Produk: UU Pemilu

  • Mendagri setujui rencana pilkada bisa diwakili oleh DPRD

    Mendagri setujui rencana pilkada bisa diwakili oleh DPRD

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyetujui rencana yang mengemuka terkait dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) dapat dilakukan dan diwakili melalui dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).

    Menurut dia, belajar dari penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024, ada biaya besar yang harus dikeluarkan dalam pesta demokrasi bersifat langsung tersebut dan sebenarnya bisa dilakukan melalui mekanisme demokrasi yang lain.

    “Saya sependapat tentunya, kita melihat sendirilah bagaimana besarnya biaya untuk pilkada. Belum lagi ada beberapa daerah-daerah yang kita lihat terjadi kekerasan, dari dahulu saya mengatakan pilkada asimetris, salah satunya melalui DPRD ‘kan,” kata Tito di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

    Meski menyetujui usulan pilkada lebih baik dilangsungkan di DPRD, dia mengatakan bahwa usulan tersebut memerlukan kajian, termasuk di bawah kementeriannya.

    Mendagri masih menantikan kajian-kajian lain dari berbagai pihak seperti dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI maupun dari kalangan akademikus.

    Lebih lanjut Tito menjanjikan bahwa usulan pilkada di DPRD ini akan dibahas secara serius di bawah kementeriannya mengingat aturan mengenai pemilu kepala daerah ini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

    “Pasti akan bahas. ‘Kan salah satunya sudah ada di Prolegnas. Di Prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU Pemilu dan UU Pilkada,” katanya.

    Pewarta: Livia Kristianti
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • Mendagri Setuju Kepala Daerah Dipilih DPRD: Biaya untuk Pilkada Besar

    Mendagri Setuju Kepala Daerah Dipilih DPRD: Biaya untuk Pilkada Besar

    Mendagri Setuju Kepala Daerah Dipilih DPRD: Biaya untuk Pilkada Besar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Dalam Negeri (
    Mendagri
    ) Jenderal (Purn)
    Tito Karnavian
    mengatakan dirinya sependapat dengan Presiden Prabowo Subianto terkait kepala daerah lebih baik dipilih DPRD saja agar efisien.
    Tito mengatakan, biaya pelaksanaan untuk pilkada sangatlah besar.
    “Ya, saya sependapat tentunya, kita melihat sendiri lah bagaimana besarnya biaya untuk pilkada,” ujar Tito saat ditemui di Istana, Jakarta, Senin (16/12/2024).
    Tito menjelaskan, pilkada juga bisa memicu kekerasan di sejumlah daerah.
    Menurutnya, dengan
    kepala daerah dipilih DPRD
    , maka demokrasi yang diterapkan bisa diterjemahkan sebagai demokrasi perwakilan.
    “Dari dulu saya mengatakan pilkada asimetris salah satunya melalui DPRD kan. Demokrasi juga bisa diterjemahkan demokrasi langsung dan demokrasi dengan perwakilan. Kalau DPRD demokrasi juga, tapi demokrasi perwakilan,” jelasnya.
    “Tapi ya kita lihat bagaimana teman-teman di DPR nanti, parpol, akademisi, Kemendagri melakukan kajian,” sambung Tito.
    Sementara itu, Tito menyebut pemerintah akan membahas mengenai pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
    “Kan salah satunya sudah ada di prolegnas. Di prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU Pemilu dan UU Pilkada. Nanti gongnya akan dicari tapi sebelum itu kita akan adakan rapat,” imbuhnya.
    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto membandingkan sistem politik Indonesia dengan negara tetangga, di mana negara seperti Malaysia, Singapura, dan India jauh lebih efisien pemilihannya.
    Menurutnya, negara tetangga hanya melaksanakan pemilihan sebanyak satu kali, yakni untuk anggota DPRD-nya saja. Selebihnya, DPRD lah yang memilih bupati hingga gubernur.
    Prabowo lantas membandingkan dengan sistem pemilihan di Indonesia yang bisa menghabiskan anggaran triliunan rupiah dalam 1-2 hari saja.
    Hal tersebut Prabowo sampaikan saat menghadiri HUT Golkar di Sentul, Kamis (12/12/2024) malam.
    “Ketum Partai Golkar salah satu partai besar, tapi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem partai politik. Apalagi ada Mbak Puan kawan-kawan dari PDI-P, kawan-kawan partai lain, mari kita berpikir, mari kita tanya, apa sistem ini, berapa puluh triliun habis dalam 1-2 hari. Dari negara maupun dari tokoh politik masing-masing,” ujar Prabowo.
    “Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itu lah yang milih gubernur, yang milih bupati,” sambungnya.
    Prabowo mengatakan, sistem seperti di negara tetangga itu jauh lebih hemat ketimbang pemilihan di Indonesia.
    Padahal, uang yang dikeluarkan untuk pemilihan bisa dimanfaatkan untuk makanan anak-anak, perbaikan sekolah, hingga perbaikan irigasi.
    “Ini sebetulnya begitu banyak ketum partai di sini sebenarnya bisa kita putuskan malam hari ini juga, gimana?” tanya Prabowo disambut tawa.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dukung Prabowo soal DPRD Pilih Kepala Daerah, PKB Dorong Paket RUU Politik

