Produk: UUD 1945

  • CSIS: UU TNI Digugat ke MK karena Pembentukannya Tak Memenuhi Standar

    CSIS: UU TNI Digugat ke MK karena Pembentukannya Tak Memenuhi Standar

    Jakarta, Beritasatu.com – Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai masuk akal apabila banyak pihak menggugat UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena proses pembuatannya tidak sesuai ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

    Hal itu disampaikan Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes dalam konferensi pers bersama menyikapi kontroversi UU TNI di kantor CSIS, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    “Itu masuk akal karena memang proses pembahasan undang-undang dan pembentukannya itu saya lihat belum memenuhi standar pembuatan undang-undang yang diatur secara ketat dalam regulasi, baik undang-undang soal pembentukan peraturan perang undang-undangan, Undang-Undang MD3 maupun peraturan tata tertib DPR,” kata Arya. 

    Arya mengingatkan agar para pemohon uji materi dan uji formil UU TNI ke MK wajib menyiapkan argumentasi hukum yang kuat sehingga bisa meyakinkan hakim konstitusi untuk membatalkan UU TNI yang baru disahkan oleh DPR pada Kamis (20/3/2025). 

    “Nah sekarang pertanyaannya adalah bagaimana masyarakat sipil dan juga mahasiswa tadi, membuat argumen hukum yang kuat, sehingga Mahkamah Konstitusi dapat memberikan pertimbangan hukum juga terkait undang-undang yang baru ini,” ujarnya.

    Menurut Arya, argumentasi hukum para pemohon akan menentukan diterima atau tidaknya uji materi UU TNI. Para pemohon harus bisa menjelaskan secara detail argumentasi hukum bahwa UU TNI cacat prosedur dan substansinya bertentangan dengan UUD 1945.

    “Apakah undang-undang itu dianggap sudah memenuhi proses muatan materinya, atau apakah undang-undang tersebut dianggap bertentangan atau tidak dengan undang-undang dasar. Jadi itu yang akan diputus oleh Mahkamah Konstitusi. Tentu argumen hukum yang akan dibangun oleh para pengusul uji materi tersebut, saya kira itu harus persiapkan dengan baik juga, dengan kuat,” jelas Arya.

    Lebih lanjut, Arya optimistis MK akan mengadili uji materi dan uji formil UU TNI baru secara independen dan tidak terpengaruh oleh proses-proses politik.

    “Kalau saya lihat dalam beberapa keputusan terakhir, MK-nya mulai kembali independen, mulai kembali menunjukkan jati dirinya sebagai pengadil akhir dalam undang-undang dan kita berharap MK juga lebih dapat membuat keputusan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar,” pungkas Arya.

    Diketahui, UU TNI yang baru disahkan itu resmi digugat di MK. Gugatan itu didaftarkan dengan nomor registrasi 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 pada Jumat (21/3/2025). 

    Gugatan tersebut merupakan uji formil yang diajukan oleh tujuh orang pemohon yakni Muhammad Alif Ramadhan (Pemohon I), Namoradiarta Siaahan (Pemohon II), Kelvin Oktariano (Pemohon III), M. Nurrobby Fatih (Pemohon IV), Nicholas Indra Cyrill Kataren (Pemohon V), Mohammad Syaddad Sumartadinata (Pemohon VI), dan R.Yuniar A. Alpandi (Pemohon VII).  

    “Pokok Perkara: Permohonan Pengujian Formil Undang-Undang Nomor … Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI),” demikian dikutip dari situs resmi MK. 

  • Teddy Gusnaidi: Emang Apa Masalahnya jika demi Letkol Teddy Aturannya Diubah?

    Teddy Gusnaidi: Emang Apa Masalahnya jika demi Letkol Teddy Aturannya Diubah?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Umum sekaligus Juru Bicara Partai Garuda, Teddy Gusnaidi, menanggapi polemik kenaikan pangkat Letkol Teddy Indra Wijaya yang dikaitkan dengan kebutuhan Presiden.

    “Emang apa masalahnya jika demi Letkol Teddy, lalu diubah aturannya? Para juru bicara jangan juga cari pembenaran sana-sini, ngeles sana-sini, buat alasan sana-sini, sampaikan saja bahwa iya aturan diubah karena Letkol Teddy,” kata Teddy Gusnaidi salam akun X pribadinya dikutip pada Senin (24/3/2025).

    Dikatakan Teddy, jika seorang individu dianggap penting bagi kepala negara, maka mencari solusi melalui perubahan aturan adalah hal yang wajar selama tidak bertentangan dengan konstitusi.

