Produk: UUD 1945

  • Suara Mantan Militer Terpecah, Gibran Cetak Rekor

    Suara Mantan Militer Terpecah, Gibran Cetak Rekor

    JAKARTA – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi isu pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka yang disampaikan oleh Forum Purnawirawan TNI. Menurutnya, pihak yang meributkan hal tersebut adalah orang-orang kampungan.

    “Ah itu apa sih. Kita itu harus kompak, gitu saja sekarang. Ini keadaan dunia begini, ribut-ribut begitu kan kampungan itu,” kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 5 Mei.

    Dikatakan Luhut, sudah seharusnya semua pihak mendukung penuh pemerintahan Prabowo-Gibran, apalagi di tengah kondisi dinamika global yang tidak menentu. Menanggapi isu pemakzulan dari purnawirawan TNI terhadap Gibran Rakabuming Raka dinilai Sekjen Partai Demokrat, Herman Khaeron sebagai bagian dari dinamika politik perwujudan dari aspirasi masyarakat.

    “Aspirasi itu biasa dan harus dihormati. Tapi tentu ada proses hukum dan peraturan perundang-undangan yang harus dilalui,” kata Herman di markas Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu 7 Mei 2025.

    Meski begitu dia menegaskan, selama tidak ada pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan wapres, tidak ada dasar untuk menindaklanjuti usulan pencopotan tersebut.

    Karena itu, Demokrat tidak menanggapi isu tersebut secara serius dan memilih fokus pada agenda lain. Selain itu Herman juga menegaskan partainya ingin berkontribusi dalam menyukseskan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Demokrat lebih baik kita membicarakan hal-hal lain bagaimana undang-undang perampasan, kami akan bedah itu. Terus kemudian tadi bagaimana menyehatkan BUMN, bagaimana meningkatkan perekonomian nasional, itu yang kami bicarakan di sini,” jelasnya.

    Pertama dalam Sejarah

    Adanya perpecahan di kalangan mantan petinggi militer terkait isu pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka merupakan hal pertama di Indonesia. Dalam kalangan mantan petinggi militer itu ada yang membela dan ada juga yang mengkritisi. Pakar komunikasi politik Hendri Satrio mengatakan biasanya purnawirawan TNI biasanya menunjukkan sikap yang relatif solid dalam menyikapi dinamika politik nasional, namun kehadiran Gibran yang masih muda dan dinilai minim pengalaman memunculkan perbedaan tajam di internal mereka.

    Ilustrasi Pemakzulan Gibran (Ist)

    “Purnawirawan terbelah, ada yang membela, ada yang kritis. Baru kali ini terjadi di Indonesia,” ujar Hensat dalam akun X nya dikutip VOI, Kamis, 8 Mei.

    Terbelahnya mantan petinggi militer disebutkan Hensat, bagi purnawirawan yang menyatakan dukungan penuh pada Gibran, menganggapnya sebagai simbol regenerasi dan keterlibatan generasi muda dalam politik. Namun di sisi lain, tak sedikit pula yang mengkritisi langkah politik Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi yang dianggap terlalu mendorong anaknya hingga ke posisi strategis dalam pemerintahan.

    “Baru pertama terjadi di Indonesia, ada keterbelahan gegara posisi Wapres. Duh, Negeriku, Negeri Cintaku,” tutup Hensat dengan nada prihatin.

    Persatuan Purnawirawan TNI-Polri yang didalamnya terdapat Jenderal (Purn) Agum Gumelar hingga Jenderal (Purn) Wiranto menyatakan sikapnya dalam mendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Pengamat politik Rocky Gerung mengatakan isu pemakzulan yang berhembus dan memecah suara mantan petinggi militer merupakan bagian dari legitimasi adanya proses yang cacat dalam konstitusi. “Jadi tidak mungkin pemerintah mengendalikan ingatan publik,” kata Rocky lewat kanal YouTube miliknya, Selasa 6 Mei 2025.

    Rocky menilai Prabowo sedang berupaya keras membangun pendekatan baru dalam ekonomi, seperti program makan siang gratis dan penyederhanaan distribusi pupuk bagi petani. Rocky menyebut publik menghargai upaya tersebut, namun tetap menyimpan kerisauan soal legitimasi politik. “Bukan terhadap kebijakan ekonomi Prabowo, tapi terhadap legitimasi yang masih dianggap cacat, yaitu Gibran,” katanya.

    Tuntutannya Sudah Terukur

    Tuntutan yang disampaikan seratusan pensiunan tentara yang tergabung dalam Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) meminta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk segera diberhentikan dari jabatannya dinilai tidak keluar dari ideologi Pancasila dan UUD 1945.

    Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono menegaskan bahwa tuntutan yang disampaikan seratusan pensiunan tentara itu telah terukur dan tidak keluar dari ideologi atau aturan yang dianut bangsa ini.

    Suasana halal BI halal Presiden bersama para purnawirawan TNI AD dan keluarga besar TNI-Polri di Balai Kartini Jakarta, Selasa (6/5/2025). (ANTARA/Andi Firdaus)

    “Tuntutan itu terukur dan tidak keluar dari aturan Pancasila dan UUD 1945,” katanya.

    Pria berkumis ini menambahkan tuntutan dari seratusan para pensiunan tentara merupakan bagian dari aspirasi. Dan dalam aturan demokrasi yang dianut bangsa ini penyampaian aspirasi tidak dilarang dan sah.

    Sementara itu Penasihat Khusus Presiden bidang Politik dan Keamanan, Jenderal TNI (Purn) Wiranto menegaskan jika Presiden Prabowo Subianto sangat memahami delapan tuntutan yang disampaikan Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat.

    Menurut Wiranto, bagi seorang Prabowo, delapan tuntutan yang disampaikan PPAD itu merupakan masalah yang tidak mudah diselesaikan dengan cepat. Oleh karenanya tuntutan itu perlu dipelajari Presiden Prabowo terlebih dahulu. Selain itu, Wiranto menegaskan delapan tuntutan dari PPAD, tidak serta merta langsung bisa diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto.

    “Indonesia ini memiliki sistem Trias Politika yang memisahkan lembaga Yudikatif, Eksekutif, dan Legislatif. Sistem itu yang membuat kekuasaan presiden terbatas. Banyak bidang yang harus dipertimbangkan Presiden Prabowo sebelum mengambil keputusan. Karena itu, bila ada tanggapan Presiden Prabowo tidak merespons, pernyataan itu keliru,” tandasanya.

  • Upacara Harkitnas ke-117 di Kediri Tekankan Persatuan, Inovasi, dan Daya Saing Global

    Upacara Harkitnas ke-117 di Kediri Tekankan Persatuan, Inovasi, dan Daya Saing Global

    Kediri (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Kediri menggelar Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-117 pada Selasa (20/5/2025), bertempat di Lapangan Kantor Pemkab Kediri.

    Kegiatan berlangsung khidmat dan dipimpin oleh Wakil Bupati Kediri Dewi Mariya Ulfa sebagai Inspektur Upacara. Hadir dalam upacara tersebut jajaran Forkopimda, Kepala OPD, serta peserta dari unsur TNI, Polri, dan ASN.

    Rangkaian upacara meliputi pengibaran bendera Merah Putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya, serta pembacaan teks Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

    Peringatan Harkitnas tahun ini mengangkat tema nasional “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat”, yang mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersatu membangun negeri yang tangguh dan berdaya tahan.

    Melalui momentum ini, Pemerintah Kabupaten Kediri mengajak masyarakat untuk terus berinovasi dan mengambil peran aktif dalam pembangunan daerah.

    Hal ini selaras dengan semangat kebangkitan nasional yang diwariskan para pendiri bangsa serta sejalan dengan arah kebijakan nasional menuju Indonesia yang kuat dan kompetitif secara global, sebagaimana visi dan misi Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. [ADV PKP/nm]

  • Lita Machfud Arifin Tanamkan Nilai Kebangsaan kepada Pelajar Surabaya Lewat Sosialisasi Empat Pilar

    Lita Machfud Arifin Tanamkan Nilai Kebangsaan kepada Pelajar Surabaya Lewat Sosialisasi Empat Pilar

    Surabaya (beritajatim.com) — Komitmen memperkuat karakter kebangsaan di kalangan generasi muda terus digaungkan Anggota MPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Lita Machfud Arifin. Terbaru, ia menggelar kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama para pelajar SMK Unitomo Surabaya, Minggu, 18 Mei 2025.

    Acara yang berlangsung di aula kampus tersebut mengusung tema “Meneguhkan Semangat Kebangsaan di Kalangan Generasi Muda”. Melalui kegiatan ini, Lita menanamkan pentingnya pemahaman terhadap Empat Pilar Kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

    “Pelajar hari ini adalah pemimpin masa depan. Jika sejak dini kita kuatkan karakter kebangsaan mereka, maka Indonesia akan tetap kokoh dalam menghadapi tantangan zaman,” tegas Lita di hadapan ratusan siswa.

