Produk: UU Pemilu

  • Dasco ungkap revisi UU Pemilu tak akan dibahas di masa sidang ini

    Dasco ungkap revisi UU Pemilu tak akan dibahas di masa sidang ini

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa revisi Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tidak akan dibahas pada masa sidang kali ini, yang dimulai pada 24 Juni hingga 24 Juli 2025.

    Pasalnya, dia mengatakan bahwa fraksi-fraksi partai politik di DPR RI masih membicarakan revisi UU tersebut hanya sebatas informal. Menurut dia, pembicaraan itu pun belum bisa disampaikan ke publik.

    “Karena kalau kita sampaikan belum hal yang final, nanti akan menimbulkan dinamika yang tidak perlu,’ kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Dia mengatakan bahwa baru kali ini Mahkamah Konstitusi memutuskan agar adanya rekayasa konstitusi untuk revisi UU Pemilu. Artinya, kata dia, revisi UU tersebut tidak bisa diproses secara terburu-buru.

    Selain menjadi hal yang baru, menurut dia, rekayasa konstitusi ini juga perlu pendapat dari para ahli yang memahami soal konstitusi. Maka dari itu, dia memastikan DPR RI akan berhati-hati dalam melakukan keputusan MK tersebut.

    Adapun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024 mengamanatkan penghapusan ketentuan ambang batas minimal untuk pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    Namun pada pertimbangan hukumnya, MK memberi lima pedoman bagi pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR, untuk melakukan rekayasa konstitusional agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membludak.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • RUU Pemilu, ajang perbaikan sistem parpol demi kesehatan demokrasi

    RUU Pemilu, ajang perbaikan sistem parpol demi kesehatan demokrasi

    Revisi UU Pemilu atau UU Partai Politik tak hanya berkutat pada masalah sistem, melainkan juga mengevaluasi perilaku para politisi.

    Jakarta (ANTARA) – Pepatah Inggris yang berbunyi “It’s not about the gun, but the man behind the gun” sangat relevan dengan dinamika politik Indonesia.Dalam hal ini, sehebat apa pun sebuah sistem pemilu, kualitas demokrasi akan selalu bergantung pada individu yang menjalankannya.

    Bangsa Indonesia sudah lebih dari 10 kali menyelenggarakan pemilu sejak kemerdekaan. Namun mekanisme pelaksanaannya terus berubah karena ada penyempurnaan. Jika ditelusuri, perubahan sistem pemilu di Indonesia dari periode ke periode adalah memperkuat hak publik untuk memilih secara langsung.

    Di saat ada upaya memperbaiki keadaan bangsa dengan hak memilih langsung yang dimiliki rakyat, sudah bukan rahasia bahwa pemilu justru dinodai oleh kecurangan-kecurangan.

    Bahkan selain kecurangan yang bisa dilakukan oleh kandidat, dalam beberapa kasus, oknum penyelenggara pemilu juga bisa terseret dalam kecurangan tersebut.

    Saat ini, banyak pemikiran dari berbagai kalangan bahwa penyempurnaan sistem pemilu bukan satu-satunya jawaban untuk memperbaiki demokrasi.

    Pemilu adalah ajang untuk memilih sosok-sosok yang akan mengelola bangsa.

    Sesuai mekanisme yang masih berlaku, presiden dan wakil presiden, atau kepala daerah dan wakil kepala daerah, harus dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik jika ingin mencalonkan.

    Termasuk para legislator di berbagai tingkatan, juga perlu menaiki “perahu” yang bernama partai politik untuk bisa melenggang ke parlemen.

    Artinya, partai politik memiliki peranan besar dalam menentukan kualitas demokrasi. Dengan kualitas kader-kader yang dimiliki, seharusnya pemenang pemilu bukan ditentukan dengan biaya, melainkan dengan gagasan dan integritas.

