Produk: UUD 1945

  • Menteri Kebudayaan Fadli Zon : Monumen Keris Sumenep Bisa Jadi Kantong Budaya

    Menteri Kebudayaan Fadli Zon : Monumen Keris Sumenep Bisa Jadi Kantong Budaya

    Sumenep (beritajatim.com) – Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon menaruh harapan besar setelah Sumenep memiliki monumen keris. Ia berharap monumen keris itu bisa menjadi kantong budaya.

    “Apalagi tadi kata Pak Bupati, di sekitar monumen keris ini akan jadi rest area dengan stand-stand kuliner Madura, handy craft khas Madura, juga beberapa kekhasan yang lain. Ini tentu saja potensi menjanjikan. Semoga bisa menjadi kantong budaya,” katanya.

    Pada Kamis (30/01/2025), Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon berada di Sumenep untuk meresmikan monumen keris Arya Wiraraja di Desa Sendang, Kecamatan Pragaan.

    Monumen keris setinggi 17 meter itu berada di daerah perbatasan Sumenep – Pamekasan. Dibangun setinggi 17 meter sebagai simbol untuk mengingatkan tanggal kemerdekaan Indonesia. Kemudian bunga-bunga yang ada di sekitar keris berjumlah 45, menandakan tahun kemerdekaan Indonesia.

    “Sumenep dikenal sebagai kota keris, mengingat jumlah empu keris di Sumenep ini paling banyak di dunia. Dan itu sudah diakui UNESCO. Produksi keris terbanyak di dunia juga dari Sumenep,” ujar Fadli Zon.

    Lebih lanjut ia mengatakan, memajukan daerah melalui kebudayaan tanggung jawab semua pihak. Hal ini tercantum dalam amanat UUD 1945 pasal 32 ayat (1), bahwa negara wajib memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia, dengan menjamin kebebasan untuk memelihara serta mengembangkan budaya masing-masing.

    Indonesia kaya akan budaya, salah satunya keris, yang memiliki banyak variasi, seperti keris Madura, Jawa, Sumatra, Lampung, Palembang, Minangkabau, Aceh, dan lainnya. UNESCO telah mengakui keris sebagai Cultural Heritage of Humanity. ita “Keris ini dikategorikan ada keris sepuh dan kontemporer. Semoga bisa menjadi bagian dari industri budaya,” harap Fadli.

    Ia mengungkapkan, untuk Madura khususnya Sumenep, ekosistem keris sudah terbentuk. Bahkan sudah menjadi industri budaya. “Salah satu buktinya, keris dari Sumenep telah di ekspor ke negara-negara lain. Jadi ini bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi,” ucapnya. (tem/kun)

  • Ketua K3 MPR paparkan sejumlah fokus kajian periode 2024-2029

    Ketua K3 MPR paparkan sejumlah fokus kajian periode 2024-2029

    Dari periode yang lalu ada beberapa rekomendasi yang diharapkan bisa dilakukan pendalaman dan pengkajian lebih lanjut

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR RI periode 2024-2029 Taufik Basari memaparkan sejumlah hal yang akan menjadi fokus kajian K3 MPR RI pada masa jabatan saat ini.

    K3 MPR RI, kata dia, akan menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh MPR RI menyangkut kajian perihal konstitusi sebagai rekomendasi dalam memperkuat sistem ketatanegaraan Indonesia.

    “Dari periode yang lalu ada beberapa rekomendasi yang diharapkan bisa dilakukan pendalaman dan pengkajian lebih lanjut,” kata Taufik ditemui usai pengukuhan keanggotaan K3 MPR RI 2024-2029 di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

    Dia menyebut salah satu rekomendasi kajian untuk dilakukan pendalaman oleh pihaknya pada periode saat ini ialah terkait usulan amendemen terbatas UUD 1945.

    “Di periode yang lalu sudah ada beberapa pembahasan-pembahasan mengenai hal tersebut dan menghasilkan satu rekomendasi untuk diperdalam lagi,” ujarnya.

    Dia mengatakan kajian tentang posisi kelembagaan MPR RI dalam ketatanegaraan juga akan dilakukan pendalaman oleh K3 MPR RI periode saat ini.

