Produk: UUD 1945

  • Political Will Para Pemangku Kepentingan Wujudkan Kesetaraan Harus Konsisten Direalisasikan

    Political Will Para Pemangku Kepentingan Wujudkan Kesetaraan Harus Konsisten Direalisasikan

    Jakarta: Political will dari para pemangku kepentingan dan kesiapan para perempuan untuk memenuhi amanah konstitusi dalam mewujudkan kesetaraan harus konsisten direalisasikan. 

    “Pada Pasal 27 UUD 1945 mengamanatkan kepada negara bahwa setiap warga negara, termasuk perempuan, memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Sehingga perlu political will pihak-pihak terkait, termasuk kesiapan para perempuan untuk mewujudkannya,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 9 Maret 2025. 

    Pernyataan Lestari itu disampaikan pada saat wawancara secara daring dengan Metro TV pada Sabtu, 8 Maret 2025, dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional.

    Tahun ini peringatan Hari Perempuan Internasional mengambil tema “Untuk Semua Perempuan dan Anak Perempuan: Hak, Kesetaraan, Pemberdayaan.” 

    Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, sejatinya konstitusi kita sudah mengamanatkan perlakuan yang setara bagi setiap warga negara, termasuk perempuan. 

    (Lestari Moerdijat selaku Wakil Ketua MPR RI mengatakan konstitusi kita sudah mengamanatkan perlakuan yang setara bagi setiap warga negara, termasuk perempuan. Foto: Ilustrasi/Dok. Freepik.com)

    Sejumlah tantangan, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, dalam bentuk tekanan sosial pada kultur patriarki yang berkembang di sejumlah daerah. 

    Baca juga: Patriotisme Perempuan Harus Mampu Mendorong Kemajuan Bangsa

    Hal itu, tambah dia, harus mampu dihadapi untuk melaksanakan amanah kesetaraan dari konstitusi kita. 

    Menurut Rerie, sejumlah langkah pemberdayaan dan afirmasi sangat dibutuhkan dalam upaya mendorong para perempuan agar mampu menembus ‘tembok kaca’ yang menghalangi partisipasi aktif mereka di ruang publik. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu sangat berharap semakin tumbuh politcal will dari para pemangku kepentingan dan kepercayaan diri para perempuan dalam mewujudkan kesetaraan pada kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik di masa datang. 

    Jakarta: Political will dari para pemangku kepentingan dan kesiapan para perempuan untuk memenuhi amanah konstitusi dalam mewujudkan kesetaraan harus konsisten direalisasikan. 
     
    “Pada Pasal 27 UUD 1945 mengamanatkan kepada negara bahwa setiap warga negara, termasuk perempuan, memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Sehingga perlu political will pihak-pihak terkait, termasuk kesiapan para perempuan untuk mewujudkannya,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 9 Maret 2025. 
     
    Pernyataan Lestari itu disampaikan pada saat wawancara secara daring dengan Metro TV pada Sabtu, 8 Maret 2025, dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional.

    Tahun ini peringatan Hari Perempuan Internasional mengambil tema “Untuk Semua Perempuan dan Anak Perempuan: Hak, Kesetaraan, Pemberdayaan.” 
     
    Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, sejatinya konstitusi kita sudah mengamanatkan perlakuan yang setara bagi setiap warga negara, termasuk perempuan. 
     

    (Lestari Moerdijat selaku Wakil Ketua MPR RI mengatakan konstitusi kita sudah mengamanatkan perlakuan yang setara bagi setiap warga negara, termasuk perempuan. Foto: Ilustrasi/Dok. Freepik.com)
     
    Sejumlah tantangan, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, dalam bentuk tekanan sosial pada kultur patriarki yang berkembang di sejumlah daerah. 
     
    Baca juga: Patriotisme Perempuan Harus Mampu Mendorong Kemajuan Bangsa
     
    Hal itu, tambah dia, harus mampu dihadapi untuk melaksanakan amanah kesetaraan dari konstitusi kita. 
     
    Menurut Rerie, sejumlah langkah pemberdayaan dan afirmasi sangat dibutuhkan dalam upaya mendorong para perempuan agar mampu menembus ‘tembok kaca’ yang menghalangi partisipasi aktif mereka di ruang publik. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu sangat berharap semakin tumbuh politcal will dari para pemangku kepentingan dan kepercayaan diri para perempuan dalam mewujudkan kesetaraan pada kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik di masa datang. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)

  • Ekonom Wanti-wanti Danantara Buat Investor Asing Kabur dari RI

    Ekonom Wanti-wanti Danantara Buat Investor Asing Kabur dari RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin memperingatkan soal risiko kaburnya investor asing dari Indonesia imbas dari pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara yang berorientasi kepada pembangunan.

    Wija mengingatkan bahwa investor asing selalu berorientasi kepada keuntungan, bukan pembangunan. Masalahnya, Danantara akan mengelola banyak aset BUMN yang sudah masuk ke pasar modal Indonesia.

    “Narasi besar Danantara ini adalah untuk menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, kemakmuran. Ya itu narasi yang bagus, tapi bagi investor asing ini adalah narasi yang menakutkan,” ujar Wijayanto dalam diskusi daring, Minggu (9/3/2025).