    Dukung Prabowo soal DPRD Pilih Kepala Daerah, PKB Dorong Paket RUU Politik

    ERA.id – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendukung keinginan Presiden Prabowo Subianto agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sistem politik berbiaya tinggi di Indonesia dinilai perlu diperbaiki.

    “Kami mendukung gagasan Presiden Prabowo. Sudah saatnya kita perbaiki sistem politik kita yang berbiaya tinggi,” ujar Ketua Fraksi PKB DPR Jazilul Fawaid dalam keterangannya, Jumat (13/12/2024).

    Dia mengatakan, PKB sudah berkali-kali mengusulkan perlunya perbaikan sistem politik di Indonesia. Oleh karena itu, keinginan Prabowo sejalan dengan partainya.

    Jazilul mengaku, PKB kerap mengusulkan agar pemilihan gubernur dilakukan melalui DPRD provinsi, bukan dipilih langsung oleh rakyat.

    Sebab, otonomi daerah seharusnya berada di kabupaten/kota. Selama ini, gubernur hanya menjalankan fungsi koordinasi. Sehingga, pemilihan gubernur bisa dilakukan oleh DPRD.

    “Selain pemilihan gubernur itu berbiaya tinggi, sejatinya otonomi daerah itu ada di kabupaten/kota,” kata Jazilul.

    Selain itu, pihaknya juga mengusulkan pemisahan antara pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres). Selama ini, pileg kurang mendapatkan perhatian dari masyarakatkarena publik lebih fokus pada pemilihan presiden.

    “Pilpres dan pileg perlu dipisahkan, sehingga pileg juga mendapatkan perhatian. Jadi  pileg dulu baru kemudian pilpres,” paparnya.

    Dia menegaskan, perbaikan sistem politik itu bisa dilakukan melalui revisi paket Undang-Undang Politik yang menggabungkan sejumlah undang-undang, seperti UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, dan UU lainnya.

    “Kami sangat menyambut baik perbaikan sistem politik ke depan,” ujar Jazilul.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan keinginannya sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia perlu efisiensi. Dia ingin kepala daerah mulai dari gubernur, bupati, hingga wali kota dipilih oleh DPRD.

    Hal itu merespons usulan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia soal perlunya perbaikan proses pilkada. Prabowo pun mengaku tertarik meniru sistem dari negara tetangga.

    “Saya lihat negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India. Sekali milih anggota DPRD, sekali milih ya sudah, DPRD itu lah milih gubernur, milih bupati,” kata Prabowo dalam sambutannya di acara HUT ke-60 Partai Golkat di SICC, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12).

    Dia lantas menyinggung tingginya ongkos yang dikeluarkan dalam pelaksanaan Pilkada. Menurutnya, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai triliunan rupiah untuk tokoh-tokoh yang berkontestasi.

    Apabila pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD, menurutnya akan lebih efektif dan menekan biaya yang dikeluarkan.

    “Efisien, enggak keluar duit, keluar duit. Kaya kita kaya aja. Uangnya kan bisa beri makan anak-anak kita, uangnya bisa perbaiki sekolah, perbaiki irigasi,” kata Prabowo.

  • Dukung Usul Prabowo, PKB Ingin Kepala Daerah Dipilih DPRD

    Dukung Usul Prabowo, PKB Ingin Kepala Daerah Dipilih DPRD

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Fraksi PKB DPR Jazilul Fawaid atau biasa disapa Gus Jazil mendukung usulan Presiden Prabowo Subianto agar ke depan kepala daerah dipilih DPRD. Menurut Gus Jazil, usulan Prabowo tersebut sebagai langkah memperbaiki sistem politik Indonesia.

    “Kami mendukung gagasan Presiden Prabowo. Sudah saatnya kita perbaiki sistem politik kita yang berbiaya tinggi,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (13/12/2024).