    “Ada juga terkait dengan kelembagaan MPR RI akan dibawa ke mana, ya itu juga akan menjadi bagian kajian dari Komisi Kajian Ketatanegaraan,” ucapnya.

    Namun, dia menyebut bahwa kajian-kajian yang akan dilakukan K3 MPR RI periode 2024-2029 ke depannya akan lebih dulu dikoordinasikan dengan Badan Pengkajian MPR RI.

    “Karena Komisi Kajian Ketatanegaraan adalah badan penunjang sehingga kami tidak bisa langsung merumuskan satu rencana-rencana sebelum kami berkoordinasi. Jadi setelah kami berkoordinasi, barulah kami bisa menyampaikan (kajian) apa yang akan dilakukan,” tuturnya.

    Terlepas dari hal tersebut, dia menekankan bahwa K3 MPR RI dalam melakukan tugas-tugas pengkajian akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan demi kepentingan publik.

    “Kami akan mencoba membawa Komisi Kajian Ketatanegaraan ini sebagai satu jembatan antara kelembagaan MPR RI dengan masyarakat, dengan kampus-kampus, dengan publik dan sebagainya. Nah, inilah yang akan kami lakukan,” paparnya.

    Tak terkecuali, lanjut dia, partisipasi publik dalam melakukan kajian menyangkut amendemen terbatas UUD 1945.

    “Kami berharap jika pun ada gagasan terkait dengan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 maka harus ada partisipasi publik yang bermakna, yang meluas karena jangan sampai kemudian usulan-usulan yang terkait dengan Undang-Undang Dasar 1945 itu hanya menjadi pembahasan dari tingkat-tingkat elite saja, tapi kami harus juga bisa membumikan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi milik kita bersama,” ucap dia.

    Diketahui, K3 MPR RI merupakan unsur pendukung MPR RI yang bertugas memberikan masukan, pertimbangan, saran dan usulan yang berkaitan dengan pengkajian sistem ketatanegaraan.

    “Terdiri dari 65 orang, yang diusulkan dari fraksi-fraksi dan kelompok DPD, komposisinya terdiri dari mantan anggota MPR RI, juga ada tokoh masyarakat dan akademisi termasuk guru besar yang ada di dalam Komisi Kajian Ketatanegaraan,” ujar Taufik Basari.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kemenperin kaji dampak Indonesia jadi anggota BRICS

    Kemenperin kaji dampak Indonesia jadi anggota BRICS

    Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief usai konferensi pers rilis IKI yang digelar di Jakarta, Kamis (30/1/2025). ANTARA/Sinta Ambar

    Kemenperin kaji dampak Indonesia jadi anggota BRICS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 30 Januari 2025 – 18:57 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan tengah melakukan kajian soal dampak Indonesia yang telah resmi menjadi anggota organisasi BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) pada sektor industri.

    “Kita masih dalam tahap asesmen. Masih dalam proses asesmen,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief usai konferensi pers rilis IKI yang digelar di Jakarta, Kamis (30/1).

    Pihaknya pun hingga kini masih mendalami dampak negatif maupun positif kelompok ekonomi yang berperan dalam perekonomian global itu.

    Diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono menyatakan bahwa keikutsertaan Indonesia di blok ekonomi BRICS, selain menggalang manfaat ekonomi, juga merupakan upaya menjembatani perbedaan kepentingan negara maju dan berkembang di berbagai forum multilateral.

    “Indonesia ingin menggalang kerja sama dan kolaborasi dengan negara tetangga, negara sahabat di kawasan, serta komunitas global,” ucap Menlu RI.

    Menurut keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI di Jakarta, Sabtu, Sugiono mengatakan bahwa Indonesia senantiasa memajukan pendekatan yang konstruktif dalam kolaborasi RI di tingkat global, termasuk melalui keikutsertaan dalam BRICS.

    Ia mengatakan bahwa diplomasi Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto akan diarahkan untuk mewujudkan kedaulatan Indonesia serta kesejahteraan bagi rakyat sebagaimana diamanahkan UUD 1945.

    Anggota-anggota BRICS menguasai 40 persen populasi dunia dan 35 persen produk domestik bruto (PDB) global sehingga menjadikannya pemain yang penting di kancah internasional.

