Produk: UU Minerba

  • Kampus Dapat Izin Tambang di Revisi UU Minerba, Puan: Jangan Diawali dengan Saling Curiga

    Kampus Dapat Izin Tambang di Revisi UU Minerba, Puan: Jangan Diawali dengan Saling Curiga

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua DPR Puan Maharani menegaskan pihaknya akan membuka ruang atas masukan masyarakat dalam pembahasan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba).

    Dia mengatakan, penerimaan aspirasi ini dimaksudkan untuk mencegah salah persepsi atau salah komunikasi antara semua pihak terkait dan masyarakat.

    “Jadi jangan belum apa-apa kita awali dengan saling curiga, marilah kita sama-sama bicarakan dan diskuskan bersama dulu poin-poin apa, hal-hal apa yang Insyaallah nantinya semoga ada jalan tengah atau titik temu,” katanya di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).

    Anak dari Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) ini berharap dengan adanya titik temu tersebut, revisi UU Minerba dapat bermanfaat bagi perguruan tinggi dan masyarakat. 

    “Jadi membuka ruang untuk saling mendengarkan apakah masyarakat memberikan masukan, begitu juga DPR harus memberikan tanggapan apa yang akan kami bahas di DPR,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Puan juga memastikan akan adanya partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam pembahasan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba). 

    Dia meminta agar Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dapat menerima masukan-masukan dari luar parlemen, seperti kampus-kampus dan para ahli. Terkhusus mengenai pemberian izin usaha pertambangan (WIUP) ke kampus. 

    “Nanti akan dilakukan participation meaningful, kita minta supaya teman-teman yang ada di Baleg membuka, mendapatkan masukan dari luar, dan menerima masukan,” katanya di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (4/1/2025).

    Untuk diketahui, DPR RI resmi menyetujui usulan Badan Legislatif (Baleg) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No 4/2009 tentang Mineral dan Batu bara (UU Minerba). Alhasil, RUU yang baru dibahas pada awal pekan ini resmi menjadi usulan inisiatif DPR.  

  • Anggota DPR Minta Angkutan Pertambangan yang Gunakan Jalur Umum Ditindak Tegas  – Halaman all

    Anggota DPR Minta Angkutan Pertambangan yang Gunakan Jalur Umum Ditindak Tegas  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Edi Purwanto, meminta agar angkutan pertambangan yang menggunakan jalan umum ditindak tegas.

    Edi meminta agar hal tersebut diatur dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba).

    Dia menegaskan, penggunaan jalan umum oleh kendaraan tambang harus dihentikan tanpa pandang bulu dan tawar menawar.

    “Revisi UU Minerba harus memastikan pembangunan jalan khusus menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar dan kewajiban membangun jalan khusus benar-benar dijalankan,” kata Edi kepada Tribunnews.com, Rabu (29/1/2025).

    Menurut Edi, hal tersebut sejatinya sudah diatur dalam Pasal 92 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

    Dia menyebut bahwa UU tersebut sudah mewajibkan perusahaan tambang membangun jalan khusus untuk kegiatan operasionalnya. 

    Namun, implementasinya masih lemah, sehingga kendaraan tambang tetap diizinkan menggunakan jalan umum.

    “Penggunaan jalan umum ini jelas menimbulkan masalah. Selain merusak jalan yang tidak dirancang untuk kendaraan berat, situasi ini juga terbukti menimbulkan konflik sosial, dan membahayakan keselamatan masyarakat hingga menimbulkan banyak korban jiwa,” ujar Edi.

    Edi menegaskan bahwa revisi UU Minerba harus mengatur sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi kewajiban tersebut.

    Dia mengusulkan agar revisi UU Minerba memberikan aturan yang konkret mengenai batas waktu pembangunan jalan khusus tambang oleh perusahaan, disertai dengan sanksi tegas apabila perusahaan tak memenuhi kewajiban.

