Produk: UUD 1945

  • ​Kenali Yuk Perbedaan Rehabilitasi, Grasi, Amnesti, dan Abolisi

    ​Kenali Yuk Perbedaan Rehabilitasi, Grasi, Amnesti, dan Abolisi

    Jakarta: Pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada eks direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi cs membuat istilah rehabilitasi kembali menjadi sorotan publik.

    Keputusan tersebut membuka diskusi lebih luas mengenai kewenangan presiden dalam memberikan pemulihan atau pengampunan hukum. Selain rehabilitasi, publik juga kerap mendengar istilah grasi, amnesti, dan abolisi. Keempat instrumen ini sama-sama berada dalam kewenangan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, namun memiliki fungsi dan dasar hukum yang berbeda.

    Lalu, apa perbedaan keempatnya? Simak penjelasan berikut.
    Rehabilitasi
    Rehabilitasi merupakan pemulihan hak, kedudukan, harkat, dan martabat seseorang yang dirugikan akibat proses hukum. Rehabilitasi tidak menghapus pidana, tetapi mengembalikan nama baik individu yang dinilai mengalami ketidakadilan.

    Dasar hukum rehabilitasi terdapat dalam Pasal 1 angka 23 KUHAP yang mendefinisikan rehabilitasi sebagai pemulihan martabat seseorang, serta Pasal 95 ayat (1) KUHAP yang memberikan hak rehabilitasi bagi mereka yang ditangkap, ditahan, atau dituntut tanpa alasan sah. Kewenangan Presiden untuk memberikan rehabilitasi diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945, yang menetapkan bahwa Presiden berhak memulihkan status hukum seseorang melalui keputusan presiden.
    Grasi

    Grasi adalah pengampunan yang diberikan Presiden kepada terpidana yang telah dijatuhi putusan hukum tetap. Bentuknya dapat berupa pengurangan hukuman, perubahan jenis hukuman, atau penghapusan sebagian pidana.

    Kewenangan Presiden memberi grasi tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945. Aturan teknis mengenai tata cara pengajuan dan bentuk pemberian grasi dijelaskan dalam UU No. 22 Tahun 2002, yang kemudian diperbarui melalui UU No. 5 Tahun 2010.
     

     

    Amnesti

    Amnesti merupakan pengampunan menyeluruh yang menghapus status pidana seseorang, terutama pada kasus yang memiliki dimensi politik atau kepentingan negara. Setelah menerima amnesti, catatan pidana seseorang dianggap tidak lagi berlaku.

    Dasarnya terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yaitu Presiden dapat memberi amnesti dengan pertimbangan DPR. Ketentuan pelaksanaannya tertuang dalam UU No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
    Abolisi

    Abolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang sebelum perkara diputus pengadilan. Abolisi diberikan ketika perkara dinilai layak dihentikan demi kepentingan umum atau pertimbangan tertentu.

    Kewenangannya juga bersumber dari Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yang mengatur bahwa Presiden dapat memberikan abolisi dengan pertimbangan DPR. Mekanisme hukum terkait abolisi dijelaskan lebih lanjut dalam UU No. 11 Tahun 1954.

    Keempat instrumen di atas menunjukkan adanya mekanisme koreksi, pemulihan, dan pengampunan dalam sistem hukum Indonesia sesuai pertimbangan Presiden dan ketentuan perundang-undangan.

    (Sheva Asyraful Fali)

    Jakarta: Pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada eks direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi cs membuat istilah rehabilitasi kembali menjadi sorotan publik.
     
    Keputusan tersebut membuka diskusi lebih luas mengenai kewenangan presiden dalam memberikan pemulihan atau pengampunan hukum. Selain rehabilitasi, publik juga kerap mendengar istilah grasi, amnesti, dan abolisi. Keempat instrumen ini sama-sama berada dalam kewenangan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, namun memiliki fungsi dan dasar hukum yang berbeda.
     
    Lalu, apa perbedaan keempatnya? Simak penjelasan berikut.
    Rehabilitasi
    Rehabilitasi merupakan pemulihan hak, kedudukan, harkat, dan martabat seseorang yang dirugikan akibat proses hukum. Rehabilitasi tidak menghapus pidana, tetapi mengembalikan nama baik individu yang dinilai mengalami ketidakadilan.

