Produk: UU Pemilu

  • PKS Dorong Pembentukan Pansus Revisi UU Pemilu, Ini Alasannya
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Juni 2025

    PKS Dorong Pembentukan Pansus Revisi UU Pemilu, Ini Alasannya Nasional 7 Juni 2025

    PKS Dorong Pembentukan Pansus Revisi UU Pemilu, Ini Alasannya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (
    PKS
    )
    Al Muzzammil Yusuf
    mengusulkan agar DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas
    revisi Undang-Undang
    Pemilu.
    Menurutnya, pembentukan pansus penting agar pembahasan berlangsung menyeluruh dan melibatkan berbagai elemen bangsa.
     “Saya berharap kalau Undang-undang dibahas, memang bisa, kalau kita ingin melibatkan orang terbaik, bagus diangkat di Pansus. Dan ketika diangkat di Pansus itu, semua komponen, semua pakar terlibat di dalamnya,” kata Muzzammil di Kantor DPTP PKS, Jakarta Selatan, Sabtu (7/6/2025).
    Ia menambahkan, pembentukan pansus memungkinkan seluruh fraksi dan para pakar pemilu dilibatkan sejak awal. Hal ini ebagaimana yang dilakukan dalam pembahasan UU Pemilu sebelumnya pada periode 2004, 2009, dan 2014.
    “Undang-undang (Pemilu) yang periode 2004, 2009, 2014 melibatkan semua fraksi dan melibatkan orang-orang terbaik,” imbuh anggota DPR empat periode ini.
    Muzzammil juga menekankan pentingnya tidak hanya terfokus pada isu ambang batas parlemen (
    parliamentary threshold
    ) atau ambang batas pencalonan presiden (
    presidential threshold
    ). Namun, kata dia, lebih luas pada upaya memperbaiki kualitas pemilu secara menyeluruh.
    “Saya tidak ingin bicara parsial, bagaimana parliamentary threshold, bagaimana presidential threshold, tentu putusan MK kita hormati,” ungkapnya.
    Ia juga menyampaikan harapan agar pembahasan RUU Pemilu tidak dilakukan menjelang masa pemilu.
    Hal ini agar tidak menimbulkan perdebatan pragmatis yang dapat mengganggu persiapan teknis penyelenggara pemilu.
    “Kalau Undang-undang Pemilu di ujung, itu perdebatan kita terlalu pragmatis. Kalau dari awal ini kita masih sangat jauh, dan persiapan KPU Bawaslu akan semakin baik,” sebut Muzzammil.
    Selain itu, Muzzammil mendorong agar revisi UU juga membahas bantuan keuangan partai politik. Menurutnya, belajar dari praktik terbaik di negara lain untuk mencegah korupsi dan memperkuat kelembagaan parpol.
    PKS, kata dia, mendukung pembahasan RUU Pemilu dan Parpol selesai tahun ini agar seluruh pihak bisa fokus pada tahapan pemilu berikutnya tanpa gangguan regulasi yang belum matang.
    “Mudah-mudahan segera memang PKS mendorong, agar pembahasan itu di tahun ini selesai. Sehingga tahun berikutnya kita sudah fokus,” pungkas dia.
    Sebelumnya diberitakan, Komisi II DPR rencananya akan memulai pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2026.
    Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin menjelaskan, pengembangan terkait poin-poin yang akan direvisi dalam UU Pemilu sudah dilakukan dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dan diskusi.
    “Kalau rancangan timeline yang ada di Komisi II, kalau tidak ada aral melintang, InsyaAllah di tahun 2026 itu sudah mulai dilakukan (
    revisi UU Pemilu
    ),” ujar Khozin di Media Center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Kamis (8/5/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wamendagri sebut pemerintah gunakan lima landasan untuk RUU Pemilu

    Wamendagri sebut pemerintah gunakan lima landasan untuk RUU Pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa pemerintah menggunakan lima landasan dalam revisi Undang-Undang (UU) Pemilu jika nantinya dibahas di DPR.

    “Walaupun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu tersebut merupakan usul inisiatif DPR, Kementerian Dalam Negeri juga memiliki ide dan pemikiran,” kata Bima dalam Diskusi Publik tentang Revisi Paket RUU Pemilu yang diselenggarakan Partai Demokrat di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin.

