Negara dan Pemimpin: Menjaga Batas dalam Demokrasi
Sekertaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI)
STEVEN
Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam bukunya
How Democracies Die
(2018) menunjukkan bahwa demokrasi modern tidak runtuh secara dramatis melalui kudeta atau pembubaran paksa lembaga negara.
Mereka mengingatkan bahwa demokrasi justru sering melemah dari dalam: secara perlahan, legal, dan nyaris tak disadari.
Salah satunya, melalui
pemimpin
yang terpilih secara demokratis, tetapi kemudian mempersonalisasi
kekuasaan
.
Levitsky dan Ziblatt mengingatkan bahwa tanda-tandanya sering sangat halus: ketika kritik dianggap ancaman terhadap kemajuan negara, ketika hukum dibelokkan demi mendukung kepentingan kekuasaaan.
Bentuk lainnya, ketika program negara dipresentasikan sebagai komitmen pribadi penguasa. Ketika yang terakhir terjadi, batas antara pemimpin dan negara menjadi kabur.
Dalam literatur klasik, gejala ini dirangkum dalam ungkapan Louis XIV, “L’État, c’est moi”, “Negara adalah saya.”
Tentu Indonesia tidak sedang menuju monarki absolut. Namun, personalisasi kekuasaan dalam diri pemimpin relevan sebagai pengingat agar demokrasi Indonesia tidak mengalami kemunduran dan menjadi hancur.
Beberapa sinyal awal personalisasi kekuasaan tampak dalam bahasa yang dipakai Presiden Prabowo Subianto.
Beberapa kali, Prabowo menampilkan diri sebagai sosok dengan misi sejarah dan tanggung jawab yang sudah “ditakdirkan” untuk bangsa Indonesia.
Narasi bahwa 08 adalah julukannya selagi masih berdinas di Tentara, menjadi presiden ke 8 RI, memimpin HUT RI di dekade ke 8 menguatkan “takdirnya” sebagai pemimpin bangsa.
Narasi semacam ini sah-sah saja dan bukan persoalan pada dirinya. Namun, dalam teori politik ia dapat menjadi fondasi munculnya
fusion of leader and state
.
Secara subtil, legitimasi negara melekat pada pribadi pemimpin. Pada titik ini, bisa terjadi personalisasi kekuasaan presiden.
Padahal, Negara demokrasi seharusnya dibangun oleh
rule of law
dan institusi bukan berpusat kepada persona pemimpinnya.
Dalam konteks inilah pernyataan Presiden Prabowo bahwa dirinya “bertanggung jawab atas utang proyek Whoosh” perlu dibaca secara cermat.
Walau dapat dimaknai sebagai tanggung jawab pemimpin, secara institusional utang negara adalah keputusan sistem anggaran. Ketika bahasa negara diucapkan dalam bentuk komitmen personal, batas antara pemimpin dan negara mulai berubah.
Fenomena personalisasi juga tampak dalam penggunaan bahasa yang bersifat populis dan hitam putih.
Dalam beberapa kesempatan, retorika yang digunakan memberi kesan pembelahan hitam-putih antara mereka yang dianggap ‘setia’ dan ‘tidak setia’.
Misalnya, saat Pidato di hari kelahiran Pancasila, Presiden Prabowo berkata: “Mereka-mereka yang tidak setia kepada negara akan kita singkirkan dengan tidak ragu-ragu, tanpa memandang bulu tanpa melihat keluarga siapa, partai mana, suku mana, yang tidak setia kepada negara,”(
Kompas
, 2 Juni 2025).
Personalisasi semakin terlihat dalam program-program ekonomi yang dalam persepsi publik dilekatkan pada figur presiden.
Salah satunya adalah makan bergizi gratis (MBG), inisiatif penguatan ekonomi rakyat yang secara formal berada dalam domain kementerian dan lembaga teknis.
Namun, karena presiden tampil langsung sebagai juru penjelas visi program tersebut, masyarakat kemudian melihatnya sebagai “program presiden”.
Dalam kacamata teori personalisasi kekuasaan, simbol dan visi kebijakan negara yang dilekatkan pada figur pemimpin mempercepat pengaburan batas antara institusi dan persona.
Fenomena lain terlihat pada penempatan sejumlah anggota tim sukses dan kampanye dalam jabatan negara.
Kompensasi politik memang lazim dalam demokrasi. Namun, ketika jabatan strategis diberikan terutama berdasarkan kedekatan personal, tata kelola negara menjadi kumpulan jejaring loyalis, bukan profesionalisme kelembagaan.