    Dasar hukum rehabilitasi terdapat dalam Pasal 1 angka 23 KUHAP yang mendefinisikan rehabilitasi sebagai pemulihan martabat seseorang, serta Pasal 95 ayat (1) KUHAP yang memberikan hak rehabilitasi bagi mereka yang ditangkap, ditahan, atau dituntut tanpa alasan sah. Kewenangan Presiden untuk memberikan rehabilitasi diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945, yang menetapkan bahwa Presiden berhak memulihkan status hukum seseorang melalui keputusan presiden.

    Grasi

    Grasi adalah pengampunan yang diberikan Presiden kepada terpidana yang telah dijatuhi putusan hukum tetap. Bentuknya dapat berupa pengurangan hukuman, perubahan jenis hukuman, atau penghapusan sebagian pidana.
     
    Kewenangan Presiden memberi grasi tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945. Aturan teknis mengenai tata cara pengajuan dan bentuk pemberian grasi dijelaskan dalam UU No. 22 Tahun 2002, yang kemudian diperbarui melalui UU No. 5 Tahun 2010.
     

     

    Amnesti

    Amnesti merupakan pengampunan menyeluruh yang menghapus status pidana seseorang, terutama pada kasus yang memiliki dimensi politik atau kepentingan negara. Setelah menerima amnesti, catatan pidana seseorang dianggap tidak lagi berlaku.
     
    Dasarnya terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yaitu Presiden dapat memberi amnesti dengan pertimbangan DPR. Ketentuan pelaksanaannya tertuang dalam UU No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
    Abolisi

    Abolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang sebelum perkara diputus pengadilan. Abolisi diberikan ketika perkara dinilai layak dihentikan demi kepentingan umum atau pertimbangan tertentu.
     
    Kewenangannya juga bersumber dari Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yang mengatur bahwa Presiden dapat memberikan abolisi dengan pertimbangan DPR. Mekanisme hukum terkait abolisi dijelaskan lebih lanjut dalam UU No. 11 Tahun 1954.
     
    Keempat instrumen di atas menunjukkan adanya mekanisme koreksi, pemulihan, dan pengampunan dalam sistem hukum Indonesia sesuai pertimbangan Presiden dan ketentuan perundang-undangan.
     
    (Sheva Asyraful Fali)

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (RUL)

  • Menhan Sjafrie Ungkap Arahan Prabowo Usai Dipanggil Rapat di Hambalang

    Menhan Sjafrie Ungkap Arahan Prabowo Usai Dipanggil Rapat di Hambalang

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan terdapat pertemuan belum lama ini dengan Presiden Prabowo Subianto terkait penertiban kawasan hutan dan praktik tambang ilegal.

    Hal tersebut disampaikan Sjafrie melalui unggahan di akun Instagram resminya, @sjafrie.sjamsoeddin, yang dikutip Rabu (26/11/2025).

    Dalam unggahan itu, Sjafrie menjelaskan bahwa pertemuan yang berlangsung pada Minggu (23/11/2025) tersebut membahas hasil kerja serta rencana tindak lanjut Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan dan penindakan terhadap aktivitas pertambangan ilegal.

    “Pertemuan bersama Presiden Prabowo membahas hasil kerja dan rencana tindak lanjut Satgas Penertiban Kawasan Hutan dan penertiban tambang ilegal, termasuk konsekuensi hukum atas berbagai pelanggaran yang merugikan negara dan rakyat,” tulisnya dalam akun tersebut.

    Sjafrie menyebut Presiden Ke-8 RI itu pun kembali menegaskan amanat konstitusi terkait pengelolaan sumber daya alam.

    “Presiden menegaskan kembali amanat Pasal 33 UUD 1945: ‘Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.’ Tidak boleh ada ruang bagi praktik ilegal yang merusak lingkungan, merampas hak negara, dan menghambat pembangunan nasional,” tegasnya.

    Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa Kementerian Pertahanan bersama kementerian dan lembaga terkait berkomitmen menjalankan penegakan hukum secara konsisten.

    “Saya bersama Kementerian dan Lembaga terkait memastikan seluruh langkah penegakan hukum berjalan terpadu, terukur, dan berkelanjutan. Negara hadir, negara menertibkan, dan negara memastikan setiap jengkal kekayaan alam kembali untuk rakyat Indonesia,” ujar Sjafrie.