    Revisi UU Pemilu pada periode 2024-2025 menjadi usulan Badan Legislasi DPR RI. Ide-ide dari sejumlah legislator dan pakar menginginkan agar UU Pemilu yang akan muncul nantinya berupa kodifikasi, gabungan antara UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Aktif Jadi Pengurus Partai, Anggota KPU Kabupaten Madiun Dipecat DKPP
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        17 Juni 2025

    Aktif Jadi Pengurus Partai, Anggota KPU Kabupaten Madiun Dipecat DKPP Surabaya 17 Juni 2025

    Aktif Jadi Pengurus Partai, Anggota KPU Kabupaten Madiun Dipecat DKPP
    Tim Redaksi
    MADIUN, KOMPAS.com
    – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (
    DKPP
    ) menjatuhkan sanksi pemecatan kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Madiun, Luky Noviana Yuliasari.
    Sanksi pemecatan dilakukan lantaran Luky terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu yakni masih aktif sebagai pengurus partai politik saat mencalonkan diri sebagai komisioner.
    Putusan pemecatan itu dibacakan dalam sidang pembacaan putusan terhadap sebelas perkara pelanggaran etik yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (16/6/2025).
    Ketua
    KPU Kabupaten Madiun
    , Nur Anwar yang dikonfirmasi Selasa (17/6/2025) menyatakan dia baru mengetahui pemberhentian tidak hormat salah satu anggotanya dari laman resmi DKPP.
    “Terkait putusan DKPP tentang perkara nomor 118-PKE-DKPP/III/2025 saya baru tahu informasi (pemecatan Luky) dari berita di laman resmi DKPP,” kata Anwar.
    Anwar mengatakan keputusan DKPP terhadap pemberhentian salah satu anggotanya bersifat final dan mengikat seperti keputusan Mahkamah Konstitusi.
    Kendati demikian dirinya tidak bisa memberi tanggapan sebelum ada surat resmi dari KPU RI terkait putusan tersebut.
    Terkait mekanisme pemberhentian dan pengangkatan pergantian antar waktu anggota KPU semua tingkatan, kata Anwar, hal itu sudah diatur dalam peraturan KPU maupun UU Pemilu.
    “Sesuai peraturan itu, pemberhentian atau penetapan PAW anggota KPU propinsi dan kabupaten/kota menjadi kewenangan KPU RI,” jelas Anwar.
    Sementara itu dikutip dari situs
    dkpp
    .go.id, Luky Noviana Yuliasari dijatuhi sanksi pemberhentian tetap dalam perkara Nomor: 118-PKE-DKPP/III/2025.
    Luky terbukti sebagai pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Madiun periode 2022-2027.
    Kondisi itu menjadikan, Luky tidak memenuhi syarat masa jeda lima tahun pada saat mendaftar menjadi calon anggota KPU Kabupaten Madiun sesuai peraturan perundang-undangan.
    Tak hanya itu, nama Luky juga tercantum dalam Sipol atau Sistem Informasi Partai Politik sebagai Kepala Badiklat Cabang dengan Nomor KTA 1151912210038788 sesuai dengan SK DPP Partai Demokrat Nomor: 596/SK/DPP.DP/DPC/XII/2022 tentang Revisi Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur periode 2022-2027.
    “DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu karena terbukti melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu,” kata Ketua Majelis DKPP, Heddy Lugito, saat membacakan putusan.
    Bukti lainnya adalah foto-foto teradu mengenakan seragam Partai Demokrat saat menghadiri menghadiri ulang tahun ke-21 partai tersebut di Kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Madiun.
    “Dalam batas penalaran yang wajar bagaimana mungkin teradu yang sebelumnya menyatakan namanya dicatut, masih menghadiri acara DPC Partai Demokrat Kabupaten Madiun,” kataAnggota Majelis, Muhammad Tio Aliansyah.
    “Dalih teradu yang menyatakan kehadirannya pada acara tersebut sebagai instruktur senam, tidak didukung alat bukti dan keterangan saksi yang relevan,” tegas dia.
    Atas fakta-fakta tersebut, teradu terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf a, b, dan d, Pasal 6 ayat (3) huruf a dan f, Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 huruf a dan e, dan Pasal 16 huruf a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
    DKPP menyatakan Luky melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017, termasuk Pasal 6 ayat (2) huruf a, b, dan d, serta Pasal 16 huruf a tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Populi Center sebut UU Pemilu-UU Pilkada perlu digabung agar sederhana

    Populi Center sebut UU Pemilu-UU Pilkada perlu digabung agar sederhana

    “Pada akhirnya akan memudahkan dalam pengaturan dan pelembagaan pemilu,”

    Jakarta (ANTARA) – Peneliti politik dari Populi Centre Usep Saiful Ahyar menilai bahwa Undang-Undang (UU) tentang Pemilu dan UU tentang Pilkada harus digabung agar menyederhanakan menyusun secara secara logis, dan membuat kumpulan undang-undang mudah untuk dikuasai.