    Staf khusus wakil presiden untuk ekonomi dan keuangan periode 2014—2019 itu pun mengaku tidak heran apabila terjadi arus modal asing keluar dari Indonesia beberapa waktu belakangan. Dia mencatat, IHSG turun 14,06% dalam enam bulan terakhir.

    Menurutnya, penurunan tersebut karena hampir semua saham BUMN dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) turun—kecuali PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM). Bahkan, dia mengungkapkan kinerja IHSG selama satu tahun terakhir merupakan yang terburuk di antara indeks saham utama di dunia dan Asia.

    IHSG tercatat turun 10,10% secara tahunan (year on year/YoY). Kinerja tersebut menjadi yang terburuk di antara indeks saham gabungan negara lain yang turut terkoreksi seperti Thailand (-10%), Filipina (-9,28%), Jepang (-7,06%), Saudi Arabia (-6,10%).

    Performa IHSG juga kontras dengan indeks gabungan lain yang tumbuh seperti Malaysia (+0,48%), India (+1,13%), Uni Emirat Arab (+3,33%), Vietnam (+6,31%), Shanghai (+10,72%), Amerika Serikat (+12,62%), Inggris (+13,32%), Taiwan (+14,11%), Singapura (+24,36%) dan Hong Kong (+48,17%).

    “Walaupun baru saja diluncurkan, sebenarnya Danantara ini sejak enam bulan yang lalu sudah menjadi perbincangan di kalangan para investor, terutama asing,” jelas Wija.

    Dia pun mengusulkan agar ada tiga pembagian kluster yang jelas dalam Danantara. Pertama, holding yang bertujuan mencari keuntungan yaitu diisi BUMN berorientasi pasar seperti perbankan, pertambahan, properti, teknologi, telekomunikasi, perkebunan, dan jasa.

    Kedua, holding yang bertujuan untuk pembangunan yaitu diisi oleh BUMN berorientasi layanan ke masyarakat seperti PLN, Pertamina, farmasi, energi, pelabuhan, transportasi, dan perumahan rakyat.

    Ketiga, holding ICU yaitu diisi oleh BUMN yang sedang bermasalah atau sedang dilakukan restrukturisasi seperti BUMN Karya, Kimia Farma, Biofarma, Indofarma, dan Krakatau Steel.

    “Dengan begitu, investor asing akan merasa interest-nya [kepentingannya] dilayani; masyarakat akan merasa kepentingan terlayani,” tutup Wija.

    Sebelumnya, Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara Rosan Roeslani mengakui bahwa Presiden Prabowo Subianto mengamanatkan agar Danantara bisa mengelola aset-aset BUMN untuk kepentingan masyarakat.

    “Misi Danantara yang jelas untuk meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan perekonomian Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif,” kata Rosan usai peluncurkan BPI Danantara di Istana Merdeka, Senin (24/2/2025).

    Misi Danantara, menurut Rosan, bertujuan untuk memberikan dampak yang besar dan positif terutama untuk rakyat Indonesia. Menurutnya, misi itu sesuai dengan amanat yang terdapat dalam pasal 33 UUD 1945 yang menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam demi kepentingan rakyat.

    “Tujuan yang sangat mulia ini adalah suatu breakthrough yang dilakukan oleh Bapak Presiden untuk meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan berkualitas, yang tentunya harus berdampak positif untuk rakyat Indonesia,” lanjutnya.

  • Desentralisasi Politik Daerah Bakal Kokoh Jika MK Kabulkan Syarat Caleg Harus Berasal dari Dapilnya – Halaman all

    Desentralisasi Politik Daerah Bakal Kokoh Jika MK Kabulkan Syarat Caleg Harus Berasal dari Dapilnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menilai uji materi Undang-Undang Pemilu yang diajukan sejumlah mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat domisili Calon Legislatif (Caleg) di Daerah Pemilihan (Dapil) dapat menguntungkan kader-kader partai politik di daerah.

    “Karena bisa memperkuat kelembagaan partai politik di daerah dan memperkokoh desentralisasi politik. Selain itu, ini juga akan memperbesar peluang keterpilihan putra-putri daerah dalam kontestasi politik nasional,” ujar Titi saat dikonfirmasi, Sabtu (8/3/2025).

    Menurutnya, jika gugatan ini dikabulkan MK, para caleg harus memastikan diri memenuhi syarat domisili sesuai dengan dapil tempat mereka mencalonkan diri.

    Titi menilai permohonan ini layak diapresiasi karena menekankan pentingnya keterhubungan antara caleg dan daerah yang mereka wakili.

    “Didasari oleh besarnya jumlah caleg yang tidak berdomisili di daerah pemilihannya, tidak lahir dan juga tidak pernah bersekolah di dapil tempat mereka dicalonkan,” jelasnya.

    Adapun para mahasiswa yang mengajukan gugatan ini ingin agar syarat domisili bagi caleg DPR dan DPRD disamakan dengan caleg DPD.

    Hal ini merujuk pada putusan MK No.10/PUU-VI/2008 yang mewajibkan caleg DPD berdomisili di dapil atau provinsi tempat mereka mencalonkan diri.

    Lebih 50 Persen Calon Pileg Tidak Berdomisili di Dapilnya, Mahasiswa Gugat ke MK

    Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang mengajukan gugatan terhadap Pasal 240 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

    Para mahasiswa menyoroti tingginya jumlah calon anggota legislatif (caleg) yang tidak berdomisili di daerah pemilihannya (dapil).