    Sekadar informasi, Presiden Prabowo Subianto memanggil sejumlah anggota Kabinet Merah Putih ke kediaman pribadinya di Hambalang, Bogor, pada Minggu (23/11/2025). Pertemuan yang berlangsung pada libur akhir pekan ini berlangsung sejak siang hingga malam dan membahas agenda strategis di bidang kehutanan serta pertambangan.

    Hadir dalam pertemuan tersebut yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Jaksa Agung ST. Burhanuddin, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, dan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.

  • Jimly Ungkap Gagasan Reset Indonesia untuk Evaluasi Reformasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 November 2025

    Jimly Ungkap Gagasan Reset Indonesia untuk Evaluasi Reformasi Nasional 26 November 2025

    Jimly Ungkap Gagasan Reset Indonesia untuk Evaluasi Reformasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqqie mengungkap gagasan mereset Indonesia dalam pertemuan dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) sekligus Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan.

    Jimly menyebutkan, gagasan itu muncul karena ia menilai arah ketatanegaraan dan penegakan hukum di Indonesia harus dievaluasi secara menyeluruh setelah lebih dari dua dekade reformasi bergulir.
    “Alhamdulillah ketemu pimpinan PAN, maka kami diskusikan mengenai pentingnya Indonesia ini kalau bahasa anak muda, direset. Sesudah 28 tahun sejak ’98 ya kan, reformasi, ini perlu dievaluasi ulang menyeluruh,” kata Jimly seusai pertemuan di rumah dinas Zulhas, Jalan Widya Chandra, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
    Jimly menuturkan, evaluasi mencakup struktur parlemen, kekuasaan kehakiman, birokrasi pemerintahan, hingga seluruh aparatur penegak hukum.
    “Bagaimana (evaluasi) tentang struktur parlemennya, bagaimana kekuasaan kehakimannya, kok keadilan kok kayaknya makin menjauh dari rakyat kecil, ya kan. Begitu juga birokrasi pemerintahan,” ungkap Jimly.
    Ia menyoroti bahwa keadilan kini terasa semakin jauh dari rakyat kecil, sementara lembaga penegak hukum justru menghadapi berbagai persoalan serius.
    “Kasus-kasus (penegak hukum) tuh banyak sekali. Artinya semua lembaga penegak hukum kita sedang bermasalah sekarang,” imbuh dia.
    Jimly juga menyinggung maraknya organisasi advokat meski undang-undang mengatur hanya satu organisasi.
    Ia menilai kondisi tersebut membuat penyelesaian persoalan penegakan hukum semakin rumit.
    Jimly menilai ledakan kemarahan publik terhadap institusi negara yang terjadi pada Agustus lalu menjadi menjadi bukti bahwa saluran aspirasi rakyat sedang tersumbat.
    Jimly pun berpandangan, bukan hanya Polri yang harus dibenahi, melainkan seluruh struktur ketatanegaraan, termasuk MPR, DPR, DPD, DPRD, hingga lembaga perwakilan daerah seperti MRP di Papua dan DPRA di Aceh.
    Jimly mengatakan terdapat dua pekerjaan besar yang kini berjalan bersamaan, yakni percepatan
    reformasi Polri
    melalui komisi yang dibentuk Presiden, serta agenda perubahan kelima UUD 1945.
    “Nah, maka kita harus menata kembali sistem ketatanegaraan mulai dengan perubahan kelima ini. Gitu lho. Tapi mulai dulu dengan polisi,” pungkasnya.
    Pertemuan Jimly dan Zulhas juga dihadiri oleh Wakil Ketua Umum PAN sekaligus Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto, Waketum PAN sekaligus Wamen Transmigrasi Viva Yoga Mauladi, dan anggota DPR fraksi PAN Desy Ratnasari serta Ketua DPP PAN sekaligus Menteri Perdagangan Budi Santoso.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Apa Itu Rehabilitasi, Diberikan Prabowo ke Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi

    Apa Itu Rehabilitasi, Diberikan Prabowo ke Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto resmi meneken surat rehabilitasi bagi tiga terdakwa kasus korupsi terkait akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry. 

    Tiga terdakwa tersebut, yakni eks Dirut ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan eks Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi.

    Rehabilitasi dari Prabowo diumumkan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Istana, Selasa (25/11/2025). 

    “Alhamdulillah pada hari ini Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap 3 nama tersebut,” kata Dasco dalam konferensi pers di Istana, Selasa (25/11/2025).