    Menurut Gus Jazil, usulan Presiden Prabowo sejalan dengan sikap Fraksi PKB selama ini yang juga mengusulkan perbaikan sistem politik. Salah satunya terkait kepala daerah dipilih DPRD.

    Hanya saja, kata Gus Jazil, PKB menginginkan kepala daerah yang dipilih DPRD adalah gubernur dan wakil gubernur, sedangkan bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota tetap dipilih secara langsung.

    Alasannya, otonomi daerah sejatinya berada di kabupaten/kota. Selama ini, gubernur hanya menjalankan fungsi koordinasi sehingga gubernur bisa dipilih DPRD.

    “Selain pemilihan gubernur itu berbiaya tinggi, sejatinya otonomi daerah itu ada di kabupaten/kota,” bebernya.

    Menurut Gus Jazil, selain kepala daerah dipilih DPRD, PKB juga mengusulkan pemisahan antara Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD atau Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Selama ini, pileg kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat karena publik lebih fokus pada pilpres.

    “Pilpres dan pileg perlu dipisahkan sehingga pileg juga mendapatkan perhatian. Jadi pileg dahulu baru kemudian pilpres,” tegas dia.

    Gus Jazil menegaskan perbaikan sistem politik itu bisa dilakukan melalui revisi paket undang-undang politik yang menggabungkan sejumlah undang-undang, seperti UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, dan UU lainnya.

    “Kami sangat menyambut baik perbaikan sistem politik ke depan,” pungkas Gus Jazil.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan gagasannya untuk memperbaiki sistem politik di Indonesia khususnya terkait pemilihan kepala daerah yang dinilai berbiaya tinggi. Prabowo pun membandingkan pemilihan kepala daerah di sejumlah negara, seperti Malaysia, Singapura, dan India yang jauh lebih efisien.

    Hal ini disampaikan Prabowo saat berpidato pada perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024) malam.

    Prabowo mengusulkan agar ke depannya kepala daerah dipilih DPRD masing-masing sehingga tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. Uang negara bisa dialih untuk kebetulan lainnya.

  • APHTN-HAN usulkan penataan regulasi pemilu dan pilkada 

    APHTN-HAN usulkan penataan regulasi pemilu dan pilkada 

    Sekarang adalah momentum tepat untuk mengkaji penataan regulasi di bidang pemilu dan pilkada

    Jember, Jawa Timur (ANTARA) – Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) mendorong adanya penataan regulasi terkait pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) seiring dengan berakhirnya pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

    “Sekarang adalah momentum tepat untuk mengkaji penataan regulasi di bidang pemilu dan pilkada,” kata Sekretaris Jenderal APHTN-HAN Bayu Dwi Anggono saat dikonfirmasi per telepon dari Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.

    Menurutnya APHTN-HAN telah menggelar konferensi nasional dengan salah satu isu yang dibahas dalam diskusi panel terkait dengan penataan pengaturan pemilu dan pilkada dengan melibatkan sejumlah pakar hukum tata negara dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia.

    “Ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam diskusi tentang penataan regulasi pemilu dan pilkada. Sedikitnya ada empat rekomendasi,” ucap Bayu yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) itu.

    Ia menjelaskan perlu diterapkan model kodifikasi atau omnibus terhadap UU Pemilu yang memuat materi Pemilu (UU No. 7 Tahun 2017), Pilkada (UU No. 10 Tahun 2016), Partai Politik (UU No. 2 Tahun 2011) dan Penyelenggara Pemilu.

    “Penataan UU Pemilu/Pilkada perlu jauh-jauh hari dilakukan sebelum berlangsungnya proses tahapan pemilu, agar jika ada yang menguji ke MK, maka tidak sampai mengganggu tahapannya demi kepastian tahapan pemilu/pilkada,” tuturnya.

    Kemudian terkait kelembagaan, lanjut dia, pilihan model lembaga penyelenggara pemilu perlu memperhatikan prinsip konstitusi yang menegaskan independensi lembaga penyelenggara pemilu.

    “Prinsip independensi perlu dijaga untuk menjamin pelaksanaan Pemilu/Pilkada secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,” ujarnya.

    Menurutnya para pakar berpendapat bahwa reformasi pengaturan partai politik yang disesuaikan dengan perkembangan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, sehingga ada dua hal penting yang perlu diatur secara tuntas.

    “Kedudukan partai politik harus ditegaskan sebagai Badan Hukum Publik dan berkaitan dengan pengaturan pendanaan partai politik (political party financing) yang sangat berhubungan dengan efektivitas peran parpol dalam kehidupan demokrasi,” ucapnya.