    “Misalnya saya Presiden, saya melihat kapasitas mas Habibie (lawan bicaranya), bagus gitu kan, saya butuhkan pemikiran, pandangan, dan cara kerja mas Habibie yang saya kenal bertahun-tahun, itu oke. Saya akan berupaya bagaimana mas Habibie tetap bantu saya, apa caranya? Saya ubah saja aturan mainnya,” ujar Teddy.

    Ia menekankan bahwa selama aturan yang diubah tidak melanggar UUD 1945, maka tidak ada masalah.

    Teddy juga mengingatkan para juru bicara pemerintah agar tidak berusaha menghindar dalam menjelaskan suatu kebijakan.

    “Ini penting, jangan juga ini buat para Jubir Presiden, jangan ngeles sana sini lah,” tegasnya.

    Terkait Letkol Teddy Indra Wijaya, Teddy Gusnaidi berpendapat bahwa jika memang kehadirannya dibutuhkan Presiden, maka perubahan aturan untuk memfasilitasi hal tersebut sah-sah saja.

    “Kalau Letkol Teddy Indra Wijaya dibutuhkan, dicari solusinya agar Teddy bisa bantu Presiden, harus mengubah aturan. Selama aturan itu tidak bertentangan dengan UUD 45, kenapa nggak?” lanjutnya.

  • Reaksi Istana soal Teror Tempo Disorot: Awal Minta Kepala Babi Dimasak, Kini Sebut Kebebasan Pers – Halaman all

    Reaksi Istana soal Teror Tempo Disorot: Awal Minta Kepala Babi Dimasak, Kini Sebut Kebebasan Pers – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Reaksi Istana, terutama pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi soal kasus teror kepala babi dan bangkai tikus yang dialami Tempo jadi sorotan publik.

    Pasalnya, Hasan Nasbi sempat mengatakan agar kepala babi yang diterima Tempo itu untuk dimasak saja.

    “Sudah dimasak saja, dimasak saja,” kata Hasan Nasbi kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). 
     
    Awalnya Hasan menilai teror kepala babi yang dikirim pada Rabu (19/3/2025) itu bukan menjadi ancaman bagi Francisca atau Cica, jurnalis Tempo. 

    Sebab, dia melihat Cica santai merespons teror kepala babi tersebut. 

    “Enggaklah, saya lihat ya, saya lihat dari media sosialnya Francisca yang wartawan Tempo, itu dia justru minta dikirimin daging babi.”

    “Artinya, dia enggak terancam kan. Buktinya dia bisa bercanda. Kirimin daging babi,” jelas Hasan.

    Namun usai pernyataannya yang menganjurkan kepala babi ini dimasak saja viral, Hasan lantas memberikan pernyataan berbeda.

    Ditambah lagi dengan viralnya kiriman berisi enam bangkai tikus dengan kepala yang telah dipenggal di kompleks kantor Tempo, Palmerah, Jakarta pada Sabtu (22/3/2025).

    Kiriman ini merupakan teror kedua setelah sebelumnya redaksi Tempo menerima paket berisi potongan kepala babi tanpa telinga.

    Ketika di awal ia hanya merespons teror yang dialami Tempo dengan bercanda, di pernyataan kedua terpisah, Hasan langsung menyinggung komitmen pemerintah.

    Terutama komitmen pemerintah dalam mendukung kebebasan pers di Indonesia.

    “Tidak ada yang berubah dari komitmen pemerintah tentang kebebasan pers,” ungkap Hasan, Minggu (23/3/2025)

    Hasan mengatakan pemerintah tunduk terhadap UUD 1945 yang mana pada pasal 28 disebutkan setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. 

    Pemerintah juga tunduk pada Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers dan UU nomor 39 tentang HAM. 

    Pemerintah kata Hasan selama menjalankan aturan pers yang mana didalamnya kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat. 

    “Kemerdekaan pers dijamin. Tidak ada sensor atau bredel. Pemerintah sama sekali tidak bergeser dari prinsip-prinsip ini,” tuturnya.

    Dalam aturan mengenai pers media tidak hanya dijamin kebebasannya namun juga diperintahkan untuk memberikan informasi yang benar.

    “Selain itu Media juga diperintahkan oleh undang-undang Pers untuk memberikan informasi yang tepat, akurat, dan benar,” paparnya.

    Pernyataan Awal Hasan Nasbi Dinilai Tidak Patut & Tak Berempati

    Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, pernyataan Hasan Nasbi yang seolah menyuruh ‘memasak kepala babi’ yang tergeletak di jalan itu, selain tidak berempati, juga melanggar prinsip kebebasan pers. 