    Berdiri pada 2009 dengan anggota asli Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan itu, BRICS kini memiliki semakin banyak anggota usai 13 negara baru ditetapkan sebagai negara mitra pada Oktober 2024.

    Selain Indonesia, BRICS juga menyambut tiga negara Asia Tenggara lainnya sebagai anggota baru, yaitu Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

    Sumber : Antara

  • Laut Bukan untuk Segelintir Pihak, Privatisasi Harus Dihentikan!

    Laut Bukan untuk Segelintir Pihak, Privatisasi Harus Dihentikan!

    GELORA.CO –Pakar Kelautan Universitas Airlangga (Unair) Prof Muhammad Amin Alamsja, menilai tindakan privatisasi dengan membangun pagar laut bisa menciptakan konflik kepentingan di Zona Maritim.

    ”Indonesia ini memiliki batasan maritim yang diakui secara internasional, mulai dari perairan teritorial hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE). Pagar laut jelas bertentangan dengan fungsi yang semestinya,” tutur Prof Amin, Rabu (29/1).

    Wilayah laut seharusnya dimanfaatkan masyarakat secara kolektif, untuk kepentingan bersama. Bukan malah untuk kepentingan segelintir pihak. Apalagi dilakukan dengan mengakali regulasi dan cara-cara yang culas.

    ”Ketika pengelolaannya melanggar hukum atau merugikan masyarakat luas, negara memiliki kewenangan untuk membatalkan kebijakan tersebut,” imbuh Prof Amin yang juga Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Unair.

    Sebelumnya, kasus pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang menjadi buah bibir masyarakat. Pagar laut itu bahkan telah memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).

    ”Pemagaran pagar laut HGB ini jelas bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Dalam perspektif kelautan, tindakan ini berpotensi merusak tatanan ekologis dan ekonomi masyarakat pesisir,” ujar Muhammad Amin Alamsja.

    Dalam pasal tersebut dikatakan jelas bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

    ”Jika pembangunan pagar laut HGB melanggar hukum, tatanan kelautan, dan merugikan rakyat, maka negara wajib mengambil tindakan tegas untuk membatalkannya,” seru Prof Amin.

    Mengembalikan laut untuk semua kasus pagar laut ber-HGB menjadi pengingat bahwa laut bukan hanya sekadar ruang fisik, tetapi juga sumber kehidupan bagi jutaan masyarakat Indonesia. Ke depan, perlindungan laut harus menjadi prioritas nasional.

    Baca Juga: Pemprov Jabar Tegur TRPN karena Pelanggaran Pagar Laut Bekasi

    Sebagai negara maritim, pemerintah Indonesia bertanggung jawab untuk memastikan lautan tetap menjadi berkah bagi seluruh rakyatnya, bukan hanya segelintir pihak.

  • DPR Tekankan Pengelolaan Minerba Harus untuk Kemakmuran Rakyat

    DPR Tekankan Pengelolaan Minerba Harus untuk Kemakmuran Rakyat

    Jakarta (beritajatim.com) – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Reni Astuti, mengingatkan bahwa orientasi pengelolaan sumber daya mineral dan batubara (minerba) harus selalu berlandaskan pada kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

    Reni juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi dan upaya pelestarian lingkungan. Hal ini bertujuan agar sektor minerba dapat berkontribusi secara berkelanjutan bagi kemajuan bangsa.

    “Pengelolaan minerba harus diawasi oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ini adalah prinsip dasar yang harus menjadi pegangan bagi semua pihak, baik pemerintah maupun pelaku usaha, dalam menjalankan kegiatan di sektor ini,” ujar anggota DPR dari Dapil Jawa Timur 1 (Surabaya–Sidoarjo) itu.

    Reni menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam monitoring dan evaluasi terhadap produktivitas izin usaha pertambangan (IUP) yang telah dikeluarkan. Ia menegaskan bahwa pengawasan ini sangat krusial untuk memastikan bahwa izin yang diberikan benar-benar membawa manfaat bagi rakyat, bukan justru menimbulkan kerusakan lingkungan atau masalah sosial.

    “Pemerintah harus aktif memonitor dan mengevaluasi produktivitas setiap izin usaha pertambangan. Langkah ini diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan di sektor minerba tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan negara,” tegasnya.

