Produk: vaksin

  • Anak-anak Korban Bencana Sumatera Dihantui Risiko Campak Imbas Imunisasi Rendah

    Anak-anak Korban Bencana Sumatera Dihantui Risiko Campak Imbas Imunisasi Rendah

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendesak pemerintah daerah untuk segera membentuk posko imunisasi darurat di wilayah terdampak bencana sebagai langkah cepat mencegah lonjakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi, terutama campak. Imbauan ini muncul menyusul temuan kasus campak di sejumlah daerah serta rendahnya cakupan imunisasi dasar di kawasan terdampak banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    dr Asrawati M Biomed SpA, Subsp, dari IDAI Sumatera Barat menjelaskan rendahnya cakupan imunisasi di provinsi tersebut sudah berdampak nyata.

    “Dari pengalaman kami di lapangan, cakupan imunisasi di Sumbar saat ini masih rendah. Dampaknya terlihat dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak yang terjadi di Sumbar,” ujarnya dalam konferensi pers Senin (1/12/2025).

    Menurutnya, kasus tak kalah penting yang perlu ditangani adalah TBC, tumpang tindih masalah kesehatan di daerah pasca bencana semakin memperbesar risiko penyebaran penyakit.

    “Dalam kondisi saat ini kalau anak belum lengkap imunisasinya, kita siapkan pos untuk melengkapinya. Kasus lain yang masih ditemukan hingga sekarang adalah diare dan infeksi saluran napas, komplikasinya bisa menjadi pneumonia,” jelasnya.

    Ia menegaskan imunisasi tetap dapat diberikan selama anak berada dalam kondisi sehat. “Kalau ada batuk pilek, tunda dulu. Tapi imunisasi kejar nanti tetap bisa dilakukan,” lanjutnya.

    Senada dengan itu, Dr dr Raihan, SpA(K), Subsp, Nefrologi, dari IDAI Aceh menyebut kondisi di wilayahnya sangat mirip dengan Sumbar. Identifikasi pasien menunjukkan anak-anak terdampak bencana di beberapa kabupaten, terutama Pidie Jaya mengalami luka dengan cakupan imunisasi yang jauh lebih rendah dibandingkan daerah lain.

    “Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Di provinsi, kami menyiapkan vaksin dan pencegahan profilaksis untuk tetanus sudah disampaikan. Koordinasi sudah berjalan, hanya memang di daerah kami, termasuk Pidie Jaya, cakupan imunisasinya lebih rendah,” beber dia.

    IDAI menekankan penyakit-penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi justru berpotensi muncul kembali jika intervensi tidak dilakukan cepat.

    Sementara Wakil Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr dr Eka Airlangga Cabang Sumatera Utara menyebut telah menemukan kasus campak di lapangan. Penanganan cepat dilakukan melalui isolasi untuk mencegah penularan ke anak lain.

    “Kalaupun ada kasus-kasus measles, kita isolasi untuk tidak menyebarkan ke yang lain,” jelas dr Eka.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • GAVI Perkuat Edukasi dan Akses Vaksin Lewat Keluarga Sigap

    GAVI Perkuat Edukasi dan Akses Vaksin Lewat Keluarga Sigap

    Jakarta

    GAVI Keluarga Sigap menghadirkan pendekatan kolaboratif yang memadukan kesehatan, edukasi keluarga, dan dukungan multisektor agar keluarga terlindungi dan tanggap risiko kesehatan. Melalui kemitraan global dan model intervensi terintegrasi, GAVI mendorong ketahanan keluarga di berbagai negara, termasuk Indonesia.

    Konsep GAVI Keluarga Sigap berangkat dari pemahaman bahwa keluarga menjadi pusat dari upaya pencegahan penyakit dan pembangunan kesehatan.

    GAVI, sebagai aliansi global yang berfokus pada pemerataan akses vaksin, mengembangkan pendekatan yang mendorong keluarga agar sigap mengakses layanan kesehatan, memahami risiko penyakit, dan menjaga kebiasaan hidup sehat.

    Dengan menempatkan keluarga sebagai fokus utama, program ini dirancang untuk menciptakan perlindungan berlapis yang tidak hanya menyentuh anak, tetapi seluruh anggota keluarga.

    Dalam pelaksanaannya, GAVI Keluarga Sigap menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, termasuk sektor bisnis. GAVI melihat dunia usaha sebagai mitra penting dalam mempercepat distribusi vaksin, memperkuat edukasi publik, serta mendukung hadirnya inovasi teknologi kesehatan.

    Kemitraan ini memungkinkan intervensi menjangkau wilayah terpencil dan kelompok yang selama ini sulit mengakses layanan kesehatan dasar.

