Produk: UUD 1945

  • Fadli Zon Ingin Ajukan Dangdut sebagai Warisan Budaya

    Fadli Zon Ingin Ajukan Dangdut sebagai Warisan Budaya

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan keinginannya agar musik dangdut dapat didaftarkan sebagai warisan budaya takbenda kepada Unesco, lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berfokus pada pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

    “Mudah-mudahan ke depan kita bisa daftarkan ini sebagai warisan budaya takbenda ke Unesco,” ujar Fadli dalam keterangan resmi Kementerian Kebudayaan seperti dilansir dari Antara, Rabu (29/10/2025).

    Dia pun berharap dangdut bisa menciptakan wave atau gelombang yang dapat mendunia seperti halnya musik Korea. “Jangan hanya musik Korea saja yang kita nikmati, dunia juga harus menikmati dangdut kita. Setuju?” katanya.

    Menurutnya, dukungan pemerintah terhadap promosi dangdut sejalan dengan amanat konstitusi untuk memajukan kebudayaan nasional. Dia melanjutkan, musik dangdut bisa berkontribusi bagi peradaban dunia.

    “Karena sebagaimana amanat Pasal 32 ayat (1) UUD 1945, negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya,” jelasnya.

    Ia menambahkan, musik dangdut sebagai bagian dari budaya Indonesia memiliki peran penting untuk memperkaya khazanah budaya dunia. “Budaya kita, termasuk dangdut, harus berkontribusi bagi dunia,” ujar Fadli.

  • Purbaya dan Raja Juli Sepakat Kejar Setoran Pajak Sektor Kehutanan

    Purbaya dan Raja Juli Sepakat Kejar Setoran Pajak Sektor Kehutanan

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah terus berupaya memperkuat penerimaan negara dari berbagai sektor, termasuk sektor kehutanan. Untuk itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersama Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang penguatan pertukaran data digital guna meningkatkan setoran pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor kehutanan.

    Penandatanganan dilakukan di gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025) sore. Kesepakatan ini menjadi langkah strategis dalam mendorong integrasi data dan sistem digital lintas kementerian untuk menekan potensi kebocoran penerimaan negara.

    Purbaya menjelaskan bahwa salah satu fokus utama dalam kerja sama ini adalah penguatan Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara), yang nantinya akan terhubung langsung dengan data sektor kehutanan. Melalui sistem ini, perusahaan yang belum memenuhi kewajiban pajak atau PNBP dapat langsung terdeteksi dan otomatis diblokir aktivitas produksinya.

    “Ini adalah pertukaran data digital dan koordinasi yang lebih dekat antara kami dengan Kementerian Kehutanan. Nantinya, sistem SIMBARA akan dibuat lebih efektif dengan automatic block system. Jika ada perusahaan yang belum membayar, mereka tidak bisa berproduksi sebelum kewajibannya dipenuhi,” kata Purbaya.

    Ia menambahkan, potensi penerimaan negara dari optimalisasi pengawasan pembayaran pajak di sektor kehutanan sangat besar. Jika sistem berjalan maksimal, kontribusinya bisa mencapai ratusan triliun rupiah.

    Selain itu, Purbaya juga menyinggung penguatan pengawasan fiskal dan kerja sama lintas sektor, termasuk dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk mempercepat pengembangan pasar karbon yang selama ini belum optimal.

    Sementara itu, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa MoU ini merupakan implementasi dari amanat Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa kekayaan alam, termasuk hutan, harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

    “MoU ini sesuai perintah Presiden. Hutan adalah bagian dari kekayaan negara yang harus dimaksimalkan untuk rakyat. Dengan kerja sama ini, dua institusi akan bekerja lebih dekat dan kolaboratif agar potensi kekayaan negara tidak hilang,” ujar Raja Juli.

    Ia menambahkan, sistem digital dengan automatic block system akan memastikan perusahaan tidak dapat beroperasi bila masih memiliki tunggakan pajak atau PNBP. Izin baru pun tidak akan diterbitkan hingga seluruh kewajiban ke negara diselesaikan.

    “Selama ini belum maksimal, mudah-mudahan dengan kerja sama ini semua bisa lebih optimal, termasuk sektor karbon yang potensinya luar biasa. Kekayaan negara ini harus dikembalikan untuk rakyat,” pungkasnya.

  • Bupati Jombang Serahkan Penghargaan kepada 14 Pemuda Pelopor

    Bupati Jombang Serahkan Penghargaan kepada 14 Pemuda Pelopor

    Jombang (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Jombang menggelar Upacara Bendera memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-97 di Lapangan Pemkab Jombang dengan tema “Pemuda Pemudi Bergerak Indonesia Bersatu”, Selasa (28/10/2025).

    Upacara ini menjadi momentum penting untuk kembali membangkitkan semangat kepeloporan pemuda, baik di tingkat nasional maupun khususnya di Kabupaten Jombang.

    Bupati Jombang, Warsubi, yang bertindak sebagai Inspektur Upacara, membacakan pidato Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Erick Thohir. Dalam pidatonya, Menpora menekankan bahwa tugas pemuda saat ini bukan lagi mengangkat bambu runcing seperti yang dilakukan para pahlawan di masa lalu.

    “Saat ini, tugas pemuda adalah mengangkat ilmu, kerja keras, dan kejujuran,” ujarnya. Meskipun zaman telah berubah, semangat perjuangan tetaplah sama: Indonesia harus tetap berdiri tegak dan tidak boleh kalah.

    Menpora juga mengingatkan pentingnya peran pemuda dalam membangun Indonesia, dengan mengutip pesan dari Presiden Republik Indonesia. “Jangan takut bermimpi besar, jangan takut gagal. Kalian bukan pelengkap sejarah, kalian adalah penentu sejarah berikutnya,” ucapnya. Ini adalah pesan motivasi yang diharapkan dapat membangkitkan semangat juang dan optimisme pemuda di seluruh Indonesia.

    Pada kesempatan tersebut, Bupati Warsubi, mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga api perjuangan demi “Indonesia Raya yang kuat, adil, makmur, dan disegani dunia”. Pesan ini mengingatkan kita semua akan pentingnya kontribusi nyata pemuda untuk masa depan bangsa.

    Tidak hanya upacara bendera, momen yang tak kalah membanggakan terjadi usai upacara, ketika Bupati Jombang didampingi oleh jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) menyerahkan penghargaan kepada para pemenang Lomba Pemuda Pelopor Kabupaten Jombang Tahun 2025. Sebanyak 14 pemuda-pemudi berprestasi dari berbagai bidang diakui sebagai Pemuda Pelopor Kabupaten Jombang 2025.

