dan konsisten.

    “Anak-anak, adik-adik yang masih muda-muda tetap konsisten a. Terus belajar, bermimpi besar boleh, didukung dengan infrastruktur, pengetahuan, update ilmu, supaya Indonesia tidak kekurangan critical mass untuk peneliti,” pesan Tedjo.

    Ia juga menyebut penghargaan Habibie Prize 2025 yang didapatkannya menjadi simbol penting pengakuan bagi peneliti Indonesia. “Terima kasih banyak untuk rekognisi ini,” ujarnya.

    Habibie Prize merupakan bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan negara kepada para ilmuwan dan pakar yang telah mendedikasikan karya serta penelitiannya untuk kemajuan bangsa. Penghargaan ini sekaligus menjadi sarana untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, serta menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan generasi muda.

    Nama penghargaan ini diambil dari sosok Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Menteri Riset dan Teknologi periode 1979-1998. Habibie dikenal luas sebagai tokoh visioner yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor pembangunan nasional.

    Tahun ini, BRIN memberikan penghargaan kepada lima penerima:

    Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. (Ilmu Pengetahuan Dasar)R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. (Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi)Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc. (Ilmu Rekayasa)Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi dan Hukum)Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. (Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan)

    (rns/rns)

  • Indonesia-China jajaki kerja sama bidang farmasi dan pengawasan obat

    Indonesia-China jajaki kerja sama bidang farmasi dan pengawasan obat

    Jakarta (ANTARA) – Sepanjang pekan lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengunjungi sejumlah institusi dan perusahaan farmasi China dalam rangka menjajaki peluang kerja sama di bidang farmasi dan pengawasan obat.

    Dalam kunjungan ke Universitas Tsinghua, BPOM membahas peluang kerja sama di bidang riset regulasi, pengobatan presisi, dan inovasi produk kesehatan. BPOM berharap lebih banyak ilmuwan muda Indonesia dapat belajar di Universitas Tsinghua dan membawa pulang pengetahuan untuk membangun ekosistem kesehatan nasional.

    Pada hari yang sama, BPOM juga mengunjungi rumah sakit Universitas Tsinghua, Tsinghua Changgung Hospital, untuk mempelajari penerapan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam layanan kesehatan.

    “Kami melihat langsung bagaimana AI mampu menghadirkan layanan kesehatan yang lebih cepat, akurat, dan terintegrasi. BPOM berkomitmen untuk mengadopsi pendekatan serupa dalam sistem pengawasan obat dan makanan di Indonesia agar lebih responsif terhadap tantangan zaman,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam keterangannya.

    BPOM juga bertemu dengan sejumlah akademisi di bidang pengobatan tradisional China (traditional Chinese medicine/TCM) dan menyampaikan keinginan untuk memperkuat kolaborasi dengan institusi serta ahli TCM China dalam pengembangan pengetahuan, uji klinis, dan praktik regulasi di bidang TCM dan jamu Indonesia.

    Peluang kerja sama lainnya meliputi peningkatan kapasitas akupunktur, pengobatan integratif, standardisasi herbal, serta manajemen kesehatan yang mendukung pengembangan obat tradisional.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengunjungi sejumlah institusi dan perusahaan farmasi China dalam rangka menjajaki peluang kerja sama di bidang farmasi dan pengawasan obat. (Xinhua)

    BPOM turut menjajaki peluang kerja sama dengan Beijing Tiantan Hospital dalam riset bersama terkait stroke dan penyakit neurologis, serta pertukaran keahlian di bidang bedah saraf dan neurofarmakologi.

    Selain itu, kedua lembaga juga melihat peluang kerja sama dalam peningkatan kapasitas evaluasi uji klinis, pengembangan infrastruktur riset berbasis rumah sakit, serta studi kolaboratif mengenai terapi inovatif dan regeneratif untuk penyakit neurodegeneratif.