    Selain itu, Lita juga mengingatkan para siswa tentang pentingnya menjaga persatuan dan toleransi di tengah keberagaman bangsa Indonesia. Ia menilai, perkembangan teknologi yang pesat harus dibarengi dengan ketahanan ideologi agar generasi muda tidak mudah terpengaruh paham-paham yang bertentangan dengan semangat nasionalisme.

    Acara ini berlangsung interaktif dengan antusiasme tinggi dari para siswa yang hadir. Mereka mengajukan berbagai pertanyaan, mulai dari isu radikalisme, perpecahan sosial, hingga tantangan moral yang dihadapi generasi muda saat ini.

    “Pancasila tidak boleh hanya menjadi hiasan di dinding kelas, tetapi harus hidup dalam tindakan kita sehari-hari,” tegas Lita

    Sebagai penutup kegiatan, para pelajar bersama Lita Machfud Arifin mendeklarasikan komitmen bersama untuk mengamalkan nilai-nilai Empat Pilar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

    “Deklarasi ini menjadi simbol semangat dalam menjaga keutuhan Indonesia,” tandas Lita.

    Lita Machfud Arifin merupakan anggota MPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Dapil Jawa Timur I yang meliputi Surabaya dan Sidoarjo. Ia dikenal aktif dalam kegiatan sosial, pendidikan, serta pemberdayaan perempuan dan pemuda. Melalui berbagai program sosialisasi Empat Pilar, Lita konsisten membangun karakter kebangsaan dari tingkat akar rumput di Jawa Timur. [asg/beq]

  • Seminar UWP Bahas Presidential Threshold Pasca Putusan MK: Arah Baru Sistem Pemilu Nasional

    Seminar UWP Bahas Presidential Threshold Pasca Putusan MK: Arah Baru Sistem Pemilu Nasional

    Pasuruan (beritajatim.com) – Universitas Wijaya Putra (UWP) menggelar seminar bertajuk “Keputusan Presidential Threshold dalam Pemilihan Umum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, bertempat di Desa Gambiran, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.

    Acara ini menghadirkan para narasumber dari kalangan akademisi hingga pejabat daerah yang membahas dinamika terbaru dalam sistem pemilu nasional Indonesia pasca keluarnya dua putusan penting Mahkamah Konstitusi (MK).

    Salah satu pembicara utama, Dr. Suwarno Abadi, Ahli Hukum Tata Usaha Negara dari Fakultas Hukum UWP, menyoroti bahwa Putusan MK Nomor 90 dan 62/PUU-XXI/2023 menjadi titik balik dalam arah pencalonan presiden. Menurutnya, dua putusan tersebut memunculkan perdebatan terkait batas usia dan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

    “UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah diuji sebanyak 33 kali dan selalu ditolak, namun kali ini ada celah yang terbuka tanpa pendampingan kuasa hukum,” ungkap Dr. Suwarno. Ia menilai hal tersebut menandakan adanya kemungkinan perubahan arah politik hukum yang signifikan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

    Dari sisi legislatif daerah, Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan dari Fraksi PDI Perjuangan, Andri Wahyudi, menyatakan bahwa pasal-pasal dalam UU Pemilu memang menunjukkan kecenderungan untuk menghapus ambang batas. Ia memperkirakan, jika presidential threshold benar-benar dihapus, maka konstelasi Pilpres 2029 akan sangat berbeda dari sebelumnya.

    “Putusan MK itu bersifat final dan mengikat, jadi kami di PDI Perjuangan siap mendukungnya meskipun revisi UU tentu harus dilakukan secara prosedural,” jelas Andri. Ia juga menambahkan bahwa sistem ambang batas 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional perlu dikaji ulang dengan cermat untuk memastikan kesetaraan dalam kontestasi pemilu.

    Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Dr. Kasiman dari Fraksi Gerindra. Ia menilai bahwa presidential threshold adalah elemen penting dalam menjaga stabilitas politik nasional. Aturan ini dianggap sebagai filter untuk menghindari fragmentasi politik yang berlebihan akibat terlalu banyak calon presiden.

    “Tujuan dari threshold adalah menyaring calon presiden agar tidak terjadi fragmentasi yang berlebihan. Jika dihapuskan, harus ada pertimbangan hukum dan politik yang mendalam,” tegas Kasiman. Ia menegaskan bahwa Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden tetap berlandaskan pada semangat UUD 1945.

    Bupati Pasuruan, Rusdi Sutedjo, yang turut hadir, memberikan perspektif politik praktis terhadap isu ini. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemahaman hukum dan kemampuan membaca peta politik nasional.