    Gugatan ini diajukan setelah data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan 3.387 atau 59,53 persen caleg dalam Pemilu Legislatif 2019-2024 berasal dari luar dapilnya.

    Sidang pendahuluan perkara dengan Nomor 7/PUU-XXIII/2025 ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, bersama Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani pada Rabu (5/3/2025).
     
    Perwakilan Pemohon, Ahmad Syarif Hidayatullah, mengungkapkan sebanyak 1.294 caleg pada Pemilu 2024 tidak memiliki keterkaitan dengan dapilnya, baik dari segi domisili, tempat lahir, maupun riwayat pendidikan.

    Sementara 3.605 caleg atau 36,4 persen dari total Daftar Calon Tetap (DCT) tinggal di luar dapil dan tidak lahir di kabupaten/kota di dapilnya. Serta tidak pernah bersekolah di wilayah tersebut.

    Mereka inilah yang dianggap tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan dapilnya.

    “Sebagai pembanding, dalam konteks pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), terdapat ketentuan calon anggota DPD harus merupakan penduduk yang berdomisili di wilayah daerah pemilihan yang bersangkutan. Ketentuan ini menunjukkan keterwakilan daerah dalam lembaga perwakilan negara diatur dengan mengutamakan keterkaitan calon dengan daerah yang diwakili,” sebut Syarif yang menghadiri persidangan secara daring.

    Para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 240 ayat (1) huruf c UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka mengusulkan agar aturan tersebut diubah sehingga mengharuskan caleg bertempat tinggal di dapil yang mereka wakili minimal lima tahun sebelum pencalonan, dibuktikan dengan KTP.