    Penyerahan penghargaan ini menjadi simbol penghargaan atas kontribusi mereka dalam berbagai bidang, mulai dari teknologi, pangan, seni budaya, hingga pengelolaan lingkungan. Para pemuda ini membuktikan bahwa semangat Sumpah Pemuda masih hidup dalam aksi nyata mereka.

    Mereka adalah contoh nyata dari pemuda yang patriotik, gigih, dan empati, sebagaimana diungkapkan dalam pidato Menteri Pemuda dan Olahraga.

    Upacara yang berlangsung dengan khidmat ini juga dihadiri oleh Wakil Bupati Jombang, Salmanudin, serta Forkopimda, pejabat, tokoh masyarakat, dan pimpinan organisasi kepemudaan. Acara ini juga meliputi pengibaran bendera Merah Putih, pembacaan teks Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan Pembacaan teks keputusan Kongres Pemuda Indonesia tahun 1928. [suf]

  • Anggota Komisi XIII DPR RI dorong penguatan pengawasan industri AMDK

    Anggota Komisi XIII DPR RI dorong penguatan pengawasan industri AMDK

    “Ketika perusahaan mengiklankan produknya berasal dari mata air pegunungan alami, tetapi faktanya dari sumur bor, itu bentuk iklan menyesatkan. Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya mereka konsumsi,”

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion mendorong penguatan regulasi dan pengawasan terhadap industri air minum dalam kemasan (AMDK).

    Hal ini menyusul temuan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal produk air minum kemasan Aqua yang diduga tidak bersumber dari mata air pegunungan alami sebagaimana yang diklaim pada kemasan.

    “Ketika perusahaan mengiklankan produknya berasal dari mata air pegunungan alami, tetapi faktanya dari sumur bor, itu bentuk iklan menyesatkan. Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya mereka konsumsi,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Legislator dari komisi DPR RI yang membidangi reformasi regulasi dan hak asasi manusia (HAM) itu menilai, praktik seperti ini tidak hanya merugikan konsumen secara ekonomi, tetapi juga melanggar HAM dan hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28F dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

    “Setiap warga negara berhak memperoleh informasi yang benar dan lingkungan hidup yang baik serta sehat. Ketika informasi dikaburkan atau dimanipulasi, maka hak konstitusional itu turut dilanggar,” ujarnya.

    Mafirion juga menyebut, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 9 dan Pasal 10 telah secara tegas melarang pelaku usaha membuat pernyataan menyesatkan mengenai asal, jenis, mutu, atau komposisi suatu produk.

    Menurutnya, ketegasan penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut, masih perlu diperkuat.

    “Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika ada perusahaan yang memasarkan produk dengan klaim tidak sesuai fakta, maka pemerintah wajib menindak tegas,” ucapnya.

    Komisi XIII DPR RI, kata dia, akan mendorong pemerintah bersama lembaga pengawas, seperti Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian Perindustrian, untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap pelaku usaha yang tidak transparan.

    “Kita perlu memperbarui sistem pengawasan dan sertifikasi label produk agar tidak ada lagi perusahaan yang memanfaatkan celah hukum untuk menyesatkan publik,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Mafirion juga menyoroti aspek etika bisnis dan tanggung jawab sosial korporasi atau corporate social responsibility (CSR) yang semestinya dijunjung tinggi oleh pelaku usaha.

    “Konsumen membayar lebih karena percaya produk itu berasal dari sumber alami yang murni. Jika ternyata tidak, maka ini bentuk eksploitasi terhadap kepercayaan publik. Dunia usaha harus berbisnis dengan nilai, bukan manipulasi,” ujarnya.

    Dirinya pun mengingatkan bahwa praktik bisnis yang tidak jujur dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap industri lokal, dan dalam jangka panjang, merusak iklim usaha yang sehat di Indonesia.

    “Integritas informasi adalah kunci kepercayaan publik. Negara tidak boleh diam terhadap praktik bisnis yang menyesatkan,” ujarnya.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Link Download Logo, Tata Cara Upacara, Hingga Event Hari Sumpah Pemuda 2025

    Link Download Logo, Tata Cara Upacara, Hingga Event Hari Sumpah Pemuda 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora) merilis pedoman pelaksanaan Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 Tahun 2025 pada 21 Oktober 2025 lewat Surat Edaran Kemenpora Nomor 10.21.33 Tahun 2025.

    Hari Sumpah Pemuda 2025 mengusung tema “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu”. Tema ini mencerminkan semangat kolaborasi lintas generasi dan daerah untuk memperkuat persatuan bangsa dalam menghadapi tantangan masa depan menuju Indonesia Emas 2045.

    Melansir pedoman resmi Kemenpora, peringatan Hari Sumpah Pemuda setiap 28 Oktober merupakan momentum bersejarah yang mengingatkan bangsa pada perjuangan para pemuda 1928 yang bersatu demi cita-cita Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

    Kemenpora menegaskan bahwa semangat “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu” sejalan dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang menempatkan pemuda sebagai subjek utama pembangunan manusia Indonesia yang unggul, berkarakter, dan berdaya saing global.

    Hari Sumpah Pemuda ini juga diharapkan mendorong aktualisasi semangat dan jiwa Sumpah Pemuda di tengah zaman modern yang cepat dan dinamis. Oleh karena itu, Kemenpora mengajak para pemuda untuk bertransformasi ke depan dan memproyeksikan 10-30 tahun ke depan untuk Indonesia.

    Terdapat enam tujuan dari Hari Sumpah Pemuda 2025:
    1. Meningkatkan semangat pemuda dalam mengimplementasikan nilai-nilai Sumpah Pemuda.
    2. Membangkitkan dan memantapkan kualitas dan integritas pemuda yang dinamis di setiap masa.
    3. Menumbuhkan karakter kebangsaan, berkapasitas, dan berdaya saing global.
    4. Mendorong pemuda menjadi pelopor semangat kebangsaan dalam kebhinekaan.
    5. Memacu pemuda sebagai pemersatu NKRI.
    6. Menguatkan kolaborasi lintas sektor para pemuda untuk maju bersama Indonesia.

    Kemenpora juga menyebutkan rangkaian kegiatan Hari Sumpah Pemuda 2025 yang akan dilaksanakan secara nasional di berbagai tingkatan. Di antaranya:
    1. Event Nasional:
    Townhall, Collabs Rangers, Kreativisia, Indonesia Future Networks, Pertukaran Pemuda Antar Provinsi, Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP), serta kegiatan bela negara, moderasi beragama, dan olahraga pemuda (Olahraga).

    2. Event Daerah:
    seminar kebangsaan, festival budaya, lomba inovasi, wirausaha muda, kegiatan sosial, serta publikasi digital bertema kepemudaan.