    Rombongan BPOM juga mengunjungi dua perusahaan farmasi dan bioteknologi China, yakni China Shijiazhuang Pharmaceutical Company (CSPC) Pharmaceutical Co. Ltd dan CanSino Biologics Inc (CanSinoBio). Kedua perusahaan itu memiliki kemitraan dengan industri farmasi di Indonesia.

    CanSinoBio bekerja sama dengan mitra lokal dalam pengembangan vaksin inhalasi tuberkulosis (berbasis vektor adenovirus tipe 5) dan vaksin konjugat meningokokus tetravalen. Sementara itu, CSPC melalui kemitraan dengan perusahaan farmasi lokal Kalbe Farma akan segera memasok obat n-butylphthalide (NBP) untuk terapi stroke iskemik.

    BPOM kemudian melakukan pertemuan dengan Tianjin Medical Products Administration (TJMPA) untuk memperkuat kolaborasi regulasi, memperluas pertukaran informasi, serta mendorong sinergi antara industri bioteknologi kedua negara.

    Pewarta: Xinhua
    Editor: Junaydi Suswanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sinergi Riset dengan UGM, Indonesia Genjot Produksi Vaksin dan Biofarmasi Lokal

    Sinergi Riset dengan UGM, Indonesia Genjot Produksi Vaksin dan Biofarmasi Lokal

  • Presiden Bukan Pahlawan!

    Presiden Bukan Pahlawan!