    “Saya juga mengusulkan harus ada penekanan kaitan pembatasan ketat penggunaan jalan umum oleh kendaraan tambang, hanya dalam kondisi darurat dan dengan kompensasi yang jelas untuk perbaikan infrastruktur. Selain itu juga harus ada tim pengawasan terpadu oleh pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat untuk memastikan perusahaan tambang mematuhi aturan,” tegasnya.

    Sebab, kata Edi, penggunaan jalur umum oleh angkutan pertambangan telah mengakibatkan kerusakan masif pada infrastruktur, terutama jalan kabupaten dan provinsi.

    “Selain itu, polusi debu, kebisingan, dan peningkatan kecelakaan menjadi dampak lain yang dirasakan masyarakat. Kita harus melindungi masyarakat dari dampak negatif aktivitas tambang. Perusahaan tambang tidak boleh hanya fokus pada keuntungan tanpa memikirkan dampak sosial dan lingkungan,” ungkapnya.

     

  • Pemberian Izin Tambang Bagi Kampus, Faizal Hermiansyah: Harus Mengacu Tri Dharma Perguruan Tinggi – Halaman all

    Pemberian Izin Tambang Bagi Kampus, Faizal Hermiansyah: Harus Mengacu Tri Dharma Perguruan Tinggi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tenaga Ahli DPR RI Faizal Hermiansyah menilai wacana pemberian izin pertambangan bagi kampus atau dunia pendidikan di nilai harus mengacu terhadap Tri Dharma perguruan tinggi.

    Menurutnya, hal lain yakni memiliki nilai tambah bagi masyarakat.

    “Yaitu poin pengabdian masyarakat di mana harus ada wadah pengabdian masyarakat,” ucap Faizal dalam keterangan, Rabu (29/1/2025).

    Faizal menekankan pentingnya mekanisme pengabdian masyarakatnya.

    “Saya rasa, dengan adanya izin tambang ini menjadi nilai tambah kepada masyarakat dari masing-masing perguruan tinggi yang memiliki izin tersebut,” tukasnya.

    Sebelumnya, DPR menetapkan revisi UU Minerba sebagai RUU usul insiatif DPR di rapat paripurna, Kamis (23/1/2025).

    Beberapa poin revisi UU Minerba, di antaranya soal hilirisasi dan izin pertambangan untuk ormas, perguruan tinggi, serta usaha kecil menengah.

    Adapun usai ditetapkan menjadi RUU usul inisiatif DPR, revisi UU Minerba akan dibahas bersama pemerintah sebelum disahkan menjadi undang-undang.

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan usulan memberikan hak mengelola tambang untuk perguruan tinggi agar kampus memiliki sumber penghasilan lain. 

    “Saya pikir, kalau memang semangatnya adalah bagaimana lalu memberikan atau mencarikan dana untuk universitas-universitas,” ucap Dasco di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Kamis (23/1/2025).

    Pihaknya berharap, pemberian izin kelola tambang ini dapat memberi manfaat baik bagi perguruan tinggi. 

    “Mekanisme pengerjaan dan lainnya itu, ya silakan saja nanti diatur di dalam aturan yang ada. Sehingga kemudian pemberian-pemberian itu bisa memberi manfaat kepada universitas yang dimaksud,” tambah politisi Partai Gerindra ini.

  • DPR Tekankan Pengelolaan Minerba Harus untuk Kemakmuran Rakyat

    DPR Tekankan Pengelolaan Minerba Harus untuk Kemakmuran Rakyat

    Jakarta (beritajatim.com) – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Reni Astuti, mengingatkan bahwa orientasi pengelolaan sumber daya mineral dan batubara (minerba) harus selalu berlandaskan pada kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

    Reni juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi dan upaya pelestarian lingkungan. Hal ini bertujuan agar sektor minerba dapat berkontribusi secara berkelanjutan bagi kemajuan bangsa.

    “Pengelolaan minerba harus diawasi oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ini adalah prinsip dasar yang harus menjadi pegangan bagi semua pihak, baik pemerintah maupun pelaku usaha, dalam menjalankan kegiatan di sektor ini,” ujar anggota DPR dari Dapil Jawa Timur 1 (Surabaya–Sidoarjo) itu.