    DPR RI secara resmi mengesahkan Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) Usul Inisiatif DPR pada Kamis (23/1/2025) lalu.

    Reni berharap, dengan pengesahan revisi RUU Minerba sebagai RUU Usul Inisiatif, DPR RI dapat mendorong pengelolaan sektor pertambangan yang lebih baik, transparan, dan bertanggung jawab, sejalan dengan amanat konstitusi.

    Reni Astuti memberikan catatan penting terkait proses pembahasan revisi RUU Minerba. Menurutnya, meaningful participation atau partisipasi bermakna harus dijunjung tinggi dalam setiap tahap pembahasan undang-undang.

    “Masukan dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat dan institusi yang hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Baleg, harus menjadi bahan pertimbangan utama dalam proses pembahasan. Jangan sampai aspirasi masyarakat diabaikan, karena ini menyangkut kepentingan strategis bangsa,” tegas politisi asal Surabaya itu.

    Dalam catatan RDP di Badan Legislasi DPR RI, sudah ada sejumlah lembaga dan organisasi masyarakat yang hadir untuk menyampaikan respon, masukan, dan sarannya. Di antaranya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Umat Islam (PUI), Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Industri Mineral RI (DPP AMRI), Persatuan Gereja Indonesia (PGI), PB Aljam’iyatul Washliyah, ASPEBINDO, PB NU, PP Muhammadiyah, dan Asosiasi Penambang Nikel (APNI).

    Sebagai bagian dari catatan Fraksi PKS, Reni juga mengingatkan bahwa proses legislasi harus berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini, menurutnya, penting untuk memastikan bahwa produk hukum yang dihasilkan tidak cacat secara formil maupun materiil di kemudian hari.

    “Kita harus pastikan proses legislasi ini berjalan sesuai aturan. Jangan sampai kemudian malah dibatalkan oleh MK karena ada cacat dalam prosesnya,” ujar Reni. [hen/beq]

  • Pagar Laut HGB Berpotensi Ciptakan Konflik Kepentingan, Pakar Kelautan UNAIR: Negara Harus Bertindak

    Pagar Laut HGB Berpotensi Ciptakan Konflik Kepentingan, Pakar Kelautan UNAIR: Negara Harus Bertindak

    Laporan Wartawan TribunJatim.com, Fikri Firmansyah

    TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Lautan Indonesia yang membentang sebagai salah satu kekayaan maritim terbesar di dunia, kini menghadapi persoalan serius dengan munculnya kasus pembangunan pagar laut berbasis Hak Guna Bangunan (HGB).

    Dalam perspektif kelautan, tindakan ini dinilai tidak hanya mencederai keadilan sosial, tetapi juga berpotensi merusak tatanan ekologis dan ekonomi masyarakat pesisir.

    Pakar kelautan sekaligus Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan  Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Muhammad Amin Alamsjah Ir M Si PhD, mengungkap aksi memasang pagar laut HGB ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

    “Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya, wilayah laut tidak dapat dimiliki secara pribadi atau perusahaan,” tegas Prof Amin, Selasa (28/1/25).

    Ekosistem Terancam, Nelayan Terdampak

    Pembangunan pagar laut ini tidak hanya melanggar prinsip konstitusi, tetapi berisiko menimbulkan kerusakan ekosistem perairan.

    Menurutnya, pembatasan pagar laut dapat mempercepat sedimentasi, mengurangi carrying capacity wilayah perairan dan merusak nursery ground.

    “Dampak jangka panjangnya yakni merusak nursery ground dari benih ikan dan mengancam habitat biota laut seperti terumbu karang dan padang lamun,” ungkapnya.

    Para nelayan yang sehari-hari menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut juga menghadapi ancaman serius.

    Dengan akses yang terbatas karena pagar laut, mereka harus mencari wilayah baru untuk melaut, yang sering kali jauh dari rumah dan membutuhkan biaya operasional lebih besar.

    “Kawasan pesisir yang menjadi sumber penghidupan nelayan tradisional bisa terdegradasi. Akibatnya, produktivitas perikanan menurun, dan mata pencaharian masyarakat terganggu,” tuturnya.