Literatur neo-patrimonialism melihat pola semacam ini sebagai tanda awal bahwa pejabat negara berfungsi lebih sebagai perpanjangan kehendak pemimpin dibanding sebagai bagian dari institusi yang otonom.
Risiko terbesar personalisasi kekuasaan terletak pada cara negara merespons kritik. Dalam demokrasi, kritik dipahami sebagai bagian dari perbaikan.
Namun, dalam sistem yang mempersonalisasi pemimpin, kritik terhadap kebijakan sering diperlakukan sebagai serangan terhadap negara.
Ini pola klasik yang diteropong dalam politik sebagai kemunduran demokrasi. Ketika pemimpin dan negara dianggap identik, perbedaan pendapat dan kontrol dalam demokrasi ditafsirkan penguasa sebagai ancaman dan musuh bangsa.
Kita mulai melihat pola ini dalam ruang publik: kritik dibalas dengan tudingan “anti-negara”, “antek asing”, “tidak sesuai dengan UUD 1945”, atau “musuh negara”.
Padahal, demokrasi memberi ruang pada kritik sebab kekuasaan yang tanpa kritik akan menghancurkan bangsa dan menyengsarakan rakyat.
Agar demokrasi tetap terpelihara dan tidak mengalami kemunduran, kita perlu menghindari personalisasi dan pemusatan kuasa pada presiden. Caranya, dengan melihat negara sebagai entitas yang lebih besar dari pemimpin.
Presiden memang pemimpin negara. Namun, program strategis negara tidak boleh dilekatkan pada figur presiden.
Dalam demokrasi, kebijakan publik lahir dari kerja kolektif lembaga negara. Ketika program dibingkai sebagai “program presiden”, kita sedang mengaburkan fakta bahwa pemimpin secara kolektif dan berdasarkan aturan adalah penyelenggara negara, bukan pemilik negara.
Menjaga batas ini berarti memastikan keberhasilan dan kegagalan negara tetap menjadi keberhasilan dan kegagalan institusi demokrasi, bukan pribadi.
Selain itu, negara perlu dikelola oleh pribadi-pribadi yang punya kapasitas, rekam jejak, integritas, bukan kedekatan dan loyalitas personal.
Negara membutuhkan birokrasi yang kuat, bukan kumpulan loyalis yang cenderung bekerja berdasarkan subyektifitas dan kedekatan.
Dari sisi pemimpin, sulit baginya bersikap tegas dan disiplin jika orang dekatnya tidak punya kapasitas dan integritas dalam membangun negara. Rakyat dan pemerintah mestinya belajar dari masa lalu tentang bagaimana KKN merusak negara.
Terakhir, bangsa ini perlu menghidupi budaya demokrasi yang menjamin terjadinya kontrol terhadap kekuasaan.
Kritik terhadap kebijakan harus dipahami sebagai kontribusi, bukan ancaman, apalagi dilihat sebagai musuh negara.
Kritik konstruktif sejatinya bentuk paling jujur dari kesetiaan rakyat kepada republik. Loyalitas bukan berarti membenarkan semua keputusan pemimpin, tetapi menjaga agar kekuasaan berjalan sesuai dengan mandat konstitusi.
Pemimpin selalu berganti, tetapi visi bangsa sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 harus menjadi kompas berbangsa.
Demokrasi yang dewasa adalah demokrasi yang tahu kapan mengagumi pemimpin dan kapan harus mengingatkan bahwa negara bukanlah dirinya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Produk: UUD 1945
-
/data/photo/2018/06/24/3415437599.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Negara dan Pemimpin: Menjaga Batas dalam Demokrasi Nasional 5 Desember 2025
-

Diskon Pajak 200% Investor IKN, Jadi ‘Ganti Rugi’ Pemangkasan HGU?
Bisnis.com, JAKARTA – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) resmi mengumumkan pemberian insentif fiskal besar berupa super tax deduction hingga 200% bagi investor yang berkontribusi dalam pembangunan fasilitas umum di Ibu Kota Nusantara.
Direktur Pendanaan OIKN, Insyafiah, menjelaskan bahwa insentif tersebut dirancang untuk memberikan pengurangan pajak yang sangat signifikan sekaligus mendorong partisipasi sektor swasta dalam percepatan pembangunan IKN.
“Skema Sumbangan Strategis ini memberikan pengurangan penghasilan bruto hingga 200%,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (4/12/2025).
Insyafiah menambahkan bahwa kontribusi investor tidak hanya mengurangi beban pajak perusahaan, tetapi juga meningkatkan pendapatan setelah pajak (income after tax). Aturan ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 28 Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di IKN.