    Reni menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam monitoring dan evaluasi terhadap produktivitas izin usaha pertambangan (IUP) yang telah dikeluarkan. Ia menegaskan bahwa pengawasan ini sangat krusial untuk memastikan bahwa izin yang diberikan benar-benar membawa manfaat bagi rakyat, bukan justru menimbulkan kerusakan lingkungan atau masalah sosial.

    “Pemerintah harus aktif memonitor dan mengevaluasi produktivitas setiap izin usaha pertambangan. Langkah ini diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan di sektor minerba tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan negara,” tegasnya.

    DPR RI secara resmi mengesahkan Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) Usul Inisiatif DPR pada Kamis (23/1/2025) lalu.

    Reni berharap, dengan pengesahan revisi RUU Minerba sebagai RUU Usul Inisiatif, DPR RI dapat mendorong pengelolaan sektor pertambangan yang lebih baik, transparan, dan bertanggung jawab, sejalan dengan amanat konstitusi.

    Reni Astuti memberikan catatan penting terkait proses pembahasan revisi RUU Minerba. Menurutnya, meaningful participation atau partisipasi bermakna harus dijunjung tinggi dalam setiap tahap pembahasan undang-undang.

    “Masukan dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat dan institusi yang hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Baleg, harus menjadi bahan pertimbangan utama dalam proses pembahasan. Jangan sampai aspirasi masyarakat diabaikan, karena ini menyangkut kepentingan strategis bangsa,” tegas politisi asal Surabaya itu.

    Dalam catatan RDP di Badan Legislasi DPR RI, sudah ada sejumlah lembaga dan organisasi masyarakat yang hadir untuk menyampaikan respon, masukan, dan sarannya. Di antaranya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Umat Islam (PUI), Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Industri Mineral RI (DPP AMRI), Persatuan Gereja Indonesia (PGI), PB Aljam’iyatul Washliyah, ASPEBINDO, PB NU, PP Muhammadiyah, dan Asosiasi Penambang Nikel (APNI).

    Sebagai bagian dari catatan Fraksi PKS, Reni juga mengingatkan bahwa proses legislasi harus berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini, menurutnya, penting untuk memastikan bahwa produk hukum yang dihasilkan tidak cacat secara formil maupun materiil di kemudian hari.

    “Kita harus pastikan proses legislasi ini berjalan sesuai aturan. Jangan sampai kemudian malah dibatalkan oleh MK karena ada cacat dalam prosesnya,” ujar Reni. [hen/beq]

  • Wakil Ketua MPR: Perguruan Tinggi Pasti Pertimbangkan Matang Sebelum Kelola Tambang – Page 3

    Wakil Ketua MPR: Perguruan Tinggi Pasti Pertimbangkan Matang Sebelum Kelola Tambang – Page 3

    Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah merevisi Undang Undang tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Dalam revisi ini terdapat pasal perguruan tinggi dan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mendapatkan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). 

    Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia menjelaskan, perguruan tinggi yang bisa mengelola lahan tambang adalah perguruan tinggi yang memiliki badan usaha. Aturan ini sama juga yang berlaku pada ormas keagamaan.

    “Ya, tentu (punya badan usaha), makanya sekarang sedang kami bahas,” ujar Doli dikutip dari Antara, Rabu (22/1/2025).

    Pola antara pemberian wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada perguruan tinggi dan ormas keagamaan akan memiliki pola yang hampir sama.

    Ke depannya, akan dibahas mengenai siapa yang akan dikedepankan antara pemberian prioritas pengelolaan lahan tambang kepada ormas keagamaan atau perguruan tinggi.

    “Nanti misalnya pemberian prioritas siapa yang dikedepankan, apakah institusi ormas atau perguruan tingginya langsung, atau harus dengan berbadan hukum, itu yang sekarang kami bahas,” ucap Doli.

