Produk: UUD 1945

  • Mengenal Beasiswa LPDP: Peluang Studi Lanjut yang Dimanfaatkan Mutiara Baswedan – Page 3

    Mengenal Beasiswa LPDP: Peluang Studi Lanjut yang Dimanfaatkan Mutiara Baswedan – Page 3

    Beasiswa LPDP merupakan program pemerintah yang menggunakan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN). Dana ini dikelola oleh LPDP yang berada di bawah pengawasan Kementerian Keuangan. Program ini lahir dari amanat UUD 1945 yang mengalokasikan minimal 20% APBN untuk pendidikan.

    LPDP berkomitmen untuk mencetak pemimpin dan profesional masa depan, serta mendorong inovasi untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan. Beasiswa ini terbuka bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang ingin melanjutkan studi Master (S2) dan Doktor (S3) di berbagai bidang.

    Selain bantuan dana kuliah, penerima beasiswa LPDP juga mendapatkan berbagai benefit lain, seperti uang saku, biaya transportasi, dana aplikasi visa, asuransi kesehatan, dan berbagai tunjangan lainnya. Hal ini tentu meringankan beban finansial dan memungkinkan mahasiswa untuk fokus pada studi mereka.

  • Boni Hargens: Jangan karena Benci, Gibran Diminta Dimakzulkan

    Boni Hargens: Jangan karena Benci, Gibran Diminta Dimakzulkan

    Jakarta, Beritasatu.com — Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai, permintaan sejumlah kelompok untuk memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan tindakan yang tidak konstitusional. Selain itu, berpotensi mencederai demokrasi jika hanya dilandasi kebencian atau sentimen politik.

    “Semua orang harus mengakui memiliki persamaan hak, derajat, dan kewajiban. Jangan karena tidak suka atau sentimen politik, lalu mendorong pemakzulan,” ujar Boni kepada wartawan, Jumat (13/6/2025).

    Boni menyebut tidak ada alasan yang sah untuk memakzulkan Gibran. Menurutnya, pemakzulan tidak konstitusional jika tanpa dasar hukum yang kuat, sebab presiden dan wakil presiden adalah satu paket dalam sistem pemilu Indonesia sehingga tidak bisa dicopot salah satunya tanpa melanggar Pasal 7A UUD 1945.

    Jika pemakzulan dipaksakan tanpa putusan hukum tetap, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan politik nasional dan membuka jalan bagi praktik ketidakadilan berbasis kebencian pribadi atau politik.

    Selain itu, calon pengganti wapres belum tentu merupakan tokoh yang membawa perbaikan bagi demokrasi, bahkan bisa memperburuknya dengan dominasi kekuatan oligarki.

    “Karena itu, saya mengajak semuanya agar fokus membantu pemerintah Prabowo-Gibran untuk mengatasi berbagai tantangan, khususnya geopolitik global,” tegasnya.

    Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah mengirimkan surat kepada DPR dan MPR untuk meminta pemakzulan Gibran. Permintaan itu didasarkan pada dugaan pelanggaran prinsip hukum, etika publik, dan konflik kepentingan terkait pencalonan Gibran sebagai cawapres, yang terjadi setelah perubahan batas usia. 
     

  • Tanggapi Soal Isu Pemakzulan Gibran, Boni Hargens: Jangan Karena Benci, Lalu Kita Tidak Adil

    Tanggapi Soal Isu Pemakzulan Gibran, Boni Hargens: Jangan Karena Benci, Lalu Kita Tidak Adil

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menyayangkan permintaan kelompok masyarakat untuk melakukan pemakzulan terhadap Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka. Menurut Boni Hargens, langkah tersebut inkonstitusional dan mengingatkan publik agar tidak mengambil langkah inkonstitusional hanya karena didasari kebencian sehingga berlaku tidak adil.

    “Jangan donk! Pertama, itu tidak konstitusional, Kalau dari awal memang bermasalah, harusnya pemilunya yang diboikot, bukan hasilnya,” ujar Boni Hargens kepada wartawan, Jumat (13/6/2025).

    Kedua, kata Boni, presiden dan wakil presiden adalah dwitunggal dalam sistem pemilu Indonesia. Karena itu, kata Boni, tidak bisa dicopot salah satunya kecuali melanggar pasal 7A UUD 1945.

    “Jika pemakzulan terjadi tanpa adanya pelanggaran berkekuatan hukum tetap, maka hal tersebut akan menjadi preseden buruk bagi perkembangan politik kedepan,” tegas Boni.