    “Pernyataan tersebut cenderung merendahkan, tidak patut disampaikan oleh seorang Kepala Kantor Komunikasi Presiden,” kata ⁠Al Araf dari Centra Initiative dalam keterangannya kepada Tribunnews.

    Pihaknya kata Al Araf, mengingatkan kepada Presiden Prabowo bahwa pernyataan ini sama sekali tidak seharusnya didiamkan, karena mengandung unsur kebencian terhadap kelompok jurnalis atau media yang kritis. 

    Menurut Al Araf, terlepas dari sikap dan posisi media untuk kritis terhadap situasi yang ada, ungkapan yang menyepelekan teror ini mengusik hak rasa aman seseorang, terutama jurnalis dalam kerja-kerja jurnalistiknya.

    “Ungkapan yang disampaikan Hasan Nasbi menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah, yang diwakili Kantor Komunikasi Kepresidenan, terhadap demokrasi dan kebebasan sipil,” ujarnya. 

    Dia menilai, bukannya menyampaikan sikap keprihatinan terhadap teror tersebut, Hasan justru seakan mendukung tindakan teror tersebut. 

    “Kami mendesak kepada Presiden untuk meninjau kembali posisi Hasan Nasbi dari jabatan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan,” kata Al Araf.

    Araf menilai, dengan sikap tersebut, Hasan Nasbi tidak cukup patut secara etika untuk menyampaikan pesan kepresidenan kepada masyarakat. 

    “Apalagi, peristiwa penghapusan cuitannya sendiri di akun X tentang RUU TNI sudah lebih dari cukup untuk mengevaluasi kinerja Hasan Nasbi sebagai ujung tombak komunikasi Presiden,” kata dia. 

    Koalisi Masyarakat Sipil juga menyampaikan keprihatinannya dan bersolidaritas atas teror kepala babi yang dialami Tempo. 

    “Cara-cara teror ini ternyata masih terus digunakan untuk mengintimidasi kebebasan dan demokrasi. Praktik purba yang seharusnya sudah ditinggalkan, justru masih terjadi hari ini,” kata Araf. 

    Dia menilai penting pengungkapan kasus teror ini dilakukan, hingga pelaku dapat diketahui.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Dewi Agustina/ Galuh Widya Wardani)

    Baca berita lainnya terkait Teror Kepala Babi.

  • Usai Suruh Tempo ‘Masak Saja’ Kepala Babi, Hasan Nasbi Kini Tegaskan Pemerintah Jamin Kebebasan Pers

    Usai Suruh Tempo ‘Masak Saja’ Kepala Babi, Hasan Nasbi Kini Tegaskan Pemerintah Jamin Kebebasan Pers

    PIKIRAN RAKYAT – Setelah viral tanggapannya menyuruh jurnalis Tempo memasak ‘kepala babi’ yang dikirimkan orang tak dikenal, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi kini menyebut pemerintah dengan tegas menjamin kebebasan pers di Indonesia.

    Seperti diketahui, jurnalis Tempo kembali mendapat teror usai kiriman kepala babi, yakni bangkai tikus dengan kepala yang sudah terpenggal-penggal.

    “Tidak ada yang berubah dari komitmen pemerintah tentang kebebasan pers,” ujar Hasan Nasbi dilansir Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Minggu, 23 Maret 2025.

    Lebih lanjut, dia menekankan bahwa pihak pemerintah akan terus konsisten dalam menjunjung tinggi kebebasan pers sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

    Katanya, pemerintah tetap tunduk patuh pada UUD 1945, UU nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

    Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, pasal 14 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.

    Hasan Nasbi lalu menjelaskan bahwa pada UU Nomor 39 tentang HAM di pasal 14 dan 23 juga dijamin hak-hak yang kurang lebih hampir mirip.

    Selanjutnya dia menegaskan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan dijamin sepenuhnya tanpa adanya praktik pembredelan atau sensor.

    Dia pun memastikan bahwa pihak pemerintah sama sekali tidak menyeleweng dari prinsip-prinsip tersebut.

    Pada kesempatan yang sama, Hasan Nasbi mengingatkan bahwa media juga memiliki tanggung jawab guna menyampaikan informasi yang tepat, akurat, dan benar sesuai dengan amanat UU Pers yang berlaku di Indonesia.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Istana Pastikan Dukung Kemerdekaan Pers di Tengah Deretan Teror ke Tempo

    Istana Pastikan Dukung Kemerdekaan Pers di Tengah Deretan Teror ke Tempo

    Bisnis.com, JAKARTA – Istana Kepresidenan memastikan bahwa komitmen pemerintah terhadap kebebasan pers tidak berubah menyusul adanya aksi teror terhadap media Tempo. 

