Produk: UU Pemilu

  • Apa Itu Presidential Threshold yang Dihapus MK?

    Apa Itu Presidential Threshold yang Dihapus MK?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusannya menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden alias Syarat pada Pilpres.

    MK mengabulkan uji materi atas Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Majelis hakim konstitusi menilai pasal yang mengatur tentang PT itu bertentangan dengan konstitusi.

    MK berpendapat Pasal 222 UU Pemilu tak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil sebagaimana termaktub pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

    Lantas apakah itu presidential threshold?

    Secara sederhana, presidential threshold merupakan syarat pencalonan menjadi presiden-wapres.

    Hal itu diatur pada Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan bahwa paslon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen suara sah secara nasional pada Pileg DPR sebelumnya.

    “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya,” bunyi pasal tersebut.

    Aturan itu merupakan pasal turunan dari aturan di atasnya, yakni konstitusi UUD NRI 145 Pasal 6A ayat (2) yang merupakan hasil dari amendemen ketiga.

    Pasal itu menyatakan bahwa presiden-wapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol, tanpa mensyaratkan jumlah minimal perolehan suara atau kepemilikan kursi anggota DPR untuk mengajukan paslon.

    “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu,” bunyi Pasal 6A ayat (2) UUD ’45.

    Presidential threshold sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia sejak Pilpres 2004. Namun nilai persentase syaratnya selalu berubah dari pemilu ke pemilu.

    Pada Pilpres 2004, presidential threshold ditetapkan sebesar 15 persen kursi DPR dan 20 persen perolehan suara sah nasional di pemilu sebelumnya. 

    Syarat itu ditingkatkan pada Pilpres 2009, yakni 25 persen kursi DPR atau 20 persen perolehan suara sah nasional.

    Syarat yang sama berlaku pada Pilpres 2014, namun pada Pilpres 2019 dan 2024 kembali berubah menjadi 20 persen kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional

    Kini, Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur soal presidential threshold, telah dinyatakan oleh MK sebagai inkonstitusional.

    (mnf/wis)

    [Gambas:Video CNN]

  • Penghapusan Presidential Threshold, Kado Tahun Baru dari Mahkamah Konstitusi

    Penghapusan Presidential Threshold, Kado Tahun Baru dari Mahkamah Konstitusi

    Penghapusan Presidential Threshold, Kado Tahun Baru dari Mahkamah Konstitusi
    Tim Redaksi


