Produk: UU Pemilu

  • Gugatan Subhan Berpeluang Buka Kotak Pandora Ijazah Gibran

    Gugatan Subhan Berpeluang Buka Kotak Pandora Ijazah Gibran

    GELORA.CO -Gugatan yang dilayangkan HM Subhan, advokat dari Kantor pengacara “Subhan Palal dan Rekan”, secara perdata Wapres Gibran Rakabuming Raka karena syarat pendaftarannya sebagai cawapres dinilai tidak memenuhi ketentuan, lagsung bikin geger publik.

    Catatan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jkt Pst) melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) menampilkan gugatan perdata perkara jazah SMA Gibran dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Perkara tersebut telah didaftarkan sejak Jumat 29 Agustus 2025 lalu dan rencana sudah akan mulai disidangkan pada Senin 8 September 2025 minggu depan.

    “Keberanian Subhan menggugat ijazah Wapres Gibran pantas diapresiasi, meski tetap harus dicermati agar jangan sampai sekedar sensasi atau bahkan bertujuan untuk “menutup” gugatan lain agar terjadi ne bis in indem (lengkapnya: Nemo debet bis vexari pro una et eadem causa) yang artinya tidak bisa digugat dua kali dalam satu hal yang sama,” kata pakar telematika Roy Suryo melalui keterangan elektroniknya di Jakarta, Sabtu 6 September 2025.

    Menurut Roy, apabila gugatan Subhan sebesar Rp125 triliun dikabulkan, maka gugatan perdata ini setidaknya akan bisa membuka kotak pandora riwayat pendidikan pemilik akun Fufufafa tersebut.

    Kasus perbuatan melawan hukum alias PMH yang dipermasalahkan adalah ketidaksesuaian ijazah Gibran dengan UU Pemilu No 7 Tahun 2017, khususnya di Pasal 169 huruf r junto pasal 13 Peraturan KPU No 19 Tahun 2023 huruf r juga yang menyatakan bahwa Calon Presiden/Wapres berpendidikan paling rendah tamat SMA / Sekolah Menengah Atas, MA/ Madrasah Aliyah, SMK/ Sekolah Menengah Kejuruan, MAK / Madrasah Aliyah Kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat. 

    Sebenarnya ada penjelasan bahwa “sederajat” yang dimaksud berarti ijazah harus diakui setara SMA/MA/SMK/MAK melalui penyetaraan resmi dari Kemendikbudristek atau Kemenag dan Calon Presiden/Wapres harus membuktikan ijazah atau dokumen penyetaraan yang sah dan legal. 

    “Artinya jika ada lulusan non formal, wajib ada SK Penyetaraan dari Kemdikbudristek/Dirjen Dikti. Selanjutnya KPU memverifikasi ijazah dengan cara legalisasi serta klarifikasi ke sekolah/instansi yang menerbitkan,” kata Roy.

    Kalau melihat kronologi pendidikan Gibran, SD ditempuh di SD Negeri 16 Mangkubumen Kidul, Laweyan Solo tahun 1993-1999, kemudian SMP di SMP Negeri 1, Jl MT Haryono Solo tahun 1999-2002 tampak wajar. 

    Namun ketika ditelisik SMA Gibran, kata Roy, terjadi kesimpangsiuran data. Ada yang menulis Orchid Park Secondary School (OPSS) Singapura tahun 2002-2005, namun ada data lain, misalnya yang pernah ditulis dalam akun X dr Tifa berdasar kesaksian beberapa orang/ sumber A1, bahwa Gibran bersekolah di SMA Santo Yosef selama dua tahun sebelum terpaksa pindah.

    “Karena Gibran hampir tidak naik kelas dan pindah ke SMK Kristen Solo,” kata Roy.

    Lebih parah lagi kalau dilihat Pendidikan Gibran sesudahnya, sempat ditulis di Wikipedia, Situs Forkompinda Solo, bahkan dipublikasikan melalui LKBN Antara saat Pemilu 2024 lalu, Gibran ini disebut lulus S1 di MDIS (Management Development Institute of Singapore).

    “Namun ijazahnya dikeluarkan oleh University of Bradford United Kingdom, Inggris,” kata Roy.

    Selanjutnya sempat ditulis Gibran lulusan S2 di University Technology of Sidney (UTS), sebelum akhirnya dihapus dan malah “dibalik” urutannya ke UTS Australia dulu sebelum ke MDIS/ Bradford UK di Singapore. 

    Roy juga mengkritisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Surat Keterangan No 9149/D.DI/KS/2019 menerbitkan “Surat Penyetaraan” yang menyebut bahwa Gibran “telah menyelesaikan pendidikan Grade 12 di UTS Insearch, Sidney, Australia tahun 2006” namun hanya setara dengan tamat SMK peminatan Akutansi dan Keuangan di Indonesia.