    Bayu juga mengatakan secara tegas bahwa perlu dihindari perubahan aturan main pemilu di tengah berlangsungnya tahapan pemilu melalui strategi pembahasan dan penetapan UU atau regulasi pemilu yang partisipatif jauh hari sebelum dilaksanakannya tahapan pemilu.

    “Sehingga segala pengujian ke MK/MA atas regulasi dimaksud bisa diputus sebelum dimulainya tahapan, serta jika pengujian materi terjadi saat tahapan pemilu tengah berlangsung maka pemberlakuan putusan untuk pemilu yang akan datang,” katanya.

    Pewarta: Zumrotun Solichah
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • Akademisi dukung revisi UU Parpol bersamaan dengan UU Pemilu

    Akademisi dukung revisi UU Parpol bersamaan dengan UU Pemilu

    “Saya sangat senang jika pembicaraan tentang revisi UU Pemilu itu juga dikaitkan dengan pembicaraan revisi UU Partai Politik dan UU MD3,”

    Jakarta (ANTARA) – Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM Mada Sukmajati mendukung revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol) digelar bersamaan dan selaras dengan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

    “Saya sangat senang jika pembicaraan tentang revisi UU Pemilu itu juga dikaitkan dengan pembicaraan revisi UU Partai Politik dan UU MD3,” ujar Mada dalam webinar bertajuk “Agenda Reformasi Sistem Pemilu di Indonesia” dipantau dari Jakarta, Senin.

    Mada menjelaskan bahwa UU Pemilu memiliki keterkaitan yang erat dengan UU Partai Politik dan UU Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).

    Dalam sebuah sistem politik, tutur Mada melanjutkan, input-nya berasal dari partai politik, prosesnya berlangsung pada pemilu, dan hasilnya adalah lembaga legislatif atau eksekutif.

    “Kemudian dampaknya, outcome-nya, yang kita harapkan adalah peningkatan kesejahteraan Indonesia,” ucapnya.

    Melihat panjangnya waktu yang dimiliki oleh DPR menuju persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2029, Mada menilai momen ini tepat untuk melakukan berbagai perubahan yang lebih sistematis untuk perpolitikan Indonesia.

    Dengan mengaitkan revisi UU Pemilu dengan revisi UU Parpol dan UU MD3, Mada menilai perbaikan yang akan terjadi pada perpolitikan di Indonesia dapat lebih komprehensif dan tidak parsial.

    “Rekayasa atau pengaturan yang kemudian kita akan lakukan untuk menata lembaga-lembaga politik bisa sifatnya orkestratif, bersamaan, tidak hanya parsial, tidak hanya pemilunya saja,” kata Mada.

    Ia berharap agar langkah tersebut dapat berdampak pada transformasi sistem politik Indonesia ke depan. Mada juga meminta kepada DPR untuk secara aktif melibatkan masyarakat dalam merevisi berbagai undang-undang tersebut.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2024

  • Walkot Makassar Adukan 17 Lurah-Sekcam Tak Netral Pilkada ke Kemdagri

    Walkot Makassar Adukan 17 Lurah-Sekcam Tak Netral Pilkada ke Kemdagri

    Makassar, CNN Indonesia

    Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto melaporkan 17 lurah dan sekretaris camat di lingkup Pemerintah Kota Makassar, Sulawesi Selatan, ke Kementerian Dalam Negeri terkait dugaan pelanggaran netralitas di Pilkada serentak 2024.

    “Saya sudah menghadap untuk diproses. Menghadap kemarin di wamen sudah, sudah disampaikan sebagai pembelajaran,” kata Danny, Jumat (6/12).

    Danny menuturkan jika belasan ASN tersebut terbukti melakukan pelanggaran netralitas di Pilkada serentak ini ancaman hukumnya bisa berujung pada pemecatan.

    “Karena resikonya kalau didapat itu, dipecat, karena dia kan UU pemilu,” tuturnya.

    Danny menyebut bahwa sebanyak 17 lurah dan sekretaris camat terindikasi tidak netral pada pelaksanaan Pilkada serentak.

    “Terindikasi itu bukan lagi 10 tapi total 17 dengan beberapa sekcam. Kalau ini tidak di proses bisa jadi modus, kalau diproses pasti ada resikonya,” jelas dia yang juga Cagub nomor urut 1 di Pilgub Sulsel 2024 itu.

    Tak hanya di lingkup Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kata Danny belum ada ditemukan adanya dugaan pelanggaran netralitas di Pilkada serentak. Namun, Wali Kota Makassar meminta BKN untuk memeriksa OPD yang ada di Pemkot Makassar.