    Model kolaboratif GAVI juga tercermin dalam praktik di lapangan, salah satunya melalui tiga intervensi terintegrasi yang diterapkan di Indonesia; perluasan cakupan vaksinasi, penguatan layanan kesehatan primer, dan edukasi berbasis komunitas.

    Kombinasi ini terbukti meningkatkan cakupan imunisasi dan kesadaran orang tua, sekaligus memperbaiki kualitas pemantauan tumbuh kembang anak. Pendekatan semacam ini menjadi dasar dari gagasan keluarga sigap, keluarga yang diperlengkapi dengan akses, pengetahuan, dan kebiasaan sehat.

    GAVI Keluarga Sigap menekankan intervensi yang efektif tidak berdiri sendiri. Penyediaan vaksin harus diiringi edukasi yang memadai, sementara edukasi membutuhkan dukungan akses layanan kesehatan yang mudah dijangkau.

    Dengan mengintegrasikan ketiga aspek tersebut, GAVI menciptakan efek berantai yang memperkuat ketahanan keluarga, meningkatkan produktivitas, dan memperbaiki kondisi sosial-ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.

    Di berbagai negara, GAVI juga menggandeng mitra teknologi untuk menghadirkan sistem pelacakan vaksin digital, platform edukasi interaktif, hingga inovasi logistik berbasis data.

    Teknologi ini membantu keluarga menerima informasi tepat waktu, memantau kebutuhan imunisasi anak, dan mengambil keputusan kesehatan yang lebih cepat. Inovasi tersebut memperkuat prinsip dasar keluarga sigap; keluarga yang memiliki akses penuh terhadap informasi dan layanan kesehatan.

    Sejak didirikan pada tahun 2000, GAVI berevolusi dari pendukung imunisasi menjadi aliansi global yang mendorong ekosistem kesehatan yang lebih holistik. Melalui pendekatan seperti Keluarga Sigap, GAVI menggabungkan vaksinasi, edukasi, kemitraan, dan inovasi untuk membangun generasi yang lebih sehat.

    Dengan dukungan berkelanjutan dari berbagai pemangku kepentingan, konsep ini menjadi model perlindungan keluarga yang relevan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

    (akn/akn)

  • Fakta-fakta ‘Flu Babi’ H1pdm09, Tewaskan 5 Anak di Riau

    Fakta-fakta ‘Flu Babi’ H1pdm09, Tewaskan 5 Anak di Riau

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI melaporkan lima anak meninggal dunia akibat infeksi Influenza A/H1pdm09, yang sebelumnya dikenal sebagai flu babi, serta Haemophilus influenzae. Kasus tersebut terjadi di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

    Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan minimnya fasilitas kesehatan dasar di wilayah tersebut. Dusun Datai tidak memiliki MCK, tidak ada tempat pembuangan sampah, ventilasi rumah buruk, dan aktivitas memasak dengan kayu bakar dilakukan di ruangan yang sama dengan tempat tidur. Kondisi ini meningkatkan risiko penularan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), terutama pada anak-anak.

    Selain masalah lingkungan, ditemukan pula banyak warga dengan gizi kurang dan cakupan imunisasi dasar yang rendah.

    Hasil laboratorium menunjukkan adanya kombinasi infeksi Influenza A/H1pdm09, pertusis, adenovirus, dan bocavirus. Temuan ini memperkuat analisis bahwa status gizi dan rendahnya kekebalan tubuh membuat warga rentan terhadap penyakit.

    Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, Sumarjaya, menyampaikan bahwa kondisi lingkungan di Dusun Datai menjadi penyebab penyakit mudah menyebar.

    “Kami menemukan rumah padat, ventilasi minim, nyamuk banyak, dan warga hidup dalam paparan asap kayu bakar setiap hari. Situasi seperti ini membuat penyakit pernapasan lebih mudah menular, terutama pada balita,” ujarnya.

    Ia menegaskan bahwa krisis ISPA ini bukan sekadar persoalan medis, tetapi terkait erat dengan sanitasi, perilaku hidup, dan akses layanan kesehatan.

    “Jika kondisi sanitasi, gizi, dan kebiasaan sehari-hari tidak diperbaiki, penularan akan terus berulang,” kata Sumarjaya.

    Wanti-wanti Kemenkes RI

    Untuk merespons kondisi tersebut, Kemenkes bersama pemerintah daerah melakukan pengobatan massal, memperkuat intervensi gizi, dan memberikan perhatian khusus kepada balita dan ibu hamil melalui pemberian makanan tambahan (PMT), vitamin, dan pemantauan kesehatan. Edukasi terkait etika batuk, penggunaan masker, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) juga diperluas.