    “Jadi InSearch UTS ini malah hanya dianggap level SMK saja,” kata Roy.

    Surat tersebut, sambung Roy, anehnya lagi baru dikeluarkan 13  tahun sesudahnya, yakni tanggal 6 Agustus 2019 oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Sutanto atas nama Dirjen Dikdasmen. 

    Kesimpulannya, tegas Roy, apa pun yang akan terjadi dalam persidangan perdata kasus ijazah Gibran yang digugat oleh Subhan ini, apakah memang benar bisa berani diputuskan oleh PN Jkt Pst atau lagi-lagi sebagaimana yang dikakukan oleh beberapa PN sebelumnya (Jakarta, Yogyakarta dan Solo) dalam kasus ijazah Jokowi yang dibuat NO alias Niet Ontvankelijke verklaard, yang artinya Niet = tidak, Ontvankelijk = dapat diterima, Verklaard = dinyatakan, alias “Dinyatakan tidak dapat (berani) diterima”. 

    “Kalau begitu lagi, kapan rakyat Indonesia akan mendapat prinsip equality before the law alias kesetaraan dalam hukum?” pungkas Roy. 

  • Yusril Ungkit Artis Jadi DPR, Golkar Bicara Hak Warga Memilih dan Dipilih

    Yusril Ungkit Artis Jadi DPR, Golkar Bicara Hak Warga Memilih dan Dipilih

    Jakarta

    Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Ahmad Irawan merespons terkait sorotan terhadap para artis yang menjadi anggota DPR RI di tengah wacana merevisi UU Pemilu. Irawan menyebut menjadi anggota DPR adalah hak semua warga negara.

    “Terkait dengan fenomena artis, saya sendiri menilai dan berpendapat bahwa hak untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) hak semua warga negara yang telah memenuhi syarat. Hal mana hak tersebut tidak memandang latar belakang profesi untuk memilih dan dipilih,” kata Irawan kepada wartawan, Sabtu (5/9/2025).

    Namun, Irawan mengembalikan kebijakan ‘merekrut’ artis untuk menjadi anggota dewan itu kepada masing-masing partai politik. Menurutnya, partai politik juga memiliki hak untuk mengajukan calonnya dalam pemilu.

    “Karena partai politik yang punya hak mengajukan nominasi dalam pemilu. Begitu juga dengan pemilih, mereka yang punya hak untuk memilih. Artis atau bukan artis, pemilih yang punya kedaulatan untuk memilih,” ucapnya.

    Seperti diketahui, Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan pemerintah berancang-ancang merevisi UU Pemilu. Perubahan sistem pemilu, kata Yusril, sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

    Yusril mengatakan perubahan sistem pemilu sesuai dengan rencana Presiden Prabowo Subianto melakukan reformasi polisi. Yusril menilai sistem saat ini tak terbuka luas, sorotan muncul kepada orang kaya dan selebritas.

    “Pak Presiden pun di awal-awal masa pemerintahan beliau menegaskan bahwa kita perlu melakukan reformasi politik yang seluas-luasnya, supaya partisipasi politik itu terbuka bagi siapa saja, dan tidak hanya orang-orang yang punya uang, tidak saja mereka yang selebriti, artis, yang menjadi politisi, tapi harus membuka kesempatan pada semua,” ujarnya.

    “Sistem sekarang ini membuat orang yang berbakat politik tidak bisa tampil ke permukaan, sehingga diisi oleh para selebriti, diisi oleh artis, dan kita lihat ada kritik terhadap kualitas anggota DPR sekarang ini, dan pemerintah menyadari hal itu,” imbuhnya.

    (fas/gbr)

  • Menko Yusril Bersiap Revisi UU Pemilu, Ungkit Artis Jadi DPR Tuai Sorotan

    Menko Yusril Bersiap Revisi UU Pemilu, Ungkit Artis Jadi DPR Tuai Sorotan

    Jakarta

    Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan pemerintah berancang-ancang merevisi UU Pemilu. Perubahan sistem pemilu, kata Yusril, sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

    “Hal-hal yang lain juga perubahan terhadap Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Kepartaian, itu memang sedang akan kita lakukan, karena sudah ada keputusan dari Mahkamah Konstitusi yang mengatakan bahwa sistem pemilu kita harus diubah, tidak ada lagi threshold dan lain-lain sebagainya,” kata Yusril di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/9/2025).

    Yusril mengatakan perubahan sistem pemilu sesuai dengan rencana Presiden Prabowo Subianto melakukan reformasi polisi. Yusril menilai sistem saat ini tak terbuka luas, sorotan muncul kepada orang kaya dan selebriti.