Selain manfaat fiskal, perusahaan juga memperoleh nilai tambah non-ekonomi. Fasilitas umum yang dibangun, seperti ruang terbuka hijau, halte, hingga destinasi wisata dimana dapat mencantumkan identitas perusahaan sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi nyata mereka terhadap masyarakat dan lingkungan IKN.
Dari sisi pemerintah pusat, kebijakan ini juga diharapkan menciptakan efek berantai bagi perekonomian nasional. Kepala Seksi Peraturan PPh Badan II Kementerian Keuangan, Dwi Setyobudi, menyebut bahwa insentif super tax deduction diharapkan mampu mempercepat arus investasi dan memperluas sektor usaha.
“Kami berharap fasilitas ini dapat memacu pertumbuhan investasi serta menciptakan iklim bisnis yang lebih kondusif bagi investor di Indonesia,” ujarnya.
Pengajuan fasilitas ini dilakukan melalui sistem OSS (Online Single Submission), sebagaimana tertuang dalam Pasal 114 PMK No. 28 Tahun 2024.
Pemangkasan HGU oleh MK: Latar yang Mengubah Hitungan Investor
Insentif pajak jumbo ini muncul di tengah perubahan besar terkait pemberian Hak Atas Tanah (HAT) di IKN. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk membatalkan ketentuan dalam UU No. 3 Tahun 2022 yang sebelumnya memungkinkan pemberian HGU hingga 190 tahun melalui dua siklus panjang.
Dalam aturan awal, investor dapat memperoleh HGU dengan durasi maksimal 35 tahun, diperpanjang 25 tahun, dan diperbarui 35 tahun, yang kemudian seluruh siklus tersebut dapat diperpanjang kembali. Namun MK menilai durasi superpanjang ini bertentangan dengan UUD 1945.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid memastikan bahwa putusan MK tersebut tidak menghambat investasi di IKN.
“Yang dikoreksi adalah durasi hak, bukan kepastian berusaha,” jelasnya, sembari menegaskan bahwa seluruh hak yang sudah diproses akan disesuaikan dengan ketentuan baru.
Nusron juga menilai putusan MK sejalan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pembangunan IKN yang adil, transparan, modern, dan berlandaskan konstitusi. Menurutnya, koreksi tersebut memperkuat kepastian hukum dan fungsi sosial tanah, terutama bagi masyarakat lokal di Penajam Paser Utara.
Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan amar Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024, menegaskan bahwa ketentuan pemberian hak atas tanah dalam Pasal 16A UU IKN tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak disesuaikan dengan batas waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak yang wajar. MK juga mengoreksi aturan serupa untuk HGB dan HPL.
Merespons keputusan tersebut, muncul kekhawatiran megaproyek IKN Nusantara akan kesulitan mendapatkan investasi. Namun, OIKN memastikan bahwa pembatalan durasi HAT hingga 190 tahun tidak akan menghambat pembangunan.
Juru Bicara OIKN, Troy Pantouw, menegaskan bahwa pihaknya sepenuhnya menghormati putusan MK dan siap berkoordinasi dengan ATR/BPN untuk penyelarasan aturan teknis.
Menurut Troy, proses pembangunan sarana dan prasarana dasar IKN tetap berjalan sesuai jadwal, termasuk target penyelesaian ekosistem yudikatif dan legislatif pada 2028 sebagaimana diatur dalam Perpres No. 79 Tahun 2025.
“OIKN bersama kementerian, lembaga, dan dunia usaha terus menyelesaikan berbagai pembangunan sarana dan prasarana,” ujarnya.
-
/data/photo/2025/12/02/692ebb122f8ee.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bertemu Prabowo, Ketua MPR RI Ungkap Sempat Bahas Amandemen UUD 1945 Nasional 2 Desember 2025
Bertemu Prabowo, Ketua MPR RI Ungkap Sempat Bahas Amandemen UUD 1945
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua MPR RI Ahmad Muzani mengungkap ia sempat membahas soal amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 saat bertemu Presiden RI Prabowo Subianto.
Muzani mengakui pembahasan soal amendemen
UUD 1945
itu hanya dibahas sebentar saat dirinya mendatangi
Istana Kepresidenan
, Jakarta, pada Selasa (2/12/2025).
“Sempat disinggung sebentar (amendemen UUD 1945). Tapi, harus ada pembahasan, harus ada persinggungan lagi sedikit,” ungkap Muzani, usai bertemu Prabowo.
Menurut Muzani, pembahasan soal amendemen UUD 1945 belum mendalam.
“Sempat disinggung, tapi belum, belum, belum mendalam,” ucap Muzani.