    “Sudah ditegur di pusat, ada tegurannya dari BKN. sudah saya suruh periksa,” tegasnya.

    Pada Pilgub Sulsel, Danny yang berpasangan dengan Azhar Arsyad tumbang di Makassar. Berdasarkan rekapitulasi akhir Pilgub Sulsel di Kota Makassar, Danny-Azhar yang diusung PDIP mendapat 223.590 suara.

    Sementara itu paslon nomor urut 2 yang merupakan petahana, Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati unggul dalam perolehan suara di Makassar sebesar 345.128 suara.

    Suara sah Pilgub Sulsel di kota Makassar adalah sebanyak 568.718 suara dan suara tidak sah sebanyak 30.374 suara sehingga total suara sah dan tidak sah sebanyak 599.092 suara.

    Berdasarkan hasil rekapitulasi suara Pilgub Sulsel di KPU Makassar, Danny Pomanto yang merupakan wali kota Makassar hanya mampu menang di dua kecamatan yakni di Kecamatan Ujung Pandang dan Kepulauan Sangkarrang.

    Sementara petahana Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman yang berpasangan mantan Wali Kota Makassar, Fatmawati Rusdi unggul 13 kecamatan dari 15 kecamatan.

    Hasil rekapitulasi Pilgub Sulsel di tingkat KPU kabupaten kota, selanjutnya akan diserahkan ke KPU Sulawesi Selatan untuk rekapitulasi di tingkat provinsi.

    Sementara itu berdasarkan metode hitung cepat (quick count) yang dilakukan lembaga Indikator Politik Indonesia, Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi unggul jauh atas rivalnya dengan meraih 76,34 persen suara. Sementara itu Danny-Azhar meraih 23,66 persen suara.

    Hasil quick count ini bukan hasil resmi Pilkada 2024. Hasil resmi Pilkada 2024 akan diketahui melalui penghitungan suara dan rekapitulasi yang dilakukan KPU mulai 27 November hingga 16 Desember 2024.

    Sementara itu di Pilwalkot Makassar 2024, istri Danny Pomanto yakni Indira Yusuf Ismail kalah dari pertarugnan berdasarkan hasil rekapitulasi yang telah ditetapkan KPU Kota Makassar, Jumat (6/12). Paslon yang mendapatkan suara terbanyak berdasarkan rekapitulasi KPU Kota Makassar yang ditutup Jumat lalu adalah paslon  Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika.

    “Hasil pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar tahun 2024 sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu dan kedua, ditetapkan sekaligus diumumkan,” kata Ketua KPU Makassar, Andi Muhammad Yasir Arafat, Jumat.

    Perolehan suara pasangan calon Pilwalkot Makassar yang diikuti empat pasangan calon yakni, paslon nomor urut 1, Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham sebanyak 319.112 suara.

    Paslon nomor urut 2, Andi Seto Gadhista Asapa-Rezki Mulfiati Lufti meraup suara 162.427 suara.

    Kemudian paslon nomor urut 3, Indira Yusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi Uskara hanya meraup suara 81.405.  Sedangkan, paslon pilwalkot Makassar nomor urut 4, Muhammad Amri Arsyid-Abd Rahman Bando sebanyak 20.247 suara.

    Sementara jumlah suara sah sebanyak 583.191 suara, kemudian suara tidak sah sebanyak 14.603 suara dengan total suara sah dan tidak sah sebanyak 597.794 suara.

    “Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ini saya tetapkan,” kata Yasir.

    (mir/kid)

    [Gambas:Video CNN]

  • Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang

    Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang

    Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kata “brutal” menjadi favorit para elite politik untuk mengomentari jalannya Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
    Mereka menggunakan kata ini sebagai simbol bahwa pemilihan umum yang digelar 2024 sangat jauh dari cita-cita demokrasi.
    Tentu, yang paling banyak memakai kata “brutal” untuk mengomentari
    Pemilu 2024
    adalah mereka yang kalah. 
    Ucapan brutalitas pemilu ini diungkapkan berbagai elite politik, baik yang telah pensiun dari jabatan publik, maupun mereka yang saat itu berada di dalam kekuasaan.
    Diksi berbeda pernah diucapkan oleh Wakil Presiden Ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla, meskipun maknanya tak jauh berbeda.
    Dia menyebut, Pemilu 2024 sebagai ajang pemilihan presiden, wakil presiden sekaligus parlemen yang paling buruk sepanjang sejarah sejak tahun 1955.
    “Artinya adalah demokrasi pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya oleh orang yang mampu, orang pemerintahan, orang yang punya uang,” katanya setelah Pemilu 2024 tiga minggu berlalu, tepatnya pada Kamis (7/3/2024).
    Dia mengatakan, Pemilu 2024 tak seharusnya mundur seperti saat ini agar proses pergantian kepemimpinan bisa semakin baik dan berkualitas.
    Selebihnya, tiga tokoh yang mengucapkan kata “brutal” untuk menggambarkan Pemilu 2024 ialah Eks Menkopolhukam Mahfud MD yang juga kontestan Pilpres 2024, dan Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo.
    Ada juga Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI sekaligus cawapres nomor urut 1.
    Dari kalangan masyarakat sipil, ada pengajar hukum pemilu Fakultas Hukum UI Titi Anggraini.
    Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya pun mengakui perlunya perbaikan pemilu, berkaca pada
    pemilu 2024
    lalu.
    Pada sebuah acara diskusi 19 November lalu, Bima Arya menjelaskan, Presiden memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 sehingga ada amanat yang diberikan secara langsung kepada Kementerian Dalam Negeri untuk memperbaikinya.
    “Yang pertama kali dia sampaikan adalah ‘tolong Kemendagri lakukan kajian tentang sistem pemiliu kita, tidak efektif, tidak efisien,’ kira-kira begitu,” ujar Bima.
    Ia menyebut, Presiden Prabowo Subianto menangkap keresahan masyarakat terkait apa yang disebut “brutalitas” dalam Pemilu 2024, mulai dari biaya politik hingga isu yang mungkin bisa memecah belah bangsa.
    “Nah ini saya kira apa yang ditangkap Presiden dengan apa yang disuarakan juga oleh para pemikir, peneliti di kampus, juga teman-teman politisi,” ucap dia.
    Hal yang menjadi sorotan dan dalil gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) saat perselisihan hasil pemilihan presiden 2024 adalah politisasi bantuan sosial.
    Putusan MK memang tak mengubah hasil apa pun dari keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait pemenang Pilpres.
    Namun, pendapat berbeda dari Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi catatan penting penyelenggaraan Pemilu 2024.
    Wakil Ketua MK ini beranggapan bahwa dalil Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berkaitan dengan politisasi bansos seharusnya tidak ditolak Mahkamah.
    “Saya berkeyakinan bahwa dalil pemohon terkait dengan politisasi bansos beralasan menurut hukum,” ujar Saldi membacakan pendapat berbedanya (dissenting opinion) dalam sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).
    Dia mengungkit bahwa pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan elektoral tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali.
    Menurut Saldi, terdapat fakta persidangan perihal pemberian atau penyaluran bansos atau sebutan lainnya yang lebih masif dibagikan dalam rentang waktu yang berdekatan/berhimpitan dengan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
    “Praktik demikian merupakan salah satu pola yang jamak terjadi untuk mendapatkan keuntungan dalam pemilu (electoral incentive),” kata Saldi.
    Hal ini secara tak langsung juga menjadi ketakutan dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024. K
    Ketakutan yang membesar ini disalurkan lewat Komisi II DPR-RI sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan menghentikan penyaluran bantuan sosial agar tak terjadi politisasi oleh calon kepala daerah petahana yang memiliki kewenangan terkait bansos ini.
    Selain masalah bansos, dukungan Kepala Negara kepada kontestan pemilu menjadi sorotan publik dalam konteks brutalitas pemilu.
    Meski secara aturan tak ada yang melarang, hal yang dilakukan kali pertama oleh Presiden Joko Widodo ini dilanjutkan Prabowo saat ini di masa Pilkada.
    Sedikitnya, Presiden Prabowo blak-blakan meng-endorse tiga pasangan calon kepala daerah, yakni calon gubernur dan wakil gubernur (cagub-cawagub) Jawa Tengah, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin, lalu cagub-cawagub Banten, Andra Soni-Dimyati Natakusumah. Terakhir dukungan untuk cagub-cawagub Jakarta, Ridwan Kamil dan Suswono.
    Bentuk brutalitas lainnya yang paling terlihat di Pilkada Serentak 2024 adalah aksi borong tiket.
    Hal ini jelas terlihat pada saat pendaftaran calon kepala daerah untuk Pilgub Jakarta. Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang saat itu memiliki elektabilitas paling tinggi tak dapat tiket karena tak ada yang mencalonkan.
    Sedangkan paslon Ridwan Kamil-Suswono melanggeng dengan memborong 15 partai.
    Beruntung putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah memberikan kesempatan PDI-Perjuangan mengusung calonnya sendiri sehingga Pilkada Jakarta berjalan dengan lebih dari dua pasangan calon.
    Namun nasib berbeda terlihat di beberapa daerah yang masih menyuguhkan kotak kosong sebagai lawan calon tunggal yang memborong tiket pilkada.
    Terbanyak berada di Provinsi Bangka Belitung dengan tiga daerah kabupaten/kota yang berkontestasi dengan kotak kosong.
    Cegah terulang dengan perbaikan hukum pemilu
    Ada harapan besar dari masyarakat agar pemilu di masa depan tak lagi sebrutal saat ini dengan jalan memperbaiki aturan main pemilihan.
    Revisi UU Pemilu
    digaungkan, baik dari kalangan elite politik, legislatif, pemerintah dan masyarakat sipil.
    Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraeni mengatakan,
    revisi UU Pemilu
    dan Pilkada yang menjadi prioritas program legislasi nasional (prolegnas) sangat diperlukan.
    Salah satu yang paling krusial adalah pemisahan antara pemilu dan pilkada di tahun yang berbeda untuk menghindari rendahnya tingkat partisipasi pemilih.
    “Ada sejumlah hal yang mendesak dievaluasi dan diperbaiki dalam UU Pilkada berkaca dari penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 yang terselenggara di tahun yang sama dengan Pemilu Serentak 2024,” ujarnya pada Jumat (29/11/2024).
    Ia juga menyoroti beban berat yang dihadapi penyelenggara akibat harus mengelola tahapan pemilu dan pilkada secara bersamaan.
    Hal penting lainnya adalah membuat ambang batas calon kontestan pemilu dan pilkada yang dilakukan secara lebih adil.
    Wamendagri Bima Arya mengatakan, ambang batas pencalonan tak hanya mengatur batas bawah suara yang harus diperoleh partai atau kumpulan partai, tetapi juga harus mengatur batas atas suara partai atau kumpulan partai dalam mencalonkan pasangan calon tertentu.
    Hal ini perlu dilakukan, agar aksi borong tiket tak lagi terjadi di masa depan.
    Terakhir dan yang mungkin paling penting di luar hal teknis lainnya adalah segera merevisi UU Pemilu setelah Pilkada Serentak 2024 dinyatakan selesai.
    Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengatakan,
    revisi UU pemilu
    harus segera dilakukan agar terbebas dari intervensi dan kepentingan politik yang kuat.
    Jika revisi UU Pemilu dan Pilkada direvisi mendekati tahun pemilihan, dia khawatir akan ada intervensi yang kuat dan titipan pasal yang bisa menguntungkan para kontestan pemilu.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Legislator: Generasi Z lebih individual dalam preferensi memilih