    Kemenpora juga mengimbau masyarakat untuk mengibarkan Bendera Merah Putih pada 28 Oktober 2025, serta mendorong media untuk memutar lagu-lagu wajib nasional dan mars pemuda sepanjang hari peringatan.

    Upacara Bendera akan dilaksanakan serentak pada Selasa, 28 Oktober 2025 pukul 08.00 waktu setempat yang digelar secara khidmat dan sederhana, diikuti oleh pelajar, mahasiswa, organisasi kepemudaan, serta masyarakat umum.

    Berikut adalah susunan acara upacara bendera Hari Sumpah Pemuda yang diinstruksikan Kemenpora:

    1. Pemimpin Upacara memasuki lapangan Upacara, pasukan diambil alih oleh Pemimpin Upacara;
    2. Pembina Upacara tiba ditempat Upacara, barisan disiapkan;
    3. Penghormatan umum kepada Pembina Upacara;
    4. Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara bahwa Upacara siap dimulai;
    5. Pengibaran Bendera merah putih diiringi lagu kebangsaan ”INDONESIA RAYA”;
    6. Mengheningkan cipta dipimpin oleh Pembina Upacara;
    7. Pembacaan teks Pancasila oleh Pembina Upacara, diikuti oleh seluruh peserta Upacara;
    8. Pembacaan Teks Pembukaan UUD 1945;
    9. Pembacaan Teks Keputusan Kongres Pemuda Indonesia 1928;
    10. Menyanyikan lagu “SATU NUSA SATU BANGSA”;
    11. Penyerahan penghargaan diiringi lagu “BAGIMU NEGERI” (bila ada.;
    12. Amanat Pembina Upacara;
    13. Menyanyikan lagu “BANGUN PEMUDI PEMUDA”;
    14. Pembacaan Doa;
    15 . Laporan Pemimpin Upacara;
    16. Penghormatan umum kepada Pembina Upacara;
    17. Pembina Upacara berkenan meninggalkan tempat Upacara.

    Logo resmi Hari Sumpah Pemuda ke-97 mencerminkan energi, semangat kebersamaan, serta arah gerak pemuda Indonesia yang dinamis dan progresif dalam mewujudkan persatuan bangsa. Logo dapat diunduh melalui link berikut: https://image.kemenpora.go.id/files/pengumuman_file/2025/10/22/82/1779.pdf

    Peringatan ini diharapkan tidak sekadar seremonial, tetapi menjadi ajang refleksi sekaligus kebangkitan pemuda untuk terus bergerak bersama dalam semangat persatuan dan kebangsaan menjelang Indonesia Emas 2045.

  • Wamenag Buka Kongres PMMBN 2025, Ajak Mahasiswa Jadi Generasi Moderat dan Penjaga NKRI

    Wamenag Buka Kongres PMMBN 2025, Ajak Mahasiswa Jadi Generasi Moderat dan Penjaga NKRI

    Jakarta (beritajatim.com) – Wakil Menteri Agama Dr. KH. Romo R. Muhammad Syafi’i, S.H., M.Hum. membuka secara resmi kegiatan Penguatan Kapasitas Mahasiswa Islam pada Perguruan Tinggi Umum dan Kongres Pergerakan Mahasiswa Moderasi Beragama dan Bela Negara (PMMBN) di Mercure Convention Hotel Ancol, Jakarta, Minggu (26/10/2025) malam.

    Mengusung tema “Mahasiswa Moderat, Negara Berdaulat, Indonesia Kuat”, kegiatan ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari Pimpinan Pusat, 22 Pimpinan Wilayah, dan 225 Pimpinan Komisariat PMMBN se-Indonesia. Turut hadir Staf Khusus Wamenag Hj. Nona Gayatri Nasution, S.Si., serta Tenaga Ahli Ir. H. Junisab Akbar dan H. Jaka Setiawan.

    Dalam sambutannya, Wamenag Romo R. Muhammad Syafi’i mengajak mahasiswa untuk bersyukur atas kesempatan menjadi insan terdidik dan memanfaatkan ilmu serta nilai agama untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

    “Jadilah generasi muda yang unggul dalam agama, sains, dan teknologi. Pahami empat konsensus bangsa — Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika — sebagai fondasi menjaga persatuan,” pesannya.

    Sementara itu, Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI) Dr. M. Munir, S.Ag., M.A. menjelaskan bahwa PMMBN berawal dari kegiatan FGD di Surabaya yang diikuti 16 perguruan tinggi umum, dan kini telah berkembang menjadi gerakan nasional dengan 22 wilayah dan 225 komisariat di seluruh Indonesia. “Mahasiswa PMMBN adalah calon pemimpin masa depan yang membawa semangat kebangsaan dan nilai Islam rahmatan lil alamin,” ungkap Munir.

    Ia menekankan pentingnya mahasiswa untuk aktif berorganisasi sebagai bagian dari proses membangun karakter, jejaring, dan kepemimpinan. “Anda boleh cerdas secara akademik, tapi wajib aktif berorganisasi. Di situlah tempat menumbuhkan relasi dan kepemimpinan,” tegasnya.

    Munir juga mengajak seluruh kader PMMBN untuk mengembangkan organisasi secara demokratis, sehat, dan berorientasi pada kemaslahatan umat serta bangsa. “PMMBN baru berumur dua tahun, tapi sudah menunjukkan kemajuan luar biasa. Mari bangun PMMBN untuk agama, nusa, dan bangsa,” ujarnya.

    Ketua Umum PMMBN Derida Achmad Bil Haq, S.Psi. mengapresiasi dukungan Kementerian Agama terhadap penguatan kapasitas mahasiswa dalam empat tahun terakhir. Ia menegaskan pentingnya mahasiswa memiliki keberanian, keteguhan, dan kepekaan dalam membaca situasi zaman.

    “Jangan menyerah di medan perjuangan, meskipun tantangan datang bertubi-tubi. Jika ingin mencintai langit, terimalah gemuruh dan petirnya; jika ingin mencintai negeri, terimalah lelah dan letihnya,” tegas Derida yang disambut tepuk tangan peserta kongres.

    Kegiatan yang berlangsung hingga Selasa (28/10/2025) tersebut diisi dengan diskusi panel, pemilihan ketua organisasi, serta pengukuhan pengurus baru PMMBN. Melalui agenda ini, mahasiswa diharapkan memperkuat kapasitas intelektual dan spiritual, serta meneguhkan komitmen sebagai duta moderasi beragama dan penjaga keutuhan NKRI. [beq]

  • Ketentuan dan Susunan Upacara Bendera Hari Sumpah Pemuda 2025

    Ketentuan dan Susunan Upacara Bendera Hari Sumpah Pemuda 2025

    Fatha Annisa • 26 Oktober 2025 13:36

    Jakarta: Bangsa Indonesia sebentar lagi memperingati Hari Sumpah Pemuda, tepatnya pada Selasa, 28 Oktober. Salah satu rangkaian dalam peringatan momen bersejarah ini adalah upacara bendera.
     