    “Pak Presiden pun di awal-awal masa pemerintahan beliau menegaskan bahwa kita perlu melakukan reformasi politik yang seluas-luasnya, supaya partisipasi politik itu terbuka bagi siapa saja, dan tidak hanya orang-orang yang punya uang, tidak saja mereka yang selebriti, artis, yang menjadi politisi, tapi harus membuka kesempatan pada semua,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Yusril menilai revisi UU Pemilu juga menyangkut dengan kritik terhadap kualitas anggota DPR. Sehingga sosok yang kompeten tidak bisa lolos ke parlemen di Senayan.

    “Sistem sekarang ini membuat orang yang berbakat politik tidak bisa tampil ke permukaan, sehingga diisi oleh para selebriti, diisi oleh artis, dan kita lihat ada kritik terhadap kualitas anggota DPR sekarang ini, dan pemerintah menyadari hal itu,” imbuhnya.

    Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima beberapa waktu lalu mengatakan revisi UU Pemilu menjadi prioritas utama di Komisi II DPR. Aria Bima mengatakan revisi UU Pemilu harus dibahas oleh Komisi II, bukan Baleg DPR.

    “UU Pemilu (prioritas Komisi II). Karena kita sudah menyelenggarakan mengundang berbagai stakeholder, termasuk pengamat,” kata Aria Bima di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (17/4).

    Aria Bima mengatakan substansi pemilu berada di Komisi II. Karena itu, menurutnya, pembahasan revisi UU Pemilu sebaiknya dilakukan di Komisi II DPR.

    “Alangkah tepatnya baiknya kalau Undang-Undang Pemilu itu ya di leading sector mitra kerja di Komisi II,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/gbr)

  • Yusril Klaim Prabowo Selalu Dorong RUU Perampasan Aset & Reformasi Politik ke DPR

    Yusril Klaim Prabowo Selalu Dorong RUU Perampasan Aset & Reformasi Politik ke DPR

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI, Yusril Ihza Mahendra, memberikan tanggapan terkait 17+8 tuntutan rakyat yang disampaikan oleh berbagai kelompok aspirasi dalam beberapa waktu terakhir.

    Respons itu disampaikan usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

    Yusril menjelaskan, 17+8 tuntutan rakyat tidak dibahas secara spesifik dalam rapat, tetapi masing-masing kementerian dan koordinasi menteri sudah memiliki jawaban tersendiri atas aspirasi yang muncul.

    Dia menambahkan bahwa salah satu poin penting yang sedang mendapat perhatian adalah pembahasan rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

    “Presiden sudah beberapa kali menegaskan agar DPR segera membahas RUU tersebut. Saya juga sudah berkoordinasi dengan Menteri Hukum Supratman untuk memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam prolegnas 2025-2026, dan saat ini sedang menunggu keputusan apakah DPR akan mengambil inisiatif pembahasan,” jelasnya.

    Yusril mengungkapkan bahwa RUU Perampasan Aset ini sebenarnya pernah diajukan pada masa pemerintahan sebelumnya, namun belum tuntas. Pemerintah kini siap membahas lebih lanjut, tergantung siapa yang ditunjuk Presiden untuk menangani pembahasan tersebut.

    Selain itu, Yusril menyebut rencana perubahan Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Kepartaian sebagai bagian dari reformasi politik yang sedang dijalankan.

    “Ada putusan Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan perubahan sistem pemilu, termasuk penghapusan ambang batas parlemen [threshold],” kata Yusril.

    Lebih lanjut, Yusril menegaskan bahwa Presiden Prabowo menekankan pentingnya reformasi politik yang luas agar partisipasi politik terbuka bagi semua kalangan, bukan hanya mereka yang memiliki modal atau ketenaran sebagai artis dan selebriti. Dia menilai sistem saat ini membuat orang berbakat di bidang politik sulit untuk muncul.

    “Terkait hal ini, Menteri Dalam Negeri menjadi focal point dalam proses perubahan Undang-Undang Pemilu, dan saya juga diberi arahan oleh Presiden untuk mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi secara mendalam dalam rangka memperbaiki UU Pemilu untuk periode empat tahun ke depan,” pungkas Yusril.

    Seperti diketahui, berbagai kelompok sipil yang terdiri dari artis hingga influencer menggaungkan kampanye 17+8 Tuntutan Rakyat yang mendapat respons positif dari masyarakat di media sosial. 

    Berdasarkan dokumen yang beredar luas di media sosial, tuntutan rakyat dibagi untuk beberapa target dan tenggat waktu yang berbeda. 17 tuntutan rakyat wajib diselesaikan dalam sepekan hingga 5 September 2025 oleh Presiden Prabowo, DPR, ketua umum partai politik, kepolisian, TNI, dan kementerian sektor ekonomi.