  • Urgensi Perda Masyarakat Hukum Adat

    Urgensi Perda Masyarakat Hukum Adat

    Urgensi Perda Masyarakat Hukum Adat
    Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang
    HUKUM
    nasional dan hukum adat seringkali dianggap sebagai dua sistem hukum yang berbeda, bahkan bertentangan. Padahal, hukum adat merupakan bagian dari sistem hukum Indonesia yang diakui oleh konstitusi.
    Harmonisasi hukum nasional dan hukum adat menjadi penting untuk menciptakan sistem hukum yang komprehensif dan berkeadilan.
    Peraturan daerah (Perda) MHA dapat menjadi jembatan untuk mengharmonisasikan kedua sistem hukum tersebut.
    Perda dapat memuat ketentuan mengenai pengakuan terhadap hukum adat sebagai sumber hukum yang sah di samping hukum nasional.
    Perda dapat mengatur mengenai penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa adat, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasional dan hak asasi manusia.
    Perda juga dapat mengatur mengenai mekanisme koordinasi antara lembaga adat dengan lembaga pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di wilayah adat.
    Harmonisasi hukum nasional dan hukum adat bukan berarti menghilangkan atau mengganti hukum adat dengan hukum nasional.
    Harmonisasi berarti mencari titik temu dan keselarasan antara kedua sistem hukum tersebut, sehingga tercipta sistem hukum yang lebih adil, responsif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
    Dalam proses harmonisasi, penting untuk menghormati kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam hukum adat.
    Dengan mengharmonisasikan hukum nasional dan hukum adat, kita dapat menciptakan sistem hukum yang lebih inklusif dan partisipatif.
    MHA dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembentukan dan penegakan hukum, sehingga hukum yang berlaku benar-benar mencerminkan aspirasi dan kepentingan mereka.
    Harmonisasi hukum juga dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum, karena hukum yang diakui dan dihormati oleh masyarakat akan lebih mudah untuk ditegakkan.
    Sejalan dengan gambaran tersebut, anggota DPD RI dapil DKI Jakarta, Fahira Idris, baru-baru ini mengimbau agar semua daerah di Indonesia memiliki peraturan daerah (perda) tentang masyarakat hukum adat.
    Pernyataan ini tentu menarik untuk dikaji lebih dalam dari sudut pandang hukum, mengingat masyarakat hukum adat merupakan entitas yang diakui secara konstitusional dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
    Dalam implementasinya, pengakuan tersebut sering kali terbentur oleh regulasi yang belum seragam di tingkat daerah.
    Secara yuridis, keberadaan masyarakat hukum adat diakui dan dihormati sepanjang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
    Namun, masalah yang sering muncul adalah ketiadaan instrumen hukum daerah yang dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap hak-hak mereka, terutama terkait tanah ulayat, kearifan lokal, serta kelembagaan adat.
    Sejumlah daerah memang telah memiliki perda yang mengatur masyarakat hukum adat, seperti di Sumatera Barat dengan Perda tentang Nagari dan di Kalimantan dengan pengakuan hak-hak masyarakat Dayak.
    Namun, tidak semua daerah memiliki regulasi serupa. Imbauan Fahira Idris agar setiap daerah menerbitkan perda terkait masyarakat hukum adat patut diapresiasi, tetapi perlu dikaji lebih lanjut mengenai implementasi dan tantangan yang akan dihadapi.
    Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 telah memberikan dampak signifikan terhadap pengakuan hak-hak Masyarakat Hukum Adat (MHA) atas
    hutan adat
    .
    Putusan MK tersebut menyatakan bahwa hutan adat bukan merupakan hutan negara, melainkan hutan yang berada di wilayah adat dan dikelola oleh MHA sesuai dengan hukum adat mereka.
    Putusan MK ini membuka jalan bagi pengakuan dan perlindungan hak-hak MHA atas hutan adat, tapi implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan.
    Perda MHA dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengimplementasikan Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012.
    Perda dapat memuat ketentuan mengenai mekanisme pengakuan dan penetapan hutan adat, termasuk proses inventarisasi, verifikasi, dan pemetaan partisipatif yang melibatkan MHA secara aktif.
    Dengan adanya Perda, proses pengakuan hutan adat dapat dilakukan secara lebih cepat, transparan, dan akuntabel.
    Selain itu, Perda juga dapat mengatur mengenai pengelolaan hutan adat oleh MHA. Perda dapat memberikan kewenangan kepada MHA untuk mengelola hutan adat sesuai dengan hukum adat mereka, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Perda juga dapat mengatur mengenai mekanisme pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan hutan adat, sehingga hutan adat dapat dikelola secara lestari dan berkelanjutan.
    Implementasi Putusan MK terkait hutan adat bukan hanya memberikan manfaat bagi MHA, tetapi juga bagi negara dan masyarakat luas.
    Hutan adat
    memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, menyediakan sumber air bersih, dan mengurangi risiko bencana alam.
    Dengan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak MHA atas hutan adat, kita turut berkontribusi pada pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan yang berkelanjutan.
    Urgensi Perda Masyarakat Hukum Adat (MHA) sangatlah jelas dan mendesak. Perda MHA bukan hanya sekadar pengakuan simbolis, tetapi merupakan instrumen hukum yang vital untuk melindungi hak-hak konstitusional MHA, mencegah konflik agraria dan kerusakan lingkungan, memberdayakan ekonomi dan sosial budaya MHA, menegaskan identitas dan kepastian hukum MHA, mengharmonisasikan hukum nasional dan hukum adat, serta mengimplementasikan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait hutan adat.
    Dengan adanya Perda MHA, diharapkan keberadaan MHA dapat diakui, dihormati, dan dilindungi secara efektif, sehingga mereka dapat terus berkontribusi pada pembangunan bangsa yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan.
    Setidaknya ada tiga tantangan utama yang harus diperhatikan dalam penyusunan perda ini. Pertama, identifikasi dan verifikasi masyarakat hukum adat.
    Tidak semua kelompok yang mengklaim sebagai masyarakat hukum adat dapat langsung diakui dalam perda.
    Diperlukan mekanisme verifikasi yang ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan status hukum adat untuk kepentingan tertentu.
    Kedua, harmonisasi dengan peraturan nasional. Perda harus selaras dengan UU yang lebih tinggi, seperti UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan berbagai regulasi sektoral lainnya.
    Tanpa harmonisasi yang jelas, perda berpotensi menimbulkan konflik hukum dengan kebijakan nasional.
    Ketiga, kapasitas pemerintah daerah. Tidak semua pemerintah daerah memiliki kapasitas dan pemahaman yang cukup dalam merancang perda yang berpihak pada masyarakat hukum adat.
    Diperlukan pendampingan dan sinergi antara akademisi, praktisi hukum, serta perwakilan
    masyarakat adat
    .
    Sebagai langkah konkret, pemerintah pusat perlu menerbitkan pedoman umum penyusunan perda masyarakat hukum adat agar tidak terjadi disparitas antarwilayah.
    Partisipasi aktif masyarakat adat dalam proses perumusan perda harus menjadi prinsip utama agar perda yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan mereka.
    Dengan demikian, imbauan Fahira Idris tidak hanya menjadi wacana politik, tetapi dapat diimplementasikan secara nyata untuk memperkuat posisi masyarakat hukum adat dalam sistem hukum nasional.
    Keberadaan perda yang mengakui hak-hak mereka bukan sekadar formalitas, tetapi sebagai instrumen perlindungan dan pemberdayaan yang nyata bagi komunitas adat di seluruh Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Warga Dayak Gugat ke MK Aturan Era Jokowi Soal Hak Atas Tanah di IKN

    Warga Dayak Gugat ke MK Aturan Era Jokowi Soal Hak Atas Tanah di IKN

    Bisnis.com, JAKARTA – Warga asli Suku Dayak mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap aturan Hak Atas Tanah (HAT) di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

    Aturan itu tertuang pada Undang-Undang (UU) IKN yang diterbitkan pada pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). 

    Gugatan bernomor perkara 185/PUU-XXII/2024 itu diajukan oleh warga asli Suku Dayak yakni Stepanus Febyan Babaro. Sidang perdana uji materi tersebut digelar kemarin, Selasa (4/3/2025). 

    Pemohon uji materi menggugat khususnya pasal 16 A ayat (1), (2) dan (3) UU IKN, yang mengatur pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai dengan jangka waktu mencapai 100 tahun. Sebagai warga suku Dayah, Stepanus mengaku dirinya mengalami kerugian kontitusional secara aktual dan potensial. 

    “Oleh karena Pemohon cemas,  takut dan khawatir dengan kehadiran pemberian jangka waktu yang lama Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai,” terang kuasa hukum Stepanus, Leonardo Olefins Hamonangan pada sidang perdana uji materi di Gedung MK, dikutip dari siaran pers, Rabu (5/3/2025).