    Menurut dia, penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut tidak boleh hanya mengandalkan kepentingan politik.

    “Paling tidak, kalau orang bertanya apa yang menjadi landasan pemerintah ketika ikut memikirkan tentang UU Pemilu ini, ada lima poin,”

    Yang pertama, dia menjelaskan, bahwa apapun yang akan direvisi nantinya, UU tersebut harus memperkuat sistem presidensial.

    Menurut dia, revisi itu tidak boleh berjalan mundur dan justru membuat sistem pemilu menjadi parlementer.

    Lalu yang kedua, dia mengatakan bahwa UU Pemilu yang baru nantinya harus memperkuat kualitas representasi.

    Menurut dia, ada beberapa opsi dalam perbaikan sistem representatif berdasarkan masukan dari para peneliti.

    Kemudian, dia menjelaskan poin yang ketiga adalah UU Pemilu harus menyederhanakan sistem kepartaian.

    Dia mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi soal ambang batas pencalonan dalam pemilu atau ambang batas parlemen harus mempertimbangkan poin penyederhanaan kepartaian tersebut.

    “Menyederhanakan sistem kepartaian tidak mudah, setiap saat bisa ada letupan fluktuasi,” kata dia.

    Selain itu, menurut dia, poin yang keempat adalah soal otonomi daerah yang tidak boleh dilupakan dalam desain politik.

    Poin tersebut, kata dia, akan menyangkut terhadap pembahasan usulan Pilkada yang dipilih oleh DPRD.

    “Nyambung nggak dengan konsep otonomi daerah? Nyambung nggak dengan sistem presidensial?” kata dia.

    Yang terakhir, dia mengatakan bahwa RUU Pemilu itu harus memperkokoh integrasi bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    “Jangan sampai desain sistem politik yang timbul justru memecah kesatuan bangsa. Jadi ini PR (pekerjaan rumah) bagi kita bersama, sehingga jangan sampai kepentingan politik menihilkan tadi semua,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • AHY perintahkan kader Demokrat dorong pembahasan revisi UU Pemilu

    AHY perintahkan kader Demokrat dorong pembahasan revisi UU Pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan bahwa Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY memerintahkan para kadernya mendorong agar revisi Undang-Undang atau RUU tentang Pemilihan Umum (Pemilu) segera dibahas.

    Untuk itu, dia mengatakan bahwa Partai Demokrat menggelar forum diskusi mengenai RUU Pemilu bertajuk “Diskusi Publik tentang Revisi Paket RUU Pemilu”. Adapun forum itu mengundang berbagai narasumber mulai dari peneliti, penyelenggara pemilu, hingga pemerintah.

    “Kalau bisa bolak-balik ini RUU Pemilu ini dibahas mulai sekarang, memang itulah perintah Ketua Umum kami mas AHY,” kata Jansen dalam diskusi tersebut yang digelar di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin.

    Ke depannya, dia mengatakan bahwa Partai Demokrat akan menggelar diskusi-diskusi serupa mengenai RUU Pemilu.

    Dalam diskusi tersebut, dia ingin menggali terkait beragam usulan untuk pelaksanaan sistem pemilu ke depan, di antaranya mengenai ide pemilu legislatif tertutup atau terbuka, dan sistem politik setelah putusan ambang batas pencalonan.

    Di sisi lain, dia mengatakan bahwa usulan Presiden Prabowo Subianto mengenai Pilkada yang dipilih oleh DPRD juga perlu dibahas. Pasalnya, hal itu mempertimbangkan biaya politik yang mahal.

    Sementara itu, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan bahwa revisi UU Pemilu nantinya perlu ditindaklanjuti dengan simulasi. Maka, kata dia, revisi tersebut tidak boleh ditunda-tunda untuk dibahas.

    “Makanya harus dibahas sekarang RUU Pemilu-nya, supaya kita sempat simulasi gitu. Jangan sampai nanti di ujung, simulasi terburu-buru, sistemnya tidak mapan,” kata Titi.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KPU: Revisi UU Pemilu harus berdasar refleksi pengalaman

    KPU: Revisi UU Pemilu harus berdasar refleksi pengalaman

    Idealnya ada jeda 1,5 tahun sampai 2 tahun supaya kami bisa fokus menjalankan setiap tahapan.