     

  • Golkar Dukung Revisi UU Minerba, Perguruan Tinggi Bisa Terjun ke Bisnis Tambang – Page 3

    Golkar Dukung Revisi UU Minerba, Perguruan Tinggi Bisa Terjun ke Bisnis Tambang – Page 3

    Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansah menyampaikan, Perguruan Tinggi tidak memiliki pengalaman dan tidak semua mengkaji soal pertambangan secara mendalam.

    “Selama ini kan Perguruan Tinggi nggak punya pengalaman, pengalaman terkait dengan tambang kan. Jadi untuk pengelolaan tentu ini diperlukan satu kebijakan regulasi yang baik, yang komprehensif tentang tata kelolaannya,” tutur Trubus kepada Liputan6.com, Selasa (28/1/2025).

    Trubus menilai, jika aturan tersebut diberlakukan maka sangat perlu pengaturan prosedur yang jelas dan tepat sasaran. Terlebih, Perguruan Tinggi terbagi menjadi negeri dan swasta.

    “Yang negeri saja itu ada tiga jenis, pertama satuan kerja atau satker, itu Perguruan Tinggi negeri yang paling bawah (levelnya), kayak UPN itu. Nah yang kedua ada Perguruan Tinggi tipenya BLU, Badan Layanan Umum, kayak UNJ itu. Nah, kemudian yang tertinggi itu yang nomor satu itu PTNBH, Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum, seperti UI, UGM, ITB,” jelas dia.

    Untuk Perguruan Tinggi Negeri, maka yang cukup layak mendapatkan izin tambang adalah yang berjenis PTNBH, alias tidak semua Perguruan Tinggi bisa mengelola pertambangan. Sementara untuk swasta, ada lebih banyak ragam jenis Perguruan Tinggi, yang sebenarnya tidak bisa begitu saja menggunakan tingkat akreditasi sebagai tolak ukur perizinan tambang.

    “Di penjelasannya itu memang berdasarkan akreditasi. Nah akreditasi swasta selama ini ada kategori yang dikelola yayasan, badan wakaf seperti Universitas Islam Indonesia, ada juga yang dikelola oleh perkumpulan. Akreditasinya itu ada yang paling baik itu Unggul, yang kedua ada Sangat Baik, dan Baik,” ujar dia.

    “Nah, tentu ini jadi masalah karena selama ini kan penentuan unggul tidak itu kan ya tidak lepas dari perilaku koruptif. Jadi itu banyak Perguruan Tinggi yang memperoleh Unggul yang sebenarnya itu tidak sesuai fakta. Kalau ini mengelola tambang bagaimana,” tukas Trubus.

    Menurut Trubus, sisi positif Perguruan Tinggi mengelola tambang mungkin saja membuat lembaga akademik tersebut menjadi lebih mandiri dari sisi finansial. Namun, dia melihat niat pemerintah yang ingin lepas tanggung jawab atas 20 persen dana pendidikan dari APBN.

    “Ya jadi disuruh nyari sendiri (pendanaan). Karena Indonesia itu aneh. Kita itu jumlah Perguruan Tinggi Negeri itu jumlahnya sekitar 184 kalau nggak salah. Nah, itu menyedot anggaran 20 persen, itu saja nggak membawa kemajuan. Istilahnya kompetitif dengan Perguruan Tinggi lain (termasuk dengan swasta),” ungkapnya.

     

  • Komisi X Ingatkan Kampus Jangan Sibuk Berbisnis Tambang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Januari 2025