    Upacara bendera dalam rangka Hari Sumpah Pemuda dilaksanakan secara serentak oleh lembaga pendidikan, organisasi kepemudaan, instansi pemerintahan, hingga perwakilan Indonesia di luar negeri.
     
    Melansir Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI, berikut susunan upacara Hari Sumpah Pemuda 2025 yang bisa dijadikan panduan sehingga upacara berjalan lancar dan tertib:
     
    Jadwal dan Ketentuan Upacara Bendera Hari Sumpah Pemuda 2025

    Sifat Upacara: Khidmat dan sederhana
    Hari, Tanggal: Selasa, 28 Oktober 2025
    Pukul: Jam 08.00 (waktu setempat) sampai selesai
    Tempat: Lokasi masing-masing
    Peserta Upacara: Pelajar, Mahasiswa, Pemuda, Pramuka, PMR, Unsur SKPD, Organisasi Kepemudaan

     

    Susunan Upacara Bendera Hari Sumpah Pemuda 2025

    Pemimpin Upacara memasuki lapangan Upacara, pasukan diambil alih oleh Pemimpin Upacara
    Pembina Upacara tiba ditempat Upacara, barisan disiapkan
    Penghormatan umum kepada Pembina Upacara
    Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara bahwa Upacara siap dimulai
    Pengibaran Bendera merah putih diiringi lagu kebangsaan “INDONESIA RAYA”
    Mengheningkan cipta dipimpin oleh Pembina Upacara
    Pembacaan teks Pancasila oleh Pembina Upacara, diikuti oleh seluruh peserta Upacara;
    Pembacaan Teks Pembukaan UUD 1945
    Pembacaan Teks Keputusan Kongres Pemuda Indonesia 1928
    Menyanyikan lagu “SATU NUSA SATU BANGSA”
    Penyerahan penghargaan diiringi lagu “BAGIMU NEGERI” (bila ada)
    Pembacaan Pidato Presiden/Amanat Pembina Upacara
    Menyanyikan lagu “BANGUN PEMUDI PEMUDA”
    Pembacaan Doa
    Laporan Pemimpin Upacara
    Penghormatan umum kepada Pembina Upacara
    Pembina Upacara berkenan meninggalkan tempat Upacara.
    Upacara selesai.

     

    Ketentuan Tambahan Upacara Bendera Hari Sumpah Pemuda 2025

    Jika upacara tidak bisa digelar di lapangan terbuka, pelaksanaan dapat dilakukan di ruangan tertutup dengan bendera Merah Putih sudah berkibar terlebih dahulu.
    Upacara tingkat nasional dipimpin oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), sedangkan tingkat daerah dipimpin oleh kepala daerah masing-masing (Gubernur, Bupati/Walikota, Camat).
    Untuk organisasi/lembaga swasta dan pendidikan, pimpinan instansi dapat bertindak sebagai pembina. Sedangkan upacara di luar negeri dipimpin oleh Duta Besar atau Kepala Perwakilan RI setempat.
    Naskah pidato Presiden dapat diunduh melalui laman resmi Kemenpora: www.kemenpora.go.id
    Acara puncak akan dilaksanakan di Jakarta.

     
    Hai sobat Medcom, untuk memperingati hari Sumpah Pemuda, Metro TV menggelar event bertajuk Jong Festival yang akan menghadirkan narasumber-narasumber inspiratif untuk berbagi insight menarik dan pastinya bermanfaat buat kalian.
     
    So, tunggu apalagi, datang ya ke acara Jong Indonesia Festival Metro TV di gedung pusat perfilman Usmar Ismail, Kamis 30 Oktober 2025 pukul 09.00 – 17.00 WIB.

    Jakarta: Bangsa Indonesia sebentar lagi memperingati Hari Sumpah Pemuda, tepatnya pada Selasa, 28 Oktober. Salah satu rangkaian dalam peringatan momen bersejarah ini adalah upacara bendera.
     
    Upacara bendera dalam rangka Hari Sumpah Pemuda dilaksanakan secara serentak oleh lembaga pendidikan, organisasi kepemudaan, instansi pemerintahan, hingga perwakilan Indonesia di luar negeri.
     
    Melansir Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI, berikut susunan upacara Hari Sumpah Pemuda 2025 yang bisa dijadikan panduan sehingga upacara berjalan lancar dan tertib:
     

    Jadwal dan Ketentuan Upacara Bendera Hari Sumpah Pemuda 2025

    Sifat Upacara: Khidmat dan sederhana
    Hari, Tanggal: Selasa, 28 Oktober 2025
    Pukul: Jam 08.00 (waktu setempat) sampai selesai
    Tempat: Lokasi masing-masing
    Peserta Upacara: Pelajar, Mahasiswa, Pemuda, Pramuka, PMR, Unsur SKPD, Organisasi Kepemudaan

     

    Susunan Upacara Bendera Hari Sumpah Pemuda 2025

    Pemimpin Upacara memasuki lapangan Upacara, pasukan diambil alih oleh Pemimpin Upacara
    Pembina Upacara tiba ditempat Upacara, barisan disiapkan
    Penghormatan umum kepada Pembina Upacara
    Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara bahwa Upacara siap dimulai
    Pengibaran Bendera merah putih diiringi lagu kebangsaan “INDONESIA RAYA”
    Mengheningkan cipta dipimpin oleh Pembina Upacara
    Pembacaan teks Pancasila oleh Pembina Upacara, diikuti oleh seluruh peserta Upacara;
    Pembacaan Teks Pembukaan UUD 1945
    Pembacaan Teks Keputusan Kongres Pemuda Indonesia 1928
    Menyanyikan lagu “SATU NUSA SATU BANGSA”
    Penyerahan penghargaan diiringi lagu “BAGIMU NEGERI” (bila ada)
    Pembacaan Pidato Presiden/Amanat Pembina Upacara
    Menyanyikan lagu “BANGUN PEMUDI PEMUDA”
    Pembacaan Doa
    Laporan Pemimpin Upacara
    Penghormatan umum kepada Pembina Upacara
    Pembina Upacara berkenan meninggalkan tempat Upacara.
    Upacara selesai.