    Konflik Kepentingan di Zona Maritim

    Indonesia memiliki batasan maritim yang diakui secara internasional, mulai dari perairan teritorial hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE).

    Menurutnya, tindakan privatisasi seperti ini menciptakan konflik kepentingan yang bertentangan dengan fungsi laut sebagai media pemersatu bangsa dan penyokong kesejahteraan masyarakat secara kolektif.

    “Wilayah laut harus dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Ketika pengelolaannya melanggar hukum atau merugikan masyarakat luas, negara memiliki kewenangan untuk membatalkan kebijakan tersebut,” imbuhnya.

    Mengembalikan Laut untuk Semua

    Kasus pagar laut HGB menjadi pengingat bahwa laut bukan hanya sekadar ruang fisik, tetapi juga sumber kehidupan bagi jutaan masyarakat Indonesia.

    Prof Amin menegaskan bahwa pelanggaran terhadap tatanan kelautan harus dihentikan.

    “Jika pembangunan pagar laut HGB melanggar hukum dan merugikan rakyat, maka negara wajib mengambil tindakan tegas untuk membatalkannya,” tuturnya.

    Kedepan, menurut pandangannya, perlindungan laut harus menjadi prioritas nasional. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa lautan tetap menjadi berkah bagi seluruh rakyatnya, bukan hanya milik segelintir pihak

  • DPRD dukung program PAM Jaya berkelanjutan

    DPRD dukung program PAM Jaya berkelanjutan

    Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.

    DPRD dukung program PAM Jaya berkelanjutan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 27 Januari 2025 – 06:02 WIB

    Elshinta.com 

    Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Nur Afni Sajim, memberikan apresiasi kepada PAM Jaya atas keberhasilannya menambah jumlah pelanggan setelah menjadi badan usaha mandiri. Meski demikian, ia menekankan pentingnya keberlanjutan program perusahaan dalam memperbaiki layanan air bersih untuk masyarakat Jakarta.

    Menurut Nur Afni, capaian PAM Jaya dalam menambah 100 hingga 150 ribu pelanggan baru dapat memberikan dampak positif pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama di tengah perubahan status Jakarta yang tidak lagi menjadi ibu kota negara. “Ini langkah besar yang patut diapresiasi, tetapi harus dibarengi dengan peningkatan kualitas layanan air bersih,” ujarnya.

    Nur Afni juga menyoroti target ambisius PAM Jaya untuk mencapai 100 persen pipanisasi dan menurunkan tingkat kebocoran air menjadi 13 persen pada tahun 2030. Ia membandingkan dengan Singapura, yang tingkat kebocoran airnya hanya sekitar 7 persen. “Kita harus optimis bahwa Jakarta bisa mencapai target ini dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak,” katanya.

    Ia menegaskan bahwa perbaikan layanan air bersih memerlukan sinergi antara PAM Jaya, manajemen internal, dan pemerintah daerah. Program ini diharapkan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, selaras dengan amanat UUD 1945 untuk memanfaatkan kekayaan alam demi kepentingan bersama.

    “Progres ini harus terus diawasi agar berjalan sesuai jadwal dan memberikan dampak nyata, baik untuk kualitas layanan maupun kesejahteraan masyarakat,” tutup Nur Afni.

    Dengan capaian ini, PAM Jaya terus membuktikan komitmennya dalam meningkatkan pelayanan air bersih, sekaligus mendorong kontribusi nyata pada pembangunan daerah. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Walhi Gorontalo Soroti Pemberian Izin Tambang ke Perguruan Tinggi: Hanya Menambah Masalah Ekologis

    Walhi Gorontalo Soroti Pemberian Izin Tambang ke Perguruan Tinggi: Hanya Menambah Masalah Ekologis

    Menurut data Forest Watch Indonesia (FWI), di Gorontalo dalam kurun waktu 2017 sampai 2021 terjadi deforestasi seluas 33.492 hektar yang 85% diakibatkan oleh pertambangan.

    RUU Minerba yang akan memberikan ruang kepada kampus untuk kelola tambang disinyalir akan memicu bencana ekologis dan memperluas ancaman ruang hidup rakyat di Gorontalo.

    Defri Sofyan mengatakan, RUU Minerba yang memberikan izin kepada kampus untuk mengelola tambang dikhawatirkan akan merusak integritas perguruan tinggi.