Keduanya sempat berdiskusi soal amendemen UUD 1945, namun Muzani enggan mengungkap rincian diskusinya.
Menurut Muzani, jajaran MPR RI akan melakukan pertemuan resmi dengan
Presiden Prabowo
untuk membahas lebih mendalam soal ini.
“Ya, nanti kan MPR akan bertemu langsung dengan beliau secara resmi. Ini kan baru minum teh sore,” kata dia.
Ia mengatakan, pertemuan masih menunggu jadwal dari kepala negara.
“Ya, sedang dicarikan waktunya karena Presiden padat sekali jadwalnya,” ungkap dia.
Sebagai informasi, UUD 1945 telah mengalami empat kali amendemen sejak disahkan.
Amandemen dilakukan pada kurun tahun 1999 hingga tahun 2000.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Ekosistem KopDes Merah Putih Butuh Dukungan Sekolah Digital
Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koperasi (Kemenkop) menyebut keberadaan sekolah digital koperasi dapat memperkuat ekosistem pada program Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih. Sekolah ini diinisiasi oleh Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW).
Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono menyebut langkah UKSW membangun sekolah digital koperasi merupakan terobosan untuk percepatan digitalisasi KopDes yang saat ini tengah menjadi prioritas pemerintah.
“Apa yang dicetuskan UKSW ini luar biasa dan sangat dibutuhkan untuk menyebarkan proses digitalisasi yang [akan] dilakukan di Koperasi Desa Merah Putih,” kata Ferry dalam keterangan tertulis, Selasa (2/12/2025).
Terlebih, Ferry menyebut kampus maupun akademisi memiliki peran untuk mendukung sejumlah program strategis nasional, termasuk KopDes/Kel Merah Putih, untuk memaksimalkan program pemerintah agar memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan taraf hidup masyarakat.
Namun, Ferry menilai digitalisasi juga harus berjalan beriringan dengan penguatan sektor riil koperasi. Menurutnya, digitalisasi tidak akan mampu melahirkan multiplier effect yang lebih besar bagi kesejahteraan anggota maupun masyarakat, tanpa kemajuan sektor riil.
“Sekarang eranya digital, tetapi jangan sampai digitalisasinya terlalu maju sementara sektor riilnya tidak berjalan. Aktivitas bisnis koperasi harus tumbuh seiring peningkatan proses digitalisasi,” ujarnya.
Ferry menyampaikan bahwa program KopDes/Kel Merah Putih merupakan amanat langsung Presiden Prabowo Subianto untuk mengembalikan orientasi ekonomi nasional ke Pasal 33 UUD 1945, yakni menjadi pilar utama ekonomi rakyat.
Di samping itu, Ferry menyatakan Kemenkop juga tengah melakukan reformasi kelembagaan pendidikan koperasi nasional agar Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) dapat melahirkan insan perkoperasian yang kompeten dan mampu mendorong kemajuan koperasi nasional.
“Kami sedang merombak Ikopin untuk dijadikan BLU [Badan Layanan Umum] Kemenkop, dan kami akan belajar dari UKSW bagaimana pendidikan koperasi bisa berkembang seperti di sini,” imbuhnya.
Sementara itu, Rektor UKSW Intiyas Utami menyatakan pihaknya berkomitmen untuk mendukung program strategis pemerintah, terutama KopDes/Kel Merah Putih. Menurutnya, kekuatan koperasi terletak pada konektivitas dan kolaborasi antarkoperasi, yang dapat dilakukan melalui dukungan teknologi.
Dia menuturkan pihaknya membuat sejumlah inisiatif dalam pengembangan digitalisasi koperasi, mulai dari sosialisasi, pembentukan klinik digitalisasi di NTT, hingga pengembangan aplikasi koperasi digital yang siap dipakai.
Aplikasi tersebut, sambung Intiyas, dirancang mendukung transaksi pembayaran, simpan pinjam, hingga potensi menjadi platform e-commerce koperasi.
-

Sekolah Digital Koperasi UKSW Perkuat Ekosistem Kopdes Merah Putih
Jakarta –
Menteri Koperasi (Menkop), Ferry Juliantono menyambut baik pendirian Sekolah Digital Koperasi yang diinisiasi oleh Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Inisiatif ini dianggap sebagai langkah strategis untuk mempercepat program digitalisasi koperasi yang tengah digencarkan oleh Kementerian Koperasi (Kemenkop).
Selain itu, keberadaan sekolah ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem Program Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih. Ferry menilai upaya UKSW dalam membangun sekolah digital koperasi merupakan terobosan penting bagi percepatan digitalisasi koperasi desa, yang kini menjadi salah satu prioritas nasional.