    Selanjutnya, masyarakat sipil juga mengajukan daftar 8 tuntutan kepada seluruh jajaran pemerintahan Republik Indonesia yang harus diselesaikan dalam satu tahun atau hingga 31 Agustus 2026. Salah satunya adalah tuntutan untuk pengesahan UU Perampasan Aset dan reformasi partai politik serta penguatan pengawasan eksekutif.

  • Yusril: Sistem Pemilu Sekarang Bikin Orang Berbakat Kalah dari Artis
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 September 2025

    Yusril: Sistem Pemilu Sekarang Bikin Orang Berbakat Kalah dari Artis Nasional 4 September 2025

    Yusril: Sistem Pemilu Sekarang Bikin Orang Berbakat Kalah dari Artis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator (Menko) bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI Yusril Ihza Mahendra menyebut sistem pemilihan umum (pemilu) saat ini membuat orang-orang yang berbakat di bidang politik sulit dikenal publik.
    Dengan begitu, kata Yusril, banyak posisi anggota DPR yang diisi oleh selebritas atau artis.
    “Sistem sekarang ini membuat orang yang berbakat politik tidak bisa tampil ke permukaan, maka diisi oleh para selebritas, diisi oleh artis, dan kita lihat ada kritik terhadap kualitas anggota DPR sekarang ini, dan pemerintah menyadari hal itu,” ungkap Yusril di Kompleks Istana, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
    Menurut Yusril, pemerintah tengah berencana melakukan perubahan terhadap Undang-Undang terkait pemilu dan partai politik.
    Terlebih, sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau
    presidential threshold
    .
    “Hal-hal yang lain juga, perubahan terhadap Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Kepartaian, itu memang sedang akan kita lakukan, karena sudah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi yang mengatakan bahwa sistem pemilu kita harus diubah, tidak ada lagi
    threshold
    dan lain-lain sebagainya,” jelasnya.
    Selain itu, ia menyebut Presiden RI Prabowo Subianto pernah menegaskan bahwa perlu dilakukan reformasi politik.
    “Pak Presiden pun di awal-awal masa pemerintahan beliau menegaskan bahwa kita perlu melakukan reformasi politik yang seluas-luasnya,” ucap Yusril.
    “Supaya partisipasi politik itu terbuka bagi siapa saja, dan tidak hanya orang-orang yang punya uang, tidak saja mereka yang selebritas, artis yang menjadi politisi, tapi harus membuka kesempatan pada semua,” sambungnya.
    Badan Legislasi (Baleg) DPR ditugaskan DPR membahas revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
    Revisi itu dijalankan sebagai inisiatif DPR. Revisi U Pemilu masuk Prolegnas 2025 alias harus selesai tahun ini.
    Revisi itu akan dijalankan termasuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
    Pakar hukum tata negara sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menjelaskan, pembahasan revisi UU Pemilu harus disegerakan. Apalagi undang-undang tersebut belum lagi diubah sejak Pemilu 2019 dan kini membutuhkan penyesuaian, khususnya setelah adanya sejumlah putusan MK.
    “Pertama ya tentu saja harus segerakan pembahasan RUU Pemilu. Karena putusan MK itu bukan obat bagi semua persoalan pemilu kita,” ujar ujar Titi dalam diskusi daring bertajuk Ngoprek: Tindak Lanjut Putusan MK Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, Minggu (27/7/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Wapres Gibran Digugat Rp 125 Triliun, Apa Penyebabnya?
                        Nasional