    Di samping itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemberian rehabilitasi terhadap tiga mantan pejabat PT ASDP Indonesia Ferry pada dasarnya setara dengan pembebasan.

    “Kira-kira begitulah [pembebasan], oke,” tutur Prasetyo.

    Lantas, apa itu rehabilitasi?

    Definisi Rehabilitasi 

    Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UUD 1945, pemberian rehabilitasi merupakan kewenangan presiden dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

    “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung,” bunyi Pasal 14.

    Kemudian, penjelasan rehabilitasi secara eksplisit tertera dalam Pasal 1 (23) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

    Dalam beleid itu, rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang.

    Selain diadili tanpa alasan, rehabilitasi juga merupakan hak pemulihan karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

    Adapun, pada Pasal 95 ayat (1) KUHAP mengatur soal hak penerima rehabilitasi. Dalam hal ini, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

  • MPR: Segera atasi ketimpangan gender dalam kehidupan bernegara 

    MPR: Segera atasi ketimpangan gender dalam kehidupan bernegara 

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong agar ketimpangan gender dalam kehidupan bernegara segara diatasi dan menekankan pentingnya upaya bersama untuk memastikan partisipasi perempuan lebih bermakna dalam kehidupan bernegara.

    “Dinamika dalam mewujudkan sistem yang tepat dalam kehidupan bernegara kita masih diwarnai dengan munculnya fragmentasi politik dan ketimpangan representasi gender yang hingga hari ini belum bisa kita atasi,” kata Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Hal itu disampaikan Lestari Moerdijat secara daring dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di hadapan para pengurus dan anggota Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) di Gedung Nusantara IV, Kompleks DPR RI/MPR RI/DPD RI Senayan, Jakarta.

    Hadir pada kesempatan itu para pengurus KPPI antara lain Kanti W. Janis, Rahayu Saraswati, Saniatul Lativa, Irma Suryani Chaniago, Hindun Anisah, dan para tokoh perempuan dari sejumlah partai politik.

    Menurut Lestari, sistem demokrasi Indonesia saat ini sedang kelelahan dan mencari nafas baru agar mampu berjalan sesuai amanat konstitusi.

    Sejatinya, kata Rerie, sapaan akrab Lestari, UUD 1945 sudah memberi fondasi yang tegas bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan setiap warga negara memiliki hak yang sama. Sehingga negara berkewajiban menghadirkan kesetaraan dan keadilan gender bagi rakyatnya.

    Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana negara bisa hadir dan memastikan amanat konstitusi itu bisa diwujudkan.

    Menurut Rerie, pelaksanaan demokrasi harus direalisasikan secara utuh, sehingga pemilihan umum dan partai politik itu harus dilihat sebagai instrumen untuk mencapai keadilan sosial, termasuk di dalamnya keadilan gender.

    Rerie mengatakan hingga saat ini masih terjadi ketimpangan dalam regulasi terkait pemilu dan partai politik yang ada.

    Menurutnya, peraturan yang mewajibkan 30 persen kuota perempuan pada lembaga legislatif masih jauh dari target yang diharapkan.

    Selain itu, tegas dia, struktur partai politik yang mayoritas masih maskulin, hirarkis, kurang inklusif, rekrutmen perempuan yang masih sporadis dan tidak transparan, masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

    Oleh karena itu, Rerie mendorong agar semua pihak, termasuk para anggota KPPI, mampu berperan aktif dalam upaya reformasi regulasi pemilu dan partai politik yang bukan sekadar teknis hukum, tetapi juga harus kembali berpijak pada amanah konstitusi dan nilai-nilai demokrasi Pancasila.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Otorita Jamin Tak Ada Investor IKN Kabur Usai HGU 190 Tahun Dibatalkan

    Otorita Jamin Tak Ada Investor IKN Kabur Usai HGU 190 Tahun Dibatalkan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Basuki Hadimuljono, menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait mekanisme Hak Atas Tanah (HAT) yang membatalkan skema (Hak Guna Usaha (HGU) 190 tahun di IKN sama sekali tidak menggoyahkan minat investor.

    Basuki menjelaskan, kekhawatiran investor disebut telah terakomodir lewat terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 yang mengatur lebih lanjut tentang keberlanjutan pengembangan IKN di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Jadi [dengan kepastian tersebut] Insya Allah dan Alhamdulillah sampai sekarang belum ada komplain dari investor pada kami,” kata Basuki di Kompleks Parlemen RI, Selasa (25/11/2025).