    Ketiga, kata Boni, permintaan pemakzulan tersebut akan menjadi preseden buruk bagi perkembangan politik ke depannya. Termasuk, kata dia, permintaan pemakzulan tersebut menjadi dasar historis ketidakstabilan pemerintahan di masa depan.

    “Sebab tanpa dasar putusan hukum tetap, kemudian ada sanksi atau hukuman, ini sama artinya dengan tiadanya hukum. Yang bisa nantinya mengakibatkan dasar tidak suka, benci, sentimen, bisa dijadikan delik hukum,” jelas Boni.

    Keempat, lanjut Boni, calon pengganti wapres belum tentu orang yang berpihak pada perubahan demokrasi, bisa saja sosok yang memperkeruh perkembangan demokrasi seperti oligarki dan lain sebagainnya.

  • Guru Besar Kedokteran Unand Padang Berharap Prabowo Evaluasi Kinerja Menkes

    Guru Besar Kedokteran Unand Padang Berharap Prabowo Evaluasi Kinerja Menkes

    Bisnis.com, PADANG – Para guru besar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan termasuk di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas berharap agar Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengevaluasi kinerja dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin

    Salah seorang guru besar di Universitas Andalas, Prof. Masrul mengatakan semenjak munculnya penerapan Undang-undang No.17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan eranya Menkes Budi Gunadi Sadikin, kondisi perguruan tinggi terutama pendidikan kedokteran membuat suasana jadi gaduh, karena aturan tersebut membuat peran pendidikan kedokteran di perguruan tinggi jadi hilang.

    “Bahkan jika tidak direspon juga, aksi jilid III, jilid IV, hingga ke jidil 100 akan terus kami lakukan. Karena kondisi pendidikan kedokteran saat ini sedang tidak baik-baik saja,” katanya, Jumat (11/6/2025).

    Menurutnya ada beberapa pasal yang terdapat di dalam UU. No.17/2023 itu yang membuat peran perguruan tinggi melahirkan tenaga medis dan kesehatan jadi hilang, dan kemudian berdasarkan aturan tersebut, malah membuat peran dari Fakultas Kedokteran ini seperti menjadi lembaga pelatihan saja.

    Masrul menyampaikan bicara soal kebutuhan dokter spesialis atau nakes dan sebagainya itu, bukan berarti untuk mendapatkan sumber daya manusia di bidang kesehatan ini dibuka tanpa ada standar tertentu.

    Dia menilai menjadi dokter atau nakes itu, ada kode etik yang harus dipatuh, dan hal tersebut akan dibentuk melalui pendidikan berkarakter melalui kuliah di Fakultas Kedokteran.

    “Jadi tidak bisa mencetak dokter dan nakes sebanyak-banyaknya tanpa ada standar tertentu. Karena kerja dokter dan nakes ini tanggung jawabnya besar, hidup dan mati pasien itu yang dihadapi mereka. Jadi dalam pelayanan kesehatan ini, tidak boleh asal-asalan,” tegasnya.

    Dia juga melihat bahwa kebijakan dari Menkes tersebut benar-benar telah menimbulkan kegaduhan, dan bisa berdampak kepada harapan para mahasiswa yang kini tengah menjalani masa proses pendidikan di Fakultas Kedokteran dengan berbagai jurusan yang di dalamnya.

    Dia berharap agar kegaduhan tersebut tidak terjadi berkepanjangan, sangat diharapkan tanggapan dan kebijakan dari Presiden Prabowo, sehingga dunia pendidikan kesehatan bisa berjalan dengan baik.

    “Kami melihat Presiden Prabowo ini tidak senang yang namanya kegaduhan seperti ini. Sekarang persoalannya ada di Menkes, kalau bisa diganti saja Menteri Kesehatannya,” tutup Masrul.

    Pandangan Hukum Sisi Pendidikan Kedokteran

    Sementara itu, melihat dari sisi hukum, Pakar Hukum dari Universitas Andalas Khairul Fahmi menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, secara prinsip dari sisi pendidikan tidak lagi sinkron dan melemahkan peran pendidikan kedokteran.

    Menurutnya secara prinsipnya aturan tersebut terjadi pergeseran paradigma dari university based menjadi hospital based.

    Artinya pendidikan kedokteran tidak lagi dalam skema pendidikan nasional, dari yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan dan beralih di bawah kewenangan Kementerian Kesehatan, dan hal ini lah yang memunculkan persoalan.