    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Mahkamah Konstitusi
    (MK) mengeluarkan putusan mengejutkan dalam sidang putusan perdana awal 2025.
    Sidang putusan yang digelar Kamis (2/1/2025) ini membacakan putusan gugatan terkait ambang batas pencalonan presiden.
    Dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, MK memutuskan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu inkonstitusional, yang artinya tak berlaku lagi sejak putusan dibacakan.
    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.
    “Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujarnya lagi.
    Keputusan ini serta-merta menghapus norma hukum dalam Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden.
    Pasal itu berbunyi “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.”
    Alasan utama Mahkamah Konstitusi menghapus ambang batas pencalonan presiden dibacakan Hakim Konstitusi
    Saldi Isra
    dalam pertimbangan hukum.
    Disebutkan, Pasal 222 tersebut bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.
    Dia juga mengatakan,
    presidential threshold
    ini melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi serta bertentangan dengan UUD 1945.
    Alasan ini yang menyebabkan MK bergeser dari putusan perkara presidential threshold yang telah diputuskan ditolak sebanyak 32 kali.
    Saldi mengatakan, ambang batas pencalonan berapa pun besarannya telah bertentangan dengan prinsip dasar konstitusi negara.
    Alasan lain MK menghapus beleid ini adalah kondisi perpolitikan Indonesia yang tak baik-baik saja.
    Dia menyebut, ada kecenderungan mengarah pada satu calon tunggal dalam pemilihan presiden jika presidential threshold ini dipertahankan.
    “Setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat dua pasangan calon,” ucap Saldi.
    Padahal, kata dia, pengalaman sejak penyelenggaraan pilpres secara langsung menunjukkan bahwa dua pasangan calon akan menjebak masyarakat dalam polarisasi.
    Hal ini, jika tidak diantisipasi, kata Saldi, akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.
    “Bahkan, jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal,” ucapnya.
    Dengan putusan tersebut, MK menegaskan setiap partai politik peserta pemilu berhak mengusung calon presiden dan wakil presiden mereka sendiri.
    Namun yang menjadi catatan, akan ada banyak calon presiden yang bermunculan.
    “Dalam hal ini, misalnya, jika jumlah partai politik peserta pemilu adalah 30, maka terbuka potensi terdapat 30 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik peserta pemilu,” kata Saldi.
    Sebab itu, MK menekankan agar pembentuk undang-undang bisa mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak.
    Karena pasangan capres-cawapres yang terlalu banyak dinilai bisa merusak hakikat dilaksanakannya pilpres secara langsung oleh rakyat.
    MK memberikan penekanan agar pembentuk undang-undang, dalam hal ini pemerintah dan DPR, bisa melakukan rekayasa konstitusional dengan berpegang pada lima poin.
    Pertama, semua partai politik tetap memiliki hak mengusulkan pasangan capres-cawapres.
    Kedua, pengusulan paslon capres-cawapres oleh parpol dan gabungan parpol peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi.
    Ketiga, parpol peserta pemilu bisa bergabung untuk mengusung capres-cawapres sepanjang tidak menjadi “koalisi gemuk” yang menyebabkan terbatasnya pasangan capres-cawapres.
    Keempat, parpol peserta pemilu yang tidak mengusung paslon capres-cawapres bisa dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
    Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional harus melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu dengan penerapan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
    Aktivis pemilu sekaligus pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengapresiasi putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden tersebut.
    Dia mengatakan, perjuangan masyarakat sipil dan pegiat pemilu sangat panjang sehingga bisa sampai pada titik ini.
    Gugatan ini “pecah telur” oleh gugatan empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta: Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khorul Fatna.
    “Ini kemenangan rakyat Indonesia, 36 permohonan menandakan bahwa ambang batas pencalonan presiden memang bermasalah, bertentangan dengan moralitas politik kita,” ujarnya.
    Titi berharap, dengan putusan ini, seluruh partai politik bisa berbenah dan menyiapkan kader terbaiknya untuk maju menjadi calon presiden 2029.
    Selain itu, dia mengingatkan agar DPR berpedoman pada putusan 62/2024 ini dalam merevisi Undang-Undang Pemilu 7/2017.
    DPR, kata Titi, jangan coba-coba mengubah putusan MK tersebut, karena masyarakat sipil akan mengawal layaknya putusan MK terkait batas usia calon kepala daerah tahun lalu.
    Selain itu, Titi menjelaskan putusan MK yang telah dibacakan bersifat erga omnes, berlaku untuk semua, dan berlaku saat diucapkan, kecuali dalam putusan ada penundaan pemberlakuan yang diucapkan secara spesifik.
    Sebab itu, dia berharap agar para pembuat undang-undang, khususnya Presiden Prabowo Subianto, menjadi garda terdepan mengawal putusan ini.
    “Kami berharap Presiden Prabowo menjadi yang paling depan untuk menegakkan putusan MK nomor 62 tahun 2024,” kata dia.
    Peserta Pilpres 2024,
    Anies Baswedan
    , turut merespons putusan MK ini melalui juru bicaranya, Sahrin Hamid.
    Dia mengatakan, putusan MK ini layaknya sebuah kado perayaan awal tahun 2025.
    “Inilah yang menjadi harapan rakyat. Sehingga putusan ini menjadi kado
    tahun baru
    dari Majelis Hakim MK,” ujar Sahrin.
    Dia mengatakan, putusan MK ini memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia karena ketentuan presidential threshold membatasi rakyat untuk memperoleh pemimpin yang lebih baik.
    Ia menyebutkan, dengan putusan ini, MK telah meminimalisir cengkeraman kartel politik dan oligarki pilpres di masa depan.
    Sahrin pun menilai akan ada potensi kepemimpinan bangsa yang akan tumbuh dan berkembang bagi seluruh potensi anak bangsa yang memiliki kualitas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menko Yusril: Pemerintah Hormati Putusan MK Hapus Presidential Threshold

    Menko Yusril: Pemerintah Hormati Putusan MK Hapus Presidential Threshold

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold atau syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. 

    “Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 1945, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir. Putusan itu bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/1/2025).