    “Hukum adalah produk dari kesepakatan politik antara DPR, Presiden, dan Pemerintah, jadi tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik itu sendiri,” ujar Rusdi. Menurutnya, putusan MK yang menghapus threshold dapat membuka peluang lebih luas bagi rakyat kecil untuk ikut berpartisipasi dalam kontestasi nasional.

    Ia menambahkan bahwa meskipun putusan MK bersifat final, implementasinya tetap memerlukan proses kajian lanjut di DPR. Rusdi juga mengajak mahasiswa hukum menjadikan isu ini sebagai bahan studi kritis dalam pembelajaran ketatanegaraan.

    Seminar ini dianggap sebagai forum penting yang mampu menjadi ruang refleksi akademik serta diskusi publik yang konstruktif. “Ini menjadi ruang strategis untuk meninjau arah sistem pemilu agar lebih inklusif dan demokratis,” tandas Rusdi Sutedjo. [ada/suf]

  • Manuver Gugat Pasal ‘Kebal Hukum’ UU BUMN

    Manuver Gugat Pasal ‘Kebal Hukum’ UU BUMN

    Bisnis.com, JAKARTA — Undang-undang atau UU No.1/2025 tentang BUMN diujimaterikan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu gugatan diajukan oleh Muhammad Jundi Fathi beserta dua orang lainnya, yaitu A. Fahrur Rozi dan Dzakwan Fadhil Putra Kusuma.

    Ketiga penggugat itu mempersoalkan norma imunitas dan penegasan tentang keuntungan atau kerugian Danantara bukan bagian dari risiko keuangan negara, yang menurut mereka justru akan menyuburkan praktik korupsi di lingkungan BUMN.

    “Kami menilai hal ini justru menyuburkan praktik korupsi di lingkungan BUMN,” tutur Jundi di Jakarta, Selasa (6/5/2025).

    Selain itu, implementasi norma-norma hukum tersebut juga bertentangan dengan prinsip-prinsip pendelegasian dalam sistem ketatanegaraan sehingga merugikan pemohon sebagai mahasiswa dan bertentangan dengan UUD 1945.

    Menurutnya, seseorang dapat dikenakan delik pidana gratifikasi seperti yang diatur Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jika pelakunya merupakan pegawai negeri atau penyelenggara negara. 

    “Hak imunitas yang menyatakan kerugian yang terjadi pada BUMN dan Danantara bukan kerugian negara itu tidak tepat,” kata Jundi.

    Dia kemudian menekankan seharusnya persoalan penetapan kerugian penyelenggaraan badan sebagai kerugian negara kembali pada interpretasi aparat penegak hukum secara komprehensif dan bijaksana serta bukan persoalan dari pemberlakuan suatu norma undang-undang.

    “Kami juga mempersoalkan norma yang menyebut pejabat atau pegawai atau karyawan Danantara bukan merupakan penyelenggara negara. Padahal seluruh sumber modal Danantara berasal dari aset negara dan dividen BUMN serta organ penyelenggara Danantara pun dibiayai dan didukung oleh modal negara,” ujarnya.

    Menurutnya, pengecualian terhadap organ Danantara dari kategori penyelenggara negara juga telah mendiskriminasi dan membuka peluang bagi operasional yang tidak transparan pada perusahaan pelat merah. 

    “Ini sekaligus menimbulkan ketidaksesuaian normatif yang bisa merugikan kepentingan publik sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945,” tuturnya.

    Kekhawatiran KPK

    Keberadaan pasal ‘kebal hukum’ di UU BUMN itu juga dikhawatirkan oleh aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka cukup khawatir jika aturan itu justru kontraproduktif dan menyulitkan penyidik untuk menangani perkara yang menjerat direksi BUMN.

    “KPK memaknai ada beberapa ketentuan yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto melalui keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).

    Setyo menuturkan KPK telah menyampaikan tanggapannya secara khusus pada dua pasal di UU BUMN. Yaitu terkait dengan hilangnya status penyelenggara negara bagi direksi, komisaris dan dewan pengawas BUMN, serta mengenai kerugian BUMN dianggap bukan kerugian negara.

    Mengenai aturan bahwa anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN bukan status penyelenggara negara, yang diatur dalam pasal 9G UU No. 1/2025, Setyo menyebut ketentuan itu kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

    Utamanya, pasal 1 angka 1 serta pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya yang tertuang dalam UU No. 28/1999.

    Perwira tinggi Polri bintang tiga itu menjelaskan, UU No.28/1999 merupakan hukum administrasi khusus yang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Oleh sebab itu, dia menegaskan penegakan hukum kasus korupsi berkenaan dengan penyelenggara negara akan berpedoman pada UU tersebut. 