    “Selama ini peran pendidikan kedokteran melalui Fakultas Kedokteran, dan itu telah jelas menyiapkan tenaga kesehatan yang siap bekerja, dan melalui pendidikan yang dijalani itu, telah membentuk diri memiliki pendidikan berkarakter. Karena di bagian pendidikan kesehatannya itu ada farmasi, keperawatan,” katanya.

    Pasalnya, kata dia, pendidikan diletakan di bawah agenda pengadaan tenaga medis atau kesehatan.

    Hal ini membuat peran Fakultas Kedokteran ditargetkan untuk menyiapkan sumber daya manusia saja, padahal Fakultas Kedokteran bisa menghadirkan riset dan lain-lainnya yang dapat memberikan manfaat kepada dunia kesehatan.

    Bicara soal SDM kesehatan, kata dia, Fakultas Kedokteran itu sangat menjunjung tinggi kode etik, dan dalam menyiapkan tenaga kesehatan itu, dijalankan secara ketat, karena orang-orang yang akan terjun langsung di tengah masyarakat itu, akan menentukan hidup dan mati orang di sisi memberikan pelayanan kesehatan.

    “Kini melalui undang-undang kesehatan itu, Kementerian Kesehatan menganggap pendidikan kesehatan ini lama melahirkan tenaga kesehatan. Sementara kondisi yang terjadi, pemerintah merasa tenaga kesehatan atau dokter spesialis lagi kurang. SolusI itu, bukan harus mengubah atau merevisi aturan yang telah ada, akibatnya malah tidak sinkron,” ujar Khairul Fahmi yang juga Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini.

    Dia menjelaskan tidak sinkron dimaksud yakni melihat pada UU No.20/2013 pendidikan kedokteran itu, menghasilkan dokter dan dokter gigi yang bermanfaat, bermutu, dan berkompeten.

    Memenuhi kebutuhan dokter dan dokter gigi, serta meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kedokteran gigi. 

    Pada UU No.17/2023 itu dirancang hanya untuk pengadaan tenaga medis dan tenaga kesehatan.

    Artinya tidak ada lagi pendidikan kedokteran, dan yang ada hanya pengadaan tenaga medis.

    Dari hal itu, apabila Kemenkes berorientasi pada penempatan proses pendidikan sebagai sarana menyiapkan tenaga kerja pada sektor kesehatan, dan tidak lagi berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan tinggi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 31 ayat (3) UUD 1945, UU Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi. 

    “Jadi yang terjadi adalah mencampuradukan pendidikan dan penyediaan tenaga kerja medis dan nakes,” jelas Khairul Fahmi yang juga Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas.

    Selain itu dalam aturan yang terdahulu itu kan sudah jelas bahwa perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan dan bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan dan wahana pendidikan kedokteran, serta perguruan tinggi wajib membentuk Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi oleh Universitas atau Institut.

    Namun yang terjadi saat ini, UU No.17/2023 itu hanya mengatur pendidikan tinggi sebagai sarana pengadaan tenaga medis dan tenaga kesehatan.

    Serta tidak diatur lagi tentang perguruan tinggi dan bentuk institusi pelaksana pendidikan tenaga medis dan tenaga kesehatan. 

    Selanjutnya dalam PP 28/2024 dinyatakan, pendidikan tinggi tenaga medis dan nakes diselenggarakan perguruan tinggi bekerja sama dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Pasal 576) Kerjasama dituangkan dalam PKS, serta tidak ada lagi kewajiban membentuk FK dan/atau FKG.

    “Kalau begitu, fakultas-fakultas kedokteran seakan tidak ada lagi sebagai penyelenggara dan pengelola pendidikan dalam satu rumpun ilmu, tapi melainkan sebagai unit pengadaan tenaga medis dan nakes saja,” ungkapnya.

    Selanjutnya melihat pada aturan yang dulu, prodi kedokteran dan kedokteran gigi menerima mahasiswa sesuai dengan kuota nasional, atau dapat ditingkatkan kuota penerimaan dalam rangka penugasan penyiapan tenaga medis berdasarkan koordinasi dengan Menteri Kesehatan.

    Seleksi mahasiswa baru serentak dengan penerimaan mahasiswa di seluruh perguruan tinggi negeri untuk PTN.

    Sedangkan pada UU No.17/2023 itu, tidak ada yang diatur, dimana untuk seleksi peserta didik pendidikan tinggi tenaga medis dan nakes mencakup tes tertulis, wawancara dan/atau portofolio (Pasal 582 PP 28/2024).