    Menko Yusril menegaskan, semua pihak, termasuk pemerintah, terikat dengan putusan MK yang membatalkan ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait atuan presidential threshold. 

    Pemerintah menyadari bahwa permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan. 

    Yusril mengatakan, pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu. 

    “Namun, apa pun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormati dan tidak dapat mengomentari, karena semua itu adalah kewenangan MK yang bersumber dari UUD 45,” ucap Yusril. 

    Menko Yusril menambahkan, setelah adanya tiga putusan MK Nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan presidential threshold, pemerintah secara internal tentu akan membahas implikasinya terhadap pelaksanaan Pilpres 2029. 

    “Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” ujar Yusril. 

    “Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya,” pungkas Yusril terkait MK hapus presidential threshold. 

  • Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, PAN Sebut MK Buat Keputusan Populis – Halaman all

    Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, PAN Sebut MK Buat Keputusan Populis – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen.

    Pasalnya, PAN telah lama ikut berjuang untuk menghapus PT 20 persen. 

    “Kami mengucapkan terima kasih kepada MK yang telah mengambil keputusan ini. Ini adalah keputusan yang sangat populis yang didukung oleh masyarakat,” ujar Wakil Ketua Umum DPP PAN Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).

    Saleh menjelaskan, dari sisi rasionalitas sederhana, penerapan PT itu sangat tidak adil. 

    Sebab ada banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri.

    “Kalau pakai PT, itu kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju. Sementara, untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit,” katanya.

    Sebetulnya, kata Saleh, Indonesia punya banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan. 

    Mereka ada di kampus-kampus, bekerja sebagai profesional, aktivis ormas, NGO, dan lain-lain. 

    Namun mereka ini tidak terpikir untuk maju sebagai capres atau cawapres. Sebab, mereka tidak memiliki modal dasar dan pengalaman menjadi pengurus partai politik.

    Dengan keputusan MK ini, lanjut Saleh, semua pihak diharapkan dapat duduk bersama untuk merumuskan sistem pilpres ke depan. 

    Menurutnya harus mengupayakan agar seluruh rakyat punya hak yang sama untuk mencalonkan dan dicalonkan.

    “Prinsip dasar dari demokrasi itu adalah persamaan hak dan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Dan itu harus dimulai dari sistem regenerasi dan pergantian kepemimpinan di semua tingkatan. Ini kelihatan sederhana. Tetapi pasti membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menerapkannya,” ucapnya.

    “Kalau PAN, insyaallah sangat bersyukur dengan keputusan ini. Harapan kami, akan banyak capres dan cawapres yang muncul. Dan tentu sedapat mungkin kami juga bermimpi untuk mendorong kader sendiri. Atau paling tidak, bekerjasama dan berkolaborasi dengan partai atau elemen bangsa lainnya,” pungkasnya.

    MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen

    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.

    Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    “Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

    Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

    Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

    MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.

    Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

    Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.

    Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

    Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

    Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

    “Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

    Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang – undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:

    Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

    Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

    Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

    Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

    Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

    “Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.

  • Isu Politik Terkini: MK Hapus Presidential Threshold hingga Jokowi Ungkap Hubungannya dengan Anies-Ahok

    Isu Politik Terkini: MK Hapus Presidential Threshold hingga Jokowi Ungkap Hubungannya dengan Anies-Ahok

    Jakarta, Beritasatu.com –  Berbagai isu polisik terkini mewarnai pemberitaan Beritasatu.com pada Kamis (2/1/2025) hingga pagi ini. Mulai dari MK menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen hingga mantan Presiden Jokowi mengungkap perihal hubungannya dengan Anies Baswedan dan Ahok.

    Berikut 5 isu politik terkini Beritasatu.com:

    MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen
    Isu politik terkini pertama yang menyorot perhatian publik adalah sikap berani Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus presidential threshold 20 persen kursi di DPR yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. 

    Putusan itu dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pamungkas atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo.

    Hakim MK Anwar Usman dan Daniel Yusmic Tak Sepakat Hapus Presidential Threshold
    MK memutuskan menghapus presidential threshold 20 persen kursi di DPR dalam sidang putusan gugatan atas UU Pemilu, Kamis (2/1/2025). Namun, dua hakim konstitusi, Anwar Usman dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion. 

    “Kedua hakim tersebut berpendapat bahwa para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan perbedaan pendapat para hakim.