    Dia menjelaskan bahwa metode tersebut merupakan kodifikasi undang-undang agar menyamakan peraturan teknis yang berhimpit antara nomenklatur UU Pemilu dan UU Pilkada yang memiliki makna dan kelembagaan hampir sama

    “Pada akhirnya akan memudahkan dalam pengaturan dan pelembagaan pemilu,” kata Usep saat diskusi soal revisi UU Pemilu yang diselenggarakan Populi Center di Jakarta, Rabu.

    Dia menjelaskan bahwa KPU semula diatur dalam UU Pemilu dan Bawaslu diatur dengan UU Penyelenggara Pemilu. Namun kini pengaturan keduanya sudah digabung dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

    Dengan begitu, dia mengatakan bahwa kini hanya tersisa UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) yang tidak dimasukkan dalam UU Pemilu, padahal penyelenggaranya adalah tetap KPU.

    “Dengan demikian, jika dilakukan revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, seharusnya kedua UU (Pilkada) tersebut digabungkan menjadi satu UU Pemilu,” katanya.

    Dia pun menjelaskan bahwa metode omnibus law dengan kodifikasi merupakan dua hal yang berbeda dalam lingkup tujuan dan perubahan.

    Menurut dia, kodifikasi bertujuan untuk menyatukan materi hukum yang terkait dalam satu undang-undang. Sementara omnibus law bertujuan untuk mengubah berbagai undang-undang sekaligus yang seringkali dalam satu UU saja.

    Namun, dia menilai bahwa metode omnibus law terkadang menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan adanya perubahan yang terlalu luas dan tidak terukur, serta berpotensi mengabaikan aturan hukum yang sudah ada.

    Di sisi lain, dia pun mengusulkan agar pelaksanaan pemilu nasional yang terdiri dari pemilihan DPR, DPD, dan Presiden-Wakil Presiden berjarak sekitar 2,5 tahun dengan pemilu lokal yang terdiri dari pemilihan DPRD dan kepala daerah.

    Menurut dia, pemilu nasional dan pemilu lokal yang dilaksanakan berjarak diperlukan untuk kepentingan mekanisme kontrol dan evaluasi oleh konstituen. Jika anggota legislatif dan eksekutif hasil pemilu nasional tidak menepati janji dan kurang baik, bisa menjadi pertimbangan bagi rakyat untuk memilih pada pemilu lokal.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pakar Hukum Tata Negara Tegaskan Pemakzulan Wapres Tidak Bisa Sepaket

    Pakar Hukum Tata Negara Tegaskan Pemakzulan Wapres Tidak Bisa Sepaket

    GELORA.CO -Pemakzulan wakil presiden tidak bisa secara otomatis presiden ikut dimakzulkan. Pasalnya, ketika wakil presiden berbuat kesalahan, maka hal itu menjadi kesalahannya sebagai individu tidak ada kaitannya dengan presiden.

    Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Bung Karno (UBK) Rd. Yudi Anton Rikmadani menuturkan dalam banyak peristiwa politik di kancah pilkada, ketika gubernur melakukan pelanggaran maka tidak secara langsung wakil gubernur terlibat, demikian pula di ranah kepala negara.

    “Gak bisa dikatakan sepaket. Banyak kasus-kasus yang berkaitan dengan satu paket, gubernur, wali kota, itu juga ketika tindak pidana korupsi terjadi, dia terpisah kok. Itu, jadi dikatakan ya tidak bisa pernyataan itu menjadi satu paket gitu,” kata Yudi kepada RMOL, Selasa, 10 Juni 2025.

    Ia mengatakan bahwa sepaket hanya mengacu pada UU Pemilu yang mengatur partai politik dan gabungan partai politik dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden. Namun, dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945 soal pemakzulan disebutkan bahwa impeachment itu bersifat tunggal presiden dan wakil presiden. 

    “Yang bisa di-impeach itu kan Presiden, Wakil Presiden, dan Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga pemakzulan itu tidak bisa menjadi satu kesatuan. Masing-masing individu. Karena itu di dalam Pasal 24C Ayat 20 Undang-Undang 45 juga dikatakan hal itu,” bebernya.