    Legislator: Generasi Z lebih individual dalam preferensi memilih

    Semarang (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima menilai Generasi Z memiliki preferensi memilih atau menggunakan hak pilihnya secara individual ketimbang generasi pendahulunya.

    “Gen Z kan dibesarkan di dalam value yang based on individu ya. Kalau dulu kan , terutama keluarga,” katanya, di Semarang, Rabu.

    Hal tersebut disampaikannya saat kegiatan Parlemen Kampus 2024 di Universitas Diponegoro Semarang bertema “Mengkaji UU Pemilu: Peran Mahasiswa dalam Mendorong Pemilu yang Bersih dan Berintegritas”.

    Aria mencontohkan dulu keluarga memiliki pengaruh besar dalam prevelensi memilih anggotanya, termasuk anak-anak yang akan cenderung mengikuti ayah atau ibunya.

    “Dulu, kalau pemilu itu hampir satu keluarga itu mempunyai satu warga pilihan yang hampir sama. Bahkan, kecenderungan paternalistik atau maternalistik dalam keluarga akan membuat partisipatif anak-anaknya mengikuti pemilu,” katanya.

    Bahkan, kata dia, dalam satu keluarga bisa saja datang bersamaan ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilihnya pada hajatan pesta demokrasi.

    “Satu keluarga itu dulu kalau nyoblos bareng-bareng. Jam piro? Jam piro?(Menanyakan jam berapa). Saya melihat ini tidak terjadi di dalam proses anak-anak Gen Z sekarang yang lebih cenderung individual, bukan individualis ya,” katanya.

    Menurut dia, kecenderungan individu dalam preferensi memilih di kalangan Generasi Z itu menunjukkan perubahan tata nilai yang dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya faktor untung rugi berpartisipasi di pesta demokrasi.

    “Elu elu, gue gue. Kalau gue mau nyoblos, urusan gue. Bukan urusan elu, termasuk elu bapaknya, elu ibunya, atau elu kakaknya. Nah, ini ada perubahan ‘value’, tata nilai gen Z lebih individual dalam mengambil keputusan,” katanya.