    Apabila hal ini jalan, maka penerimaan mahasiswa untuk kedokteran ini terpisah dengan perguruan tinggi lainnya (panitia bersama).

    “Pendidikan medis dan nakes seakan ditempatkan sebagai pendidikan kedinasan, tetapi tetap dilaksanakan perguruan tinggi,” ucapnya.

    Dia mencontohkan solusi yang seharusnya bisa dilakukan pemerintah untuk memperbanyak sumber daya manusia untuk kesehatan itu, misalnya pemerintah pusat memperbolehkan Fakultas Kedokteran untuk menambah daya tampung penerimaan mahasiswanya.

    “Solusi yang tidak tepat itu lah yang kemudian memunculkan pergeseran paradigma, dan kini membuat para guru besar di Fakultas Kedokteran di indonesia menolak adanya aturan yang baru tersebut,” sambungnya.

  • Agresif lakukan eksplorasi, PHE tulang punggung ketahanan energi

    Agresif lakukan eksplorasi, PHE tulang punggung ketahanan energi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Peneliti INDEF: Agresif lakukan eksplorasi, PHE tulang punggung ketahanan energi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 12 Juni 2025 – 12:57 WIB

    Elshinta.com – Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Tauhid menilai positif kinerja PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Sub Holding Upstream PT Pertamina (Persero). Termasuk di antaranya, upaya agresif PHE dalam melakukan eksplorasi. Dalam kaitan itu pula Tauhid menilai, PHE masih menjadi tulang punggung ketahanan energi nasional.

    ”Betul, Pertamina adalah tulang punggung (ketahanan energi). Ke depan pun energi masih mengandalkan (Pertamina). Sebagai BUMN, Pertamina harus melakukan kegiatan di industri ini. Kalau tidak, malah kita tidak bisa memiliki kedaulatan energi,” kata Tauhid kepada media hari ini. 

    Berbagai temuan cadangan migas oleh PHE, terutama gas, memang dinilai bisa meningkatkan produksi, bahkan memperkuat ketahanan energi. Tauhid berharap, berbagai temuan cadangan gas juga dapat memenuhi kebutuhan industri, seperti pupuk, yang selama ini banyak diperoleh melalui impor. ”Kalau gas memungkinkan (untuk ketahanan energi). Selama ini gas kan banyak impor untuk industri pupuk,” jelasnya.  

    Demikian pula terkait cita-cita Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk swasembada energi, Tauhid menilai penting peran berbagai temuan cadangan gas oleh PHE. Tidak hanya  berkontribusi untuk meningkatkan lifting nasional dan juga ketahanan energi nasional. Berbagai temuan, kata dia, juga diharapkan bisa mendukung kemandirian energi meski membutuhkan waktu. Terlebih, lanjutnya, dibandingkan minyak, gas justru lebih bisa diandalkan sambil secara bertahap melakukan transisi energi. 

    Begitu pun, Tauhid juga menyoroti masih berbelit-belitnya perizinan yang dikhawatirkan dapat menghambat industri migas itu sendiri. Menurut Tauhid, perlu ada terobosan agar perizinan bisa lebih sederhana. ”Saya ada studi, bahwa ada yang bisa diefisiensikan. Karena sKementerian/Lembaga yang terlibat, mulai dari Kementerin ESDM sampai Kementerian Lingkungan. Apalagi kalau wilayah lepas pantai, juga melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Makanya menurut saya, harus ada task force yang menggabungkan lintas K/L tadi,” urainya. 

    Begitu pula terkait perizinan dari Pemerintah Daerah, yang selama ini dinilai kerap menjadi penghambat. Menurut Tauhid, Pemerintah Pusat harus lebih tegas mengatur Pemda. 

    ”Katakanlah, Pemda nanti dapat porsi dalam dana bagi hasil. Belum lagi multiplier effect ekonominya  ke daerah setempat, pasti ada. Entah itu pekerjan, tempat tinggal, industri turunan,dan sebagainya. Cara pandang itu yang harus diterjemahkan. Karen ini demi Pasal 33 UUD 1945, bahwa dikuasai negara, tidak bisa semua dikuasai daerah. Daerah ada hak sendiri sesuai UU,” pungkas Tauhid.