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menegaskan bahwa rencana revisi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada harus didasarkan pada refleksi menyeluruh terhadap pengalaman panjang penyelenggaraan pemilu di Indonesia sejak 1955.

    Mochammad Afifuddin menilai beragam sistem dan desain kepemiluan yang telah dilalui selama ini dapat menjadi pijakan penting dalam memperbaiki regulasi kepemiluan ke depan.

    “Berangkat dari pengalaman melaksanakan pemilu dengan aneka ragam sistem dan desain, kita punya banyak hal yang bisa jadi pelajaran untuk memperbaiki pemilu dan pilkada ke depan,” kata Afifuddin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Afifuddin mengatakan bahwa refleksi ini penting untuk menyusun regulasi yang adaptif, inklusif, dan sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat.

    Ketua KPU RI ini lantas mencontohkan salah satu hal krusial yang perlu menjadi pertimbangkan dalam revisi adalah jeda waktu antara pelaksanaan pemilu dan pilkada.

    Pengalaman pada tahun 2024, kata dia, menunjukkan betapa beratnya beban penyelenggara ketika tahapan pemilu dan pilkada berhimpitan.

    “Idealnya ada jeda 1,5 tahun sampai 2 tahun supaya kami bisa fokus menjalankan setiap tahapan,” ujarnya.

    Selain itu, Afifuddin menekankan perlunya pembahasan mengenai desain kelembagaan penyelenggara, sistem pemilu, hingga metode pemilihan.

    Ia juga menyinggung potensi pemanfaatan teknologi dalam pemilu. Namun, hal tersebut memerlukan persiapan jangka panjang dan dasar hukum yang kuat.

    “Kalau ada usulan digitalisasi, harus ada kepastian hukumnya supaya KPU tidak terombang-ambing,” kata Afifuddin.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Seminar UWP Bahas Presidential Threshold Pasca Putusan MK: Arah Baru Sistem Pemilu Nasional

    Seminar UWP Bahas Presidential Threshold Pasca Putusan MK: Arah Baru Sistem Pemilu Nasional

    Pasuruan (beritajatim.com) – Universitas Wijaya Putra (UWP) menggelar seminar bertajuk “Keputusan Presidential Threshold dalam Pemilihan Umum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, bertempat di Desa Gambiran, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.

    Acara ini menghadirkan para narasumber dari kalangan akademisi hingga pejabat daerah yang membahas dinamika terbaru dalam sistem pemilu nasional Indonesia pasca keluarnya dua putusan penting Mahkamah Konstitusi (MK).

    Salah satu pembicara utama, Dr. Suwarno Abadi, Ahli Hukum Tata Usaha Negara dari Fakultas Hukum UWP, menyoroti bahwa Putusan MK Nomor 90 dan 62/PUU-XXI/2023 menjadi titik balik dalam arah pencalonan presiden. Menurutnya, dua putusan tersebut memunculkan perdebatan terkait batas usia dan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

    “UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah diuji sebanyak 33 kali dan selalu ditolak, namun kali ini ada celah yang terbuka tanpa pendampingan kuasa hukum,” ungkap Dr. Suwarno. Ia menilai hal tersebut menandakan adanya kemungkinan perubahan arah politik hukum yang signifikan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

    Dari sisi legislatif daerah, Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan dari Fraksi PDI Perjuangan, Andri Wahyudi, menyatakan bahwa pasal-pasal dalam UU Pemilu memang menunjukkan kecenderungan untuk menghapus ambang batas. Ia memperkirakan, jika presidential threshold benar-benar dihapus, maka konstelasi Pilpres 2029 akan sangat berbeda dari sebelumnya.

    “Putusan MK itu bersifat final dan mengikat, jadi kami di PDI Perjuangan siap mendukungnya meskipun revisi UU tentu harus dilakukan secara prosedural,” jelas Andri. Ia juga menambahkan bahwa sistem ambang batas 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional perlu dikaji ulang dengan cermat untuk memastikan kesetaraan dalam kontestasi pemilu.

    Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Dr. Kasiman dari Fraksi Gerindra. Ia menilai bahwa presidential threshold adalah elemen penting dalam menjaga stabilitas politik nasional. Aturan ini dianggap sebagai filter untuk menghindari fragmentasi politik yang berlebihan akibat terlalu banyak calon presiden.