    “Jadi ada mekanisme impeachment terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang dapat mengakibatkan pemberhentian Presiden kan gitu,”sambung Yudi.

    Ia menerangkan yang dimaksud dalam Pasal 7A UUD 1945, pemakzulan dapat dilaksanakan jika presiden atau wakil presiden atas usulan MPR, DPR, dan DPD RI, dengan syarat salah satu dari mereka melakukan pelanggaran hukum, misalnya, korupsi, penyuapan, perbuatan tercela dan lain sebagainya lah. 

    “Nah itu satu persatu, tidak bisa jadi satu kesatuan,” tutupnya.

  • Ketua Baleg DPR sebut RUU Pemilu dan RUU Pilkada dibahas terpisah

    Ketua Baleg DPR sebut RUU Pemilu dan RUU Pilkada dibahas terpisah

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Badan Legislasi DPR RI Bob Hasan mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Umum dan RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) rencananya dibahas secara terpisah.

    Menurut dia, sejauh ini belum ada keputusan bahwa kedua RUU itu akan disatukan atau menjadi Omnibus Law Politik. Sehingga dua RUU itu akan dibahas secara satu-satu.

    “Belum ada keputusan Omnibus Law Politik,” kata Bob di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Dia mengatakan bahwa RUU Pemilu masuk ke dalam RUU prioritas yang akan dibahas oleh Badan Legislasi DPR RI pada tahun 2025. Menurut dia, RUU tersebut akan mulai disusun setelah penyusunan tiga RUU sebelumnya selesai.

    Adapun tiga RUU yang kini penyusunannya sedang dirampungkan yakni RUU tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, RUU tentang Statistik, dan RUU tentang Perkoperasian.

    “Ya nanti kalau yang tiga ini sudah jadi usul inisiatif, kita satu-satu,” katanya.

    Selain itu, dia memastikan bahwa pembahasan RUU Pemilu nantinya tidak akan terlepas dari berbagai putusan MK yang sudah merevisi atau mengaudit UU Pemilu sebelumnya. Paling lambat, menurut dia, RUU Pemilu harus rampung dalam dua tahun ke depan.

    “Itu kan putusan MK terkait Pilpres, harus ada dua tahun setelah putusan MK ini,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Azhari
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Doli: Batas waktu pembuatan RUU Pemilu yang ideal tersisa setahun lagi

    Doli: Batas waktu pembuatan RUU Pemilu yang ideal tersisa setahun lagi

    “Nah, kalau dihitung berdasarkan pengalaman 2024 kemarin, itu jatuhnya (seleksi penyelenggara) mulainya Agustus 2026. Nah, jadi artinya Juli 2026 undang-undang ini harus selesai,”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia menilai bahwa batas waktu untuk pembahasan revisi atau Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu yang ideal hanya tersisa satu tahun lagi, sebelum tahapan Pemilu 2029 dimulai.

    Dia menjelaskan berdasarkan UU yang masih berlaku, bahwa pelaksanaan tahapan pemilu dimulai dari 20 bulan sebelum hari pencoblosan. Dan satu tahun sebelum tahapan itu dimulai, menurut dia, harus dilaksanakan seleksi penyelenggara pemilu.

    “Nah, kalau dihitung berdasarkan pengalaman 2024 kemarin, itu jatuhnya (seleksi penyelenggara) mulainya Agustus 2026. Nah, jadi artinya Juli 2026 undang-undang ini harus selesai,” kata Doli saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

    Dengan begitu, dia menilai bahwa waktu satu tahun atau satu setengah tahun ini merupakan waktu yang ideal untuk segera membahas RUU tentang Pemilu. Terlebih lagi, menurut dia, pembahasan RUU tersebut memerlukan waktu yang panjang guna menyerap aspirasi dari berbagai pihak.

    Dia mengatakan bahwa RUU Pemilu telah disepakati untuk menjadi RUU inisiatif Baleg DPR RI. Nantinya, kata dia, ada rencana untuk menggabungkan UU Pemilu, UU Pilkada, hingga UU Partai Politik ke dalam satu RUU tersebut.