     

    Ketentuan Tambahan Upacara Bendera Hari Sumpah Pemuda 2025

    Jika upacara tidak bisa digelar di lapangan terbuka, pelaksanaan dapat dilakukan di ruangan tertutup dengan bendera Merah Putih sudah berkibar terlebih dahulu.
    Upacara tingkat nasional dipimpin oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), sedangkan tingkat daerah dipimpin oleh kepala daerah masing-masing (Gubernur, Bupati/Walikota, Camat).
    Untuk organisasi/lembaga swasta dan pendidikan, pimpinan instansi dapat bertindak sebagai pembina. Sedangkan upacara di luar negeri dipimpin oleh Duta Besar atau Kepala Perwakilan RI setempat.
    Naskah pidato Presiden dapat diunduh melalui laman resmi Kemenpora: www.kemenpora.go.id
    Acara puncak akan dilaksanakan di Jakarta.

     
    Hai sobat Medcom, untuk memperingati hari Sumpah Pemuda, Metro TV menggelar event bertajuk Jong Festival yang akan menghadirkan narasumber-narasumber inspiratif untuk berbagi insight menarik dan pastinya bermanfaat buat kalian.
     
    So, tunggu apalagi, datang ya ke acara Jong Indonesia Festival Metro TV di gedung pusat perfilman Usmar Ismail, Kamis 30 Oktober 2025 pukul 09.00 – 17.00 WIB.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Kedaulatan Energi untuk Rakyat: Produksi Migas Naik 4,79%, Sumur Rakyat jadi Motor Ekonomi Baru – Page 3

    Kedaulatan Energi untuk Rakyat: Produksi Migas Naik 4,79%, Sumur Rakyat jadi Motor Ekonomi Baru – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah terus memperkuat peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya energi nasional. Melalui kebijakan baru yang diluncurkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kini rakyat bisa ikut berpartisipasi langsung dalam kegiatan produksi minyak dan gas bumi (migas) secara legal dan berkelanjutan.

    Dalam satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, sektor migas menunjukkan arah baru yang berpihak pada kepentingan rakyat. Kebijakan pengelolaan sumur minyak rakyat yang dijalankan ESDM dinilai menjadi tonggak penting dalam meningkatkan produksi migas nasional sekaligus membuka lapangan kerja dan pemerataan ekonomi di berbagai daerah.

    “Salah satu tonggak penting lain sesuai arahan Presiden Prabowo adalah lahirnya kebijakan pengelolaan sumur minyak rakyat oleh koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Melalui implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, negara memberikan landasan legal bagi aktivitas sumur minyak rakyat,” kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Jakarta.

    Bahlil menegaskan, kebijakan ini merupakan wujud nyata amanat Pasal 33 UUD 1945, bahwa sumber daya alam harus dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

    “Negara membuka ruang bagi rakyat menjadi bagian dari rantai produksi energi nasional. Migas tidak lagi dikerjakan oleh pemilik modal besar semata,” tegasnya.

    Kementerian ESDM mencatat hasil konsolidasi inventarisasi menunjukkan lebih dari 45.000 sumur rakyat siap dikelola secara legal dan produktif. Dari jumlah tersebut, potensi tambahan produksi diperkirakan mencapai 10.000 barel per hari, serta menciptakan 225.000 lapangan kerja baru di berbagai daerah.

    Menurut Bahlil, kebijakan ini membuktikan bahwa kemandirian energi bisa tumbuh dari partisipasi masyarakat yang terorganisasi.

    “Langkah ini memperkuat arah pembangunan energi nasional yang berkeadilan dan inklusif. Sejarah mencatat, tidak ada kemajuan bangsa tanpa kedaulatan atas energi,” ujarnya.

    Produksi Migas Mulai Naik

    Perbesar

    (Foto:Dok.Kementerian ESDM)… Selengkapnya

    Implementasi kebijakan ini juga mendorong peningkatan produksi minyak nasional. Data ESDM mencatat, rata-rata produksi minyak bumi (termasuk NGL) periode Januari–September 2025 naik 4,79 persen (YoY) menjadi 604,70 ribu barel per hari (MBOPD), dibandingkan 577,08 MBOPD pada periode yang sama tahun sebelumnya. Target produksi ditingkatkan menjadi 610 ribu barel per hari pada 2026.

    “Capaian ini akan terus bertambah ketika pemerintah menghidupkan kembali produktivitas lebih dari 4.400 sumur yang selama ini mati suri, mengembalikan mereka sebagai urat nadi ekonomi,” jelas Bahlil.

    Selain mengaktifkan kembali sumur lama, pemerintah juga memperluas eksplorasi dan mengadopsi teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk meningkatkan efisiensi produksi. Dari 16.990 sumur idle, sebanyak 4.495 sumur kini telah kembali berproduksi.

    Warga Rasakan Dampak Langsung

    Perbesar

    (Foto:Dok.Kementerian ESDM)… Selengkapnya

    Kebijakan pengelolaan sumur rakyat membawa perubahan nyata bagi warga di berbagai daerah, termasuk di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. Warga kini dapat bekerja dengan aman setelah sebelumnya berisiko akibat aktivitas penambangan tanpa izin. Salah satunya dirasakan Anita Bakti, warga Desa Mekar Sari, yang kini bisa menambang minyak dengan tenang setelah mendapat legalitas.

    “Kami bersyukur dan terima kasih kepada Pak Menteri ESDM, yang sudah bersusah payah membantu masyarakat Keluang. Nggak takut lagi kami molot (nambang). Kalau sudah legal aman kami, Pak,” kata Anita, Kamis (16/10).

    Hal senada disampaikan Joko Mulyo, penambang yang sudah bertahun-tahun bekerja di sumur minyak tradisional.

    “Sekarang kerja kami jadi tenang, nggak lagi takut atau was-was. Rasanya seperti mendapat perlindungan,” ujarnya penuh syukur.

    Kebijakan ini disebut menjadi simbol perubahan besar dalam tata kelola migas nasional bahwa energi kini bukan hanya milik korporasi besar, tetapi juga ruang bagi rakyat untuk berperan aktif dalam menopang kemandirian energi Indonesia.