    Hal itu disampaikan oleh Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi saat menanggapi soal teror kedua yang dialami kantor media Tempo belakangan ini. 

    “Tidak ada yang berubah dari komitmen pemerintah tentang kebebasan pers,” ujar Hasan kepada wartawan, Minggu (23/3/2025). 

    Hasan menerangkan bahwa pemerintah tunduk pada Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia, UUD RI 1945 serta UU No.40/1999 tentang Pers dan UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). 

    Dia menggarisbawahi bahwa pasal 28 UUD 1945 mengatur bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Hak serupa dijamin pula pada UU HAM. 

    Hasan menyebut pemerintah menjalankan aturan UU Pers, yang menyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat. 

    “Kemerdekaan pers dijamin. Tidak ada sensor atau bredel. Pemerintah sama sekali tidak bergeser dari prinsip-prinsip ini. Selain itu Media juga diperintahkan oleh undang-undang Pers untuk memberikan informasi yang tepat, akurat, dan benar,” terangnya. 

    Adapun Hasan belum lama ini juga mendapatkan kritik dari sejumlah pihak lantaran komentarnya mengenai teror kepala babi yang dialamatkan kepada salah satu wartawan Tempo dan host siniar Bocor Alus Politik, Fransisca Christy Rosana. 

    Namun, pernyataan yang menuai kritik itu langsung diklarifikasi oleh Hasan. 

    Untuk diketahui, kantor media Tempo belakangan ini telah mendapatkan dua buah kiriman yang diduga memiliki motif teror. Dua kiriman tersebut masing-masing berisi kepala babi dan bangkai tikus. 

  • Klarifikasi Hasan Nasbi seusai Ucapannya Tentang Masak Kepala Babi Viral – Halaman all

    Klarifikasi Hasan Nasbi seusai Ucapannya Tentang Masak Kepala Babi Viral – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi memberikan klarifikasi seusai viral melontarkan pernyataan yang dianggap tidak memiliki empati atas kabar kantor pers, Tempo, mendapatkan teror sebuah kepala babi.

    Dirinya kini mengatakan mendukung kebebasan pers.

    Pernyataan ini tentu berbalik dari apa yang ia sampaikan sebelumnya.

    “Tidak ada yang berubah dari komitmen pemerintah tentang kebebasan pers,” ujar Hasan kepada wartawan, Minggu (23/3/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Pemerintah, kata Hasan, tunduk terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 39 tentang HAM. 

    Ia pun menyinggung Pasal 28 UUD 1945, di mana setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. 

    “Di UU Nomor 39 tentang HAM di Pasal 14 dan 23 juga dijamin hak-hak yang kurang lebih mirip,” lanjutnya.

    UU Pers, lanjut Hasan, menegaskan kemerdekaan pers sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat.

    Hasan pun lantas menjamin kemerdekaan pers, sehingga tidak ada media yang disensor atau dibredel. 

    “Pemerintah sama sekali tidak bergeser dari prinsip-prinsip ini.”

    “Selain itu, media juga diperintahkan oleh Undang-Undang Pers untuk memberikan informasi yang tepat, akurat, dan benar,” jelas Hasan.

    Sebelumnya, kantor Tempo mendapat teror paket berisi kepala babi dan enam bangkai tikus. 

    Hasan selaku perwakilan dari pemerintah pun dimintai respons terhadap aksi tersebut.

    Publik menilai ancaman muncul ditengah kebebasan pers sedang digaungkan menyikapi gejolak permasalahan pemerintahan.

    Namun, Hasan justru memberikan respons di luar perkiraan publik.

    Ia menanggapi teror itu dengan candaan, yakni meminta kepada penerima kepala babi untuk memasak kiriman paket tersebut.

    Hasan melayangkan pernyataannya itu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025) malam. 

    “Sudah dimasak saja, dimasak saja,” kata Hasan Nasbi kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). 
     
    Hasan menilai teror kepala babi itu bukan menjadi ancaman bagi penerima.

    Sebab, penerima santai merespons teror kepala babi tersebut. 

    “Nggaklah, saya lihat ya, saya lihat dari media sosialnya Francisca yang wartawan Tempo (penerima paket kepala babi), itu dia justru minta dikirimin daging babi. Artinya, dia nggak terancam kan. Buktinya dia bisa bercanda. Kirimin daging babi,” jelas Hasan.

    Menurut Koalisi Masyarakat Sipil dari Centra Initiative, Al Araf, pernyataan Hasan Nasbi yang seolah menyuruh ‘memasak kepala babi’ yang tergeletak di jalan itu selain tidak berempati, pernyataan itu juga melanggar prinsip kebebasan pers. 