    Tim kesehatan juga melakukan pengambilan sampel tambahan untuk memastikan tidak ada patogen lain yang beredar, mengingat variasi gejala dan temuan multipatogen sebelumnya.

    Sebagai langkah jangka panjang, Kemenkes bersama pemerintah daerah mulai menyusun perbaikan lingkungan, termasuk pembuatan tempat pembuangan sampah, kerja bakti pembersihan area rawan nyamuk, hingga pemisahan area memasak dan area tidur di rumah warga. Media KIE untuk sekolah terpencil juga disiapkan untuk edukasi berkelanjutan.

    Apa Itu ‘Flu Babi’?

    Dikutip dari Cleveland Clinic, flu babi atau swine flu (H1N1) adalah infeksi yang disebabkan oleh salah satu jenis virus influenza. Disebut ‘flu babi’ atau swine flu karena virus ini mirip dengan virus flu yang menginfeksi babi. Pada babi, virus ini menyebabkan penyakit pernapasan yang menyerang paru-paru. Flu babi (H1N1) pada manusia juga merupakan infeksi saluran pernapasan.

    Pada April 2009, para peneliti menemukan strain baru virus H1N1. Virus ini pertama kali terdeteksi di Amerika Serikat. Dalam waktu singkat, virus tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh AS dan ke berbagai negara di dunia karena merupakan tipe virus flu yang benar-benar baru.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setelah menghadapi tekanan dari para produsen industri daging dan sejumlah pemerintah yang khawatir, pada hari Kamis (30/4/2009) menyatakan bahwa mereka akan menyebut strain virus baru yang mematikan itu sebagai influenza A (H1N1), bukan swine flu.

    “Mulai hari ini, WHO akan menyebut virus influenza baru ini sebagai ‘influenza A (H1N1)’,” tulis WHO di situs resminya, dikutip berita Reuters 2009.

    Dikutip dari WHO, sebelum pandemi H1N1 pada tahun 2009, virus influenza A (H1N1) ini belum pernah diidentifikasi sebagai penyebab infeksi pada manusia. Analisis genetik menunjukkan virus tersebut berasal dari virus influenza hewan dan tidak berkaitan dengan virus influenza musiman H1N1 yang sudah beredar di masyarakat sejak tahun 1977.

    Setelah laporan awal mengenai wabah influenza di Amerika Utara pada April 2009, virus influenza baru ini menyebar dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Ketika WHO menetapkan status pandemi pada Juni 2009, sebanyak 74 negara dan wilayah telah melaporkan infeksi yang terkonfirmasi melalui laboratorium.

    Berbeda dari pola flu musiman pada umumnya, virus baru ini menyebabkan lonjakan kasus yang tinggi selama musim panas di belahan Bumi utara, dan bahkan lebih tinggi lagi saat memasuki cuaca yang lebih dingin. Virus tersebut juga menimbulkan pola kesakitan dan kematian yang tidak biasa untuk infeksi influenza.

    WHO kemudian menyatakan pandemi telah berakhir pada Agustus 2010. Namun, H1N1 tetap dapat menginfeksi dan menulari orang. Saat ini H1N1 menjadi salah satu virus flu musiman yang masih dapat menyebabkan penyakit, rawat inap, bahkan kematian.

    Senada, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan H1N1pdm09 adalah virus penyebab pandemi 2009 dan menjadi pandemi pertama yang dinyatakan WHO setelah pemberlakuan International Health Regulations (IHR) 2005.

    “Awalnya disebut swine flu atau flu babi, tetapi kemudian diketahui penularannya tidak terbatas, sehingga istilah flu babi sebaiknya tidak digunakan lagi,” beber Prof Tjandra kepada detikcom Selasa (26/11/2025).

    Ia menambahkan, sebagian besar virus H1N1 yang beredar saat ini merupakan H1N1pdm09 dan sudah tergolong influenza musiman. Selain itu, virus H3N2 juga tengah memicu peningkatan kasus flu di berbagai negara.

    Mengapa ‘ Flu Babi’ Bisa Picu Kematian?

    Dihubungi terpisah, Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, menjelaskan virus tersebut kini telah berubah menjadi bagian dari influenza musiman dan terus bersirkulasi secara global. Aktivitas influenza, kata Dicky, berubah-ubah setiap musim sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara rutin memantau pergerakannya dan menentukan komposisi vaksin flu tahunan. H1N1 sendiri sering masuk dalam komposisi vaksin.