    Terkait penyederhanaan perizinan usaha migas, sebelumnya memang diserukan Presiden Prabowo Subianto pada pembukaan Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition 2025 belum lama ini.  “Saya minta badan-badan regulasi, sederhanakan regulasi. Saya ulangi, sederhanakan regulasi,” kata Presiden Prabowo saat itu.
     
    Di sisi lain, sebelumnya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream Pertamina juga berkomitmen untuk  mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada energi. Dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan eksplorasi yang dilakukan PHE mencapai 37% per tahun. Dalam kurun waktu tersebut PHE mendapatkan 8 wilayah kerja eksplorasi baru. PHE juga menemukan cadangan eksplorasi terbesar sepanjang lima belas tahun terakhir. Termasuk mendapatkan dua discovery besar, yakni dari struktur kah Tedong (TDG)-001 dengan sumber daya 2C Recoverable sebesar 548 miliar kaki kubik gas (bcfg) dan dari struktur Padang Pancuran (PPC)-1 dengan sumber daya 2C Recoverable sebesar 140.6 juta barel minyak ekuivalen (mmboe). 

    Sumber : Elshinta.Com

  • Masyarakat Sipil Tolak Ide Rekrutmen 24.000 Tamtama TNI AD untuk Batalyon pangan

    Masyarakat Sipil Tolak Ide Rekrutmen 24.000 Tamtama TNI AD untuk Batalyon pangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Rekrutmen calon tamtama TNI AD sebanyak 24.000 orang untuk pembentukan Batalyon baru yakni Batalyon Teritorial Pembangunan dinilai tidak selaras dengan kebijakan strategis pertahanan Indonesia.

    Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menjelaskan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara telah mengamanatkan perubahan paradigma dari pertahanan berbasis daratan lewat penguatan TNI AD, menuju paradigma pertahanan berbasis kelautan dan kepulauan atau kemaritiman yang artinya memerlukan penguatan poster TNI AU dan AL.

    Sebab itu, dia memandang rekrutmen 24.000 tamtam tersebut hanya akan menggemukkan poster TNI AD yang nyatanya selama ini juga memiliki masalah, baik di tingkat bintara maupun perwira. 

    Pasalnya, masalah tersebut ditunjukkan dari merambahnya peran militer aktif ke jabatan struktural sipil pemerintahan karena bertumpuknya perwira-perwira non-job di lingkungan TNI AD.

    “Jumlah dan proporsi rekrutmen antar matra selama ini masih menyimpang dari garis kebijakan pertahanan negara sesuai UU Pertahanan Negara,” tegasnya kepada Bisnis, Rabu (11/6/2025).

    Bahkan, imbuhnya, implikasi lebih jauh dari perekrutan besar-besaran dan dibentuknya batalyon baru adalah tingkat kerentanan personel militer untuk terlibat gesekan dengan masyarakat menjadi tinggi.

    “Gesekan itu terbentang dari mulai sengketa agraria, sengketa industrial, hingga pengerahan pasukan yang memproduksi kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di berbagai wilayah,” ungkap Usman.

    Oleh karena itu, Usman berpandangan sebenarnya tidak ada urgensinya sama sekali harus dibentuk batalion teritorial pembangunan yang akhirnya akan merekrut besar-besaran hingga 24.000 orang.

    “Seharusnya jumlah personel TNI AD itu malah dikurangi, bukan ditambah. Kalau ditambah, yang terjadi adalah penghijauan TNI. Seperti kuningisasi politik zaman Orde Baru, sehingga partai lain yang berwarna beda tidak berkembang,” singgungnya.

    Mencederai Semangat Reformasi

    Senada, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan juga menolak rencana perekrutan calon tamtama secara besar-besaran, yakni sebanyak 24.000 orang untuk membentuk struktur organisasi baru berupa Batalyon Teritorial Pembangunan.

    Menurut Koalisi, rekrutmen ini nantinya disiapkan bukan untuk menjadi pasukan tempur, melainkan menjadi pasukan ketahanan pangan hingga pelayan kesehatan.

    Koalisi memandang, rencana rekrutmen tersebut sudah keluar jauh dari tugas utama TNI sebagi alat pertahanan negara. TNI direkrut, dilatih, dan dididik untuk perang dan bukan untuk mengurusi urusan-urusan di luar perang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan.

    “Dengan demikian, kebijakan perekrutan sebagaimana sedang direncanakan tersebut telah menyalahi tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU TNI itu sendiri,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan dilansir dari keterangan resmi. 