    “Pernyataan tersebut cenderung merendahkan, tidak patut disampaikan oleh seorang Kepala Kantor Komunikasi Presiden,” kata ⁠Al Araf dalam keterangannya kepada Tribunnews, baru-baru ini.

    Menurut Al Araf, Presiden Prabowo Subianto seharusnya tidak mendiamkan pernyataan perwakilannya ini.

    Terlepas dari sikap dan posisi media untuk kritis terhadap situasi yang ada, menurut Al Araf, ungkapan yang menyepelekan teror ini mengusik hak rasa aman seseorang, terutama jurnalis dalam kerja-kerja jurnalistiknya.

    Untuk itu, ia meminta agar Prabowo turun tangan.

    Pasalnya, sikap Hasan secara etika tidak patut sebagai penyampai pesan kepresidenan kepada masyarakat. 

    “Ungkapan yang disampaikan Hasan Nasbi menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah, yang diwakili Kantor Komunikasi Kepresidenan, terhadap demokrasi dan kebebasan sipil.”

    “Kami mendesak kepada Presiden untuk meninjau kembali posisi Hasan Nasbi dari jabatan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan,” kata Al Araf.

    (Tribunnews.com/Galuh widya Wardani Dewi/Agustina)(Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)

  • Ombudsman RI perkuat pengawasan bantuan sosial

    Ombudsman RI perkuat pengawasan bantuan sosial

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan pihaknya akan memperkuat pengawasan terhadap implementasi program bantuan sosial agar tepat sasaran dan memberikan manfaat sosial yang nyata.

    “Kami juga mendukung kebijakan yang berpihak pada masyarakat kecil. Ke depan, Ombudsman RI akan memperkuat pengawasan terhadap implementasi program bantuan sosial agar tepat sasaran dan benar-benar memberikan manfaat sosial,” kata Hery dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Dalam acara “Gerakan Santunan Untuk 1700-an Anak Yatim Piatu dan Dhuafa” di Masjid Endan Andansih, Purwakarta, Jawa Barat (22/3), ia menjelaskan pengawasan tersebut sebagai bentuk tugas, fungsi, dan kewenangan Ombudsman RI untuk berperan aktif dalam memastikan transparansi dan efektivitas program sosial yang menyentuh masyarakat.

    Dia mengingatkan bahwa negara memiliki tanggung jawab dalam melindungi kelompok rentan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

    “Ombudsman RI mendukung implementasi kebijakan sosial ini, agar mereka yang berhak menerima bantuan benar-benar mendapatkan haknya,” ujarnya.

    Meski demikian, dia menyebut penanganan fakir miskin tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, melainkan memerlukan pula sinergi antara masyarakat, organisasi sosial, dan dunia usaha.

    Dia lantas mengatakan bahwa gelaran acara tersebut menjadi momentum berharga dalam memperkuat solidaritas sosial di bulan suci Ramadhan, sekaligus sebagai bentuk kepedulian terhadap kelompok rentan dari kaum dhuafa dan anak yatim piatu.

    “Kegiatan ini selaras dengan prinsip kesalehan sosial untuk peduli terhadap sesama, bukan hanya dalam bentuk ibadah individual, tetapi juga aksi nyata yang bermanfaat bagi masyarakat,” tuturnya.

    Menurut dia, bulan Ramadhan bukan hanya tentang menjalankan ibadah ritual, melainkan juga momen untuk memperkuat kesalehan sosial.

    Dia juga menyinggung tentang ajaran agama Islam yang menekankan pentingnya zakat, infak, dan sedekah sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama.

    “Kesalehan individual itu penting, tetapi lebih sempurna jika diiringi dengan kesalehan sosial. Ombudsman RI mengapresiasi kegiatan ini karena sejalan dengan nilai-nilai Pancasila,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • Teror Kepala Babi di Tempo: Negara Wajib Tegas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Maret 2025