    Sejalan dengan hal itu, Basuki juga menegaskan perubahan skema pemberian hak menjadi bertahap ini dinilai sebagai penyesuaian regulasi yang tidak berdampak fundamental pada rencana bisnis investor.

    Untuk diketahui, daya tarik Ibu Kota Negara (IKN) menjadi sorotan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Hak Atas Tanah (HAT) 190 tahun. MK memutuskan batas waktu penggunaan HAT dalam UU No.3/2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) bertentangan dengan UUD 1945. 

    Sebelumnya, UU IKN mengatur pemberian Hak Atas Tanah kepada investor sebanyak dua kali siklus dengan total mencapai 190 tahun. UU itu kemudian dibatalkan karena MK menilai ketentuan Pasal 16A UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai batas waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak.

    Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan amar Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024 menyampaikan ketentuan yang dinilai bertentangan dengan konstitusi. 

    Pasalnya, dalam UU Nomor 3/2022 tentang IKN pemerintah akan memberikan HAT dalam bentuk hak guna usaha, diberikan hak, paling lama 35 tahun, perpanjangan hak paling lama 25 tahun, dan pembaruan hak paling lama 35 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi dan dapat diperpanjang lagi selama dua kali siklus.

    Suhartoyo juga membacakan dua amar serupa untuk HGB (Hak Guna Bangunan) dan HP (Hak Pengelolaan), masing-masing dengan jangka waktu maksimal 30 tahun untuk pemberian, 20 tahun untuk perpanjangan, dan 30 tahun untuk pembaruan. Dia kemudian menegaskan aturan tersebut turut bertentangan dengan konstitusi.

  • Gelar Ratas di Hambalang, Prabowo Soroti Penanganan Kawasan Tambang Ilegal

    Gelar Ratas di Hambalang, Prabowo Soroti Penanganan Kawasan Tambang Ilegal

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas di kediamannya, Minggu (23/11/2025), memfokuskan pembahasan pada penanganan kawasan-kawasan ilegal yang selama ini sulit dijangkau aparat.

    Dalam pertemuan di kawasan Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Presiden menekankan perlunya langkah terpadu lintas lembaga untuk memastikan penegakan hukum dapat dilakukan secara efektif di wilayah-wilayah rawan tersebut.

    “Presiden Prabowo menegaskan komitmennya untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945 bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dikutip dari Antara, Senin (24/11/2025).

    Dia mengatakan bahwa pertemuan yang berlangsung pada libur akhir pekan ini berlangsung sejak siang hingga malam dan membahas agenda strategis di bidang kehutanan serta pertambangan.

    Teddy menyampaikan bahwa pertemuan membahas hasil kerja dan rencana tindak lanjut Satgas Penertiban Kawasan Hutan, penertiban kawasan pertambangan, serta konsekuensi hukum atas berbagai pelanggaran dan aktivitas ilegal di kedua sektor tersebut.

    Rapat terbatas itu dihadiri sejumlah anggota Kabinet Merah Putih, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, dan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.

  • Prabowo Panggil Menhan hingga Kapolri ke Hambalang Bahas Tambang Ilegal

    Prabowo Panggil Menhan hingga Kapolri ke Hambalang Bahas Tambang Ilegal

    Prabowo Panggil Menhan hingga Kapolri ke Hambalang Bahas Tambang Ilegal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI Prabowo Subianto memanggil sejumlah anggota Kabinet Merah Putih ke kediaman pribadinya di Hambalang, Bogor, pada Minggu (23/11/2025).
    Sekretaris Kabinet Letkol Teddy Indra Wijaya membeberkan bahwa pertemuan itu berlangsung sejak siang hingga malam.
    Menurut Teddy, Prabowo dan para menteri membahas mengenai aktivitas
    tambang ilegal
    .
    “Hasil kerja dan rencana tindak lanjut Satgas Penertiban Kawasan Hutan, penertiban kawasan pertambangan, konsekuensi hukum atas pelanggaran serta aktivitas ilegal di sektor kehutanan dan pertambangan, dan penanganan sejumlah kawasan ilegal yang sebelumnya sulit dijangkau oleh aparat,” ujar Teddy dalam akun Sekretariat Kabinet, Minggu malam.
    Teddy menyampaikan bahwa dalam pertemuan tersebut, Prabowo menegaskan komitmennya untuk menjalankan amanat
    Pasal 33 UUD 1945
    .
    Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah menteri, mulai dari menteri bidang ekonomi hingga menteri bidang pertahanan.
    Ada pula kepala penegak hukum dan militer yang turut hadir. 
    Mereka yang hadir adalah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kepala BPKP Yusuf Ateh, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saatnya ekonomi daerah bertransaksi dan terhubung