    Presiden Bukan Pahlawan!
    Peneliti & Assessor pada IISA Assessment Consultancy & Research Centre
    ADA
    satu usulan yang belakangan ini kembali muncul ke permukaan: semua presiden Indonesia sebaiknya otomatis diberi gelar pahlawan.
    Sekilas terdengar masuk akal. Bukankah mereka pernah memimpin bangsa ini? Bukankah jabatan tertinggi layak mendapat penghormatan tertinggi?
    Namun, di balik logika yang tampak mulia itu tersembunyi kekeliruan yang tak bisa dibiarkan: kita mencampuradukkan otoritas dengan integritas.
    Kita menganggap bahwa karena seseorang pernah menjadi
    presiden
    , maka ia pasti layak disebut pahlawan.
    Padahal, Undang-Undang No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menetapkan syarat yang jauh lebih dalam: integritas moral, keteladanan, perilaku baik, dan bebas dari hukuman pidana berat.
    Mengabaikan syarat-syarat ini demi memudahkan proses bukanlah bentuk penghormatan, melainkan bentuk amnesia kolektif yang disengaja.
    Kita ingin mengenang tanpa mengingat, memuliakan tanpa mengkaji. Kita ingin sejarah yang nyaman, bukan sejarah yang jujur.
    Setiap presiden Indonesia adalah figur yang kompleks. Soekarno adalah proklamator, tapi juga membubarkan DPR dan menerima status presiden seumur hidup.
    Soeharto dikenal sebagai “Bapak Pembangunan”, tapi warisannya dibayangi pelanggaran HAM dan praktik KKN yang diakui secara resmi.
    Habibie membuka ruang demokrasi, tetapi masa jabatannya diwarnai krisis multidimensi. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dijuluki “Bapak Pluralisme”, tapi kepemimpinannya memicu ketegangan politik.
    Susilo Bambang Yudhoyono mendamaikan Aceh, tetapi dikritik atas konflik antara KPK dan Polri. Jokowi membangun infrastruktur masif, tapi mendapat “Rapor Merah” dari mahasiswa atas regresi demokrasi.
    Obsesi terhadap pemimpin sempurna adalah refleksi psikologis yang belum dewasa. Kita ingin pahlawan yang bersih dari cela, padahal sejarah tidak pernah sesederhana itu.
    Kepahlawanan bukanlah hasil jabatan, melainkan hasil evaluasi kritis terhadap jasa dan kontroversi. Mengkultuskan presiden sebagai pahlawan tanpa syarat adalah bentuk pelarian dari kenyataan bahwa pemimpin adalah manusia yang penuh paradoks.
    Jika kita ingin menjadi bangsa yang dewasa, kita harus berani berkata: jabatan bukan jaminan jasa. Presiden bukan otomatis pahlawan. Titik.
    Jika elite politik menawarkan logika otoritas, ruang digital menyodorkan jebakan lain:
    bandwagon fallacy
    . Kita menganggap sesuatu benar karena populer.
    Di era algoritma, kita menyaksikan runtuhnya figur “pahlawan monolitik” yang dulu dinarasikan negara.
    Seperti diungkap Jean-François Lyotard, kita hidup di zaman “ketidakpercayaan terhadap metanarasi”. Narasi pahlawan sempurna adalah metanarasi yang telah runtuh.
    Roland Barthes dalam “The Death of the Author” menekankan bahwa makna kini ditentukan oleh pembaca, bukan penulis. Dalam konteks digital, “pembaca” adalah publik yang dimediasi algoritma.
    Namun, algoritma tidak netral. Ia dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan, bukan kebenaran.
    Konten yang sederhana, emosional, dan nostalgik—seperti meme “Piye kabare? Isih penak jamanku, toh?”—lebih mudah viral daripada laporan pelanggaran HAM yang kompleks dan traumatis. Ini bukan ingatan otentik, melainkan produk amnesia historis yang dimediasi teknologi.
    Ketika jumlah
    likes
    dan
    shares
    dianggap sebagai validasi sejarah, kita telah keliru menyamakan legitimasi algoritmik dengan legitimasi historis.
    Akibatnya, memori kolektif terfragmentasi ke dalam perang narasi yang tak kunjung usai. Kita tidak lagi mendidik memori, melainkan memuja popularitas.
    Fenomena ini bukan sekadar soal nostalgia. Ia adalah cerminan dari cara kita mengonsumsi sejarah: cepat, dangkal, dan emosional.
    Kita lebih mudah tersentuh oleh meme daripada oleh arsip. Kita lebih percaya pada viralitas daripada pada verifikasi. Dan dalam proses itu, kita kehilangan kemampuan untuk membedakan antara kenangan dan kenyataan.
    Ironisnya, artikel ini pun berisiko menjadi bagian dari algoritma yang ia kritik. Namun, lebih baik menjadi virus reflektif daripada menjadi vaksin yang tak pernah disuntikkan.
    Untuk keluar dari jebakan logika dan algoritma ini, kita membutuhkan reformasi sistemik yang membangun kedewasaan historis. Tiga langkah utama dapat ditempuh:
    Pertama, Reformasi Institusional. Proses pemberian gelar pahlawan harus transparan dan deliberatif.
    Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan perlu bertransformasi dari lembaga administratif-seremonial menjadi lembaga edukatif-deliberatif.
    Setiap kandidat kontroversial harus disertai publikasi neraca sejarah yang utuh—kajian komprehensif atas jasa dan kontroversinya. Bukan hanya daftar pujian, tetapi juga daftar kritik. Bukan hanya glorifikasi, tetapi juga evaluasi.
    Bayangkan jika setiap pengajuan gelar pahlawan disertai dengan dokumen sejarah yang jujur dan lengkap. Ini bukan sekadar penghargaan, tetapi pendidikan publik.
    Kita tidak hanya memberi gelar, tetapi juga memberi ruang bagi bangsa untuk belajar dari sejarahnya sendiri.
    Kedua, Reformasi Edukasional. Kurikulum sejarah nasional harus mengadopsi pendekatan
    Critical Historical Thinking
    .
    Sejarah tidak boleh lagi diajarkan sebagai hafalan nama dan tanggal. Ia harus menjadi metode investigasi yang mengajarkan analisis terhadap ambivalensi dan bukti yang saling bertentangan.
    Sejarawan Hilmar Farid menekankan pentingnya menjadi bangsa yang “tidak takut pada sejarah”. Ini berarti berani menghadapi sisi gelap masa lalu, bukan menutupinya demi kenyamanan politik atau nostalgia.
    Anak-anak kita harus diajak untuk bertanya, bukan hanya menghafal. Mereka harus diajak untuk membaca sumber primer, membandingkan narasi, dan memahami bahwa sejarah adalah arena interpretasi.
    Ketiga, Reformasi Kognitif Publik. Kita memerlukan gerakan nasional Literasi Digital Kritis. Ini bukan sekadar cek fakta, tetapi edukasi tentang cara kerja algoritma,
    echo chamber
    , dan bias kognitif.
    Publik harus memahami bagaimana algoritma mengeksploitasi emosi dan preferensi untuk membentuk persepsi sejarah.
    Ketahanan kognitif kolektif adalah benteng terakhir melawan
    bandwagon fallacy.
    Tanpa itu, kita akan terus terjebak dalam narasi viral yang menyesatkan dan kehilangan kemampuan untuk mengevaluasi sejarah secara kritis.
    Gerakan ini harus melibatkan sekolah, media, komunitas, dan platform digital. Kita perlu membangun budaya digital yang tidak hanya cepat dan interaktif, tetapi juga reflektif dan bertanggung jawab.
    Kita perlu mengajarkan bahwa tidak semua yang viral itu benar, dan tidak semua yang populer itu pantas dikenang.
    Kepahlawanan sejati tidak lahir dari jabatan atau viralitas. Ia lahir dari keberanian kolektif untuk mengingat secara jujur dan mengevaluasi secara kritis.
    Tugas kita bukan mencari pahlawan sempurna, melainkan menjadi bangsa yang dewasa—yang mampu belajar dari pemimpin yang tidak sempurna.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Riset Ilmiah Terbaru Bawa Kabar Nggak Enak Buat ‘Alumni’ COVID, Begini Temuannya