    Teror Kepala Babi di Tempo: Negara Wajib Tegas Megapolitan 21 Maret 2025

    Teror Kepala Babi di Tempo: Negara Wajib Tegas
    Kritikus, Aktivis HAM, Pemerhati Politik dan Hukum
    KANTOR
    redaksi
    Tempo
    di Jakarta, menerima paket berisi kepala babi, sebuah simbol yang sarat makna ancaman. Paket ini ditujukan kepada wartawan sekaligus host siniar
    Bocor Alus
    , Francisca Christy atau Cica (
    Kompas.com
    , 21/03/2025).
    Tak ada surat ancaman dalam paket tersebut, hanya nama Cica yang tertulis di kardus. Namun, pesan yang ingin disampaikan jelas: intimidasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya.
    Insiden ini bukanlah yang pertama kali terjadi terhadap
    Tempo
    . Tahun lalu, mobil jurnalis
    Tempo
    , Hussein Abri, dirusak oleh orang tak dikenal setelah ia meliput isu-isu politik yang sensitif.
    Kini, dengan teror kepala babi, ancaman terhadap
    kebebasan pers
    semakin nyata. Dewan Pers dan berbagai organisasi jurnalis telah menyatakan keprihatinan mereka, menyebut insiden ini sebagai bentuk kekerasan terhadap pers yang mesti diusut tuntas.
    Kasus ini mengingatkan kita bahwa ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia masih terus berlangsung. Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi.
    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas melindungi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
    Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa jurnalis masih menjadi target intimidasi, terutama ketika mengungkap fakta-fakta yang mengusik kepentingan tertentu.
    Tidak bisa dimungkiri bahwa independensi media adalah salah satu pilar demokrasi. Tanpa pers yang bebas, masyarakat kehilangan akses terhadap informasi yang jujur dan transparan.
    Teror seperti ini bukan hanya serangan terhadap individu jurnalis, tetapi juga terhadap hak publik untuk mengetahui kebenaran.
    Jika kasus ini dibiarkan, kita membuka ruang bagi praktik pembungkaman pers yang lebih sistematis. Jurnalis akan semakin dibayang-bayangi ketakutan dalam menjalankan tugasnya.
    Efeknya tidak hanya pada individu wartawan yang diteror, tetapi juga pada kebebasan media secara keseluruhan.
    Atmosfer ketakutan dapat membuat media enggan mengangkat isu-isu sensitif, menghambat transparansi, dan pada akhirnya merugikan masyarakat yang berhak mendapatkan informasi yang jujur dan berimbang.
    Pembiaran terhadap aksi teror semacam ini akan menciptakan preseden buruk, seolah-olah intimidasi terhadap jurnalis adalah sesuatu yang dapat diterima.
    Jika para pelaku tidak diusut dan diproses hukum, maka bukan tidak mungkin kejadian serupa akan terus berulang, baik terhadap
    Tempo
    maupun media lainnya.
    Kita mesti menyadari bahwa kebebasan pers bukan sekadar hak jurnalis, tetapi juga elemen esensial dalam menjaga demokrasi yang sehat dan berfungsi dengan baik.
    Karena itu, negara wajib hadir dan bertindak tegas. Aparat penegak hukum mesti segera mengusut kasus ini hingga tuntas, menangkap pelaku, dan memastikan mereka mendapatkan hukuman setimpal.
    Pemerintah juga perlu memberikan jaminan perlindungan bagi jurnalis yang menghadapi ancaman, agar mereka dapat bekerja tanpa rasa takut.
    Masyarakat harus bersuara lantang dalam menolak segala bentuk kekerasan terhadap pers. Dukungan publik terhadap kebebasan media sangat penting untuk menekan pihak-pihak yang berusaha membungkam jurnalis.
    Jika kita membiarkan teror ini berlalu tanpa pertanggungjawaban, maka kita turut memberi ruang bagi kegelapan informasi, di mana kebenaran dikendalikan oleh mereka yang memiliki kekuatan untuk menindas.
    Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dengan tegas mengecam aksi ini sebagai bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik.
    Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, setiap upaya menghambat atau menghalangi tugas jurnalis dapat dikenai sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta.
    Namun, peristiwa ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, melainkan ancaman terhadap demokrasi.
    Sebagai pilar keempat demokrasi, pers memiliki peran sentral dalam melakukan
    checks and balances
    terhadap kekuasaan.
    Jika kebebasan pers terus dikekang melalui teror dan intimidasi, maka publik akan kehilangan akses terhadap informasi yang akurat dan independen.
    Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya melanggar hak mereka atas rasa aman, tetapi juga mencederai hak publik untuk mengetahui kebenaran.
    Lebih dari sekadar ancaman terhadap kebebasan pers, insiden ini juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
    Hak atas kebebasan berekspresi—termasuk kebebasan pers, adalah bagian dari hak fundamental yang dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
    Negara memiliki kewajiban (
    duty bearer
    ) untuk melindungi hak ini dan memastikan bahwa jurnalis dapat bekerja tanpa rasa takut.
    Teror terhadap jurnalis pun melanggar hak atas rasa aman, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
    Ancaman dan intimidasi terhadap jurnalis tidak hanya menimbulkan ketakutan individu, tetapi juga menciptakan efek jera yang dapat membatasi kebebasan berekspresi secara lebih luas.
    Ketika jurnalis merasa tidak aman dalam menjalankan tugasnya, masyarakat kehilangan akses terhadap informasi yang jujur dan independen.
    Negara sejatinya berkewajiban untuk segera mengusut kasus ini dan memastikan adanya keadilan bagi korban.
    Lembaga-lembaga negara, termasuk Komnas HAM dan Polri, mesti turut berperan aktif dalam memberikan pelindungan bagi jurnalis yang menghadapi ancaman.
    Jika negara gagal bertindak, maka hal ini dapat dianggap sebagai bentuk pembiaran terhadap pelanggaran HAM yang semakin menggerus demokrasi di Indonesia.
    Masyarakat sipil harus turut serta dalam mengawal kasus ini. Dukungan publik yang kuat dapat memberikan tekanan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak lebih tegas dalam melindungi kebebasan pers.
    Dalam era digital yang semakin terbuka, solidaritas publik terhadap jurnalis dan media independen sangat diperlukan untuk memastikan bahwa hak atas kebebasan berekspresi tetap terjaga.
    Jika negara tidak segera bertindak, maka kita mesti menghadapi kenyataan bahwa kebebasan berekspresi dan HAM di Indonesia semakin terancam.
    Teror terhadap jurnalis bukan hanya persoalan individu, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan fundamental yang menjadi pilar utama negara demokratis.
    Oleh karena itu, pelindungan terhadap jurnalis mesti menjadi prioritas utama bagi pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh elemen masyarakat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Koperasi Desa Merah Putih bakal tumbuh dari Sumbar