    Perubahan lingkungan strategis dan ancaman perang yang semakin kompleks dan modern sebenarnya menuntut TNI untuk fokus dan memiliki keahlian spesifik di bidang peperangan.

    Dalam konteks itu, Koalisi mengatakan menempatkan TNI untuk mengurusi hal-hal di luar pertahanan justru akan melemahkan TNI dan membuat TNI menjadi tidak fokus untuk menghadapi ancaman perang itu sendiri dan secara tidak langsung akan mengancam kedaulatan negara. 

    Koalisi juga menilai perekrutan dan pelibatan TNI bukan untuk menjadi pasukan tempur, melainkan untuk urusan seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan adalah bentuk kegagalan untuk menjaga batas demarkasi yang tegas antara urusan sipil dan militer.

    “Padahal, konstitusi UUD 1945 dan bahkan UU TNI sendiri telah menetapkan pembatasan terhadap TNI yang jelas-jelas tidak memiliki kewenangan mengurus pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” katanya.

    Hal ini tentu mencederai semangat Reformasi TNI yang menginginkan terbentuknya TNI yang profesional dan tidak lagi ikut-ikutan mengurusi urusan sipil.

    “Kami mendesak Presiden dan DPR untuk melakukan pengawasan dan evaluasi tentang perekrutan dan pelibatan TNI yang berlebihan tersebut karena telah menyalahi jati diri TNI sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan UU TNI,” ucap Koalisi. 

  • Pemakzulan Gibran, Pakar: Harus Dibuktikan Secara Hukum, Bukan Sekadar Tekanan Politik

    Pemakzulan Gibran, Pakar: Harus Dibuktikan Secara Hukum, Bukan Sekadar Tekanan Politik

    Yance menjelaskan, secara teoretis hal tersebut bisa dikaitkan ke dalam impeachment clauses, terutama jika terbukti terdapat intervensi kekuasaan dalam proses pencalonan. Aspek ini membutuhkan penyelidikan hukum yang cermat untuk membuktikan adanya pelanggaran yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela atau penghilangan syarat konstitusional.

    “Kalau memang Gibran atau orang tuanya, mantan Presiden Jokowi, terlibat dalam manipulasi proses persidangan MK atau di KPU, itu bisa dijadikan dasar untuk melihat ada manipulasi yang sudah terjadi dan sebenarnya Gibran tidak memenuhi syarat sebagai calon Wakil Presiden,” paparnya.

    Ia juga menekankan bahwa batas usia calon Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam UUD 1945 adalah 40 tahun. Dalam kasus Gibran, persoalan usia menjadi titik krusial, mengingat ia dilantik sebagai Wakil Presiden saat usianya belum mencapai batas minimal tersebut.

    Hal ini membuka ruang bagi interpretasi konstitusional yang lebih luas, terutama jika proses hukum membuktikan bahwa syarat tersebut memang dilanggar secara sistematis dan disengaja.

    Menurutnya, wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak dapat dipisahkan dari pertimbangan konstitusional yang ketat.

    Menurut Yance, pendekatan hukum yang sahih justru harus dimulai dari DPR melalui pembentukan panitia angket atau lewat gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas dasar pencalonan yang dianggap tidak sah. Kedua jalur ini memungkinkan terbukanya ruang pembuktian atas dugaan manipulasi dan pelanggaran syarat usia dalam pencalonan Gibran.

  • Pakar Hukum: Pemakzulan Gibran Bakal Hadapi Tantangan Konstitusional & Politik

    Pakar Hukum: Pemakzulan Gibran Bakal Hadapi Tantangan Konstitusional & Politik

    Bisnis.com, JAKARTA — Dosen hukum tata negara Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti membeberkan proses pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka nampaknya akan menjumpai beberapa tantangan di setiap tingkatannya.

    Semula, Bivitri menjelaskan mekanisme pemakzulan adalah hal konstitusional yang memang diatur. Di Indonesia, penjelasannya tertera pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945.

    Dia menerangkan, lapisan pertama harus ada 2/3 suara setuju dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.

    Kemudian, lanjutnya, jika nanti DPR setuju, akan dikirimkan ke lapisan kedua yakni Mahkamah Konstitusi (MK). Selanjutnya, bila MK menyatakan bersalah, maka akan disampaikan ke lapisan ketiga yaitu MPR.

    “Jadi di lapis pertama saja, saya kira sudah banyak tantangannya. Namanya partai politik pasti akan bertanya, what’s in it for me? Mereka akan dapat apa, kalau mereka setuju mau ada pemakzulan terhadap Gibran. Akan ada negosiasi politik,” bebernya kepada Bisnis, Selasa (10/6/2025).