    Saatnya ekonomi daerah bertransaksi dan terhubung

    Jakarta (ANTARA) – Pemotongan transfer ke daerah (TKD) menjadi sinyal keras bahwa ketergantungan pada anggaran pusat tidak bisa lagi menjadi pola pembangunan abadi.

    Pemerintah kabupaten pun dihadapkan pada ujian kemandirian untuk senantiasa mencari cara membangun ekonomi lokal, ketika mesin fiskal mereka tersendat.

    Dalam situasi seperti ini, pertanyaan yang seharusnya menggema, bukan lagi “berapa anggaran tahun ini?”, melainkan “apa yang bisa dihasilkan dan pasarkan untuk rakyat?”

    Peluncuran arah baru Apkasi Otonomi Expo (AOE) 2026 di ICE BSD, Jumat, 21 November 2025, menjadi penegas bahwa strategi ekonomi daerah sedang bergeser dari seremoni ke transaksi, dari pameran ke pasar, dari slogan ke implementasi.

    Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Sarman Simanjorang menyampaikan pesan yang sudah lama seharusnya menjadi kesadaran bersama, yaitu mandat Pasal 33 UUD 1945 tentang sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang semestinya bukan sekadar kutipan dalam pidato.

    Konsep itu harus diterjemahkan menjadi keberanian daerah dalam memperjuangkan produk unggulan mereka, hingga benar-benar bernilai di pasar. “Meski kondisi fiskal sebagian besar daerah tidak baik-baik saja, peningkatan daya saing daerah tidak boleh terhenti,” katanya.

    Jika tidak bergerak kini, pemotongan anggaran, bukan hanya menyempitkan ruang kebijakan, tetapi juga mempersempit masa depan warga.

    Narasi baru ini sejalan dengan seruan Presiden Prabowo Subianto pada AOE 2025, yang meminta kepala daerah pantang mundur dari upaya memperkuat ekonomi lokal.

    Pertumbuhan yang hanya di atas kertas, tidak akan menyelamatkan petani dari harga tebas murah, nelayan dari mata rantai panjang, atau UMKM dari pasar yang tak memberi akses.

    Membangun ekonomi daerah berarti memastikan rakyat menjadi penerima manfaat pertama, bukan penonton. Di titik inilah forum perdagangan antardaerah menjadi gagasan paling progresif dari AOE 2026.

    Project Manager AOE 2026 Syaifuddin Chaidir memaparkan bahwa forum ini dirancang untuk mempertemukan sisi pasokan dan permintaan antardaerah.

    Bukan konsep megah, justru sederhana, ketika satu wilayah kelebihan hasil pertanian, wilayah lain membutuhkannya, lantas mengapa impor tetap dibiarkan mendominasi? Pertanyaan ini seharusnya menggugah nurani kebijakan.

    Indonesia, sering tampak sebagai negara yang sibuk menjangkau pasar global, namun abai pada potensi pasar domestiknya sendiri. Ironis, ketika komoditas yang melimpah di satu kabupaten, justru masuk ke kabupaten lain lewat jalur impor.

    Ketimpangan informasi, buruknya konektivitas dagang, dan absennya sinergi antardaerah membuat peluang ekonomi terbuang sia-sia.