  • Merebut Kembali Hak Atas Air

    Merebut Kembali Hak Atas Air

    Merebut Kembali Hak Atas Air
    Mahasiswa Pascasarjana Hukum Sumber Daya Alam Universitas Indonesia, Ketua Umum Akar Desa Indonesia, Wasekjend Dewan Energi Mahasiswa, Wakil Bendahara Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
    RAMAI
    di pemberitaan nasional perihal air di Jawa Barat, sesungguhnya bukan sekadar soal perusahaan air kemasan yang menggali sumur dan mengalirkan miliaran liter air dari perut bumi ke dalam botol plastik dengan label industri global.
    Fakta ini adalah cermin retak dari relasi antara negara, pasar, dan rakyat dalam memahami makna air sebagai sumber kehidupan yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana amanat Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.
    Kasus ini bermula dari pengambilan air tanah oleh perusahaan besar, yang di mata masyarakat sekitar menjadi biang dari berkurangnya debit mata air, menurunnya ketersediaan air bersih untuk pertanian, serta meluasnya ketidakadilan akses bagi warga desa di sekitar kawasan industri.
    Dalam banyak kesaksian, masyarakat merasakan bahwa air yang seharusnya menjadi milik bersama telah menjadi milik segelintir pihak yang memiliki izin administratif dan kekuatan modal.
    Di sinilah persoalan mendasar tentang demokrasi air di Indonesia menemukan relevansinya: apakah negara sungguh hadir sebagai pengatur dan pelindung, atau justru menjadi penyedia izin bagi privatisasi sumber kehidupan?
    Persoalan ini mendapat konteks konstitusional penting melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 yang membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) dan menghidupkan kembali Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
    Putusan monumental itu menegaskan bahwa air tidak boleh dikelola dengan semangat liberalisasi dan privatisasi, melainkan harus ditempatkan sebagai barang publik yang dikuasai oleh negara untuk menjamin hak hidup rakyat.
    Mahkamah menilai bahwa UU 7/2004 SDA telah menggeser makna “penguasaan negara” menjadi “pengelolaan oleh pasar” dengan membuka ruang luas bagi investasi swasta tanpa kendali negara yang memadai.
    Dengan demikian, pembatalan undang-undang tersebut bukan hanya tindakan hukum, melainkan juga koreksi moral terhadap arah pembangunan yang terlalu berpihak pada logika ekonomi.
    Air dalam pandangan Mahkamah, adalah hajat hidup orang banyak yang tidak boleh menjadi komoditas yang diperdagangkan secara bebas.
    Mahkamah dalam putusannya menegaskan lima prinsip utama yang menjadi fondasi pengelolaan air secara konstitusional.
    Pertama, setiap bentuk pengusahaan air tidak boleh mengganggu atau meniadakan hak rakyat atas air.
    Kedua, negara berkewajiban memenuhi hak rakyat atas air sebagai hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.
    Ketiga, pengelolaan air harus menjamin kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya.
    Keempat, keterlibatan swasta hanya dimungkinkan jika negara tidak mampu melaksanakan sendiri pengelolaan air.
    Kelima, pengawasan negara atas seluruh aktivitas pengelolaan air harus kuat, transparan, dan tidak dapat dilepaskan.
    Melalui kelima prinsip ini, MK sesungguhnya sedang menegakkan kembali filosofi kedaulatan rakyat dalam konteks sumber daya alam: negara bukanlah entitas yang menyerahkan, melainkan yang menguasai untuk melindungi.
    Kasus pengambilan air di Jabar memperlihatkan bagaimana prinsip-prinsip konstitusional itu seringkali berhenti di atas kertas.
    Penguasaan air oleh korporasi besar yang memperoleh izin eksploitasi dari pemerintah daerah tanpa mekanisme partisipasi publik yang memadai, memperlihatkan bahwa negara kerap hadir sebagai fasilitator bisnis, bukan pelindung hak dasar warga.
    Ketika air yang menghidupi masyarakat desa berubah menjadi sumber keuntungan korporasi, maka yang terjadi bukan sekadar persoalan administratif, melainkan krisis keadilan ekologis.
    Krisis ini menunjukkan bahwa privatisasi air, baik secara terang-terangan maupun terselubung, telah mengancam makna kedaulatan rakyat atas sumber daya alamnya sendiri.
    Secara konseptual, privatisasi air dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya menyebutkan tiga pola utama yang sering dipakai negara untuk menyerahkan sebagian fungsi pengelolaan air kepada pihak ketiga.
    Pertama,
    outsourcing
    di mana lembaga pemerintah melimpahkan kewajiban pelayanan publik kepada swasta.
    Kedua,
    design-build-operate
    (DBO), yaitu model di mana pihak swasta membangun dan mengelola infrastruktur air dalam jangka waktu tertentu.
    Ketiga, kemitraan publik-privat (
    public-private partnership
    ) yang menempatkan swasta sejajar dengan pemerintah dalam pembagian tugas dan tanggung jawab.
    Ketiganya, meskipun sering disebut sebagai “inovasi tata kelola”, pada hakikatnya merupakan bentuk privatisasi yang dapat menggerus penguasaan negara jika tidak diatur dengan prinsip keadilan sosial.
    Dalam konteks perusahaan global di Jabar, pola privatisasi ini tampak dalam bentuk izin eksploitasi air tanah yang diberikan kepada korporasi besar dengan alasan efisiensi dan investasi daerah.
    Namun dalam praktiknya, izin tersebut justru mengabaikan fakta sosial bahwa sumber air tersebut juga menopang kehidupan pertanian rakyat kecil dan kebutuhan air bersih rumah tangga warga sekitar.
    Fenomena ini menggambarkan pergeseran paradigma negara dari penguasa sumber daya menjadi “broker izin sumber daya”.
    Padahal, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