    Adapun infeksi ini dapat berujung fatal karena dipengaruhi oleh faktor host, yaitu kondisi tubuh anak. Menurut Dicky, anak kecil memiliki sistem imun yang masih berkembang. Bila disertai malnutrisi atau imunisasi yang tidak lengkap, kerentanan mereka terhadap infeksi berat akan semakin meningkat.

    Faktor lingkungan juga berperan besar, seperti paparan asap kayu bakar, ventilasi rumah yang buruk, kepadatan hunian, hingga sanitasi yang tidak memadai.

    “Ini kalau di epidemiologi itu ya faktor host, faktor agentnya, faktor lingkungan. Dan terutama ada koinfeksi bakteri atau virus yang meningkatkan risiko pneumonia berat dan kematian,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Rabu (26/11/2025).

    “Nah ini yang laporan lapangan kan menunjukkan kombinasi faktor risiko ini. Selain itu pada anak kecil cadangan fisiologisnya rendah sehingga cepat sekali dekompensasi,” lanjutnya.

    Sementara itu, Dicky juga menjelaskan gejala yang perlu diwaspadai pada kasus influenza meliputi demam mendadak, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan rasa lemas.

    Pada anak-anak, gejala tambahan seperti mual dan muntah dapat muncul. Pada bayi dan balita, tanda-tandanya kadang tidak khas, tetapi dapat terlihat dari menurunnya nafsu makan, menjadi lebih rewel, atau munculnya gejala sesak napas.

    “Dan komplikasi yang menyebabkan kematian pada anak biasanya adalah Pneumonia Virus Primer atau Super Infeksi Bakteri, misalnya Streptococcus Pneumonia ataupun Haemophilus Influenza yang Non-typeable (NTHi),” tuturnya.

    Halaman 2 dari 4

    (suc/up)

  • Tewaskan 5 Anak di Riau, Mengapa ‘Flu Babi’ Bisa Mematikan?

    Tewaskan 5 Anak di Riau, Mengapa ‘Flu Babi’ Bisa Mematikan?

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI melaporkan lima anak di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, meninggal dunia akibat terinfeksi Influenza A/H1pdm09 dan Haemophilus influenzae. Influenza A/H1pdm09, yang sebelumnya dikenal sebagai flu babi, pernah menjadi wabah di berbagai negara pada tahun 2009 dan sejak itu menjadi bagian dari influenza musiman.

    Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki fasilitas kesehatan dasar yang sangat minim. Dusun Datai tidak memiliki MCK, tidak ada tempat pembuangan sampah, ventilasi rumah buruk, dan aktivitas memasak dengan kayu bakar dilakukan di ruangan yang sama dengan tempat tidur. Kondisi ini meningkatkan risiko penularan ISPA, terutama pada anak-anak.

    Selain faktor lingkungan, petugas juga menemukan banyak warga dengan gizi kurang serta cakupan imunisasi dasar yang rendah. Pemeriksaan laboratorium mengungkap adanya kombinasi infeksi Influenza A/H1pdm09, pertusis, adenovirus, dan bocavirus. Temuan ini memperkuat analisis bahwa status gizi dan kekebalan tubuh yang rendah membuat anak-anak di dusun tersebut lebih rentan mengalami penyakit berat hingga komplikasi.

    “Kami menemukan rumah padat, ventilasi minim, nyamuk banyak, dan warga hidup dalam paparan asap kayu bakar setiap hari. Situasi seperti ini membuat penyakit pernapasan lebih mudah menular, terutama pada balita,” ujar Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, Sumarjaya.

    Mengapa ‘Flu Babi’ Bisa Picu Kematian?

    Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, menjelaskan Influenza A/H1N1pdm09 merupakan subtipe virus influenza A yang pertama kali muncul sebagai virus baru dan menyebabkan pandemi pada 2009.

    Kini, virus tersebut telah berubah menjadi bagian dari influenza musiman dan terus bersirkulasi secara global. Aktivitas influenza, kata Dicky, berubah-ubah setiap musim sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara rutin memantau pergerakannya dan menentukan komposisi vaksin flu tahunan. H1N1 sendiri sering masuk dalam komposisi vaksin.

    Adapun infeksi ini dapat berujung fatal karena dipengaruhi oleh faktor host, yaitu kondisi tubuh anak. Menurut Dicky, anak kecil memiliki sistem imun yang masih berkembang. Bila disertai malnutrisi atau imunisasi yang tidak lengkap, kerentanan mereka terhadap infeksi berat akan semakin meningkat.

    Faktor lingkungan juga berperan besar, seperti paparan asap kayu bakar, ventilasi rumah yang buruk, kepadatan hunian, hingga sanitasi yang tidak memadai.