    4 Wapres Gibran Digugat Rp 125 Triliun, Apa Penyebabnya? Nasional

    Wapres Gibran Digugat Rp 125 Triliun, Apa Penyebabnya?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Seorang warga sipil bernama Subhan Palal menggugat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Gugatan ini tercatat diajukan pada Jumat (29/8/2025) dan mendapatkan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
    Salah satu petitum gugatan ini menyebutkan, Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) patut membayar uang ganti rugi sebesar Rp 125 triliun.
    “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
    Subhan menjelaskan, ia menggugat Gibran karena syarat pendidikan SMA anak sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) ini dinilainya tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres lalu.
    “Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan saat dihubungi
    Kompas.com
    , Rabu (3/9/2025).
    Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.
    Dalam program Sapa Malam Kompas TV, Subhan menjelaskan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres.
    “Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujar Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, Rabu.
    Subhan mengatakan, KPU tidak berwenang untuk menentukan apakah dua institusi luar negeri ini setara dengan SMA di dalam negeri.
    Menurutnya, meskipun institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tegas menyebutkan kalau syarat Presiden dan Wakil Presiden adalah tamatan SLTA, SMA, atau sederajat.
    “Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” katanya.
    Subhan mengatakan, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia.
    “Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut Subhan.
    Subhan mengatakan, sebelum menggugat ke PN Jakpus, ia pernah melayangkan gugatan serupa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.
    Namun, saat itu, gugatannya tidak diterima karena PTUN merasa sudah kehabisan waktu untuk memproses gugatan terkait pencalonan Gibran.
    “Penetapan dismissal. Karena dari segi waktu PTUN Jakarta tidak lagi berwenang memeriksa sengketa berkaitan dengan surat penetapan KPU berkaitan dengan penetapan paslon capres cawapres makanya gugatan penggugat tidak diterima, begitu ya,” kata Presenter Kompas TV Frisca Clarissa saat membacakan penetapan PTUN yang ditunjukkan Subhan.
    Dalam sesi wawancara ini, Subhan tidak menyebutkan kapan penetapan itu diputuskan PTUN.
    Namun, diketahui, putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi dibacakan pada 22 April 2024.
    Tidak lama setelah itu, PDI-P menggugat pencalonan Gibran ke PTUN Jakarta. Putusannya sendiri dibacakan pada 25 Oktober 2024 tanpa mengubah status Gibran.
    Subhan membantah ada aktor-aktor politik yang membekingi dirinya untuk menggugat Gibran.
    Ia mengaku menggugat Gibran dan juga KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain.
    “Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” kata Subhan.
    Ia mengatakan, gugatannya ini juga berangkat dari dugaan KPU sempat mengalami tekanan ketika Gibran mencalonkan diri.
    “Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres). Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa,” lanjutnya.
    Subhan menegaskan, keputusannya menggugat Gibran murni karena ingin memperjelas hukum di Indonesia.
    Ia mengatakan, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran untuk membayarkan uang ganti rugi kepada negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu.
    “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
    Sidang perdana gugatan perdata terhadap Gibran dan KPU RI akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025) di PN Jakpus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Mahfud Dengar Gaji Anggota DPR Capai Miliaran Per Bulan, Bukan Rp 230 Juta
                        Nasional