    Jika forum ini berhasil bekerja sebagai clearing house nasional untuk rantai pasok, maka ini bisa menjadi koreksi struktural paling nyata terhadap wajah ekonomi daerah di tanah air.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Jimly Asshiddiqie Berikan Buku soal Amandemen UUD 1945 ke Megawati

    Jimly Asshiddiqie Berikan Buku soal Amandemen UUD 1945 ke Megawati

    Jimly Asshiddiqie Berikan Buku soal Amandemen UUD 1945 ke Megawati
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie memberikan buku kepada Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Megawati Soekarnoputri, di Jakarta, Jumat (21/11/2025).
    Buku berjudul
    Menuju Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945
    tersebut ditulis pribadi oleh Jimly.
    Menurut Jilmy, buku itu diberikan agar
    Megawati
    bisa menjadikannya bahan bacaan dan pemikiran dalam rangka penataan kembali sistem ketatanegaraan melalui Perubahan Kelima Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) 1945.
    “Jadi maksudnya setelah reformasi Polri, kita benahi yang lain-lain, termasuk perubahan UUD NRI. Nanti materinya biar kami diskusikan,” kata Jimly dalam keterangan video, dikutip dari
    Antaranews
    .
    Selain memberikan buku yang baru terbit perdana dari percetakan tersebut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut mengaku mengunjungi Megawati di kediamannya guna bertukar pikiran terkait permasalahan bangsa.
    Silaturahim dilakukan Jimly dengan ditemani oleh salah satu anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, yakni Mahfud MD.
    Setelah menyerahkan buku, Jimly pun bergurau dengan Megawati mengenai kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
    “Banyak itu (yang harus dibenahi),” ujarnya.
    Merespons gurauan tersebut, Megawati mengaku sudah pernah meminta peningkatan kembali kedudukan MPR pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2016.
    Diketahui, MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebelum amandemen
    UUD 1945
    periode 1999-2002.
    Setelah amandemen, MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara melainkan menjadi lembaga negara yang sederajat dengan lembaga lainnya karena kedaulatan rakyat kini dilaksanakan menurut undang-undang dasar, tidak sepenuhnya oleh MPR.
    “Nah, tapi saya bilangnya hanya satu kali, menaikkan MPR, tapi yang protes
    sopo
    , abang brewok. Katanya kotak pandora, kotak pandora
    opo
    ?” ujar Megawati dalam kesempatan tersebut.
    Sebelumnya, Ketua MPR RI Ahmad Muzani memastikan bahwa MPR RI tak menutup diri terhadap pandangan dan masukan dari masyarakat, termasuk tak mengunci rapat-rapat kemungkinan amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945.
    Dia menyadari bahwa ada pandangan-pandangan dari sebagian masyarakat yang menghendaki adanya amandemen terhadap konstitusi negara, dan juga ada yang berpendapat sebaliknya.
    “Mengunci rapat-rapat terhadap pikiran amandemen Undang-Undang Dasar 45 adalah menutup rapat-rapat adanya ide-ide cemerlang tentang masa depan bangsa dan konstitusi negara,” kata Muzani dalam acara Gathering Media MPR RI di Bandung, Jawa Barat pada 24 Oktober 2025.
    Namun, menurut dia, MPR RI juga tidak akan serta-merta mempermudah bergulirnya pembahasan amandemen tersebut.
    Dia mengatakan, UUD 1945 adalah konstitusi negara yang harus dipikirkan secara cermat dan matang.
    “Kami mengerti di masyarakat adanya yang berpikir juga cukup amandemen sampai di sini,” ujar Muzani.
    Diketahui, UUD 1945 sudah empat kali mengalami perubahan atau amandemen.
    Berdasarkan pemberitaan
    Kompas.com
    , amandemen pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR 1999 yang berlangsung sejak 14 Oktober hingga 21 Oktober 1999.
    Pada perubahan pertama tersebut, kekuasaan presiden dibatasi karena dianggap terlalu berlebihan.
    Amandemen kedua UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2000, yang berlangsung antara 7 Agustus hingga 18 Agustus 2000.
    Sejumlah aturan ditambahkan melalui amandemen kedua. Antara lain terkait wewenang dan posisi pemerintah daerah, peran dan fungsi DPR, serta penambahan mengenai hak asasi manusia.
    Amandemen ketiga dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2001, yang berlangsung sejak 1 November hingga 9 November 2001.
    Dalam amandemen ketiga ada beberapa pasal dan bab mengenai Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Pemakzulan, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman.
    Amandemen keempat UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2002, yang berlangsung antara 1 Agustus hingga 11 Agustus 2002.
    Pada amandemen keempat ini difokuskan untuk menyempurnakan penyesuaian dalam perubahan-perubahan sebelumnya, termasuk penghapusan atau penambahan pasal atau bab.
    (Sumber: Verelladevanka Adryamarthanino/Penulis; Widya Lestari Ningsih/Editor)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.