    Komisi X Ingatkan Kampus Jangan Sibuk Berbisnis Tambang Nasional 27 Januari 2025

    Komisi X Ingatkan Kampus Jangan Sibuk Berbisnis Tambang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua
    Komisi X DPR
    Hetifah Sjaifudian mengingatkan, perguruan tinggi hendaknya fokus pada pendidikan dan riset, bukan aktivitas bisnis.
    Hal ini disampaikan Hetifah merespons wacana memberikan izin pengelolaan tambang bagi perguruan tinggi yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba).
    “Jika tidak ada mekanisme pengawasan yang kuat, dikhawatirkan kampus justru lebih mengutamakan kepentingan ekonomi daripada akademik,” ujar Hetifah kepada 
    Kompas.com
    , Senin (27/1/2025).
    Apalagi, jelas Hetifah, tidak semua perguruan tinggi memiliki kapasitas dan pengalaman dalam industri pertambangan.
    Di sisi lain, kesalahan dalam pengelolaan bisa berdampak pada eksploitasi berlebihan, kerusakan lingkungan, maupun dampak sosial di sekitar lokasi tambang.
    Hetifah menyebutkan, badan usaha milik perguruan tinggi harus mempertimbangkan potensi dan manfaat sebelum diberikan izin tambang.
    “Jika dikelola dengan baik, keterlibatan perguruan tinggi dalam sektor tambang dapat meningkatkan riset, inovasi teknologi, serta pengembangan sumber daya manusia dalam bidang pertambangan dan lingkungan,” kata politikus Partai Golkar itu.
    Kendati demikian, Hetifah menilaitambang yang dikelola perguruan tinggi dapat menjadi sumber pendanaan alternatif bagi kampus, mengurangi ketergantungan pada dana pemerintah, dan meningkatkan kualitas pendidikan.
    Keterlibatan akademisi dalam pengelolaan tambang juga diharapkan bisa lebih memperhatikan aspek keberlanjutan, sosial, dan lingkungan.
    Hetifah pun menyebut ada sejumlah catatan mengenai wacana ini, pertama, soal evaluasi kelayakan bagi perguruan tinggi yang akan mengelola tambang.
    “Perguruan tinggi yang tertarik mengelola tambang harus benar-benar memiliki kapasitas teknis, akademik, dan manajerial yang memadai,” ujar dia.
    Kedua, fokus pada riset dan pendidikan, dalam arti pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi sebaiknya lebih difokuskan untuk mendukung riset dan pengembangan teknologi pertambangan berkelanjutan.
    Ketiga, pentingnya pengawasan ketat terhadap izin pengelolaan tambang untuk kampus.
    “Pemerintah dan masyarakat perlu memastikan ada mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang atau eksploitasi sumber daya yang tidak berkelanjutan,”  kata Hetifah.
    Lebih lanjut, Hetifah juga menyebutkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas turut dibahas dalam pengelolaan tambang untuk kampus.
    Artinnya, perguruan tinggi harus transparan dalam pengelolaan tambang dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat, dalam pengambilan keputusan.
    Hetifah pun meminta agar pendekatan yang diambil dalam pembahasan
    RUU Minerba
    harus mempertimbangkan keseimbangan antara potensi manfaat dan risiko, dengan tetap mengedepankan kepentingan akademik, keberlanjutan, dan kepentingan masyarakat luas.
    Untuk diketahui, DPR telah menetapkan revisi UU Minerba sebagai RUU usul inisiatif DPR.
    Salah satu ketentuan dalam revisi UU itu adalah memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi.
    Ketua Badan Legislasi DPR Bob Hasan mengatakan, usul revisi itu muncul agar publik tidak hanya menerima dampak buruk dari tambang, tetapi punya peluang untuk mengelola tambang.
    “Bahwa kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, tidak lagi di dalam areal pertambangan itu masyarakat hanya terkena debu dan bara, atau akibat-akibat dari eksploitasi minerba, tapi hari-hari ini merupakan peluang bagi masyarakat di RI,” kata Bob, Senin (20/1/2025).
    Setelah ditetapkan menjadi RUU usul inisiatif DPR, revisi UU Minerba bakal dibahas bersama pemerintah sebelum disahkan menjadi undang-undang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemberian Konsesi Tambang Dinilai Upaya Kooptasi Bagi Perguruan Tinggi

    Pemberian Konsesi Tambang Dinilai Upaya Kooptasi Bagi Perguruan Tinggi

    JAKARTA – Pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi menilai bahwa pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi yang diatur dalam revisi UU Minerba merupakan upaya kooptasi kepada civitas akademika.

    Seperti diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) atas Perubahan Ketiga Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mendapat izin mengelola tambang mineral logam.