    Koperasi Desa Merah Putih bakal tumbuh dari Sumbar

    Sumber foto: Musthofa/elshinta.com.

    Senator: Koperasi Desa Merah Putih bakal tumbuh dari Sumbar
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 20 Maret 2025 – 16:27 WIB

    Elshinta.com – Senator RI, Sumatera Barat Irman Gusman berpendapat, struktur perekonomian Indonesia dinilai akan terjadi perubahan besar apabila entrepreneurial spirit dikembangkan, kelas menengah diperluas, koperasi diutamakan dan UMKM diberdayakan.   

    Irman Gusman saat menjadi keynote speaker pada acara Seminar Ekonomi dan Koperasi di Istana Bung Hatta, Bukittinggi mengatakan, kelompok usaha besar hanya perlu beroperasi di sektor industri untuk menghasilkan nilai tambah bagi produk-produk yang dihasilkan oleh pelaku ekonomi di semua daerah.

    Ia menyebutkan, selama ini UMKM dan koperasi tidak memiliki akses pasar dan pendanaan yang memadai, karena tidak berskala, sehingga tidak pula punya akses ke perbankan. Padahal, pemberdayaan koperasi sebagai badan usaha milik rakyat akan menumbuhkembangkan potensi ekonomi di semua daerah untuk menciptakan pemerataan secara berkelanjutan.

    “Konsep ekonomi kerakyatan seperti itu juga yang diadvokasi oleh Bung Hatta sebaga Bapak Koperasi Indonesia, bahwa dengan koperasi, maka banyak warga masyaraka dapat terlibat untuk membangun perekonomian dari bawah,” sebut Irman Gusman seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Musthofa, Kamis (20/3).  

    Lebih lanjut Irman Gusman mengatakan, Seminar Ekonomi dan Koperasi dengan tema Menyambut Gagasan Koperasi Desa Merah Putih sebagai langkah awal untuk mendirikan Koperasi di nagari (desa) di Sumbar. Sebelum adanya program Koperasi Unit Desa (KUD) di masa Orde Baru, di Sumbar pernah dikembangkan program Lumbung Pitih (uang) Nagari (LPN) sebagai bentuk implementasi ekonomi kekeluargaan sebagaimana dimaksud Pasal 33 UUD 1945. 

    Setelah Reformasi, di Sumbar juga pernah dilaksanakan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa (nagari) melalui program Kredit Mikro Nagari (KMN), Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA), dan pendirian BMT (Baitul Mal Wattamwil) hingga ke nagari-nagari seperti di Kabupaten Agam. 

    Namun sejauh ini, berbagai program ekonomi kerakyatan tersebut masih belum berhasil mencapai maksud dan tujuannya sebagai pusat kegiatan ekonomi pedesaan atau nagari. 