    “Tujuan dari threshold adalah menyaring calon presiden agar tidak terjadi fragmentasi yang berlebihan. Jika dihapuskan, harus ada pertimbangan hukum dan politik yang mendalam,” tegas Kasiman. Ia menegaskan bahwa Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden tetap berlandaskan pada semangat UUD 1945.

    Bupati Pasuruan, Rusdi Sutedjo, yang turut hadir, memberikan perspektif politik praktis terhadap isu ini. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemahaman hukum dan kemampuan membaca peta politik nasional.

    “Hukum adalah produk dari kesepakatan politik antara DPR, Presiden, dan Pemerintah, jadi tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik itu sendiri,” ujar Rusdi. Menurutnya, putusan MK yang menghapus threshold dapat membuka peluang lebih luas bagi rakyat kecil untuk ikut berpartisipasi dalam kontestasi nasional.

    Ia menambahkan bahwa meskipun putusan MK bersifat final, implementasinya tetap memerlukan proses kajian lanjut di DPR. Rusdi juga mengajak mahasiswa hukum menjadikan isu ini sebagai bahan studi kritis dalam pembelajaran ketatanegaraan.

    Seminar ini dianggap sebagai forum penting yang mampu menjadi ruang refleksi akademik serta diskusi publik yang konstruktif. “Ini menjadi ruang strategis untuk meninjau arah sistem pemilu agar lebih inklusif dan demokratis,” tandas Rusdi Sutedjo. [ada/suf]

  • Bawaslu usul fungsi quasi peradilan dalam revisi UU Pemilu

    Bawaslu usul fungsi quasi peradilan dalam revisi UU Pemilu

    Transparansi penanganan pelanggaran administrasi melalui sistem informasi digital yang memungkinkan publik memantau proses, memperkuat kepercayaan publik terhadap proses hukum pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengusulkan agar lembaganya diberi fungsi quasi peradilan dalam penanganan perkara pemilu dan pemilihan melalui revisi Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan.

    Usulan ini bertujuan memperkuat posisi putusan Bawaslu agar bersifat mengikat (binding) dan menjadi bagian dari sistem penegakan hukum pemilu yang terintegrasi.

    “Juga, adanya penegasan kewajiban kepatuhan hukum menindaklanjuti putusan Bawaslu dan badan peradilan, lalu mengedepankan sanksi administrasi dibandingkan dengan sanksi pidana,” kata Bagja dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

    Menurutnya, selama ini putusan Bawaslu sering kali dipandang hanya sebagai rekomendasi, padahal dalam sejumlah perkara, keputusan Bawaslu seharusnya bisa menjadi dasar hukum yang mengikat, khususnya dalam pelanggaran administrasi pemilu dan pemilihan.

    Ia menambahkan desain penegakan hukum pemilu yang ideal seharusnya membentuk kerangka hukum yang saling terhubung antara penyelesaian pelanggaran administrasi di Bawaslu, gugatan tata usaha negara (TUN) pemilu di Pengadilan TUN, dan perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Jenis upaya penegakan hukum yang satu menjadi pijakan untuk dapat mengajukan upaya penegakan hukum lanjutan atau lainnya atau upaya penegakan hukum yang satu menjadi dasar formil untuk dapat diperiksa dan diputus dalam upaya penegakan hukum selanjutnya atau lainnya,” ujarnya.

    Dia menilai pemilu sebagai pilar demokrasi membutuhkan sistem pengawasan yang lebih kuat, proaktif, dan responsif terhadap kompleksitas kontestasi politik modern, termasuk tantangan politik uang, disinformasi digital, dan keterlibatan aparatur negara.

    ‘’Transparansi penanganan pelanggaran administrasi melalui sistem informasi digital yang memungkinkan publik memantau proses, memperkuat kepercayaan publik terhadap proses hukum pemilu,’’ jelas Bagja.

    Sementara itu, Ketua KPU Mochammad Afifudin mengakui pemilu dan pemilihan yang serentak pada 2024 berdampak terhadap kesiapan penyelenggara pemilu. Tahapan kedua pesta demokrasi tersebut sangat berdekatan dan beririsan.