    Riset Ilmiah Terbaru Bawa Kabar Nggak Enak Buat ‘Alumni’ COVID, Begini Temuannya

    Jakarta

    Dalam beberapa minggu setelah seseorang terkena influenza atau COVID-19, risiko mengalami serangan jantung atau stroke dapat meningkat tajam. Sementara itu, infeksi kronis seperti HIV juga dapat meningkatkan risiko jangka panjang terhadap kejadian kardiovaskular serius.

    Hal ini diungkap dalam riset independen terbaru yang diterbitkan di Journal of the American Heart Association, jurnal ilmiah terbuka yang ditinjau sejawat oleh American Heart Association (AHA).

    Menurut Kosuke Kawai, Sc D, penulis utama studi sekaligus dosen di Divisi Penyakit Dalam dan Riset Layanan Kesehatan, David Geffen School of Medicine, University of California, Los Angeles, kaitan antara infeksi virus dan penyakit kardiovaskular belum banyak dipahami.

    “Selama ini, kita tahu bahwa virus seperti human papillomavirus (HPV) dan hepatitis B dapat menyebabkan kanker. Namun, hubungan antara infeksi virus dengan penyakit tidak menular lain seperti gangguan jantung masih belum jelas,” kata Kawai, dikutip dari laman resmi AHA.

    “Penelitian kami menemukan bahwa infeksi virus, baik yang akut maupun kronis, berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk stroke dan serangan jantung, dalam jangka pendek maupun panjang,” lanjutnya.

    Tim peneliti meninjau lebih dari 52 ribu publikasi ilmiah, dan menyaring 155 studi berkualitas tinggi yang meneliti kaitan antara infeksi virus apa pun dengan risiko stroke dan serangan jantung. Data-data tersebut kemudian dianalisis secara meta-analisis untuk mendapatkan gambaran menyeluruh.

    Hasilnya menunjukkan dalam studi yang membandingkan risiko kardiovaskular sebelum dan sesudah seseorang mengalami infeksi pernapasan yang terkonfirmasi laboratorium, yakni:

    Orang empat kali lebih mungkin mengalami serangan jantung dan lima kali lebih mungkin mengalami stroke dalam sebulan setelah terinfeksi flu.

    Ada risiko serangan jantung pasca kena COVID

    Setelah terinfeksi COVID-19, risiko serangan jantung dan stroke meningkat tiga kali lipat selama 14 minggu pertama, dan tetap lebih tinggi hingga satu tahun setelah infeksi.

    Sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap infeksi virus dengan melepaskan molekul yang memicu dan mempertahankan peradangan serta kecenderungan darah untuk membeku. Respons ini bisa bertahan lama meski infeksi telah sembuh.

    Baik peradangan maupun pembekuan darah dapat menurunkan kemampuan jantung untuk bekerja secara optimal, yang menjelaskan meningkatnya risiko serangan jantung dan stroke.

    baca juga

    Peradangan diketahui berperan besar dalam perkembangan penyakit kardiovaskular. Ia dapat menyebabkan terbentuknya plak di pembuluh darah dan memicu pecahnya plak, yang berujung pada serangan jantung atau stroke.

    Beberapa penanda peradangan yang tinggi juga terkait dengan prognosis yang lebih buruk, sehingga pengendalian peradangan menjadi bagian penting dalam pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular.

    Dalam analisis jangka panjang (rata-rata lebih dari lima tahun), dibandingkan dengan orang tanpa infeksi, ditemukan:

    Pengidap HIV memiliki risiko serangan jantung 60 persen lebih tinggi dan risiko stroke 45 persen lebih tinggi.Pengidap hepatitis C memiliki risiko serangan jantung 27 persen lebih tinggi dan risiko stroke 23 persen lebih tinggi.Pengidap herpes zoster (shingles) memiliki risiko serangan jantung 12 persen lebih tinggi dan risiko stroke 18 persen lebih tinggi.

    “Risiko kardiovaskular akibat HIV, hepatitis C, dan herpes zoster memang lebih rendah dibandingkan peningkatan tajam setelah flu atau COVID-19. Namun, risikonya tetap bermakna secara klinis karena berlangsung lama. Apalagi, shingles dapat menyerang sekitar satu dari tiga orang sepanjang hidupnya,” ujar Kawai.

    “Artinya, peningkatan risiko dari virus tersebut dapat berkontribusi signifikan terhadap jumlah kasus penyakit jantung di tingkat populasi.”

    Vaksin bisa melindungi

    Temuan ini juga menunjukkan bahwa vaksinasi terhadap influenza, COVID-19, dan herpes zoster berpotensi menurunkan angka kejadian serangan jantung dan stroke. Misalnya, sebuah tinjauan ilmiah pada 2022 menemukan peserta yang mendapat vaksin flu memiliki risiko kejadian kardiovaskular berat 34 persen lebih rendah dibanding mereka yang menerima plasebo.

    “Langkah pencegahan terhadap infeksi virus, termasuk vaksinasi, berperan penting dalam menekan risiko penyakit kardiovaskular. Pencegahan menjadi sangat penting bagi orang dewasa yang sudah memiliki penyakit jantung atau faktor risiko jantung,” kata Kawai.

    AHA menambahkan virus seperti influenza, COVID-19, RSV, dan herpes zoster dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, sementara orang yang sudah memiliki gangguan kardiovaskular bisa mengalami komplikasi lebih berat bila terinfeksi.

    Karena itu, individu dengan kondisi tersebut disarankan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk menentukan vaksin yang sesuai, karena vaksinasi memberikan perlindungan penting bagi kelompok berisiko tinggi.

    Meski sejumlah penelitian sebelumnya telah menunjukkan kemungkinan kaitan serupa, para peneliti mencatat bahwa bukti saat ini masih terbatas. Diperlukan studi lebih lanjut untuk memahami hubungan antara risiko penyakit jantung dan virus lain seperti cytomegalovirus (penyebab cacat lahir), herpes simplex 1 (penyebab luka di bibir), virus dengue, dan HPV.

    Peneliti juga menekankan bahwa analisis ini memiliki keterbatasan karena sebagian besar data berasal dari studi observasional, bukan uji klinis terkontrol. Meski demikian, sebagian besar studi telah menyesuaikan faktor pembaur yang relevan.

    Karena mayoritas penelitian hanya menilai satu jenis virus, belum dapat dipastikan bagaimana infeksi ganda virus atau bakteri memengaruhi hasil.