    Di sisi lain, pasal 9G UU BUMN yang baru dalam penjelasannya menyebut: “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.”

    Ketentuan demikian, lanjut Setyo, dapat dimaknai bahwa status Penyelenggara Negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN.

    “Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999,” tegas Setyo.

    Oleh sebab itu, dengan sikap tersebut, maka direksi/komisaris/dewan pengawas BUMN tetap wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta penerimaan gratifikasi.

    Pasal Kebal Korupsi

    Sementara itu, mengenai pasal 4B UU BUMN yang mengatur bahwa kerugian BUMN bukan kerugian keuangan negara, serta pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

    Atas aturan tersebut, KPK menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan. Putusan MK dimaksud yakni No.48/PUU-XXI/2013 dan No.62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan dengan masing-masing putusan No.59/PUU-XVI/2018 dan No.26/PUU-XIX/2021.

    Setyo menerangkan bahwa MK telah memutuskan bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN, yang merupakan derivasi penguasaan negara.

    “Dengan demikian, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan Negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (TPK) kepada Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN,” lanjut Setyo.

    Meski demikian, Setyo mengingatkan bahwa kerugian keuangan negara di BUMN dapat dipidanakan sesuai UU Tipikor selama itu akibat dari perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgement Rule (BJR).

    Prinsip BJR itu tertuang pada pasal 3Y dan 9F UU No.1/2025, di mana diatur bahwa kerugian keuangan negara yang dapat dipidanakan harus diakibatkan oleh fraud, suap, ketiadaan itikad baik, konflik kepentingan serta kelalaian dalam mencegah timbulnya kerugian keuangan negara oleh para petinggi BUMN.

    “Dari uraian tersebut, KPK berpandangan bahwa KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan TPK yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN,” pungkas Setyo.

    Erick Thohir Koordinasi 

    Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku berkoordinasi dengan berbagai lembaga untuk membahas sederet perubahan di tubuh perusahaan pelat merah menyusul lahirnya UU BUMN. Salah satunya mengenai posisi komisaris hingga direksi BUMN yang diatur bukan merupakan penyelenggara negara.

    Erick menjelaskan kementeriannya saat ini masih berkoordinasi untuk menyinkronkan berbagai aturan baru di UU BUMN, termasuk mengenai status penyelenggara negara pada petinggi pelat merah. Dia menyebut koordinasi dilakukan salah satunya dengan KPK.

    Lebih lanjut, Menteri BUMN sejak 2019 itu memastikan bakal ada peraturan turunan yang akan mendefinisikan lebih lanjut aturan mengenai status penyelenggara negara bagi komisaris-direksi BUMN sebagaimana tertuang di dalam UU.

    Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan.

    “Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, daripada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu.

  • Luhut Ingin Usir Orang-orang yang Suarakan Pemakzulan Gibran, Hisyam Mochtar: Apa Kapasitas Dia?

    Luhut Ingin Usir Orang-orang yang Suarakan Pemakzulan Gibran, Hisyam Mochtar: Apa Kapasitas Dia?

    Dokumen itu dibacakan oleh pakar hukum tata negara, Refly Harun, melalui kanal YouTube pribadinya pada Jumat (18/4/2025).

    “(Tuntutan ke) Satu, kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan. Asli, ini ada persoalan, tapi kita hargai dulu,” ujar Refly saat membacakan poin pertama.

    Selanjutnya, Forum Purnawirawan mendukung program kerja Kabinet Merah Putih atau Asta Cita, kecuali pada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

    Mereka juga menyerukan penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dinilai bermasalah.

    Isu tenaga kerja asing juga tak luput dari perhatian mereka. Dalam pembacaan poin berikutnya, Refly menyebut:

    “Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya. Ingat ya, China bukan Tionghoa ya,” lanjut Refly.

    Forum juga menekankan pentingnya pengelolaan sektor pertambangan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan, terutama yang tercantum dalam Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945.

    Mereka juga mendesak agar menteri yang tersangkut kasus korupsi segera diganti.

    “Dan perlu mengambil tindakan tegas kepada para pejabat dan aparat negara yang masih terkait dengan kepentingan mantan presiden RI ke-7 (Joko Widodo),” tegas Refly membacakan tuntutan lainnya.

    Poin ketujuh dan kedelapan juga menyasar institusi negara. Pertama, mereka meminta Polri dikembalikan ke fungsi utamanya sebagai penjaga ketertiban masyarakat di bawah Kementerian Dalam Negeri.

    Selanjutnya, mereka mengusulkan agar MPR mengganti wakil presiden Gibran Rakabuming Raka karena putusan Mahkamah Konstitusi terkait pasal 169 huruf q UU Pemilu dinilai melanggar hukum.