    ”Tahapan pemilu belum selesai sudah lanjut masuk tahapan pemilihan. Desain keserentakan membuat penyelenggara harus berkejaran dengan waktu dan membagi konsentrasi kepada pemilu dan pemilihan,” pungkas Afifuddin.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • Megawati Soroti Rencana Revisi UU Pemilu

    Megawati Soroti Rencana Revisi UU Pemilu

    JAKARTA – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyoroti revisi Undang-Undang (UU) Pemilu yang akan dibahas di DPR.

    Megawati belum mengetahui jika akan ada revisi UU lainnya.

    “Ini mau berubah pula Undang-Undang Pemilu. Saya belum tahu,” kata Megawati dalam Penganugerahan Trisakti Tourism Award (Desa Wisata) 2025 di kawasan Jakarta Pusat, Kamis, 8 Mei, dilansir ANTARA.

    Megawati memperingatkan agar revisi UU Pemilu tidak boleh dilakukan hanya untuk mengubah substansi demokrasi. Pasalnya, jika hal ini dilakukan maka demokrasi nilainya bisa terlihat hanya dari materi.

    “Tapi please niatnya negara untuk melakukan pemilu itu bukan untuk mencari seseorang akhirnya membeli kekuasaan,” ujarnya.

    “Pada saat sekarang. Orang hanya berpikir seperti itu. Saya lihatin aja,” tutur Megawati.

     

    Diberitakan sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani menyatakan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) tentang Pemilu masih melihat situasi di lapangan terlebih dahulu. Apalagi saat ini Komisi II DPR masih fokus akan membahas rancangan undang-undang (RUU) tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

    “Ini juga sedang kita lihat situasi di lapangan ya setelah hari-hari ini,” ucap Puan, Rabu.

    Terkait di mana revisi UU Pemilu akan dibahas nantinya, Puan juga belum dapat memastikan apakah di Komisi II atau justru di Badan Legislasi (Baleg).

    “Gimana situasi di lapangan setelah hari-hari ini, apakah memerlukan hal yang lebih banyak pembahasannya sehingga perlu dilakukan di pembahasan di Komisi, apakah hanya perlu dibahas di Baleg, ini pimpinan dan teman-teman di DPR sedang mendiskusikan hal tersebut,” pungkasnya.

  • Megawati soroti revisi UU Pemilu

    Megawati soroti revisi UU Pemilu

    “Ini mau berubah pula Undang-Undang Pemilu. Saya belum tahu,”

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyoroti revisi Undang-Undang (UU) Pemilu yang akan dibahas di DPR.

    Menurutnya, ia belum mengetahui jika akan ada revisi UU lainnya.

    “Ini mau berubah pula Undang-Undang Pemilu. Saya belum tahu,” kata Megawati dalam Penganugerahan Trisakti Tourism Award (Desa Wisata) 2025 di kawasan Jakarta Pusat, Kamis.

    Megawati memperingatkan agar revisi UU Pemilu tidak boleh dilakukan hanya untuk mengubah substansi demokrasi. Pasalnya, jika hal ini dilakukan maka demokrasi nilainya bisa terlihat hanya dari materi.

    “Tapi please niatnya negara untuk melakukan pemilu itu bukan untuk mencari seseorang akhirnya membeli kekuasaan,” ujarnya.

    “Pada saat sekarang. Orang hanya berpikir seperti itu. Saya lihatin aja,” tutur Megawati menambahkan.

    Diberitakan sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) tentang Pemilu masih melihat situasi di lapangan terlebih dahulu. Apalagi saat ini Komisi II DPR masih fokus akan membahas rancangan undang-undang (RUU) tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

    “Ini juga sedang kita lihat situasi di lapangan ya setelah hari-hari ini,” ucap Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5).

    Terkait dimana revisi UU Pemilu akan dibahas nantinya, ia juga belum dapat memastikan apakah di Komisi II atau justru di Badan Legislasi (Baleg).

    “Gimana situasi di lapangan setelah hari-hari ini, apakah memerlukan hal yang lebih banyak pembahasannya sehingga perlu dilakukan di pembahasan di Komisi, apakah hanya perlu dibahas di Baleg, ini pimpinan dan teman-teman di DPR sedang mendiskusikan hal tersebut,” pungkasnya.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Luhut Ingin Usir Orang-orang yang Suarakan Pemakzulan Gibran, Hisyam Mochtar: Apa Kapasitas Dia?