    “Ini kalau di epidemiologi itu ya faktor host, faktor agentnya, faktor lingkungan. Dan terutama ada koinfeksi bakteri atau virus yang meningkatkan risiko pneumonia berat dan kematian,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Rabu (26/11/2025).

    “Nah ini yang laporan lapangan kan menunjukkan kombinasi faktor risiko ini. Selain itu pada anak kecil cadangan fisiologisnya rendah sehingga cepat sekali dekompensasi,” lanjutnya.

    Sementara itu, Dicky juga menjelaskan gejala yang perlu diwaspadai pada kasus influenza meliputi demam mendadak, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan rasa lemas.

    Pada anak-anak, gejala tambahan seperti mual dan muntah dapat muncul. Pada bayi dan balita, tanda-tandanya kadang tidak khas, tetapi dapat terlihat dari menurunnya nafsu makan, menjadi lebih rewel, atau munculnya gejala sesak napas.

    “Dan komplikasi yang menyebabkan kematian pada anak biasanya adalah Pneumonia Virus Primer atau Super Infeksi Bakteri, misalnya Streptococcus Pneumonia ataupun Haemophilus Influenza yang Non-typeable (NTHi),” tuturnya.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/up)

  • 5 Anak di Riau Meninggal Akibat ‘Flu Babi’, Ini Kata Epidemiolog soal Gejalanya

    5 Anak di Riau Meninggal Akibat ‘Flu Babi’, Ini Kata Epidemiolog soal Gejalanya

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI baru-baru ini melaporkan lonjakan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

    Hingga 23 November 2025, tercatat 224 warga mengalami gangguan pernapasan. Saat ini seluruh warga tersebut kondisinya sudah membaik. Namun demikian terdapat lima kasus kematian pada anak.

    Hasil laboratorium menunjukan kelima anak tersebut positif terjangkit Influenza A/H1pdm09 dan Haemophilus influenzae. Influenza A/H1pdm09, atau yang sebelumnya dikenal juga dengan sebutan ‘flu babi’, yang pernah menjadi wabah di beberapa negara pada tahun 2009.

    Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, menjelaskan virus yang dilaporkan dalam kasus di Riau merupakan Influenza A H1N1 PDM09, yaitu subtipe virus influenza A yang pertama kali muncul sebagai pandemi global pada tahun 2009. Sejak saat itu, virus ini tidak hilang, tetapi berubah menjadi bagian dari influenza musiman yang terus bersirkulasi setiap tahun.

    Menurut Dicky, kasus kematian anak di Riau terjadi dalam sebuah klaster lokal dengan bukti kuat adanya koinfeksi antara virus dan bakteri. Pada pemeriksaan ditemukan keberadaan Haemophilus influenzae, serta indikasi infeksi lain seperti pertusis, adenovirus, dan bocavirus.

    “Nah ini adalah penyakit lama artinya sejak 2009 dan bukan penyakit baru tentu untuk Indonesia karena H1N1 ini telah bersirkulasi sebagai salah satu strain influenza musiman sejak 2009,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Rabu (26/11/2025).

    Pergerakan dan aktivitas influenza secara global maupun regional terus berubah tiap musim, sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara berkala memantau dan menentukan komposisi strain vaksin flu setiap tahun. H1N1 pun sering masuk komposisi vaksin influenza musiman.

    Di Indonesia, kata Dicky, memang terjadi peningkatan kasus ISPA atau flu pada beberapa minggu di kuartal awal 2025. Klaster seperti yang terjadi di Riau seharusnya bisa terdeteksi dan direspons lebih cepat oleh sistem surveilans.

    “Gejala yang harus diwaspadai pada kasus seperti ini ya gejala klasik Influenza, demam, mendadak, batuk, sakit tenggorok, nyeri otot, lemas. Juga ada mual muntah ya kalau pada anak. Pada bayi atau balita gejala itu bisa kurang khas karena biasanya tapi bisa dilihat dari lebih rewel atau nafsu makan turun atau ada kesulitan napas,” lanjutnya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • AS Laporkan Kematian Pertama pada Manusia Akibat Flu Burung H5N5, CDC Beri Imbauan Ini

    AS Laporkan Kematian Pertama pada Manusia Akibat Flu Burung H5N5, CDC Beri Imbauan Ini

    Jakarta

    Seorang warga Washington meninggal akibat komplikasi infeksi flu burung dengan strain yang sebelumnya belum pernah dilaporkan pada manusia, demikian disampaikan Departemen Kesehatan negara bagian tersebut pada Jumat.