    Analisis ini pun berfokus pada virus yang umum di masyarakat dan tidak mencakup kelompok berisiko tinggi seperti penerima transplantasi organ.

    Halaman 2 dari 5

    (suc/kna)

  • Video Nggak Cuma di Puskesmas, Kemenkes Perluas CKG hingga Perkantoran

    Video Nggak Cuma di Puskesmas, Kemenkes Perluas CKG hingga Perkantoran

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperluas strategi dalam mencapai target program Cek Kesehatan Gratis. Mereka menargetkan 100 juta peserta CKG di tahun ini. Sementara dalam catatannya, CKG baru bisa menjangkau 10 juta orang dalam sebulan.

    Untuk mengejar angka itu, Kemenkes tak hanya mengandalkan puskesmas. Kedepan layanan CKG bisa dilakukan di klinik swasta, komunitas, hingga perkantoran.

    “Ya, selain Puskesmas lah. Kalau sekarang kan hanya bisa di Puskesmas/ Termasuk di komunitas itu,” ujar Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan Kemenkes Setiaji. “Artinya misalnya ada Halodoc buka gitu, ya.Dulu inget, ya, waktu Covid, ya kan buka, ya, sentra-sentra vaksin gitu, ya. Ini juga sama lah, sentra CKG lah.”

    Klik di sini untuk menonton video lainnya!

  • Kemenkes Perluas CKG! Bakal Dibuka di Klinik, Kantor hingga di Mall

    Kemenkes Perluas CKG! Bakal Dibuka di Klinik, Kantor hingga di Mall

    Jakarta

    Baru ada sekitar 46 juta warga Indonesia yang menjalani cek kesehatan gratis (CKG). Pemerintah bakal memperluas dengan melibatkan sejumlah komunitas, demi meningkatkan cakupan. Rata-rata baru ada sekitar 500-600 ribu orang per hari yang mengikuti CKG.

    Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Setiaji, menekankan perluasan termasuk membuka CKG di sejumlah klinik, akan diberlakukan secara bertahap.

    “Nah itu sistemnya sudah kita siapkan, ini sekarang lagi uji coba sehingga nanti klinik terus kemudian komunitas ataupun kantor dan lain sebagainya bisa buka layanan CKG untuk menambah jumlah CKG tadi,” beber Setiaji, pasca konferensi pers pembukaan registrasi Sandbox Kemenkes RI, Senin (3/11/2025).

    “Selain Puskesmas lah, kalau sekarang kan hanya bisa di Puskesmas, termasuk di komunitas itu artinya misalnya ada Halodoc, mau buka gitu ya. Dulu inget ya waktu COVID-19 ya, kan buka ya, sentra-sentra vaksin gitu ya, ini juga sama lah, sentra CKG lah,” tandasnya.

    Perluas Komunitas

    CKG juga dimungkinkan untuk terbuka secara ‘jemput bola’ dengan menyediakan akses lebih dekat di masyarakat. Misalnya, di sejumlah event besar.

    “Ya itu kan yang komunitas itu bisa melakukan aktivasi di tempat-tempat. Dulu misalnya di mall gitu ya, di tempat-tempat yang memang perlu. Tapi kan bedanya kalau vaksin itu lebih simpel, kalau sekarang kan ada pemeriksaan cukup banyak ya, mulai dari blood dan sebagainya,” sambungnya.

    Diperluasnya akses CKG dilakukan secara bertahap, Setiaji juga mencontohkan keterlibatan di transportasi umum yang beberapa kali dilakukan.

    “Kita kan sebenarnya ada paket juga, paket yang sederhana gitu ya, bahkan kemarin di bandara pun juga kita bisa melakukan CKG gitu ya, dengan paket yang sederhana. Sebenarnya ini semua sudah dimulai, tetapi memang belum masif.”

    “Nah ini yang kita mau dorong supaya lebih banyak,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Siap-siap! Cek Kesehatan Gratis Sekolah Mulai Digelar 4 Agustus”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)