    Ia sangat menyayangkan rencana tersebut disambut baik oleh Forum Rektor Indonesia, dengan alasan bisa membantu menurunkan biaya pendidikan yang semakin membebani masyarakat saat ini.

    Khawatirnya, kata Defri, jika hal ini benar-benar terjadi, maka praktik pertambangan yang merusak lingkungan dan merampas ruang hidup rakyat akan didukung dengan justifikasi ilmiah yang tendensius.

    Di sisi lain, langkah ini juga bisa menjadi bentuk pembungkaman, karena akademisi yang mengkritik agenda pemerintah tersebut akan dianggap bertentangan dan dibatasi ruang geraknya.

    “Potensi konflik, ketimpangan ruang, dan risiko kerusakan ekologis akan semakin tinggi, karena tidak akan ada lagi kritik dari lembaga pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi benteng pertahanan rakyat dari agenda-agenda yang bertentangan dengan akal sehat penguasa,” jelasnya.

    Defri memandang, adanya upaya pembungkaman struktural terhadap nalar-nalar kritis. Perguruan tinggi, yang seharusnya menjadi tempat untuk memproduksi wacana kritis, justru akan disibukkan dengan bisnis tambang yang merusak, melalui RUU Minerba yang dikebut maraton oleh DPR.

    “Argumentasi yang menyatakan bahwa konsesi tambang dapat membantu menurunkan biaya pendidikan adalah bentuk pengingkaran terhadap amanat UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk memberikan hak pendidikan kepada warganya,” tegasnya.

    Dengan begitu, Walhi Gorontalo meminta agar usulan pemberian izin pertambangan untuk perguruan tinggi dalam RUU Minerba dicabut. Mereka juga mengecam upaya pemerintah dan DPR yang mendorong perguruan tinggi untuk mengelola pertambangan.

    Selain itu, Walhi Gorontalo juga mendesak pemerintah untuk segera melakukan moratorium terhadap pemberian izin perusahaan ekstraktif pemegang konsesi pertambangan, perkebunan, dan hak pengelolaan hutan yang merusak lingkungan serta mengancam ruang hidup rakyat.

    Walhi Gorontalo juga mengajak lembaga perguruan tinggi di Gorontalo dan daerah lainnya untuk secara tegas menyatakan penolakan terhadap usulan pemberian izin prioritas pertambangan dalam RUU Minerba.

    “Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mempertahankan integritas dan marwah akademik, demi mencerdaskan kehidupan bangsa,” pungkasnya.

  • Legislator: Program perbaikan layanan PAM Jaya perlu mendapat dukungan

    Legislator: Program perbaikan layanan PAM Jaya perlu mendapat dukungan

    Program ini harus terus diawasi agar berjalan sesuai jadwal

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Nur Afni Sajim mengatakan program PAM Jaya untuk memperbaiki layanan air bersih bagi masyarakat Jakarta perlu terus didorong hingga memenuhi target air bersih perpipaan 100 persen.

    “Kita harus optimis bahwa Jakarta bisa mencapai target 100 persen pipanisasi air bersih dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak,” kata Afni di Jakarta, Minggu.

    Ia memberikan apresiasi kepada PAM Jaya atas keberhasilannya menambah jumlah pelanggan setelah menjadi badan usaha mandiri.

    Meski demikian, ia menekankan pentingnya keberlanjutan program perusahaan dalam memperbaiki layanan air bersih untuk masyarakat Jakarta.

    Menurut Nur Afni, capaian PAM Jaya dalam menambah 100 hingga 150 ribu pelanggan baru dapat memberikan dampak positif pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama di tengah perubahan status Jakarta yang tidak lagi menjadi ibu kota negara.

    “Ini langkah besar yang patut diapresiasi, tetapi harus dibarengi dengan peningkatan kualitas layanan air bersih,” katanya.

    Nur Afni juga menyoroti target ambisius PAM Jaya untuk mencapai 100 persen pipanisasi dan menurunkan tingkat kebocoran air menjadi 13 persen pada tahun 2030.

    Ia membandingkan dengan Singapura, yang tingkat kebocoran airnya hanya sekitar 7 persen.