    Meski demikian, Anwar Usman dan Daniel kalah suara karena mayoritas hakim MK setuju dengan penghapusan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

    DPR Akan Susun Norma Baru Setelah MK Hapus Presidential Threshold 
    Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menyatakan DPR menghormati putusan MK yang menghapus presidential threshold 20 persen. 

    “Putusan ini bersifat final and binding, sehingga kami berkewajiban untuk menindaklanjutinya,” ujar Rifqi di Jakarta, Kamis (2/1/2025).

    Rifqi menegaskan DPR bersama pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan MK tersebut dengan menyusun norma baru yang sesuai dengan undang-undang terkait pencalonan presiden dan wakil presiden. Ia menyebut keputusan ini sebagai babak baru dalam demokrasi konstitusional di Indonesia.

    Budi Gunawan Respons Soal Jokowi Finalis Tokoh Dunia Terkorup Versi OCCRP
    Isu politik terkini selanjutnya masih seputar Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang masuk finalis tokoh dunia terkorup 2024 versi organisasi jurnalis investigasi global Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Menko Polkam Budi Gunawan mengimbau semua pihak untuk menjaga muruah Jokowi. 

    “Bagaimanapun, presiden adalah warga negara terbaik di setiap negara. Kita harus menghargai legacy beliau dan menjaga muruah presiden dengan baik,” ujar Budi kepada wartawan, Kamis (2/1/2025).

  • MK Usul Rekayasa Konstitusional Cegah Capres Terlalu Banyak

    MK Usul Rekayasa Konstitusional Cegah Capres Terlalu Banyak

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mahkamah Konstitusi (MK) mengusulkan rekayasa konstitusional atau constitutional engineering untuk mencegah potensi pasangan calon presiden dan wakil presiden terlalu banyak usai penghapusan ambang batas presiden.

    Dalam amar putusan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, MK menghapus syarat ambang batas presidensial yang berlaku selama ini. Sehingga, semua partai politik ke depan memungkinkan untuk mengusung pasangan calon presidennya.

    “Dalam putusan ini, Mahkamah juga memberikan pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak,” kata hakim Mahkamah, Saldi Isra saat membacakan pokok permohonan, Kamis (2/1).

    Ada lima pedoman bagi DPR untuk rekayasa konstitusional sebagaimana diusulkan MK. Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Kedua, usulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik tidak lagi didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

    Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung, selama gabungan tersebut tidak menyebabkan dominasi.

    “Dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih,” kata Saldi.

    Keempat, MK mengusulkan sanksi terhadap partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Sanksi bisa berupa larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

    “Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaraan pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation)”.

    (thr/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • [POPULER NASIONAL] MK Hapus Presidential Threshold | Suara KPK soal Jokowi Disebut Tokoh Terkorupsi Versi OCCRP

    [POPULER NASIONAL] MK Hapus Presidential Threshold | Suara KPK soal Jokowi Disebut Tokoh Terkorupsi Versi OCCRP

    [POPULER NASIONAL] MK Hapus Presidential Threshold | Suara KPK soal Jokowi Disebut Tokoh Terkorupsi Versi OCCRP
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Putusan
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden (
    presidential threshold
    ) menjadi sorotan pembaca pada Kamis (2/1/2025) kemarin.
    Putusan itu dianggap fenomenal karena hal tersebut sudah digugat oleh berbagai kalangan.
    Pasal 222 UU Pemilu termasuk norma yang sudah sangat sering diuji ke MK. Hingga kini, setidaknya sudah ada 32 kali aturan pengujian
    presidential threshold
    ke MK.
    Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara terkait Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) disebut masuk dalam jajaran tokoh terkorup dunia versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
    Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau
    presidential threshold
    .
    Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan.
    “Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” imbuhnya.
    Adapun pasal yang dinyatakan bertentangan tersebut berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik.

    Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi sebagai berikut: “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.”
    Sebagai informasi, gugatan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 digugat oleh empat orang pemohon, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirl Fatna.
    Adapun menurut rencana, MK akan membacakan empat putusan uji materi terkait ketentuan
    presidential threshold
    pada Kamis kemarin.
    Melansir
    Kompas.id
    , tiga perkara lainnya yaitu perkara 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan Dian Fitri Sabrina dkk, perkara 101/PUU-XXII/2024 yang diajukan Hadar N Gumay dan Titi Anggraini, serta perkara 129/PUU-XXII/2024 yang diajukan Gugum Ridho Putra dkk.
    Pasal 222 UU Pemilu termasuk norma yang sudah sangat sering diuji ke MK.
    Hingga kini, setidaknya sudah ada 32 kali aturan pengujian
    presidential threshold
    ke MK.
    Perkara yang sudah disidangkan sejak awal Agustus lalu merupakan perkara pengujian syarat ambang batas pencalonan presiden yang ke-33, 34, 35, dan 36.
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa seluruh warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.
    Pernyataan ini disampaikan KPK menyusul nama Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang masuk dalam daftar tokoh terkorup di dunia versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
    “Semua warga negara Indonesia, memiliki kedudukan yang sama di muka hukum,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis pada Kamis (2/1/2025).
    KPK mengajak masyarakat untuk melaporkan informasi dan bukti terkait tindak pidana korupsi yang melibatkan pegawai negeri atau penyelenggara negara. Masyarakat bisa melapor melalui saluran yang tepat kepada aparat penegak hukum.
    “Baik itu ke KPK, maupun ke Kepolisian atau Kejaksaan yang memang memiliki kewenangan menangani tindak pidana korupsi,” tambahnya.
    Sebelumnya, OCCRP merilis daftar yang mencakup nama Jokowi, Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha India Gautam Adani.
    Daftar ini dihasilkan setelah OCCRP meminta nominasi dari pembaca, jurnalis, juri, dan pihak lain dalam jaringan global mereka. OCCRP, yang berpusat di Amsterdam, Belanda, mengumpulkan nominasi melalui Google Form sejak Jumat (22/11/2024).
    Berdasarkan penelusuran
    Kompas.com
    , OCCRP menghentikan pengumpulan nominasi pada Selasa (31/12/2024). Tautan Google Form untuk nominasi sudah tidak bisa diakses.
    “Who is the Most Corrupt Person of 2024? Formulir sudah tidak menerima jawaban lagi. Coba hubungi pemilik formulir jika menurut Anda ini keliru,” tertulis dalam keterangan pada Google Form.
    Jokowi pun telah mengomentari soal hal ini dan minta dibuktikan.
    “Yang dikorupsi apa. Ya dibuktikan, apa,” kata Jokowi sambil tertawa saat ditemui di rumahnya di Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng), pada Selasa (31/2/2024).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Respons PDIP Usai MK Hapus Aturan Presidential Threshold 20%

    Respons PDIP Usai MK Hapus Aturan Presidential Threshold 20%

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah menyampaikan pihaknya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20%.

    Menurutnya, PDIP sebagai bagian dari partai politik sudah sepatutnya patuh pada putusan MK lantaran bersifat final dan mengikat.

    “Atas putusan ini, maka kami sebagai bagian dari partai politik sepenuhnya tunduk dan patuh, sebab putusan MK bersifat final dan mengikat,” ujarnya saat dikonfirmasi Bisnis pada Kamis (2/1/2025).

    Lebih lanjut, Said menjelaskan bahwa dengan keluarnya putusan tersebut, maka syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dengan ambang batas 20% tidak akan berlaku lagi.

    “Maka ketentuan pasal 222 Undang Undang No.7 Tahun 2017 tentang syarat pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik dan gabungan partai politik paling sedikit 20% kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional dalam pemilu DPR tidak berlaku lagi,” jelasnya.

    Senada, Juru Bicara (Jubir) PDIP Chico Hakim  turut menuturkan pihaknya menghormati putusan MK yang bersifat final dan mengikat tersebut. 

    Kendati demikian, dia enggan membeberkan secara rinci dan gamblang tentang sikap resmi dari partainya terkait putusan ini dan tawaran alternatif agar adanya batasan jumlah calon.

    “Tentu kita harus menghormati putusan MK yang final dan binding sifatnya. Namun, kembali lagi sikap resmi dari partai kami tentu akan ditentukan nanti setelah Kongres di bulan depan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap pasal 222 Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.  

    Dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara No.62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Artinya, pencalonan presiden oleh partai politik tidak harus memiliki suara 20% di DPR.  

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025).  

    MK juga menyatakan dalam putusannya bahwa pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alias inkonstitusional. 