    8 Mahfud Dengar Gaji Anggota DPR Capai Miliaran Per Bulan, Bukan Rp 230 Juta Nasional

    Mahfud Dengar Gaji Anggota DPR Capai Miliaran Per Bulan, Bukan Rp 230 Juta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pakar hukum tata negara sekaligus mantan anggota DPR 2004-2008 Mahfud MD mendengar gaji anggota DPR sebenarnya tembus miliaran rupiah per bulannya, bukan Rp 230 juta.
    Hal tersebut Mahfud sampaikan saat menjawab pertanyaan host Rizal Mustary di siniar ‘Terus Terang’ pada kanal YouTube Mahfud MD Official, Kamis (28/8/2025).
    Kompas.com
    telah mendapatkan izin untuk mengutip isi sinar tersebut.
    Mulanya, Mahfud menyebut masyarakat saat ini sedang dalam kondisi susah. Dia mengaku masih melihat gelandangan yang mengais tempat sampah untuk mencari sisa makanan.
    Mengetahui kondisi ini, Mahfud mewajarkan jika DPR dikritik karena menerima gaji dan tunjangan yang besar.
    “Jadi benar kalau kemudian DPR banyak dikritik karena tarolah agak hedonis juga kan hidupnya mereka. Jadi kita harus maklumi rakyat,” ujar Mahfud.
    Menurut Mahfud, gaji atau penghasilan anggota DPR saat ini sudah sangat berlebihan.
    Mahfud pun membeberkan bahwa dirinya mendengar bahwa gaji anggota DPR setiap bulannya sebenarnya menembus angka miliaran rupiah.
    “Menurut saya kalau memang Rp 230 juta per bulan, yang saya dengar justru miliaran per bulan. Karena ini (Rp 230 juta) mungkin uang bulanan untuk keluarga, untuk rumah, dan sebagainya, tunjangan. Di luar ini kan ada uang reses,” tuturnya.
    “Waktu zaman saya itu uang reses 3 bulan sekali sudah Rp 42 juta. Tahun 2004. Dapat lagi uang berkunjung ke konstituen. Dapat lagi setiap 1 UU, kalau anda membahas UU, 1 UU 1 kepala itu Rp 5 juta. Berapa UU dalam 1 tahun? Wah ini kecil banget. Rp 232 juta itu apa? Itu kan yang rutin bulanan. Waktu zaman saya ya gajinya resmi memang pada waktu itu Rp 4,8 juta, gaji pokok. Kan ada tunjangan jabatan, istri, rumah, transportasi, dan sebagainya,” sambung Mahfud.
    Mahfud mengatakan, yang diketahui publik mengenai penghasilan anggota DPR hanya sebatas uang sidang, tunjangan jabatan, dan lain-lain.
    Dia meyakini masyarakat tidak tahu kalau ternyata anggota DPR berhak melakukan studi banding ke luar negeri setiap membahas 1 undang-undang.
    Mahfud pun mengenang tawaran studi banding ke luar negeri itu ketika dirinya menjadi anggota Pansus UU Pemilu.
    Hanya saja, sebelum UU tersebut diundangkan, Mahfud memilih meninggalkan DPR dan pindah menjadi Ketua MK.
    Akan tetapi, tawaran studi banding ke luar negeri itu tetap berlaku, meski dirinya sudah pindah ke MK.
    “Sesudah saya jadi Ketua MK, datang utusan dari DPR, ‘Pak, Bapak milih kunjungan kerja studi banding ke mana?’ Tentang apa? ‘DPR, Pak, UU Pemilu.’ Loh UU-nya kan sudah selesai. UU selesai, studi banding untuk apa? ‘Ini kan hak, Pak.’ Saya coret, saya nda mau. Dikasih honor juga saya tidak mau. Saya sudah pindah di MK sekarang saya bilang. Itu gede uang, uang ke luar negeri itu, dollar. Sudah dapat bisnis, hotel, lalu uang saku, gede juga,” papar Mahfud.
    Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) membeberkan penghasilan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa mencapai sekitar Rp 230 juta per bulan atau sekitar Rp 2,8 miliar per tahun.
    Jumlah ini mencakup gaji pokok, tunjangan, dan fasilitas lain yang melekat pada jabatan.
    Menurut data daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) DPR 2023–2025, negara harus menyiapkan Rp 1,6 triliun untuk membayar gaji dan tunjangan 580 anggota DPR sepanjang 2025.
    Nilai tersebut meningkat dibandingkan 2023 yang sebesar Rp 1,2 triliun dan 2024 yang sebesar Rp 1,18 triliun.
    Jika dibandingkan dengan upah minimum di DKI Jakarta sebesar Rp 5,39 juta per bulan, pendapatan anggota DPR mencapai 42 kali lipat.
    Bila dibandingkan dengan upah minimum pekerja di Banjarnegara, Jawa Tengah, yang hanya Rp 2,17 juta per bulan, selisihnya mencapai 105 kali lipat.
    “Gaji dan tunjangan anggota DPR jauh melebihi pendapatan rata-rata masyarakat,” kata peneliti Fitra, Bernard Allvitro, dalam media briefing “Anggaran DPR RI: Antara Fungsi Konstitusionalitas dan Kemewahan Personal”, Minggu (24/8/2025).
    Gaji pokok anggota DPR ditetapkan sebesar Rp 4,2 juta per bulan, Wakil Ketua Rp 4,62 juta, dan Ketua DPR Rp 5,04 juta.
    Di luar gaji pokok, ada sederet tunjangan yang membuat take home pay anggota DPR melonjak, bahkan bisa menembus Rp 100 juta hingga Rp 230 juta per bulan dengan tambahan fasilitas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hari Ini, MK Putuskan 13 Perkara, Salah Satunya Terkait Rangkap Jabatan Wakil Menteri
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Agustus 2025

    Hari Ini, MK Putuskan 13 Perkara, Salah Satunya Terkait Rangkap Jabatan Wakil Menteri Nasional 28 Agustus 2025

    Hari Ini, MK Putuskan 13 Perkara, Salah Satunya Terkait Rangkap Jabatan Wakil Menteri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan untuk 13 perkara pengujian undang-undang, Kamis (28/8/2025).
    Pengucapan putusan tersebut dijadwalkan dimulai pukul 13.30 WIB di Ruang Sidang Pleno Gedung I Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat.
    Salah satu perkara yang menjadi sorotan publik adalah terkait pengujian Undang-Undang Kementerian Negara Nomor 39 Tahun 2008.
    Perkara tersebut diajukan oleh seorang advokat, Viktor Santosa Tandiasa, dan seorang pengemudi ojek, Didi Supandi.
    Mereka meminta MK agar mengubah Pasal 23 UU Kementerian Negara dengan mencantumkan frasa “wakil menteri” di dalamnya terkait larangan rangkap jabatan menteri.
    Selain itu, terdapat juga gugatan uji materi terkait pemisahan pemilu yang diputuskan MK dalam putusan 135/PUU-XXIII/2025.
    Gugatan yang dilayangkan oleh Muhammad Adam Arrofiu Arfah itu meminta MK menganulir putusannya sendiri terkait pemisahan pemilu lokal dan nasional dalam UU Pemilu 2017.
    Berikut 13 perkara yang akan diputuskan MK pada hari ini:
    1. Perkara 32/PUU-XXIII/2025 terkait Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
    2. Perkara 129/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
    3. Perkara 128/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
    4. Perkara 127/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
    5. Perkara 54/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
    6. Perkara 97/PUU-XXII/2024 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
    7. Perkara 119/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
    8. Perkara 118/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
    9. Perkara 120/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
    10. Perkara 126/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
    11. Perkara 124/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
    12. Perkara 125/PUU-XXIII/2025 terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Saat Pimpinan Buruh Tak Satu Suara soal Demo Hari Ini…
                        Nasional