    Ia menegaskan bahwa perbaikan layanan air bersih memerlukan sinergi antara PAM Jaya, manajemen internal, dan pemerintah daerah.

    Program ini diharapkan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, selaras dengan amanat UUD 1945 untuk memanfaatkan kekayaan alam demi kepentingan bersama.

    “Program ini harus terus diawasi agar berjalan sesuai jadwal dan memberikan dampak nyata, baik untuk kualitas layanan maupun kesejahteraan masyarakat,” katanya.

    Dengan capaian ini, PAM Jaya terus membuktikan komitmennya dalam meningkatkan pelayanan air bersih, sekaligus mendorong kontribusi nyata pada pembangunan daerah.

    Sebelumnya, Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin mengatakan, layanan distribusi air bersih 100 persen pada tahun 2030 merupakan komitmen perusahaan dalam melayani kebutuhan air bersih.

    Upaya ini sebagai komitmen BUMD milik Pemprov Jakarta dalam melayani kebutuhan air bersih seluruh warga Jakarta serta menurunkan tingkat kehilangan air (NRW) hingga 30 persen.

    “Cakupan pelayanan 100 persen pada tahun 2030 dengan distribusi air mencapai 32.950 liter per detik atau setara 2.846.880 meter kubik per hari,” Kata Arief.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • PKL Gedebage Ditertibkan, Pedagang Pasar: Tidak Tepat

    PKL Gedebage Ditertibkan, Pedagang Pasar: Tidak Tepat

    JABAR EKSPRES – Penertiban pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Pasar Induk Gedebage menuai protes dari para pedagang. Mereka mengeluhkan kebijakan relokasi yang dinilai tidak memperhatikan kondisi lapangan, termasuk kelayakan lokasi baru yang disediakan oleh pengelola pasar.

    Sejumlah PKL pun mengeluhkan kondisi los dan kios yang belum layak untuk berjualan. Ia menambahkan bahwa penertiban ini semakin memberatkan di tengah musim hujan dan masalah banjir yang kerap melanda kawasan pasar.

    Pada prinsipnya, para PKL menyatakan kesiapan untuk pindah, namun dengan syarat lokasi baru harus layak dan mendukung aktivitas perdagangan. Hal itu diungkapkan dalam audiensi yang digelar dengan pihak PT Ginanjar Saputra pada Selasa (23/1/2025) sore.

    Pasar Induk Gedebage masih menghadapi masalah banjir yang kerap terjadi, terutama saat musim hujan. Hal ini memengaruhi jumlah pembeli yang datang. Den, Koordinator PKL Pasar Gedebage, menyoroti bahwa kebijakan relokasi ini datang di waktu yang tidak tepat.

    BACA JUGA:Rentan Menjamur di Momen Libur Panjang, Satpol PP Beberkan Strategi Pengawasan PKL Lewat Hal Ini!

    “Pasar ini banjir, bagaimana pembeli mau datang? Kami sudah berjualan di depan kios sejak kebakaran beberapa tahun lalu, dengan izin. Tapi sekarang kami disuruh pindah saat kondisi masih sulit,” ungkap Deni berdasarkan keterangan yang diterima Jabar Ekspres, beberapa waktu lalu.

    Ia juga mengingatkan bahwa tempat yang disediakan tidak mencukupi untuk semua PKL, sehingga berpotensi menghilangkan mata pencaharian mereka. Hal ini, menurutnya, bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

    Agus, Ketua Paguyuban Warga Pasar Induk Gedebage (PWPIG), mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung penertiban PKL, namun pelaksanaannya dinilai tidak mempertimbangkan situasi terkini.

    “Kami mendukung penertiban, tapi momentumnya kurang tepat. Sekarang musim hujan, omset pedagang—baik PKL maupun kios—menurun. Selain itu, sarana dan prasarana di tempat baru jauh dari layak,” ujar Agus.

    BACA JUGA:Zona Bebas PKL, Ujian Ketegasan Pemkot Bandung Jelang Libur Panjang

    Menurutnya, paguyuban telah memfasilitasi keluhan para PKL yang awalnya berencana menggelar aksi demonstrasi di Balai Kota Bandung. Audiensi dengan PT Ginanjar Saputra dilakukan sebagai upaya mencari solusi.