    Pasien merupakan seorang lansia dengan kondisi kesehatan yang mendasari. Ia sempat dirawat di rumah sakit dan menjalani pengobatan untuk infeksi influenza avian H5N5.

    “Orang tersebut memelihara sekumpulan unggas campuran di halaman rumahnya,” demikian pernyataan dari Departemen Kesehatan Negara Bagian Washington.

    Kasus ini merupakan laporan pertama flu burung pada manusia di AS dalam sembilan bulan terakhir, serta hanya kematian manusia kedua akibat virus tersebut di Amerika Serikat. Meski begitu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyatakan bahwa risiko terhadap masyarakat umum masih rendah.

    Pejabat kesehatan terus memantau orang-orang yang melakukan kontak dekat dengan pasien. Hingga kini, tidak ada individu lain yang dinyatakan positif flu burung, dan belum ditemukan bukti penularan antarmanusia.

    Imbauan CDC soal Flu Burung

    Flu burung telah menginfeksi burung liar di seluruh dunia selama beberapa dekade. Namun, wabah terbaru di Amerika Serikat yang dimulai pada Januari 2022 menunjukkan pola penyebaran yang lebih luas pada mamalia dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

    Menurut CDC, sebanyak 70 kasus flu burung pada manusia telah dilaporkan di AS selama wabah ini. Seorang lansia dengan penyakit penyerta juga meninggal pada Januari setelah terinfeksi flu burung.

    Meski beberapa kasus tergolong berat, CDC menyebut sebagian besar orang yang terinfeksi hanya mengalami gejala ringan, seperti mata merah dan demam. Mayoritas pasien adalah mereka yang bekerja dekat dengan hewan.

    Tercatat 41 kasus terjadi pada pekerja peternakan sapi, 24 kasus pada pekerja unggas, sementara dua kasus lainnya memiliki riwayat paparan hewan yang tidak dirinci CDC. Pada tiga kasus, sumber paparannya tidak diketahui.

    CDC merekomendasikan agar siapa pun yang bekerja dekat dengan hewan menggunakan alat pelindung diri yang sesuai serta berhati-hati saat berhadapan dengan kotoran hewan. Pejabat kesehatan juga menyarankan kewaspadaan saat membersihkan tempat makan burung atau area lain yang terpapar kotoran burung. Hindari kontak dengan satwa liar yang sakit atau mati.

    Departemen Kesehatan Washington juga menyarankan vaksinasi flu bagi individu yang mungkin bersentuhan dengan burung liar maupun peliharaan. Meskipun vaksin influenza musiman tidak dapat melindungi dari flu burung, vaksin tersebut dapat mengurangi kemungkinan kecil seseorang terinfeksi kedua virus sekaligus, situasi yang berpotensi membuat virus flu burung bermutasi menjadi lebih mudah menular antar manusia.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: 130 Ribu Unggas di Peternakan Jerman Dimusnahkan Imbas Flu Burung”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/suc)

  • Pria di AS Meninggal Kena Jenis Flu Burung yang Belum Pernah Serang Manusia

    Pria di AS Meninggal Kena Jenis Flu Burung yang Belum Pernah Serang Manusia

    Jakarta

    Seorang pria lanjut usia di negara bagian Washington, Amerika Serikat, meninggal dunia pasca komplikasi infeksi virus flu burung jenis H5N5. Strain yang belum pernah dilaporkan menginfeksi manusia. Informasi ini disampaikan Departemen Kesehatan Negara Bagian Washington AS, Jumat (21/11/2025).

    Pasien tersebut memiliki penyakit penyerta dan sempat menjalani perawatan intensif di rumah sakit sebelum akhirnya meninggal. Kasus ini menjadi laporan infeksi flu burung pertama pada manusia di AS dalam sembilan bulan terakhir, sekaligus kematian kedua akibat flu burung yang tercatat di negara tersebut.

    Meski begitu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menegaskan risiko penularan flu burung pada masyarakat umum masih sangat rendah.

    Otoritas kesehatan Washington menyebut pasien memiliki kandang unggas campuran di halaman rumahnya. Pemeriksaan lingkungan kandang menemukan adanya virus flu burung, sehingga kontak dengan unggas peliharaan, lingkungan kandang, atau burung liar dinilai sebagai sumber paparan paling mungkin terjadi.

    “Tidak ada bukti penularan antarmanusia,” tulis Departemen Kesehatan Washington. Hingga kini, tidak ada kontak dekat pasien yang dinyatakan positif flu burung.