    Maka, untuk mendorong latar belakang dan pengalaman masa lalu tersebut perlu dijadikan titik tolak untuk merumuskan dalam menyusun dan merumuskan Langkah-langkah ke depan untuk mengimplementasikan gagasan Koperasi Merah Putih yang sudah ditetapkan sebagai kebijakan strategis nasional. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Senator Irman Gusman ingin wujudkan Koperasi Merah Putih di Sumbar

    Senator Irman Gusman ingin wujudkan Koperasi Merah Putih di Sumbar

    Sumber foto: Musthofa/elshinta.com.

    Senator Irman Gusman ingin wujudkan Koperasi Merah Putih di Sumbar
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 19 Maret 2025 – 16:35 WIB

    Elshinta.com – Anggota DPD RI Irman Gusman menyambut baik keputusan Presiden RI Prabowo Subianto untuk menjadikan koperasi sebagai kebijakan strategis untuk memperkuat dan memberdayakan ekonomi desa. 

    Staf Ahli Irman Gusman, Marhadi Efendi mengatakan, Senator Sumatera Barat (Sumbar) Irman Gusman ingin kembali melahirkan koperasi untuk mengembangkan ekonomi masyarakat. Terlebih di Sumbar, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota, gagasan dan implementasi ekonomi kerakyatan, termasuk koperasi, bukanlah sesuatu yang baru. 

    Sebelum adanya program Koperasi Unit Desa (KUD) di masa Orde Baru, di Sumbar pernah dikembangkan program Lumbung Pitih (uang) Nagari (LPN) sebagai bentuk implementasi ekonomi kekeluargaan sebagaimana dimaksud Pasal 33 UUD 1945. 

    Setelah Reformasi, di Sumbar juga pernah dilaksanakan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa (nagari) melalui program Kredit Mikro Nagari (KMN), Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA), dan pendirian BMT (Baitul Mal Wattamwil) hingga ke nagari-nagari seperti di Kabupaten Agam. 

    “Namun sejauh ini, berbagai program ekonomi kerakyatan tersebut masih belum berhasil mencapai maksud dan tujuannya sebagai pusat kegiatan ekonomi pedesaan atau nagari,” katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Musthofa, Kamis (19/3). 

    Maka, untuk mendorong latar belakang dan pengalaman masa lalu tersebut perlu dijadikan titik tolak untuk merumuskan dalam menyusun dan merumuskan Langkah-langkah ke depan untuk mengimplementasikan gagasan Koperasi Merah Putih yang sudah ditetapkan sebagai kebijakan strategis nasional.

    Upaya tersebut salah satunya melalui seminar yang digelar Rabu besok di Bukittinggi. Seminar dengan  tema Menyambut Gagasan Koperasi Desa Merah Putih ini diharapkan bisa dilakukan kajian dan evaluasi yang komprehensif mengenai pengalaman, dan mungkin juga berupa kegagalan di masa lalu, serta mencari formula yang tepat guna merumuskan bentuk atau bangun usaha koperasi yang tepat untuk mengimplementasikan gagasan pendirian “Koperasi Desa Merah Putih” yang telah digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Lebih lanjut Marhadi Efendi menjelaskan, seminar yang diadakan di Istana Bung Hatta Bukittinggi tersebut Senator Sumatera Barat Irman Gusman langsung menjadi Keynote speaker. 

    Adapun narasumber kegiatan tersebut yaitu Prof. Dr. H. Syarifuddin Karimi, SE dengan topik pembahasan: Menyambut Gagasan Koperasi Desa Merah Putih. 

    Ketua Forum Persatuan Wali Nagari (Forwana) Sumbar, Zul Arifin Dt. Parpatih dengan Topik Pembahasan: Kesiapan Wali Nagari Membentuk Koperasi Desa Merah Putih. 

    Narasumber berikutnya, Zukri Saad dengan Topik Pembahasan Prospek Koperasi Desa Merah Putih Sebagai Pendorong Kemajuan Sektor Pertanian.

    Kemudian, Prof. Dr. Elfindri, SE., MA dengan Topik Pembahasan: Koperasi Desa Merah Putih: Catatan Pengalaman. Rektor Univ. Metamedia Padang, Yossyafra, ST., M. Eng.Sc, Ph.D dengan Topik Pembahasan: Pendampingan Sistem Pemerintahan Nagari dan Koperasi Merah Putih berbasis Tekhnologi Informasi. 

    Adapun peserta seminar sekitar 115 orang terdiri dari, 70 orang Anggota Forum Persatuan Wali Nagari (Forwana) Sumbar. 24 orang Lurah se-Kota Bukittinggi. 3 orang Institut Teknologi dan Bisnis Haji Agus Salim (ITB HAS) dan 15 orang Sekretariat Forwana Sumbar.  

    Sumber : Radio Elshinta