    Bivitri meneruskan, pada lapisan kedua, MK akan memeriksa secara hukum benar atau tidak konstruksi yang diusulkan oleh DPR itu. Namun, dia berujar tantangan di MK saat ini masih belum bisa diprediksi, terutama soal hakim MK.

    “Saya duga misalnya apakah Anwar Usman bisa ikut atau tidak misalnya ya, karena ada benturan kepentingan kan sudah ada presedennya tuh, dia enggak boleh ikut waktu PHPU Pilpres tahun lalu. Jadi berat kalau jalurnya adalah jalur pasal 7A, 7B sebenarnya,” ungkapnya.

    Dilanjutkannya, tantangan di lapisan ketiga yakni MPR adalah bila nantinya anggota DPR yang berubah pikiran saat pengambilan suara. Pasalnya, MPR itu terdiri dari anggota DPR dan DPD.

    “Nah bisa saja yang anggota DPR-nya berubah lagi. Lalu bagaimana dengan anggota DPD-nya? Di level ketiga ada lagi tantangannya. Kemudian kalau misalnya Gibran sudah dimakzulkan, siapa yang akan menggantikan? Nah itu ada dalam tata tertib MPR,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, karena tiga tantangan tadi Bivitri menyebut dirinya tidak bisa menjawab persoalan optimis atau tidaknya Gibran pasti dimakzulkan, karena masalah ini harus dianalisis setiap hari dan minggunya.

    “Jadi situasi nasional semuanya mesti dibaca. Saya enggak bisa bilang sekarang optimis atau tidak optimis gitu. Yang jelas tantangannya besar sekali di tiga level tadi,” ucapnya.

    Meski demikian, Bivitri turut mengapresiasi para purnawirawan TNI yang sudah mengirimkan secara tertulis usulannya ke DPR dan MPR, sehingga usulannya ini bukan hanya wacana semata.

  • INDEF dorong kebijakan koperasi Prabowo diterapkan di Kota: Jadi pilar keadilan sosial

    INDEF dorong kebijakan koperasi Prabowo diterapkan di Kota: Jadi pilar keadilan sosial

    Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.

    INDEF dorong kebijakan koperasi Prabowo diterapkan di Kota: Jadi pilar keadilan sosial
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 10 Juni 2025 – 16:57 WIB

    Elshinta.com – Urbanisasi di Indonesia terus melaju cepat. Data terbaru menunjukkan bahwa 59 persen penduduk Indonesia – atau sekitar 167 juta jiwa – kini tinggal di wilayah perkotaan.

    Angka ini diperkirakan melonjak menjadi 70 persen pada tahun 2045. Di tengah lonjakan ini, kemiskinan kota menjadi tantangan nyata yang harus dijawab dengan kebijakan inovatif, adil, dan berkelanjutan.

    Ekonom senior INDEF, Prof. Didik J. Rachbini menilai langkah Presiden RI Prabowo Subianto, melalui arah kebijakan ekonominya, akan dapat mendorong transformasi struktural yang tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan semata, tetapi juga pada pemerataan.

    Salah satu gagasan strategis yang mencuat adalah pengembangan koperasi digital sebagai jawaban atas ketimpangan model bisnis digital saat ini.

    “Teknologi, sistem keuangan, inovasi, dan kewirausahaan di kota lebih siap. Contoh bisnis digital yang hebat dan sukses besar adalah Gojek. Tetapi model seperti ini hanya menguntungkan perusahaan dan meninggalkan masa depan pengemudi,” ujar Didik dalam keterangannya, dikutip Selasa (10/6).

    Menurut Didik, dalam kerangka ideologi sosialisme pasar yang kini dijalankan pemerintahan Prabowo, platform digital seperti Gojek seharusnya dikembangkan menjadi koperasi, agar para pengemudi juga memiliki hak kepemilikan atas platform yang mereka jalankan setiap hari.

    “Gojek akan lebih baik dibangun dan ditransformasikan menjadi koperasi. Para driver menjadi pemilik entitas bisnisnya. Platform dan aplikasinya dijalankan oleh pengurus koperasi,” jelas Didik.