  • Perindo: Putusan MK soal “presidential threshold” kemenangan rakyat

    Perindo: Putusan MK soal “presidential threshold” kemenangan rakyat

    Dengan adanya putusan itu, ruang demokrasi semakin terbuka.

    Jakarta (ANTARA) – Partai Perindo mengatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 soal ambang batas persentase minimal pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold menjadi kemenangan bagi rakyat Indonesia.

    “Dengan adanya putusan itu, ruang demokrasi semakin terbuka. Dan ini adalah kemenangan bukan hanya bagi pemohon, tetapi juga untuk seluruh rakyat Indonesia,” kata Wakil Ketua Umum Partai Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (2/1).

    Oleh sebab itu, Ferry mengatakan bahwa Perindo mengapresiasi dan menyambut baik putusan MK tersebut. Dia juga mengatakan bahwa putusan MK soal presidential threshold menjadi langkah besar untuk memperkuat demokrasi.

    “Kami bersyukur dan mengapresiasi setinggi-tingginya putusan itu. Mahkamah Konstitusi telah menunjukkan jati dirinya sebagai the guidance of constitutional democracy, menjadi penuntun dalam menjaga konstitusi kita,” ujarnya.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa penghapusan presidential threshold membuka kesempatan bagi Perindo untuk mengajukan calon presiden yang berkualitas, meskipun saat ini masih menjadi partai non-parlemen.

    “Ini adalah langkah untuk mengimplementasikan ruang demokrasi sebagai daulat rakyat secara nyata. Partai politik harus menjadi penggerak utama demokrasi, bukan penghalang,” jelasnya.

    Walaupun demikian, kata dia, masih terdapat pekerjaan rumah yaitu dengan memastikan DPR RI periode 2024-2029 dapat menyusun revisi UU Pemilu yang sesuai dengan Putusan MK Nomor 62 Tahun 2024 tersebut.

    “Perindo bersama masyarakat sipil akan terus mengawal proses ini, dan memastikan tidak ada pengabaian terhadap substansi putusan MK,” katanya.

    Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1).

    MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pengamat Ungkap Dampak Putusan MK Hapus Presidential Threshold 20%

    Pengamat Ungkap Dampak Putusan MK Hapus Presidential Threshold 20%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan penghapusan ambang batas presiden presiden-wakil presiden memiliki sisi positif dan negatif.

    Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan sisi positifnya adalah putusan itu sudah sejalan dengan UUD 1945 yang menyatakan pencalonan pimpinan negara tidak memiliki batasan.

    “Berdasarkan pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, putusan ini sudah sangat sesuai karena memang tidak ada ambang batas pencalonan Presiden di UUD,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (2/1/2024).

    Dia mengatakan setelah ambang batas pencalonan kepala negara dihapuskan maka persaingan calon presiden maupun wakil presiden akan semakin sehat.

    Pasalnya, partai politik bakal mencari sosok yang paling cocok untuk menjadi orang nomor satu di Tanah Air.

    “Partai-partai akan berupaya mencari figur paling mumpuni, preferensinya disukai oleh publik untuk jadi calon Presiden,” tambahnya.

    Tentunya, kata Feri, calon presiden nantinya harus benar-benar dapat dipercaya dan memiliki rekam jejak yang positif.

    Di lain sisi, penghapusan ambang batas ini juga bisa berpotensi menciptakan atau melanggengkan dinasti politik berkuasa.

    “Nah, sayangnya di sisi yang lain tentu saja ini akan membuka kesempatan bagi dinasti untuk berkuasa sekaligus untuk dibuktikan bahwa apakah politik kecurangan akan terus dominan melawan politik figur yang disukai oleh publik?” tutur Feri.

    Namun demikian, dia menekankan bahwa putusan ini merupakan angin baru bagi demokrasi atau pemilihan umum di Indonesia.

    “Oleh karena itu putusan MK ini tentu menjadi pintu yang sangat baik bagi demokrasi konstitusional kita di masa depan. Namun, dia mengingatkan publik harus sadar bahwa untuk menjaganya butuh partisipasi publik bersama,” pungkas Feri.

    Sebelumnya, MK menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Putusan itu terkait dengan perkara No.62/PUU-XXII/2024.

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025).  

    MK juga menyatakan dalam putusannya bahwa pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alias inkonstitusional.