  • Kelompok DPD di MPR minta agenda perubahan UUD NRI 1945 pada 2026

    Kelompok DPD di MPR minta agenda perubahan UUD NRI 1945 pada 2026

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Kelompok DPD RI di MPR RI Dedi Iskandar Batubara mengungkapkan bahwa Kelompok DPD meminta agenda perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan pada tahun 2026.

    Dedi dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan keinginan dan dukungan penuh untuk dilakukannya perubahan UUD 1945 dalam rangka penataan lembaga kenegaraan dalam sistem pemerintahan presidensial.

    “Dan itu juga menjadi harapan dari banyak pihak, termasuk masyarakat sipil,” ujarnya.

    Hal tersebut disampai senator asal Sumatera Utara tersebut di sela-sela diskusi publik Kelompok DPD RI di MPR bertajuk “Eksistensi DPD RI dan MPR RI Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Pasca Perubahan UUD 1945” di Serpong, Banten, Senin (5/5).

    Lebih lanjut, Dedi menyatakan bahwa 2025 sebagai tahun yang sangat penting bagi DPD RI, terlebih pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memberikan sinyal adanya penataan kelembagaan lembaga negara.

    Hal tersebut, kata dia, dibuktikan dengan persetujuan RUU DPD RI masuk dalam RUU Prolegnas yang saat ini dalam proses pembahasan di Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI untuk mempersiapkan naskah akademik dan draf RUU tersebut.

    “Kami berharap ini menjadi salah satu pintu solusi bagi DPD RI terkait pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Ini momentum yang sangat strategis bagi DPD RI,” ujarnya.

    Selain itu, lanjut Dedi, pemerintah memberikan kesempatan yang cukup besar bagi alat-alat kelengkapan di DPD RI untuk berkolaborasi dengan pemerintah, meskipun tidak sama persis apa yang dilakukan oleh DPR.

    “Kami berharap ini menjadi momen kesadaran kolektif bangsa ini bahwa DPD RI sebagai lembaga legislatif, seyogyanya memiliki kewenangan yang seimbang dengan DPR,” tuturnya.

    Ia pun mengharapkan beberapa isu penting tersebut sudah menjadi pembahasan yang intens di ruang-ruang parlemen baik di lembaga pengkajian MPR maupun di Badan Legislasi DPR.

    “Sebab saya mendengar rencana perubahan terhadap UU Pemilu, rencana perubahan terhadap mekanisme pemilihan kepala daerah. Ini semua tentu akan memberi kesempatan dalam penataan melalui perubahan UUD 1945,” ucap dia.

    Sementara itu, senator dari Nusa Tenggara Timur sekaligus Sekretaris Kelompok DPD di MPR Abraham Paul Liyanto menyatakan akan terus mendorong penguatan kewenangan DPD RI.

    Menurut dia, penguatan kewenangan DPD RI dan penataan lembaga kenegaraan dalam sistem pemerintahan presidensial dapat dilakukan melalui perubahan UUD 1945.

    Ia juga menegaskan eksistensi dan penguatan lembaga DPD RI dapat melalui pembahasan RUU tentang DPD RI. Abraham juga mengungkapkan bahwa dia terus menyuarakan kepentingan daerah di samping tetap berjuang untuk memperkuat kewenangan DPD RI.

    Dalam kesempatan itu, Abraham juga menyinggung tentang Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) yang menjadi rekomendasi MPR RI periode 2019-2024.

    “Terkait PPHN ini masih dalam pembahasan mengenai payung hukumnya, apakah melalui perubahan UUD 1945 atau diatur dalam UU,” ujar Abraham yang juga Ketua Badan Sosialisasi MPR RI tersebut.

    Kelompok DPD RI di MPR kata dia, juga mendorong seluruh anggota DPD RI untuk bersuara memperjuangkan kepentingan daerah serta melakukan penataan lembaga negara dalam sistem presidensial termasuk penguatan kewenangan DPD RI.

    Abraham juga menyampaikan bahwa Kelompok DPD RI di MPR RI akan membuat buku saku yang menjadi pegangan bagi seluruh anggota DPD RI, saat berkunjung ke daerah pemilihan atau reses.

    “Buku saku tentang DPD RI berkaitan dengan hal-hal penting terkait DPD RI, tugas dan fungsinya serta agenda strategis yang ingin diperjuangkan,” ujarnya.