    Atas hal itu, dia menilai bahwa RUU tersebut biasanya akan dibahas dengan mekanisme Panitia Khusus (Pansus) karena pembahasannya besar dan kompleks. Sebelumnya, kata dia, UU Pemilu memang selalu dibahas oleh Pansus.

    “Buat saya, itu nggak ada masalah siapa yang membahas. Nah, concern saya itu adalah akan lebih baik kalau lebih cepat dibahas,” katanya.

    Nantinya, menurut dia, Pimpinan DPR RI dengan fraksi-fraksi partai politik di DPR RI akan memutuskan pihak yang akan membahas RUU Pemilu itu, melalui rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Program Lapor Mas Wapres hingga Kasus BJB

    Isu Politik-Hukum Terkini: Program Lapor Mas Wapres hingga Kasus BJB

    Jakarta, Beritasatu.com – Isu politik dan hukum terkini diisi dengan berita mengenai program Lapor Mas Wapres hingga kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB pada 2021-2023 yang merugikan negara hingga Rp 122 miliar. 

    Selain itu juga mengenai revisi UU Pemilu dan kelanjutan kasus dugaan pemerasan terhadap tenaga kerja asing.

    Berikut isu politik-hukum terkini Beritasatu.com:

    1. Gibran Ingin Program Lapor Mas Wapres Tidak Mandek

    Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming meminta agar program Lapor Mas Wapres tidak mandek. Dia meminta program terus diperbarui untuk menciptakan birokrasi yang lebih responsif, tepat, dan mampu menyesuaikan diri dengan dinamika sosial.

    “Wapres menginginkan agar program ini tidak berhenti pada satu titik dan mengalami perbaikan berkelanjutan. Pembaruan pada sistem dan prosedur sangat krusial agar birokrasi dapat merespons lebih cepat, menyelesaikan masalah dengan lebih tepat, serta adaptif terhadap perubahan di masyarakat,” ujar Pelaksana Tugas Sekretaris Wakil Presiden, Al Muktabar, Senin (9/6/2025).

    Sejak diluncurkan pada 11 November 2024, Lapor Mas Wapres telah menindaklanjuti sebanyak 7.590 laporan publik yang mencakup sektor-sektor seperti pendidikan, keuangan, pertanahan, hingga bantuan sosial.

    2. Revisi UU Pemilu Akan Dibahas lewat Pansus? Ini Respons Baleg DPR

    Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia, menegaskan pihaknya tak mempermasalahkan jika pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu dilakukan melalui mekanisme panitia khusus (pansus).

    Menurut Doli, yang terpenting adalah revisi UU tersebut segera dibahas. Alasannya, urgensi UU tersebut dalam menyempurnakan sistem demokrasi dan kepemiluan di Indonesia. “Lebih cepat lebih bagus dibahas. Mau Komisi II, Baleg, atau pansus, buat saya enggak masalah,” ujar Doli saat dihubungi di Jakarta, Senin (9/6/2025) dilansir Antara.

    Revisi UU Pemilu yang akan dibahas pada periode ini berpotensi menggabungkan tiga undang-undang besar, yaitu UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik. Langkah ini merupakan bagian dari tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

    3. KPK Duga Pemerasan Tenaga Kerja Asing Juga Terjadi di Imigrasi

    KPK mengungkap dugaan pemerasan terhadap tenaga kerja asing (TKA) tidak hanya terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), tetapi juga melibatkan pihak Direktorat Jenderal Imigrasi. Hal ini terkait proses lanjutan dari penerbitan izin tinggal dan izin kerja TKA di Indonesia yang menjadi kewenangan Imigrasi.

    “Kami menduga hal tersebut tidak hanya terjadi di Kemenaker. Karena setelah RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing), masih ada proses lanjutan untuk mendapatkan izin tinggal dan kerja dari Imigrasi,” ujar Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, Senin (9/6/2025). 

    KPK berpotensi melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap pihak-pihak di Imigrasi yang diduga terlibat. Menurutnya, Imigrasi sebagai bagian dari sektor pelayanan publik harus bersih dari praktik korupsi guna meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.

  • Revisi UU Pemilu Akan Dibahas Lewat Pansus? Ini Respons Baleg DPR

    Revisi UU Pemilu Akan Dibahas Lewat Pansus? Ini Respons Baleg DPR

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia, menegaskan pihaknya tak mempermasalahkan jika pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu dilakukan melalui mekanisme panitia khusus (pansus).