    Menurut Fahmy, pemberian izin pengelolaan WIUP pada perguruan tinggi patut dipertanyakan. Apalagi, revisi UU Minerba digelar secara mendadak dan terkesan terburu-buru. Pengelolaan WIUP oleh perguruan tinggi justru merugikan bagi pihak kampus yang dianggap mengamini kerusakan lingkungan yang diakibatkan tambang.

    “Berbisnis tambang itu bukan tugas perguruan tinggi. Domain kampus adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam aktivitas tambang itu, input dan outputnya itu pasti merusak lingkungan,” ungkapnya, Minggu 26 Januari 2025.

    “Belum lagi semisal terjadi ada konflik horizontal dengan konflik masyarakat sekitarnya. Masa perguruan tinggi akan terlibat dalam konflik tadi? Jadi, menurut saya, tidak tepat sekali. Jadi, menurut saya, harus di-drop atau digagalkan rencana ini,” sambung Fahmy.

    Dia menduga ada skenario dari pemerintah dan DPR untuk membungkam civitas akademika agar tidak lagi kritis terhadap kebijkan pemerintah yang merugikan rakyat. Karena itu, Fahmy berharap agar perguruan tinggi menolak wacana pemberian konsesi WIUP.

    “Saya yakin perguruan tinggi yang masih mengutamakan nurani dan kepentingan masyarakat akan melawan dan menolak wacana itu. Selain tidak bisa bersikap kritis, perguruan tinggi juga dituntut bertanggung jawab bila ada permasalahan yang timbul akibat aktivitas pertambangan,” kata Fahmy.

  • Respons 5 Kampus soal Wacana Perguruan Tinggi Dapat Izin Tambang, UNY dan Unair Sambut Baik – Halaman all

    Respons 5 Kampus soal Wacana Perguruan Tinggi Dapat Izin Tambang, UNY dan Unair Sambut Baik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Lima perguruan tinggi (PT) ternama di Indonesia buka suara soal wacana kampus memperoleh izin untuk mengelola tambang.

    Usulan itu muncul dalam rapat pleno penyusunan rancangan undang-undang (RUU) tentang mineral dan batubara (minerba) yang digelar oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

    Berdasarkan catatan Tribunnews.com, lima kampus yang telah buka suara adalah Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).

    Lalu, bagaimana respons dari lima kampus tersebt soal usulan PT bisa mengelola tambang?

    UGM Belum Bahas

    Sekretaris UGM, Andi Sandi, menuturkan pihaknya belum memperoleh informasi soal usulan PT bisa mengelola tambang.

    Selain itu, pihaknya juga belum membahas lebih lanjut terkait usulan tersebut.

    “Kita itu belum dapat informasi itu dan kita belum bahas sama sekali. Jadi bukannya UGM itu menolak atau menerima.”

    “Belum, belum ada sama sekali diskusi itu,” katanya pada Rabu (22/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Andi menegaskan untuk memutuskan bahwa UGM menerima atau menolak usulan tersebut, maka akan diputuskan lewat rapat Majelis Wali Amanat (MWA).

    Dia mengungkapkan MWA perlu dilibatkan karena usulan PT bisa mengelola tambang merupakan keputusan besar.

    Kata dia, tidak hanya rektor yang berhak untuk memutuskan apakah UGM menerima atau menolak izin tambang kepada kampus.

    “Kita tidak bisa hanya dari rektor saja, itu harus MWA karena itu kebijakan besar. Jadi memang tidak mungkin rektor memutuskan sendiri hal itu karena akan melibatkan UGM secara keseluruhan dan pembagian kewenangan itu kan ada di MWA,” katanya.

    UNY Siap Terima jika Diperintah

    Rektor UNY, Sumaryanto, mengatakan kampus yang dipimpinnya siap melaksanakan perintah jika dimnta terlibat dalam pengelolaan tambang.

    Dia mengatakan perintah tersebut diterima demi kemaslahatan umat.

    “UNY itu kan bagian yang tidak terpisahkan dari negara ya siap melaksanakan kalau “didhawuhi” (diperintah). Udah itu saja. Demi kemaslahatan umat,” ujar Sumaryanto kepada Tribunnews.com, Jumat (24/1/2025).