    Pemohon menilai pemberian HGU di IKN paling lama 95 tahun, serta HGB dan Hak Pakai 80 tahun bertentangan dengan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Dia menilai hal tersebut bertentangan dengan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. 

    “Dikarenakan menurut pernyataan mantan Presiden RI ke 7 Jokowi Menurutnya aturan ini dibuat agar Otorita IKN bisa menjaring lebih banyak investor ke IKN,” ujar Leonardo. 

    Di sisi lain, Pemohon berargumen bahwa pasal berkaitan dengan HAT IKN itu tumpang tindih dengan pasal 9 Peraturan Presiden (Perpres) No.75/2024 tentag Percepatan Pembangunan IKN. Namun, keduanya sama-sama tidak mengatur secara jelas pihak-pihak yang berhak mendapatkan HGB, HGU dan Hak Pakai itu. 

    Menurut Pemohon, aturan tersebut membuka peluang bagi pihak asing untuk menguasai tanah di IKN dalam waktu yang sangat panjang. Dia juga mengkhawatirkan penguasaan tanah terlalu lama bisa merugikan generasi mendatang. 

    Oleh sebab itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan pasal 16A ayat (1), (2) dan (3) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 atau setidaknya inkonstitusional bersyarat. Dia mengusulkan agar jangka waktu pemberian HAT dibatasi masing-masing yakni HGU maksimal 25 tahun (dapat diperpanjang 25 tahun), HGB maksimal 30 tahun (dapat diperpanjang 20 tahun), serta Hak Pakai maksimal 25 tahun (dapat diperpanjang 25 tahun). 

    Adapun pada amandemen UU IKN, HGU maksimal 95 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk satu siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun.

    Sementara itu, jangka waktu HGB dan Hak Pakai maksimal 80 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk satu siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun.

    Sidang perdana uji materi itu dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi Enny Nurbaningsih dan Ridwan Mansyur. Menanggapi permohonan yang diajukan, Hakim Konstitusi Enny menyoroti uraian kedudukan hukum dari perseorangan, namun tidak ada penjelasan komprehensif mengenai kerugian konstitusional.

    “Hanya sekilas menyebutkan didukung oleh SK pengangkatan sebagai masyarakat adat Dayak, tidak ada uraian lebih jelas mengenai apa sebetulnya kerugian hak konstitusional dari masyarakat hukum Dayak itu. Kalau menurut saya isunya menarik tetapi yang tidak bisa jelas itu legal standingnya tidak nyambung. Jadi LSnya harus diperkuat disini kalau enggak tidak bisa ditengok bagian positanya berhenti di kedudukan hukum,” tegas Enny.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Presiden Joko Widodo saat itu turut menerbitkan Perpres No.75/2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN Nusantara. Pasal 9 Perpres itu menyebutkan bahwa pemberian HGU hampir dua abad ditujukan bagi para investor IKN. 

    Di sisi lain, HGB juga diberikan jangka waktu paling lama 80 tahun untuk siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun, sehingga totalnya menjadi 160 tahun. Hal yang sama juga berlaku untuk Hak Pakai. 

    Jokowi menyebut payung hukum itu dibuat agar Otorita Ibu Kota Negara (OIKN) Nusantara dapat memaksimalkan wewenangnya dalam menarik investasi besar ke proyek mercusuar itu. 

    “Ya ,itu sesuai dengan UU IKN yang ada. Kita ingin memang OIKN itu betul-betul diberikan kewenangan untuk menarik investasi yang sebesar-besarnya, baik investasi dalam negeri maupun luar negeri,” ujarnya kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, 16 Juli 2024 lalu. 

  • KAI Divre IV Tanjungkarang Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis untuk yang Berulang Tahun

    KAI Divre IV Tanjungkarang Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis untuk yang Berulang Tahun

    Untuk mendapatkan layanan ini, peserta harus memiliki aplikasi Satu Sehat Mobile (SSM) guna mendaftar tanpa perlu antre di klinik. Jenis pemeriksaan yang tersedia mencakup skrining kekurangan hormon, penyakit jantung bawaan, gizi, pemeriksaan telinga dan mata, serta tekanan darah.

    Bagi usia dewasa dan lansia, pemeriksaan difokuskan pada risiko stroke, jantung, kanker, serta kesehatan mental dan fisik.

    Selama 2023, Klinik Mediska Tanjungkarang telah melayani 20.104 pasien, dan pada 2024 jumlah ini meningkat 14% menjadi 22.975 pasien.

    “Kami berharap pemeriksaan kesehatan gratis ini dapat membantu masyarakat mencegah penyakit sejak dini dan meningkatkan kualitas hidup mereka, sesuai amanat UUD 1945 Pasal 28H ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan,” dia memungkasi.

     

  • Polemik BBM Oplosan: Memiliki Dampak Serius, Harus Dibuktikan oleh Pendapat Ahli – Halaman all

    Polemik BBM Oplosan: Memiliki Dampak Serius, Harus Dibuktikan oleh Pendapat Ahli – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika Iwan Bento Wijaya memberikan respons atas langkah Kejaksaan Agung yang menangani suatu perkara tindak pidana korupsi tata niaga hilir migas PT Pertamina Patra Niaga.

    Dalam paparannya ada informasi Kejaksaan Agung yang kurang tepat dalam mempublikasi rangkaian suatu tindak pidana korupsi sehingga publik menangkap berbeda.