    Penguasaan di sini mengandung makna pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan, bukan kepemilikan mutlak, melainkan fungsi publik yang melekat pada kewenangan negara.
    Dalam berbagai literatur hukum sumber daya alam, fungsi negara terhadap air sering dijelaskan melalui konsep
    public trust,
    bahwa negara bertindak sebagai wali amanat (
    trustee
    ) bagi rakyat, bukan pemilik atau pedagang.
    Oleh karena itu, segala bentuk kebijakan dan izin yang berpotensi mengganggu akses rakyat terhadap air harus dipandang sebagai pelanggaran terhadap amanat konstitusi.
    Air adalah hak dasar, bukan komoditas ekonomi. Mengubahnya menjadi objek transaksi berarti menempatkan hak hidup rakyat pada mekanisme pasar yang penuh ketimpangan.
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 menjadi peringatan keras bagi pemerintah agar tidak menggunakan alasan pembangunan untuk mengabaikan prinsip keberlanjutan.
    Dalam konteks inilah, persoalan perusahaan air global di Jabar seharusnya dibaca bukan sebagai konflik antara masyarakat dan perusahaan, melainkan sebagai cermin kegagalan negara dalam menegakkan prinsip tata kelola air yang adil dan berkelanjutan.
    Negara semestinya hadir untuk memastikan bahwa setiap tetes air yang diambil dari bumi Indonesia kembali memberi kehidupan bagi rakyat Indonesia, bukan hanya keuntungan bagi segelintir korporasi apalagi asing.
    Pertemuan Konferensi Air Sedunia di Bali beberapa tahun lalu, menegaskan bahwa persoalan air bukan lagi isu lokal, melainkan tantangan global yang menyangkut masa depan kemanusiaan.
    Dalam konferensi tersebut, para pemimpin dunia menyepakati bahwa air adalah sumber kehidupan yang krusial bagi perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan global.
    Pesan kunci yang dihasilkan antara lain menempatkan air sebagai alat perdamaian, bukan sumber konflik, mendorong aksi kolektif lintas negara.
    Selain itu, menegaskan pentingnya hak atas air sebagai hak asasi manusia, serta menekankan hubungan erat antara kemandirian air, ketahanan pangan, dan transisi energi berkelanjutan.
    Gagasan ini sejatinya sejalan dengan semangat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013, air bukan sekadar sumber daya alam, melainkan fondasi keberlanjutan kehidupan manusia dan ekosistem.
    Namun, realitas global menunjukkan bahwa dunia sedang menghadapi krisis air yang semakin akut. Laporan berbagai lembaga internasional memperingatkan bahwa aktivitas manusia telah melampaui batas aman planet dalam hal penggunaan air tawar.
    Degradasi lingkungan, polusi industri, dan perubahan iklim menyebabkan ketersediaan air bersih menurun drastis.
    Di sisi lain, korporasi multinasional justru memperluas kontrol atas sumber-sumber air di berbagai negara berkembang dengan dalih investasi dan efisiensi.
    Pola inilah yang perlahan merasuki tata kelola air di Indonesia, termasuk melalui model bisnis perusahaan air minum dalam kemasan yang memanfaatkan sumber daya air lokal untuk pasar global.
    Tanpa regulasi yang kuat dan kesadaran publik yang tinggi, air yang seharusnya menjadi alat persatuan dapat berubah menjadi sumber ketegangan sosial baru.
    Pesan moral dari konferensi air sedunia tersebut menegaskan bahwa hak atas air adalah hak hidup, dan bahwa setiap kebijakan harus diarahkan untuk menjamin akses universal terhadap air bersih.
    Prinsip ini menuntut tata kelola air yang terbuka, partisipatif, dan berkeadilan. Pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa seluruh kebijakan perizinan air, baik di tingkat nasional maupun daerah, tunduk pada prinsip-prinsip keadilan ekologis dan sosial sebagaimana ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi.
    Dalam konteks krisis iklim dan ketahanan pangan, air menjadi simpul antara hak hidup, keberlanjutan ekosistem, dan kedaulatan pangan bangsa. Tanpa pengelolaan yang adil, air dapat menjadi pemicu konflik dan ketimpangan baru di tengah masyarakat.
    Dalam kerangka lebih luas, demokrasi air menjadi bagian penting dari agenda pembangunan berkelanjutan. Indonesia perlu meneguhkan kembali komitmennya bahwa air tidak boleh dikomersialisasi secara berlebihan.
    Masyarakat berhak atas informasi, partisipasi, dan perlindungan dalam setiap proses pengambilan keputusan mengenai sumber air di wilayahnya.
    Hal ini tidak hanya sejalan dengan Pasal 28F UUD 1945 tentang hak memperoleh informasi, tetapi juga dengan prinsip good governance dalam pengelolaan sumber daya alam.
    Penguatan tata kelola air berarti memperkuat demokrasi itu sendiri, sebab air adalah simbol kedaulatan rakyat yang paling nyata.
    Ke depan, tantangan terbesar Indonesia bukan hanya membuat undang-undang baru tentang sumber daya air yang sesuai dengan semangat konstitusi, tetapi juga menegakkan pengawasan yang nyata di lapangan.
    Pemerintah pusat dan daerah harus meninjau ulang seluruh izin pengusahaan air dengan mempertimbangkan tiga prinsip utama, yaitu prioritas pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dan pertanian lokal, perlindungan kelestarian lingkungan dan sumber daya air untuk generasi mendatang, serta keterbukaan informasi publik agar masyarakat dapat terlibat aktif dalam pengawasan.
    Tanpa langkah konkret itu, air akan terus menjadi simbol ketimpangan dan ketidakadilan.
    Akhirnya, menjaga kedaulatan air berarti menjaga kehidupan kita. Air adalah darah bumi yang mengalirkan peradaban. Ketika air dimonopoli oleh pasar, maka kemanusiaan kehilangan jantungnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mewujudkan Ekonomi Konsitusi