    Artinya, kata dia, perlu pendidikan politik untuk membangun kesadaran masyarakat, terutama generasi muda agar sekadar mempertimbangkan untung rugi, tetapi berbagai nilai agar tidak salah memilih.

    “Saya kira itu yang membedakan zaman kita dulu. Zaman kita (pertimbangannya, red.) ideologi, partisipatif bernegara, patriotik, wawasan nasionalisme, dan sebagainya,” katanya.

    Berkaitan dengan masih rendahnya tingkat partisipasi pemilih pada pemilihan kepala daerah (pilkada), ia mengatakan bisa saja dipengaruhi berbagai faktor sehingga akan dikaji.

    “Kami akan evaluasi. Kenapa pilkada kali ini terjadi penurunan partisipasi? Atau karena mobilisasi yang berkurang? Kalau zaman pileg (pemilihan anggota legislatif) kan calon-calon ini mau mobilisasi,” katanya.

    Ia mengatakan bahwa mobilisasi bisa dilakukan secara negatif, misalnya lewat politik uang, politisasi bantuan sosial, atau mendapatkan tekanan maupun intervensi dari pihak tertentu.

    “Harus kita lihat supaya lebih jernih. Saya tidak melihat partisipasi itu kendur karena bisa saja yang tidak memilih pun karena kesadaran diri karena merasa tidak ada kandidat calon cakadanya (calon kepala daerah) yang dianggap kompeten,” katanya.

    Pewarta: Zuhdiar Laeis
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Banyak Fenomena Politik Uang, Cak Imin Sebut Prabowo Ingin Sempurnakan UU Pemilu – Page 3

    Banyak Fenomena Politik Uang, Cak Imin Sebut Prabowo Ingin Sempurnakan UU Pemilu – Page 3

    Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut menemukan kurang lebih 130 dugaan pelanggaran berupa politik uang di masa tenang dan pemungutan suara Pilkada 2024.

    Anggota Bawaslu RI Puadi mengatakan, jumlah dugaan pelanggaran ini tercatat sejak Rabu, 27 November 2024. Di mana, semua ini berdasarkan adanya laporan dan juga informasi yang masuk kepada pihaknya.

    “Kajian awal ini menunjukkan dugaan tersebut memenuhi syarat formil dan material, kemudian Bawaslu akan melakukan kajian hukum dalam 5 hari kalender. Kemudian dugaan pelanggaran itu juga terdiri dari atas pembagian uang atau material lainnya dan potensi pembagian atau materialnya yang dimaksud dengan potensi pembagian uang,” kata dia di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Rabu (27/11/2024).

    Puadi menyebut, dugaan pelanggaran berdasarkan tahapan pada masa tenang terdapat 71 dugaan peristiwa pembagian uang dan 50 dugaan potensi pembagian uang.

    “Sedangkan pada tahapan pemungutan suara terdapat delapan dugaan peristiwa pembagian uang dan satu dugaan peristiwa potensi pembagian uang. Dugaan pembagian uang di masa tenang terdiri dari 11 dugaan peristiwa hasil pengawasan Bawaslu dan 60 dugaan peristiwa dari laporan masyarakat kepada Bawaslu,” ungkap dia.

    “Kemudian dugaan potensi pembagian uang terdiri dari 11 dugaan potensi peristiwa dari hasil pengawasan Bawaslu dan 39 dugaan peristiwa merupakan laporan masyarakat kepada Bawaslu,” sambungnya.

    Puadi menuturkan, dugaan pelanggaran politik uang pada tahapan pemungutan suara terdiri dari satu dugaan peristiwa pembagian uang yang merupakan hasil pengawasan Bawaslu dan tujuh peristiwa merupakan laporan masyarakat.

    “Kemudian dugaan peristiwa potensi pembagian uang pada tahapan pemungutan suara. Nah terhadap laporan yang dilaporkan secara resmi kepada Bawaslu akan dilakukan kajian awal terlebih dahulu jika laporan tersebut memenuhi syarat formil materi,” jelas dia.

    “Jadi saya sampaikan ada beberapa hal di masa tenang ya. Pembagian uang atau material lainnya terdapat 59 peristiwa pembagian uang, dimana 8 peristiwa merupakan hasil pengawasan Bawaslu dan 51 peristiwa merupakan laporan masyarakat kepada jajaran Bawaslu,” sambungnya.

     

    Reporter: Rahmat Baihaqi

    Sumber: Merdeka.com