    “Terdapat disinformasi dalam narasi Kejaksaan Agung dalam perkata tata niaga migas ditambah pada nilai kerugian negara yang sangat luar biasa di dalamnya. Publik merespons dari hasil publikasi Kejaksaan Agung adalah bahan bakar minyak (BBM) hasil blending dianggap sebagai BBM oplosan,” kata Iwan dalam keterangan persnya yang diterima wartawan pada Minggu, (2/3/2025).

    Oleh sebab itu, ia pun menduga bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tersebut masih perlu dipertanyakan lagi soal independensinya.

    Hal ini juga dikatakan Iwan terkait dengan perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung cenderung tidak didasari perhitungan yang real oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

    Di mana perhitungan kerugian negara dalam suatu rangkaian tindak pidana merupakan langkah krusial dalam proses penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum tersebut.

    “Kejaksaan juga harus mengedepankan prinsip independen dan terlepas dari kepentingan politik serta tidak menciptakan stigmatisasi terhadap salah satu pihak,” ujarnya.

    Iwan menegaskan bahwa dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap beberapa pihak yang diduga terlibat dalam pengadaan BBM dan proses produksi dan distribusi BBM murni sebagai suatu tindak pidana yang harus ditegakkan.

    Namun muncul dugaan bahwa proses hukum ini tidak murni upaya penegakan hukum semata.

    Melainkan ada indikasi suatu upaya mengungguli oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap Pertamina.

    “Terlihat dari terjadinya disinformasi di masyarakat,” katanya.

    Maka dari itu, Iwan pun memberikan penekanan agar Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum harus mengedepankan prinsip persamaan di mata hukum yang mana equality before the law menjadi bagian penting yang harus dipegang oleh Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum.

    Hal ini menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh diskriminatif atau menyudutkan salah satu pihak secara tidak proporsional.

    “Apalagi berkaca pada perkara tata niaga migas PT Pertamina Patra Niaga, publikasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung mengenai adanya dugaan pengoplosan seharusnya didasari pendapat ahli perminyakan atau ahli kimia atau ahli pada ekosistem tata niaga hilir migas,” ujarnya.

    “Karena bila ini tidak didasarkan oleh pendapat ahli, sangat berdampak pada kepercayaan publik yang di mana ini sangat bahaya bagi kendali negara terhadap ekosistem hilir tata niaga migas,” tambahnya.

    Iwan juga menekankan bahwa PT Pertamina sebagai keterwakilan negara atau perpanjangan tangan negara dalam penguasaan dan pengusahaan ekosistem hilir tata niaga migas merupakan bentuk negara dalam mengimplementasikan amanat Pasal 33 UUD 1945, di mana negara harus memegang kendali penuh atas ekosistem hilir tata niaga migas.

    “Bila pengaruh negara atas kendali ekosistem hilir tata niaga migas menurun bahkan hilang, itu sangat bahaya bagi negara atas kepastian supply migas untuk masyarakat,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Iwan juga mengatakan bahwa narasi BBM Oplosan Pertalite dan Pertamax tersebut memiliki dampak yang sangat serius, yakni pada kepercayaan publik pada seluruh produk Pertamina, khususnya Pertamax.

    Bahkan, kata dia, perusahaan Badan Usaha Niaga Migas yang lain tidak berinvestasi terhadap kilang pengolahan dan penampungan.

    Akhirnya yang diandalkan hanya kegiatan impor BBM.

    “Bila ini terjadi, negara akan berkurang kendali atas pasar niaga hilir migas. Ini merupakan keadaan bahaya terhadap supply BBM kepada masyarakat bila ini terjadi,” tegasnya.

    Oleh sebab itu, Iwan pun mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk cermat dalam setiap informasi yang diterima melalui media massa atau media sosial karena butuh kebijaksanaan seluruh stakeholder dalam menyampaikan informasi ataupun yang menerima informasi.

    “Hal ini bertujuan untuk setiap proses penegakan hukum berjalan secara utuh pada koridor hukum dan memberi dampak keadilan serta pengetahuan terhadap masyarakat,” ujar Iwan.

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar menyatakan Kejagung tetap pada pernyataannya soal adanya pengoplosan RON 90 Pertalite atau di bawahnya RON 88 Premium dengan RON 92 Pertamax.

    Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu.

    Ada RON 90 Pertalite atau di bawahnya 88 diblending dengan 92 Pertamax.

    Jadi RON dengan RON sebagaimana yang disampaikan tadi, kata Abdul Qohar dilansir Kompas.com.

    yakni berdasarkan keterangan saksi yang telah diperiksa penyidik.

    Bahkan dari keterangan saksi ini diperoleh juga informasi soal adanya bahan bakar minyak (BBM) oplosan yang disebut dijual seharga Pertamax.

    Jadi hasil penyidikan tadi saya sampaikan itu RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang ada dari keterangan saksi RON 88 diblending dengan 92 dan dipasarkan seharga 92, terang Abdul Qohar.

    Terkait benar tidaknya adanya pengoplosan Pertamax ini, Kejagung nantinya akan meminta ahli untuk meneliti.

    “Nanti ahli yang meneliti. Tapi fakta-fakta alat bukti yang ada seperti itu. Keterangan saksi menyatakan seperti itu,” tuturnya.