    Menurut Doli, yang terpenting adalah revisi UU tersebut segera dibahas. Alasannya, urgensi UU tersebut dalam menyempurnakan sistem demokrasi dan kepemiluan di Indonesia. “Lebih cepat lebih bagus dibahas. Mau Komisi II, Baleg, atau pansus, buat saya enggak masalah,” ujar Doli saat dihubungi di Jakarta, Senin (9/6/2025) dilasir Antara.

    Doli menjelaskan, revisi UU Pemilu yang akan dibahas pada periode ini berpotensi menggabungkan tiga undang-undang besar, yaitu UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik. Langkah ini merupakan bagian dari tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

    Doli menekankan pentingnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, akademisi, hingga pengamat pemilu dalam proses pembahasan. “Ini bukan undang-undang biasa, butuh waktu panjang dan diskusi mendalam dari banyak pihak,” tambahnya.

    Meskipun saat ini Baleg merupakan inisiator utama penyusunan revisi UU Pemilu, Doli menyebut keputusan soal siapa yang akan membahasnya tergantung hasil rapat konsultasi antarpimpinan DPR dan fraksi-fraksi partai politik. “Kalau undang-undang besar dan kompleks seperti ini, biasanya sih lewat pansus,” kata Doli.

  • PKS dorong pembahasan RUU Pemilu selesai tahun ini

    PKS dorong pembahasan RUU Pemilu selesai tahun ini

    Jakarta (ANTARA) – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (Pemilu) selesai pada tahun ini agar pada tahun-tahun berikutnya seluruh pihak bisa fokus mempersiapkan Pemilu 2029.

    Presiden PKS Al Muzzammil Yusuf mengatakan apabila pembahasan RUU Pemilu dilakukan pada momen yang terlalu dekat dengan persiapan Pemilu 2029, maka pembahasannya akan terlalu pragmatis.

    “Kalau dari awal, ini masih sangat jauh dan persiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan semakin baik,” kata Muzzammil dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu.

    Dia mengaku ingin kondisi pemilu maupun data pemilu pada tahun 2029 tidak seperti Pemilu 2024, di mana sempat terjadi keributan di KPU.

    Muzzammil pun bercerita bahwa telah terlibat dalam pembahasan UU Pemilu di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya selama tiga periode, yakni pada 2004, 2009, dan 2014, yang melibatkan semua fraksi dan orang-orang terbaik.

    Maka dari itu apabila akan terdapat kembali pembahasan RUU Pemilu, dirinya menginginkan adanya pelibatan orang-orang terbaik, bahkan bisa terbentuk panitia khusus (pansus), dengan keterlibatan semua komponen, termasuk pakar, di dalamnya.

    “Jadi saya tidak ingin bicara parsial, bagaimana parlementary threshold, bagaimana presidential threshold, tentu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kami hormati,” tuturnya.

    Selebihnya, sambung dia, DPR akan menyempurnakan berbagai norma yang ada, terutama bagaimana pemilu dari waktu ke waktu bisa semakin berkualitas serta kandidat yang terpilih merupakan orang-orang terbaik.

    “Meminimalkan money politics, itu yang kami pikirkan. Pembicaraan tentang bantuan partai politik, bagaimana best practices di luar negeri, kami tidak ingin korupsi, bagaimana di luar negeri, itu termasuk hal-hal yang integral dan tidak mungkin saya bicara satu aspek saja,” ungkap Muzzammil.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa pemerintah sudah mulai menyusun draf RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang disebut akan menjadi paket UU Politik.

    “Kementerian Dalam Negeri hari ini sedang menyusun draf, dan kita membuka ruang publik yang sangat besar,” kata Bima dalam Diskusi Publik tentang Revisi Paket RUU Pemilu yang diselenggarakan Partai Demokrat di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (19/5).

    Menurut dia, aspirasi publik yang besar dalam penyusunan draf RUU tersebut akan menghasilkan UU makin berkualitas.

    Dia mengatakan penyusunan RUU tersebut juga tidak boleh hanya mengandalkan kepentingan politik saja, tetapi harus menyerap aspirasi dari berbagai peneliti atau akademisi.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.