    Luhut Ingin Usir Orang-orang yang Suarakan Pemakzulan Gibran, Hisyam Mochtar: Apa Kapasitas Dia?

    Dokumen itu dibacakan oleh pakar hukum tata negara, Refly Harun, melalui kanal YouTube pribadinya pada Jumat (18/4/2025).

    “(Tuntutan ke) Satu, kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan. Asli, ini ada persoalan, tapi kita hargai dulu,” ujar Refly saat membacakan poin pertama.

    Selanjutnya, Forum Purnawirawan mendukung program kerja Kabinet Merah Putih atau Asta Cita, kecuali pada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

    Mereka juga menyerukan penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dinilai bermasalah.

    Isu tenaga kerja asing juga tak luput dari perhatian mereka. Dalam pembacaan poin berikutnya, Refly menyebut:

    “Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya. Ingat ya, China bukan Tionghoa ya,” lanjut Refly.

    Forum juga menekankan pentingnya pengelolaan sektor pertambangan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan, terutama yang tercantum dalam Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945.

    Mereka juga mendesak agar menteri yang tersangkut kasus korupsi segera diganti.

    “Dan perlu mengambil tindakan tegas kepada para pejabat dan aparat negara yang masih terkait dengan kepentingan mantan presiden RI ke-7 (Joko Widodo),” tegas Refly membacakan tuntutan lainnya.

    Poin ketujuh dan kedelapan juga menyasar institusi negara. Pertama, mereka meminta Polri dikembalikan ke fungsi utamanya sebagai penjaga ketertiban masyarakat di bawah Kementerian Dalam Negeri.

    Selanjutnya, mereka mengusulkan agar MPR mengganti wakil presiden Gibran Rakabuming Raka karena putusan Mahkamah Konstitusi terkait pasal 169 huruf q UU Pemilu dinilai melanggar hukum.

  • DPR Dinilai Abai, Revisi UU Pemilu Mandek dan Menghambat Upaya Perbaikan Sistem Demokrasi – Halaman all

    DPR Dinilai Abai, Revisi UU Pemilu Mandek dan Menghambat Upaya Perbaikan Sistem Demokrasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) menilai DPR RI abai dalam mempercepat revisi Undang-Undang Pemilu. 

    Kemandekan pembahasan revisi tersebut dianggap menghambat upaya memperbaiki sistem demokrasi elektoral di Indonesia.

    Koordinator TePI Indonesia, Jeirry Sumampow, mengatakan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 masih menyimpan banyak persoalan, seperti sistem proporsional terbuka yang rawan jual beli suara, lemahnya pengawasan dana kampanye, serta tumpang tindih aturan teknis yang menyulitkan kerja penyelenggara pemilu.

    “Kemandekan ini menimbulkan dugaan bahwa ada kepentingan politik tertentu yang merasa diuntungkan oleh sistem yang berlaku sekarang,” ujar Jeirry dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).

    “Bagi partai-partai yang tergabung dalam koalisi besar pendukung pemerintah, status quo mungkin terasa nyaman dan karena itu tetap mau dipertahankan,” sambungnya. 

    Jeirry menilai DPR tidak menunjukkan kesungguhan dalam memperbaiki sistem pemilu, meskipun banyak masukan dari akademisi, pegiat pemilu, masyarakat sipil, dan penyelenggara pemilu.

    Ia menambahkan, jika DPR terus menunda revisi UU Pemilu, publik wajar mencurigai bahwa proses tersebut sengaja diperlambat demi mempertahankan status quo.

    “Pimpinan DPR RI tidak boleh terus membiarkan tarik-menarik antara Baleg dan Komisi II berlarut-larut. Jika DPR terus abai, maka publik berhak curiga bahwa kemandekan ini disengaja demi kepentingan status quo dan kekuasaan,” ujarnya.

    TePI Indonesia mendesak DPR segera menyelesaikan revisi UU Pemilu sebelum tahapan Pemilu 2029 dimulai, untuk menghindari risiko instabilitas hukum dan ketidakpastian teknis di lapangan.

    “Kita perlu memastikan proses revisi berjalan sebelum tahapan Pemilu dimulai. Jika dibiarkan, dampaknya akan merugikan demokrasi dan kepercayaan publik terhadap proses pemilu,” kata Jeirry.