    3 Saat Pimpinan Buruh Tak Satu Suara soal Demo Hari Ini… Nasional

    Saat Pimpinan Buruh Tak Satu Suara soal Demo Hari Ini…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Aksi demonstrasi buruh akan digelar hari ini, Kamis (28/8/2025), dengan titik utama di Gedung DPR/MPR dan Istana Kepresidenan, Jakarta.
    Namun, rencana aksi yang diprakarsai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Ketua Umum Partai Buruh, Said Iqbal, ternyata tidak sepenuhnya diikuti oleh kelompok buruh lain.
    Beberapa pimpinan serikat buruh tak satu suara dengan aksi demonstrasi.
    Bahkan, terang-terangan menyatakan, tidak akan bergabung dalam aksi tersebut.
    Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat menegaskan, organisasinya tidak akan ikut serta dalam aksi unjuk rasa hari ini.
    “Ya, saya sudah mendengar itu dan saya sudah minta instruksi langsung bahwa 3 juta anggota dan keluarga besar KSPSI di seluruh Indonesia untuk tidak ikut serta dalam acara itu,” kata Jumhur, dalam keterangan video yang diterima Kompas.com, Rabu (27/8/2025).
    Menurut Jumhur, pihaknya kini sedang menempuh jalur dialog untuk menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan.
    Dialog itu, kata dia, dilakukan dengan pemerintah, DPR, maupun pengusaha.
    “Kalau kita dialog saja masih bisa, ngapain kita demo-demo. Jadi, saya meminta untuk itu (demonstrasi) tidak dilakukan,” ujar Jumhur.
    Meski begitu, Jumhur menghormati langkah kelompok buruh lain, termasuk Partai Buruh, yang memilih demonstrasi sebagai saluran aspirasi.
     
    Sikap berbeda datang dari Presiden KSPSI yang lain, Andi Gani Nena Wea.
    Ia menyatakan, organisasinya tidak mewajibkan anggota turun ke jalan, tetapi juga tidak melarang jika ada yang ingin ikut.
    “Tidak ada kewajiban (anggota KSPSI Andi Gani ikut demo),” kata Andi Gani, kepada Kompas.com, Rabu.
    Menurut dia, sebagian anggota KSPSI juga tercatat sebagai anggota Partai Buruh, sehingga ada kemungkinan mereka tetap ikut dalam aksi hari ini.
    “Secara struktur KSPSI Pimpinan Andi Gani tidak mengeluarkan instruksi aksi 28 Agustus. Tetapi, ada anggota KSPSI AGN yang memiliki keanggotaan Partai Buruh yang ikut aksi,” tutur Andi.
    Kendati tidak memimpin langsung aksi tersebut, Andi tetap menghargai langkah Said Iqbal memimpin demonstrasi.
    Menanggapi sikap Jumhur Hidayat yang meminta anggotanya tidak ikut serta, Said Iqbal melontarkan kritik.
    Ia mempertanyakan sikap seorang pimpinan buruh yang menolak demonstrasi saat buruh tengah berjuang.
    “Apakah ini pemimpin buruh?” kata Said, kepada Kompas.com, Rabu, sembari menyertakan video pernyataan Jumhur.
    Said menegaskan, aksi hari ini dilakukan untuk memperjuangkan sejumlah tuntutan, mulai dari kenaikan upah 8,5-10,5 persen, penghapusan pajak pesangon, hingga penghentian praktik
    outsourcing
    .
    “Dikala buruh sedang berjuang meminta kenaikan upah 8,5 persen-10,5 persen, hapus
    outsourcing
    , setop PHK, RUU Ketenagakerjaan pro buruh, reformasi pajak PTKP jadi Rp 7,5 juta, hapus pajak THR, hapus pajak pesangon dan lain-lain, berantas korupsi, pemilu bersih, revisi UU Pemilu, kok masih ada pemimpin buruh seperti ini ya?” ujar Said.
    Meski terdapat perbedaan sikap di antara pimpinan serikat, Said Iqbal tetap menyerukan agar aksi hari ini digelar secara damai.
    “Menyerukan kepada seluruh buruh Indonesia, khususnya anggota KSPI dan Partai Buruh di seluruh Indonesia di 38 provinsi, dalam aksi 28 Agustus 2025, harus damai, tertib, tidak ada kericuhan, tidak ada kekerasan,” kata Said.
     