  • Polri Pastikan Rekrutmen Akpol Tanpa Calo, Pendaftar Mencapai 8 Ribu Orang – Page 3

    Polri Pastikan Rekrutmen Akpol Tanpa Calo, Pendaftar Mencapai 8 Ribu Orang – Page 3

    Adapun tahapan tes Akpol di tingkat panitia daerah adalah sebagai berikut:

    a. Pemeriksaan administrasi awal dengan penilaian kualitatif

    b. Pemeriksaan kesehatan tahap I dengan penilaian kualitatif

    c. Tes psikologi tahap I sistem Computer Assisted Test (CAT), penilaian kuantitatif dan kualitatif

    d. Test akademik tahap I, sistem CAT dengan penilaian kuantitatif meliputi:

    – pengetahuan umum (termasuk UU Kepolisian)

    – wawasan kebangsaan (UUD 1945, NKRI, Bineka Tunggal Ika, wawasan nusantara dan kewarganegaraan)

    – tes penalaran numerik- Bahasa Indonesia

    e. Tes EKG dengan penilatan kualitatiff. Uji kemampuan jasmani (kesamaptaan A, B dan renang) dengan penilaian kuantitatif dan kualitatif, serta pemeriksaan anthropometrik dengan penilaian kualitatif.

    g. Sidang penetapan untuk mengikuti pemeriksaan kesehatan tahap II

    h. Pemeriksaan kesehatan tahap II dengan penilaian kualitatifi. Pendalaman PMK dan Tes psikologi tahap II sistem wawancara, penilaian kualitatifj. Pemeriksaan administrasi akhir dengan penilaian kualitatifk. Sidang terbuka penetapan kelulusan tingkat daerah.

    Sementara untuk tahapan tes Akpol di tingkat panitia pusat adalah sebagai berikut:

    a. Pemeriksaan administrasi dengan penilaian kualitatif

    b. Pemeriksaan kesehatan tahap I dan II dengan penilaian kualitatif

    c. Pemeriksaan mental dan ideologi dengan CAT

    d. Tes akademik neliputi TPA dengan Bahasa Inggris menggunakan CAT, penilaian kuantitatif

    e. Tes psikologi wawancara dengan penilaian kualitatiff. Pendalaman PMK dengan penilaian kualitatif

    g. Tes kesamaptaan jasmani (kesamaptaan A, B dan renang) dengan penilaian kuantitatif dan kualitatif, serta pemeriksaan anthropometrik dengan penilaian kualitatif

    h. pemeriksaan penampilan dengam penilaian kualitatif

    i. Sidang terbuka kelulusan tingkat pusat.

  • Waka MPR Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi Harus Diiringi Transisi Energi

    Waka MPR Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi Harus Diiringi Transisi Energi

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Fraksi PAN Eddy Soeparno menuturkan Indonesia memiliki target ambisius untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8% dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus dibangun dengan pondasi yang berkelanjutan, salah satunya melalui transisi menuju energi terbarukan.

    “Saat ini kita tidak lagi menghadapi dampak perubahan iklim. Tapi lebih daripada itu kita menghadapi krisis iklim dan karena itu harus dihadapi dengan manajemen krisis,” jelas Eddy, dalam keterangannya, Jumat (28/2/2025).

    “Harus diingat bahwa saat ini transisi energi bukan sekadar pilihan, tetapi sudah menjadi kebutuhan,” sambungnya.

    Dalam acara MPR RI Goes to Campus di Universitas Bakrie, di hadapan Guru Besar dan Mahasiswa Universitas Bakrie, Eddy menyampaikan saat ini dampak perubahan iklim semakin terasa dengan kenaikan suhu yang terjadi di beberapa kota seperti Jakarta, Bogor, Depok dan Semarang. Seiring dengan kenaikan suhu, kualitas udara juga semakin menurun ditandai dengan Air Quality Index yang buruk.

    “Jika kita ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% secara berkelanjutan, kita harus segera beralih ke energi terbarukan. Jika tidak, kita akan terus menghadapi dampak buruk dari perubahan iklim, termasuk bencana alam, polusi udara, dan ketidakstabilan ekonomi akibat fluktuasi harga energi fosil,” ujar Eddy.

    Dalam konteks konstitusi, Eddy menekankan hak atas lingkungan hidup yang sehat sudah diatur dalam Pasal 28H ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu, transisi energi adalah upaya negara menjamin hak konstitusional rakyatnya.

    “Kita tidak bisa menutup mata terhadap dampak polusi udara dan krisis iklim yang sudah kita rasakan hari ini. Negara wajib memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan lingkungan yang sehat,” tegas Doktor Ilmu Politik UI itu.

    Di hadapan mahasiswa Universitas Bakrie, Eddy mengajak kampus untuk berkolaborasi dengan MPR RI dalam merumuskan kebijakan energi yang berbasis riset. Menurut Eddy, mahasiswa adalah agen perubahan.

    “Saya ingin Universitas Bakrie ikut aktif memberikan usulan kebijakan berbasis riset dari kampus. MPR akan memfasilitasi keikutsertaan kampus dalam aspek kebijakan, legislasi, dan pengawasan. Ini adalah kesempatan bagi akademisi untuk berkontribusi langsung dalam membentuk masa depan energi Indonesia,” pungkasnya.