    Lebih jauh, ia menyarankan agar pemerintah melalui entitas seperti Danantara membangun platform transportasi digital nasional dengan model bisnis koperasi. Contohnya bisa mengacu pada Co-op Ride di New York City—layanan ride-sharing yang dimiliki dan dikelola langsung oleh para pengemudinya, bukan oleh korporasi teknologi besar seperti Uber dan Lyft.

    “Model koperasi transportasi digital ini lebih feasible secara ekonomi karena masyarakat perkotaan kini jauh lebih banyak dibandingkan masyarakat pedesaan. Ini lebih sesuai dengan ideologi pemerintah saat ini,” tambahnya.

    Meskipun koperasi pedesaan seperti Koperasi Merah Putih tetap penting dalam distribusi logistik dan pemberdayaan desa, model koperasi digital untuk kota besar dinilai juga strategis untuk menjawab tantangan ketimpangan di era ekonomi digital.

    Didik juga menyoroti bahwa kebijakan ekonomi Presiden Prabowo sangat dipengaruhi oleh pemikiran Prof. Sumitro Djojohadikusumo, tokoh ekonomi nasional yang juga ayahanda Prabowo.

    “Presiden Prabowo pasti dipengaruhi oleh pemikiran Prof. Sumitro. Ideologi Sumitro sulit dipisahkan dari corak nasionalisme yang menempatkan ekonomi Pancasila sebagai pengejawantahan nilai-nilai UUD 1945. Perubahan ekonomi harus diarahkan untuk kepentingan rakyat banyak dengan peran negara yang kuat,” jelas Didik.

    Dalam bukunya Paradoks Indonesia, Prabowo menegaskan pentingnya ekonomi konstitusi—sebuah pendekatan ekonomi yang mengedepankan keadilan sosial dan peran aktif negara dalam melindungi rakyat dari ketimpangan struktural pasar bebas.

    “Model bisnis [Gojek] yang tidak menyertakan pengemudi sebagai stakeholders utama adalah cerminan kapitalisme murni. Pemerintahan Prabowo lebih menekankan sosialisme pasar,” tegas Didik.

    Sumber : Elshinta.Com

  • Pemerintah Siapkan Aturan Uji Tuntas HAM untuk Perusahaan Tambang

    Pemerintah Siapkan Aturan Uji Tuntas HAM untuk Perusahaan Tambang

    Bisnis.com, Jakarta — Kementerian HAM akan membuat regulasi untuk perusahaan tambang agar melakukan uji tuntas HAM sebelum beroperasi di Indonesia.

    Wakil Menteri HAM, Mugiyanto mengatakan bahwa banyak perusahaan tambang yang kini belum sejalan dengan prinsip HAM di Indonesia, salah satu kasusnya adalah perusahaan tambang yang ada di wilayah Raja Ampat, Papua.

    Maka dari itu, Mugiyanto mengemukakan bahwa pihaknya akan menggandeng pihak kementerian lain untuk membuat regulasi uji tuntas HAM bagi perusahaan tambang.

    “Kami di Kementerian HAM siap bekerja sama dengan kementerian lingkungan hidup dan kementerian lembaga lainnya untuk mendorong dan memastikan kepatuhan perusahaan agar mematuhi norma-norma HAM,” tuturnya di Jakarta, Selasa (10/6/2025).

    Dia menjelaskan bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan salah satu bagian dari HAM yang sudah diakui baik secara nasional maupun internasional untuk melindungi ekosistem dan orang-orang yang bergantung pada lingkungan tersebut. 

    Menurutnya, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat diatur dalam Pasal 28H UUD 1945 dan Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

    “Aktivitas tambang yang saat ini merusak lingkungan tentu saja merupakan tindakan yang mencederai hak atas lingkungan yang baik tersebut,” katanya.

    Selain itu, menurutnya, Asta Cita juga telah mengamanatkan kepada para pemangku kepentingan, termasuk aparat penegak hukum, untuk menindak tegas praktik pertambangan yang merusak lingkungan dan mendorong upaya restorasi, rehabilitasi, dan pemulihan lingkungan terdegrasi untuk mengembalikan fungsi ekologis lahan produktif.

    “Karena itu, langkah yang diambil Menteri Lingkungan Hidup untuk menangani kasus di Raja Ampat tersebut juga patut diapresiasi, karena sudah sejalan dengan apa yang diamanatkan oleh ASTA CITA, terutama program-program dalam Asta Cita 2, yang mengamatkan pentingnya untuk mencegah dan menindak tegas pelaku pencemaran, perusakan lingkungan, melindungi keanekaragaman hayati flora dan fauna,” ujarnya.