    Wabah Flu Burung di AS Masih Berlangsung

    Dikutip dari CNN, flu burung telah menginfeksi burung-burung liar di seluruh dunia selama beberapa dekade. Namun wabah terbaru di Amerika Serikat yang dimulai pada Januari 2022 menunjukkan pola berbeda, penularan yang lebih sering terjadi pada mamalia, termasuk sapi dan anjing laut.

    Menurut CDC, hingga kini terdapat 70 kasus flu burung pada manusia di AS yang terkait wabah tersebut. Sebagian besar dialami pekerja yang memiliki kontak erat dengan hewan, terutama:

    41 kasus pada pekerja peternakan sapi,

    24 kasus pada pekerja unggas,

    Beberapa kasus lainnya berkaitan dengan paparan hewan lain atau sumber yang tidak diketahui.

    Seorang lansia lain dengan komorbid juga dilaporkan meninggal pada Januari tahun ini setelah terinfeksi flu burung.

    Gejala Umum

    Menurut CDC, sebagian besar infeksi flu burung pada manusia menimbulkan gejala ringan, seperti mata merah, demam, atau keluhan flu. Namun pada kelompok rentan, seperti lansia atau pasien dengan komorbid, infeksi dapat berkembang menjadi berat.

    CDC mengimbau pekerja yang berhubungan langsung dengan hewan untuk selalu menggunakan alat pelindung diri, serta berhati-hati saat menangani kotoran hewan atau membersihkan area yang terkontaminasi feses burung.

    Masyarakat juga diminta menghindari kontak dengan hewan liar yang sakit atau mati.

    Departemen Kesehatan Washington turut merekomendasikan vaksinasi flu musiman bagi orang yang sering berinteraksi dengan unggas domestik atau burung liar. Meski vaksin influenza tidak melindungi dari flu burung, vaksin tersebut dapat mengurangi risiko seseorang terinfeksi dua virus sekaligus, kondisi yang dikhawatirkan dapat memicu mutasi virus flu burung menjadi lebih mudah menular antarmanusia.

    (naf/kna)

  • Wamentan tekankan Pusvetma jadi motor produksi vaksin nasional

    Wamentan tekankan Pusvetma jadi motor produksi vaksin nasional

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menekankan peran strategis Balai Besar Veteriner Farma (BBVF) Pusvetma sebagai motor produksi vaksin hewan nasional untuk memperkuat kesehatan hewan serta menjamin ketersediaan vaksin berkualitas bagi seluruh daerah.

    “Kementan (Kementerian Pertanian) memiliki sumber daya yang luar biasa, balai-balai yang kuat, para ahli yang kompeten. Jika semua saling terhubung, hasilnya akan jauh lebih optimal,” kata Wamentan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Wamentan saat meninjau BBVF Pusvetma di Surabaya menyampaikan kunjungan kerjanya ke fasilitas tersebut sebagai bagian dari upaya memperkuat subsektor peternakan dalam rangka mencapai swasembada pangan.

    Ia menegaskan penguatan komunikasi dan kolaborasi antarlembaga di lingkungan Kementerian Pertanian merupakan kunci percepatan kinerja.

    Ia juga menekankan pentingnya Pusvetma memperluas kemitraan dengan akademisi dan perguruan tinggi untuk mempercepat inovasi riset dan produksi vaksin hewan.

    Sudaryono juga meminta Pusvetma meningkatkan kapasitas produksi vaksin untuk mendukung stabilitas kesehatan hewan nasional.

    “Kalau Pusvetma makin kuat, produksi naik, maka Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga ikut meningkat. Ini berdampak langsung pada penguatan subsektor peternakan dan mendukung tujuan presiden untuk swasembada pertanian,” tegasnya.

    Dalam kunjungan tersebut, Wamentan Sudaryono meninjau fasilitas produksi vaksin.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kementan Berencana Bangun Pabrik Vaksin Hewan untuk Tekan Impor

    Kementan Berencana Bangun Pabrik Vaksin Hewan untuk Tekan Impor

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) berencana membangun fasilitas baru atau pabrik vaksin hewan untuk mengurangi ketergantungan impor sekaligus meningkatkan kapasitas industri kesehatan hewan dalam negeri.

    Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menilai Indonesia telah memiliki kemampuan penuh untuk memproduksi vaksin, serum, dan obat-obatan hewan secara mandiri.

    “Secara SDM [sumber daya manusia] kita mampu, peralatan kita punya. Jadi siapa bilang kita tidak mampu? Kita memang mampu,” kata Sudaryono dalam keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu (22/11/2025).

    Menurutnya, kondisi Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki karakteristik penyakit hewan berbeda dari negara subtropis. Oleh karena itu, lanjut dia, pengembangan teknologi vaksin dalam negeri menjadi penting dan strategis.