    Said Iqbal menegaskan, aksi dilakukan puluhan ribu buruh ini akan dilakukan secara damai, dan menjadi momentum bagi buruh menyampaikan aspirasi.
    Beberapa tuntutan utama yang akan disuarakan yakni: 
    1. Naikkan upah minimum 8,5-10,5 persen pada 2026 
    Menurut Said, angka tersebut sejalan dengan formula yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 168, dengan mempertimbangkan inflasi 3,26 persen dan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1-5,2 persen.
    2. Hapus sistem outsourcing
    Buruh menolak praktik outsourcing yang dinilai kian meluas, termasuk di BUMN, meskipun putusan MK sudah membatasinya hanya untuk pekerjaan penunjang. 
    3. Reformasi pajak 
    Buruh menuntut kenaikan PTKP dari Rp 4,5 juta menjadi Rp 7,5 juta per bulan, serta penghapusan pajak atas THR dan pesangon. 
    4. Sahkan UU Ketenagakerjaan yang baru
    Said menegaskan, setahun setelah putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2024, DPR dan pemerintah belum menunjukkan kemajuan signifikan. Padahal, aturan baru harus disahkan maksimal dua tahun setelah putusan keluar.
    Selain empat isu utama tersebut, buruh juga akan menyoroti persoalan perlindungan pekerja digital platform, pekerja medis, transportasi, tenaga pengajar, hingga jurnalis. 
    Dalam aksi 28 Agustus, Partai Buruh dan koalisi serikat pekerja juga membawa isu lain, di antaranya pembentukan Satgas PHK, pengesahan RUU Perampasan Aset, pemberantasan korupsi, dan revisi RUU Pemilu untuk desain sistem pemilu 2029.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi II: Revisi UU Pemilu dibahas mulai awal 2026

    Komisi II: Revisi UU Pemilu dibahas mulai awal 2026

    istilah demokrasi bisa direct dan indirect, keduanya itu sama-sama demokrasi. Sama dengan kita ada perwakilan di DPRD, jangan salah mereka itu dipilih oleh masyarakat artinya di jabatan mereka ada suara masyarakat

    Malang, Jawa Timur (ANTARA) – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menyampaikan pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu, termasuk opsi pemisahan pemilu nasional dan daerah serta usulan pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD dimulai pada awal 2026.

    “Soal pembahasan revisi paket politik terkait UU Pemilu itu insya Allah baru akan dimulai pada awal 2026,” kata Khozin di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat.

    Khozin menjelaskan dibukanya masa pembahasan revisi UU tersebut pada tahun depan karena saat ini pihaknya masih membahas beberapa undang-undang lain.

    “Beberapa diantaranya UU ASN dan UU BUMD yang sedang berjalan,” ujarnya.

    Meski demikian, Khozin menyatakan hingga saat ini Komisi II DPR RI sudah mulai melakukan beberapa tahapan untuk mempersiapkan pembahasan perubahan Undang-Undang Pemilu.

    “Yang pasti 2026 harusnya sudah mulai running, kalau saat ini sebenarnya sudah mulai tahapan, seperti rapat dengar pendapat dan forum group discussion terkait kepemiluan,” ucapnya.

    Ia menyampaikan juga telah melakukan penguatan kelembagaan di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

    “Bahkan kemarin kami juga melakukan penguatan kelembagaan Bawaslu di Madura. Artinya, proses sudah jalan, tetapi ofisialnya insya Allah 2026,” ucapnya.

    Selain itu, Khozin menyebut usulan kepala daerah, yakni bupati, wali kota, dan gubernur yang dipilih oleh DPRD tetap sesuai dengan demokrasi.

    “Kita mengenal istilah demokrasi bisa direct dan indirect, keduanya itu sama-sama demokrasi. Sama dengan kita ada perwakilan di DPRD, jangan salah mereka itu dipilih oleh masyarakat artinya di jabatan mereka ada suara masyarakat,” ucapnya.

    Ia memastikan nantinya pembahasan soal revisi UU Pemilu akan berjalan dengan adil, yakni melihat mafsadat dan manfaatnya atau plus minus dari penerapan regulasi soal kepemiluan.

    “Pemerintah berkewajiban mencari dampak paling kecil untuk mencari kemaslahatan yang paling besar,” kata dia.

    Pewarta: Ananto Pradana
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.