    (anl/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Wamendagri Sebut Prabowo Ingin Ada Retret Kepala Daerah Lagi 2026: Agar Jangan Omon-omon Saja – Halaman all

    Wamendagri Sebut Prabowo Ingin Ada Retret Kepala Daerah Lagi 2026: Agar Jangan Omon-omon Saja – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, telah resmi berakhir pada Jumat (28/2/2025).

    Dalam arahannya pada akhir kegiatan, Presiden Prabowo Subianto mengapresiasi penyelenggaraan retret ini dan meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk kembali mengadakan kegiatan serupa pada tahun 2026 mendatang.

    Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto saat memberikan keterangan pers usai berakhirnya kegiatan retret di Akmil.

    Menurutnya, Prabowo menekankan pentingnya retret sebagai ajang evaluasi terhadap berbagai target yang sudah ditetapkan.

    Presiden, sambungnya, juga mengingatkan para kepala daerah untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945 dengan menjaga serta mengelola kekayaan alam dan potensi daerah secara optimal.

    “Presiden meminta seluruh kepala daerah untuk menjalankan betul Pasal 33 UUD 1945, menjaga kekayaan alam, potensi daerah, dikelola sebaik-baiknya. Jangan sampai rugi, jangan sampai hilang, dan jangan sampai didominasi oleh kepentingan asing,” ujar Bima Arya, dikutip dari Tribun Jogja.

    Kemudian, Bima juga menyatakan bahwa Prabowo menyoroti pentingnya hilirisasi industri dalam berbagai sektor, seperti nikel dan sumber daya lainnya. 

    Ia menegaskan bahwa Indonesia harus mampu mengelola investasinya sendiri agar tidak bergantung pada pihak lain.

    “Kata beliau, supaya kita semua ini jangan hanya omon-omon saja. Supaya terbukti bahwa presiden tidak hanya omon-omon, kepala daerah tidak omon-omon, maka di tahun 2026 kita targetkan ada retret lagi untuk mengevaluasi capaian semua target tadi,” tegasnya.

    Bima menjelaskan, retret pada 2026 bakal berbeda karena fokusnya lebih kepada evaluasi berbasis data terhadap capaian kepala daerah.

    Pemerintah ingin memastikan bahwa semua program yang sudah dirancang, termasuk swasembada pangan dan hilirisasi, berjalan sesuai harapan.

    “Perbedaannya nanti adalah mengevaluasi target yang sudah ditetapkan. Apakah tercapai atau tidak, serta apa alasannya. Jadi berdasarkan angka-angka,” terangnya.

    Sebagai informasi, retret kepala daerah kali ini diikuti oleh 493 kepala daerah dan 477 wakil kepala daerah. 

    Meski jadwal kegiatan cukup padat, Bima menilai acara ini membawa dampak positif dalam membangun sinergi antar-kepala daerah.

    “Kami melihat kepala daerah semakin akrab. Presiden juga senang karena melihat peserta ini semakin akrab satu sama lain. Itu yang diperlukan untuk sinergi ke depannya,” terangnya.

    Cerita Kepala Daerah Ikut Retret

    Bupati Magelang, Grengseng Pamuji dan Wakil Bupati Magelang, Sahid, turut serta dalam kegiatan retret di Akmil yang digelar pada 21-28 Februari 2025.

    Sebagai warga yang selama ini menetap di Magelang, Grengseng tak merasakan pengalaman yang benar-benar baru selama bermalam di tenda.

    Meski begitu, Grengseng meyakini bahwa kepala daerah dari luar Magelang akan merasakan pengalaman yang berbeda.

    “Lha wong kene cah kene, omahe kono, yo podo wae. Biasa wae (Lah memang orang Magelang, rumahnya di sana, ya sama saja. Biasa saja). Mungkin kalau daerah-daerah jauh berbeda,” ucap Grengseng di Borobudur Golf Kompleks Akmil, Jumat.

    Namun, Grengseng menilai retret ini menjadi ajang strategis untuk memperkuat komunikasi dengan kepala daerah lain, gubernur, hingga menteri.

    “Bagus, bisa ketemu banyak bupati, banyak wali kota, bisa dekat dengan gubernur, bisa komunikasi dengan menteri, itu bagus,” ujar Grengseng.

    Ia menilai bahwa komunikasi lintas daerah dan pemerintah pusat menjadi salah satu hal baru dan penting dalam retret ini. 

    Ia menilai bahwa retret lebih kepada penguatan sinergi antara pemerintah daerah dan pusat.

    “Semua agenda menarik karena memang dibutuhkan, tapi yang baru adalah komunikasinya. Jadi komunikasi antardaerah, komunikasi dengan gubernur dan menteri,” tambahnya.

    Terkait implementasi hasil retret, Grengseng menegaskan bahwa pihaknya akan tetap menjalankan visi dan misi Kabupaten Magelang dengan menyelaraskannya bersama program pemerintah pusat dan daerah. 

    “Itu kan sudah ada dalam visi misi kita, jadi visi-misi kita laksanakan, kita sinkronkan dengan gubernur, dengan APBN, dan Asta Cita Pak Prabowo,” tuturnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul: Presiden Prabowo Minta Retret Kepala Daerah Digelar Lagi Tahun Depan.

    (Tribunnews.com/Deni)(TribunJogja.com/Yuwantoro Winduajie)