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • 1
                    
                        Mahfud: Pemakzulan Gibran secara Teoretis Bisa, tapi secara Politik…
                        Nasional

    1 Mahfud: Pemakzulan Gibran secara Teoretis Bisa, tapi secara Politik… Nasional

    Mahfud: Pemakzulan Gibran secara Teoretis Bisa, tapi secara Politik…
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pakar hukum tata negara,
    Mahfud MD
    , menjelaskan bahwa
    pemakzulan
    Wakil Presiden
    Gibran Rakabuming Raka
    secara teoretis bisa dilakukan.
    Hal tersebut disampaikan dalam menanggapi
    Forum Purnawirawan
    TNI yang mengusulkan MPR mengganti Gibran dari posisi wakil presiden.
    “Gini,
    usul pemakzulan Gibran
    itu secara teoretis ketatanegaraan bisa, tapi secara politik akan sulit,” ujar Mahfud dikutip dari kanal Youtube Mahfud MD Official yang sudah dikonfirmasi, Rabu (7/5/2025).
    Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjelaskan, secara ketatanegaraan terdapat enam hal yang membuat presiden dan/atau wakil presiden dapat dimakzulkan atau diberhentikan.
    Hal tersebut diatur dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni jika presiden dan/atau wakil presiden melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela.
    Lalu, pemakzulan dapat dilakukan jika terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.
    “Itu bisa dimakzulkan, itu teorinya,” ujar Mahfud.
    Namun, ia menekankan, praktik pemakzulan akan sangat sulit dilakukan karena kekuatan politik koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di DPR.
    Sebab, untuk memakzulkan presiden atau wakil presiden, harus dimulai terlebih dahulu dengan sidang pleno DPR yang dihadiri 2/3 anggota.
    Dalam sidang tersebut, 2/3 anggota DPR harus menyepakati bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran yang diatur UUD 1945.
    “2/3 dari yang hadir ini harus setuju bahwa ini harus dimakzulkan karena terbukti melakukan perbuatan tercela,” ujar Mahfud.
    “Bayangin secara politik, 2/3 itu berapa? iya kan. Kalau dari 575 (anggota DPR) kira-kira, 2/3 itu kan sudah harus anggota DPR 380-an lah. Kalau enggak sampai itu, enggak bisa,” sambung mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu.
    Diketahui, Forum Purnawirawan TNI berisi 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Salah satu usulan mereka adalah pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka lewat MPR.
    Selain Try Sutrisno, terdapat nama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, serta diketahui Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto.
    Deklarasi Forum Purnawirawan TNI-Polri berisi delapan poin, yang antara lain mencakup penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan usulan
    reshuffle
    terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi.
    Adapun salah satu poin paling kontroversial adalah usulan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang disampaikan kepada MPR.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Ingatkan Pentingnya Persatuan di Hadapan Try Sutrisno: Jangan Mau Dipecah Belah – Halaman all

    Prabowo Ingatkan Pentingnya Persatuan di Hadapan Try Sutrisno: Jangan Mau Dipecah Belah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menyerukan pentingnya menjaga persatuan nasional di hadapan para purnawirawan TNI, termasuk mantan Wakil Presiden ke-6 RI, Try Sutrisno. 

    Dalam acara halal bihalal keluarga besar TNI-Polri di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (6/5/2025), Prabowo mengingatkan bahwa Indonesia telah lama menjadi korban strategi pecah belah yang melemahkan kekuatan bangsa.

    “Kita ini dari ratusan tahun devide et impera, kita selalu dipecah belah, dan karena kita dipecah belah tidak ada,” ujar Prabowo dalam pidatonya yang disampaikan penuh semangat.

    Prabowo juga menyinggung kondisi para purnawirawan TNI yang menurutnya masih banyak hidup dalam kesulitan, termasuk para jenderal dan panglima yang berjasa besar bagi negara.

    “Kok senior-senior saya banyak yang begitu pensiun hidupnya susah, rumahnya masih kontrak, panglima-panglima saya, jenderal-jenderal saya. There’s something wrong,” tegasnya.

    Menurut Prabowo, kondisi ini merupakan dampak dari kelengahan para elite dalam menjaga warisan dan visi para pendiri bangsa.

    Prabowo menyayangkan bahwa sebagian elite nasional lupa atau bahkan abai terhadap rancang bangun negara sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.

    “Maaf harus saya katakan, terjadi suatu kelengahan di mana elit kita kadang-kadang lupa dengan rancang bangun pendiri-pendiri bangsa kita,” katanya.

    Prabowo menegaskan bahwa fondasi negara, yakni Pancasila dan UUD 1945, seharusnya menjadi pedoman utama dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

    “Saudara-saudara sekalian, suatu kehebatan angka panglima Bung Karno dan generasi-generasi itu memberi kepada kita Pancasila dan UUD 1945, dan itu selalu menjadi pegangan kita,” ujarnya.