    “Ini menjadi peluang karena kita bisa mengembangkan vaksin yang sesuai dengan karakter penyakit di Indonesia. Ini menunjukkan kita tidak boleh bergantung pada impor,” ucapnya.

    Untuk memperkuat kapasitas produksi, pemerintah menargetkan pembangunan fasilitas baru sebagai pabrik vaksin hewan pada tahun mendatang guna meningkatkan kapasitas produksi Pusvetma. 

    Terlebih, Sudaryono melihat kemampuan teknis Pusvetma sudah berada pada level unggul, mulai dari kualitas laboratorium, riset, hingga kapasitas produksi vaksin.

    Dia menyampaikan, berbagai vaksin strategis seperti vaksin antraks, vaksin unggas, hingga vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) telah diproduksi di dalam negeri. Pusvetma juga telah mampu memenuhi sekitar 30% kebutuhan untuk vaksin unggas yang permintaannya sangat besar.

    “Dengan fasilitas baru dan peningkatan kapasitas produksi, kita ingin agar vaksin nasional bisa 100% mandiri tanpa impor. SDM ada, alat ada, tinggal kita memperkuat fasilitasnya,” tambahnya.

    Sudaryono menambahkan, penguatan industri vaksin hewan merupakan bagian penting dari ketahanan pangan nasional. Dia menilai, ketersediaan vaksin yang memadai mampu berdampak langsung pada produktivitas peternak, stabilitas pasokan protein hewani, serta daya saing sektor peternakan.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Agung Suganda menyebut, Pusvetma kini menjadi salah satu badan layanan umum (BLU) paling berkembang di bidang pertanian, sejalan dengan peningkatan signifikan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) beberapa tahun terakhir.

    “Pendapatannya yang semula kurang dari Rp10 miliar pada 2018 dan tahun ini kita buktikan bahwa Pusvetma menjadi BLU bidang pertanian dengan capaian PNBP hampir Rp100 miliar,” ujar Agung.

    Di samping memperkuat kapasitas finansial, Pusvetma juga tengah menyiapkan peningkatan produksi vaksin unggas seperti Avian Influenza (AI) dan New Castle Disease (ND), dua jenis vaksin penting untuk menjaga pasokan protein hewani nasional.

  • Mengoptimalkan Distribusi: Mengatasi Kompleksitas Logistik dengan Inovasi

    Mengoptimalkan Distribusi: Mengatasi Kompleksitas Logistik dengan Inovasi

    Pilar-Pilar Solusi Logistik Komprehensif

    1. Layanan Transportasi Armada (Trucking Services)

    Pengiriman darat memerlukan fleksibilitas armada yang luas, dari kendaraan ringan hingga truk tronton, disesuaikan dengan kebutuhan muatan.

    Jaminan Kualitas: Keahlian dalam mengelola beragam unit, termasuk layanan khusus muatan dengan suhu terkendali (chiller cargo dan frozen cargo) untuk produk sensitif seperti vaksin, obat-obatan, atau makanan beku, menjamin kualitas barang tetap prima.

    Pengelolaan Cerdas: Adopsi teknologi Fleet Management Solution yang canggih memungkinkan pemantauan posisi kendaraan dan kondisi muatan secara real-time. Sistem ini mendukung pengelolaan transportasi yang efektif, meminimalkan downtime, menganalisis kinerja pengemudi, dan membuat biaya operasional kendaraan lebih efisien. Solusi ini telah terbukti sukses dalam berbagai lini bisnis yang dijalankan oleh PT Serasi Autoraya (SERA).

    2. Pengendalian Inventori (Warehousing Services)

    Layanan pergudangan yang andal harus memastikan visibilitas dan kontrol penuh atas inventori. Seluruh proses, mulai dari penerimaan (incoming), penempatan (binning), hingga pengambilan (picking), harus termonitor dengan baik.

    Akurasi Maksimal: Didukung oleh Warehouse Management System (WMS), pelacakan inventori berkelanjutan menjamin akurasi stok antara data aktual dan sistem secara real time dengan Zero discrepancy.

    3. Logistik Multimoda (Freight Forwarding & Shipping)

    Untuk pengiriman alat berat atau kargo domestik dan internasional, layanan logistik harus menjamin tiga aspek utama: keamanan (safety), ketepatan waktu (on time), dan kualitas (zero defect). Layanan port-to-port delivery yang efisien, didukung rencana pengiriman bulanan dan pemantauan operasional 24/7, memastikan kelancaran setiap pengiriman.