    Mewujudkan Ekonomi Konsitusi

    Mewujudkan Ekonomi Konsitusi
    Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Anggota DPR RI Periode 2019-2024, Gubernur DKI Jakarta (2017), Wakil Gubernur DKI Jakarta (2014-2017) dan Walikota Blitar (2000-2010). Kini ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Periode 2024-2029.
    PIDATO Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan pentingnya kembali kepada amanat konstitusi ekonomi — khususnya Undang-undang Dasar NRI 1945 Pasal 33 — menandai sinyal strategis dalam orientasi pembangunan ekonomi nasional.
    Presiden Prabowo menyampaikan arahan itu pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, pada 20 Oktober 2025.
    Dalam arahan tersebut, ia menyatakan bahwa “perekonomian nasional harus dikembalikan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bukan semata pertumbuhan atau keuntungan jangka pendek”.
    Ia juga menyinggung bahwa Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia masih mengalami kelangkaan minyak goreng — sebagai indikasi bahwa mekanisme pasar belum mencerminkan keadilan sosial.
    Dalam konteks ini, sangat penting untuk memahami substansi Pasal 33 UUD NRI 1945 sebagai landasan hukum ekonomi negara.
    Pasal 33 ayat (1) menyatakan: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”
    Ayat (2): “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
    Ayat (3): “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
    Penjelasan lebih lanjut (termasuk setelah amandemen) menyebut bahwa ayat (4) menyatakan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi… dengan prinsip kebersamaan, efisiensi-keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
    Dalam tinjauan sejarah hukumnya, Pasal 33 dimaknai sebagai “ideologi ekonomi Indonesia” — yaitu suatu rumusan yang menegaskan kedaulatan ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagai salah satu tujuan dari Indonesia merdeka.
    Penafsiran yuridis-normatif menunjukkan bahwa penguasaan negara atas cabang produksi penting ataupun kekayaan alam tidak dapat direduksi hanya sebagai hak regulasi, melainkan mencakup mandat moral untuk kemakmuran rakyat secara kolektif.
    Dengan demikian, ketika Presiden Prabowo kembali menegaskan Pasal 33 sebagai landasan ekonomi konstitusi dan mendorong kedigdayaan ekonomi rakyat, maka pidato tersebut sesungguhnya menegaskan “ekonomi konstitusi” sebagai kembali ke amanat UUD dan nilai-nilai Pancasila: kedaulatan, kemandirian, pemerataan, dan keberpihakan pada seluruh rakyat.
    Namun, penting dicatat bahwa meskipun landasan tersebut kuat secara konstitusional dan historis, implementasi nyata menghadapi tantangan struktural, yakni masih merajalelanya ideologi kapitalisme, seperti mekanisme pasar yang semakin terbuka hampir tanpa batas, globalisasi modal asing, liberalisasi investasi, termasuk isu persaingan modal besar oligarki versus kepentingan rakyat kecil.
    Pidato Presiden dapat dibaca sebagai momentum korektif terhadap bias kapitalisme yang telah lama mendominasi orientasi pembangunan nasional.
    Pemikiran ekonomi bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan menegaskan bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya soal produksi dan konsumsi, tetapi juga soal kemerdekaan, kedaulatan ­dan keadilan sosial.
    Bung Karno dalam Deklarasi Ekonomi tahun 1963 menegaskan bahwa pembangunan harus diarahkan untuk “menyusun perekonomian yang berdikari”, bebas dari ketergantungan modal asing, dan berorientasi kepada kepentingan rakyat.
    Ekonomi Berdikari menjadi sikap ekonomi bagi perwujudan sosialisme Indonesia yang menjadi visi ekonomi dari Pancasila.
    Sementara itu, Mohammad Hatta dalam “Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun” (1954) memandang koperasi sebagai bentuk organisasi ekonomi yang menempatkan manusia sebagai pusat, bukan modal.
    Ia menulis bahwa “koperasi adalah alat pendidikan sosial yang mengajarkan rakyat untuk saling tolong-menolong dan membangun kekuatan bersama.”
    Pemikiran tersebut mengusung jalan tengah antara kapitalisme yang menindas dan sosialisme yang mengabaikan kebebasan individu.
    Beberapa dekade kemudian, Mubyarto secara konsisten mengembangkan pemikiran “Ekonomi Pancasila” sebagai kerangka sistem ekonomi alternatif.
    Dalam bukunya “Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan” (1987), Mubyarto menyusun konsep sistem ekonomi Pancasila yang merujuk pada “usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan.”
    Ia mengkritik arus dominan ekonomi neoklasik yang terlalu menekankan efisiensi pasar dan mengabaikan dimensi moral pembangunan.
    Bagi Mubyarto, ukuran keberhasilan ekonomi bukan hanya pertumbuhan, tetapi sejauh mana kemiskinan berkurang, lapangan kerja terbuka, dan rakyat kecil memperoleh kemandirian ekonomi.
    Ketiga tokoh ini, meskipun berbeda dalam konteks zamannya, menyepakati substansi bahwa ekonomi harus berpihak pada rakyat — bukan hanya tatanan pasar bebas yang tanpa kendali.
    Soekarno dengan kedaulatan ekonomi, Hatta dengan prioritas koperasi dan manusia sebagai subjek ekonomi, serta Mubyarto dengan kerangka sistem ekonomi Pancasila yang menjembatani nilai moral dan struktur ekonomi.
    Warisan pemikiran mereka dapat menjadi fondasi bagi interpretasi “ekonomi konstitusi” masa kini — yaitu, bagaimana melaksanakan ekonomi yang dirancang dalam UUD 1945 dengan nilai-nilai Pancasila dalam kerangka globalisasi dan persaingan pasar yang semakin terbuka.
    Empat dekade terakhir menunjukkan pergeseran tajam dalam orientasi ekonomi nasional menuju liberalisasi dan dominasi mekanisme pasar.
    Kebijakan deregulasi dan liberalisasi sejak 1980-an, undang-undang dilakukan seperti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang membuka investasi asing dan memperluas ruang swasta tanpa pengaturan kontrol sosial yang memadai.
    Akibatnya, terjadi privatisasi BUMN, pelemahan proteksi sektor rakyat kecil, dan akumulasi modal besar yang semakin kuat.
    Realitas ini membentuk struktur ekonomi yang oleh banyak kritikus sebut sebagai “kapitalistik” dalam arti orientasi kepada akumulasi modal besar yang dikuasai oleh segelintir oligarki yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan.
    Dari segi angka, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rasio Gini pengeluaran penduduk Indonesia per September 2024 tercatat sebesar 0,381.
    Ini menandakan bahwa meskipun terjadi sedikit penurunan dibanding Maret 2023 (0,388) ke Maret 2024 (0,379) , ketimpangan ekonomi masih relatif tinggi.
    Distribusi pengeluaran kelompok 40 persen terbawah pada September 2024 tercatat hanya 18,41 persen dari total pengeluaran nasional.
    Secara struktur, Bank Dunia mencatat 20 persen kelompok teratas menguasai hampir separuh total pendapatan nasional — yang mencerminkan pola akumulasi yang sangat timpang.
    Kondisi ini menunjukkan bahwa orientasi pasar bebas dan akumulasi modal besar belum menciptakan pemerataan yang signifikan.
    Dari aspek hukum, penafsiran Pasal 33 ayat (2) dan (3) menunjukkan bahwa penguasaan negara atas cabang produksi penting dan kekayaan alam harus digunakan untuk kemakmuran rakyat.
    Namun, realitas pengelolaan sumber daya alam kerap menunjukkan bahwa nilai tambah lebih banyak dinikmati oleh korporasi besar atau investor asing, sementara manfaat lokal atau rakyat kecil masih terbatas.
    Untuk menghidupkan kembali semangat “ekonomi konstitusi” sebagai yang ditekankan Presiden, setidak-tidaknya dapat ditempuh melalui empat langkah strategis.
    Pertama, memperkuat kembali peran negara dan BUMN di sektor strategis, bukan sekadar sebagai pelaku bisnis, tetapi sebagai pelindung kepentingan publik.
    Kedua, merevitalisasi koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat modern dan profesional yang tumbuh dari bawah berdasarkan kepentingan ekonomi rakyat banyak (sejalan dengan Hatta dan Mubyarto).
    Ketiga, mengarahkan kebijakan investasi dan hilirisasi sumber daya alam agar tercipta nilai tambah di dalam negeri dan manfaat langsung bagi masyarakat lokal.
    Keempat, memperkuat regulasi sosial dan perlindungan rakyat agar pembangunan tidak hanya efisien tetapi juga adil dan manusiawi.
    Langkah-langkah ini tidak menolak mekanisme pasar modern, melainkan menempatkannya dalam bingkai moral pembangunan: bahwa keterbukaan ekonomi dan persaingan global harus tunduk pada nilai nasional dan kepentingan rakyat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.