“Saya merespons positif sekaligus mendukung 100 persen sekolah koperasi digital UKSW. Apa yang dicetuskan UKSW ini luar biasa dan sangat dibutuhkan untuk menyebarkan proses digitalisasi yang (akan) dilakukan di Koperasi Desa Merah Putih,” ujar Ferry, dalam keterangan tertulis, Selasa (2/12/2025).
Ferry menegaskan dunia kampus/akademisi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendukung program-program strategis nasional seperti Kopdes/Kel Merah Putih. Melalui karya dan inovasi dari para civitas akademika dapat menjadi pijakan untuk memaksimalkan program pemerintah agar memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan taraf hidup masyarakat.
Ia menyebut kolaborasi pemerintah, akademisi, dan gerakan koperasi sebagai fondasi baru arah pembangunan ekonomi nasional. Sinergi yang erat antara pemerintah dan akademisi diharapkan akan menciptakan ekosistem yang baru terutama terkait dengan program pengembangan koperasi.
“Ini adalah bagian dari ekosistem yang harus kita bangun bersama antara dunia pendidikan, kementerian, dan gerakan koperasi,” tegasnya.
“Sekarang eranya digital, tapi jangan sampai digitalisasinya terlalu maju sementara sektor riilnya tidak berjalan. Aktivitas bisnis koperasi harus tumbuh seiring peningkatan proses digitalisasi,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Ferry juga memaparkan perkembangan kebijakan perkoperasian yang terus diperkuat pemerintah, termasuk perluasan ruang usaha koperasi di sektor-sektor strategis. Saat ini koperasi diizinkan pemerintah untuk mengelola tambang dan mineral sampai 2.500 hektare.
Selain itu, Kemenkop juga sedang melakukan reformasi kelembagaan pendidikan koperasi nasional. Hal ini diperlukan agar Ikopin dapat melahirkan insan perkoperasian yang kompeten dan mampu mendorong kemajuan koperasi nasional sehingga dapat menjadi soko guru perekonomian.
“Kami sedang merombak IKOPIN untuk dijadikan BLU Kemenkop, dan kami akan belajar dari UKSW bagaimana pendidikan koperasi bisa berkembang seperti di sini,” katanya.
Di hadapan sivitas akademika UKSW, Ferry menegaskan Program Kopdes/Kel Merah Putih adalah amanat langsung Presiden RI yang bertujuan mengembalikan orientasi ekonomi nasional ke Pasal 33 UUD 1945. Koperasi, katanya, harus kembali menjadi pilar utama ekonomi rakyat.
“Saya berterima kasih kepada UKSW. Ini inisiatif yang membuat saya kaget sekaligus bangga. Kita akan bangun ekosistem ekonomi baru dari desa untuk Indonesia yang lebih sejahtera,” katanya.
Sementara itu, Rektor UKSW Prof. Dr. Intiyas Utami menegaskan kampusnya memiliki komitmen kuat untuk mendukung program strategis pemerintah, terutama Kopdes/Kel Merah Putih. Menurutnya, kekuatan koperasi terletak pada konektivitas dan kolaborasi antar-koperasi.
Oleh karena itu, konektivitas dapat dilakukan melalui dukungan teknologi. Ia menjelaskan berbagai inisiatif UKSW dalam pengembangan digitalisasi koperasi, mulai dari sosialisasi, pembentukan klinik digitalisasi di NTT, hingga pengembangan aplikasi koperasi digital yang siap dipakai.
“Aplikasi tersebut dirancang mendukung transaksi pembayaran, simpan pinjam, hingga potensi menjadi platform e-commerce koperasi,” kata Intiyas.
Salah satu yang sedang dioptimalkan UKSW dalam mendukung penguatan ekosistem perkoperasian nasional adalah dengan pendirian sekolah digital koperasi.
“Dengan kolaborasi yang baik, kami optimis bisa bersama-sama menuju Indonesia jaya,” ucap Intiyas.
Di sisi lain, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, menilai program Kopdes/Kel Merah Putih merupakan solusi nyata bagi berbagai persoalan desa seperti kemiskinan, pengangguran, dan rendahnya kualitas pendidikan.
Ia menekankan perlunya penguatan SDM koperasi, terutama melalui dukungan akademisi dan kampus seperti UKSW. Menurutnya, pendampingan berbasis pengetahuan akan mempercepat profesionalisasi koperasi desa.
“Masalah di desa banyak sekali, sehingga program Kopdes/Kel Merah Putih menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah dari bawah. Mari kita bangun Indonesia mulai dari desa,” ujar Sumarno.
(akd/ega)