    Lebih jauh, ia juga mengkritisi sikap elite yang tidak memahami—atau berpura-pura tidak memahami—substansi konstitusi, sehingga kekayaan nasional terus mengalir ke luar negeri selama puluhan tahun.

    “Karena itulah bahwa kekayaan kita mengalir ke luar negeri selama puluhan tahun ini sumber masalah,” jelas Prabowo.

    Dalam penutup pidatonya, Presiden mengungkap alasan utamanya masuk ke dunia politik: menyelamatkan bangsa dan rakyat dari keterpurukan.

    “Karena inilah saya terjun ke medan politik, bahwa kita harus menyelamatkan bangsa dan rakyat dan tanah air kita,” tandasnya.

    Acara tersebut turut dihadiri para tokoh penting nasional, termasuk Jenderal (Purn) Try Sutrisno, Jenderal (Purn) A.M Hendropriyono, Jenderal (Purn) Wiranto, Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, serta Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

     

  • Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

    Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

    Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM)
    Natalius Pigai
    mendorong
    DPR
    segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat.
    Natalius mengatakan, sejak Indonesia merdeka, belum ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan, pelestarian, penghormatan terhadap masyarakat adat.
    Padahal, Pasal-pasal dalam konstitusi secara tegas sudah mengatur keberadaan Masyarakat Hukum Adat dengan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
    “Dalam kerangka itulah,
    Kementerian HAM
    konsisten mendukung percepatan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang berisikan penghormatan terhadap nilai-nilai atau dijiwai, disemangati, oleh nilai-nilai hak asasi manusia. Saya kira itu sikap dari Kementerian Asasi Manusia,” kata Natalius di kantor Kemenham, Jakarta, Selasa (6/5/2025).
    Natalius yakin DPR tak memiliki kesulitan dalam mengesahkan RUU tentang Masyarakat Adat.
    Dia mengatakan, RUU yang disahkan harus bersifat substantif seperti memenuhi nilai-nilai HAM dan penghormatan terhadap nilai masyarakat adat.
    “Pengesahan itu kalau sudah menjadi hak inisiatif DPR, saya meyakini, apalagi saya pasti akan menyurati, saya meyakini tidak akan mengalami kesulitan,” ujarnya.
    Dalam kesempatan yang sama, Perwakilan dari Koalisi Kawal
    RUU Masyarakat Adat
    , Abdon Nababan mengatakan, Kementerian HAM merupakan rumah bagi masyarakat adat.
    Karenanya, ia meminta adanya pembahasan sampai dengan pengesahan RUU Masyarakat Adat terus dikawal.
    “Oleh karena itu tadi kami minta kementerian supaya RUU Masyarakat Adat ini dikawal betul di dalam pemerintahan Pak Prabowo lewat Menteri HAM, karena memang ini janji konstitusi,” kata Abdon.
    Untuk diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebanyak tiga kali.
    Meski sudah diajukan sejak 2009, RUU Masyarakat Adat masih tak kunjung disahkan sampai hari ini.
    Pakar hukum dan masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Ismala Dewi mengatakan, pengesahan RUU tersebut perlu dilakukan untuk memberikan keadilan dan memenuhi hak masyarakat adat.
    Hal tersebut disampaikan Ismala dalam diskusi daring pada Selasa (22/4/2025), sebagaimana dilansir Antara.
    “Sudah 15 tahun, artinya sudah lama sekali. Artinya belum sampai ini keadilan karena untuk menjamin kepastian masyarakat, untuk mencapai kesejahteraan itu belum terealisasi,” jelas Ismala.
    Masyarakat adat memerlukan perlindungan dan pengakuan hak-haknya, termasuk atas sumber daya alam seperti air yang dijaga dengan penerapan hukum adat.
    Dalam kesempatan tersebut, dia meminta pasal-pasal dalam RUU Masyarakat Adat tidak bertentangan, sebaliknya dapat memperbaiki aturan lama.
    “Sehingga substansi UU Masyarakat Adat menjadi lebih lengkap sesuai dan tidak bertentangan dengan aturan sebelumnya atau bahkan dapat memperbaiki aturan sebelumnya apabila dianggap peraturan lama tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat,” jelasnya.
    Dia juga mendorong agar pasal yang mengatur mengenai sumber daya alam dalam RUU itu memperhatikan prinsip pengelolaan sumber daya air berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.85/PUU-XI/2013 yang lebih jelas narasinya dan lebih lengkap substansinya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.