    Kendati mengaku siap, Sumaryanto menegaskan pihaknya masih menunggu syarat dan regulasi dari pemerintah jika usulan PT bisa mengelola tambang resmi menjadi kebijakan dan tertuang dalam UU Minerba.

    Tentang peran di pertambangan, Sumaryanto mengungkapkan UNY memiliki multifakultas sehingga bisa berperan diberbagai bidang, mulai dari teknologi, biologi, hingga fisika.

    “Kami kan multi, misalnya dari aspek teknologi punya Fakultas Teknik, dari aspek biologi, kimia, fisika wonten (ada),” tuturnya.

    Unair Sambut Baik

    Senada dengan UNY, Unair pun menyambut baik wacana PT bisa mengelola tambang.

    “Kalau kemudian niatan baik ini direalisasikan, tentu dengan berbagai macam syarat, kami juga akan menyambut dengan baik,” kata Rektor Unair, Mohammad Nasih, Jumat, dikutip dari Kompas TV.

    Nasih menuturkan bisnis di dunia tambang bukanlah hal yang mudah. Karena itu, jika kampus benar-benar diminta untuk mengelolanya, dapat dipastikan pada awal pengelolaan belum dapat memperoleh untung.

    “Tidak ada bisnis yang langsung tiba-tiba untung, pasti tidak ada. Paling tidak, diperlukan 3-4 tahun baru untung. Itu pun kalau kondisinya dalam tanda kutip ya, kandungan tambang dan lain-lainnya itu masih normal,” papar dia.

    Nasih menuturkan jika kampus bisa mengurus pertambangan, lokasinya seharusnya adalah bekas atau pernah dikelola oleh pendahulunya.

    Dia mengungkapkan hal itu berkaca dari izin konsesi yang diterima oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah.

    Nasih menilai hal tersebut harus menjadi perhatian di mana hasil pertambangan serta urusan konservasi yang harus ditanggung kampus ketika memang diberi izin mengelola tambang.

    Namun, dia menegaskan, jika memang kebijakan ini memberikan manfaat seperti meringankan biaya PTN, maka dipastikan akan disambut baik.

    “Tinggal kemudian hitung-hitungannya nanti nyucuk (sepadan) atau tidak. Kalau nggak nyucuk ya mohon maaf, tapi kalau masih nyucuk ya tentu perguruan tinggi akan dengan senang hati bisa menerima kesempatan yang sangat baik ini,” papar dia.

    UII Tolak Kampus Peroleh Izin Tambang, Pertanyakan Pihak yang Terima

    Aktivitas tambang batu bara. (dok.)

    Berbeda dengan UNY dan Unair, Rektor UII, Fathul Wahid, justru mempertanyakan kampus yang mendukung dengan wacana PT bisa mengelola tambang.

    Dia mengaku tidak paham dengan pola pikir kampus yang mendukung tersebut. Padahal, menurutnya, perlu modal besar jika memang kampus diizinkan untuk mengeloa tambang.

    “Jika kita ikuti logika para pendukung, dari informasi yang saya dapat, investasi usaha pertambangan sangat tinggi.”

    “Kampus dapat uang dari mana? Dana pendidikan ketika digunakan untuk usaha non-pemerintah itu implikasinya loh, termasuk di sisi perpajakan,” ujar Fathul, Sabtu (25/1/2025).

    Fathul menganggap izin pemberian tambang ke kampus demi memperingan pembiayaan adalah usulan tidak masuk akal.

    Dia lantas mempertanyakan kepada kampus-kampus yang sudah menjalankan berbagai usaha, apakah sudah berdampak terhadap penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

    “Pakai saja logika serupa untuk usaha pertambangan. Kalau memang sudah ada penurunan UKT di kampus tersebut, berarti saya yang ketinggalan kereta,” ujar Fathul.

    Dia pun menegaskan kampus yang dipimpinnya menolak usulan kampus bisa mengelola tambang.

    “Saya masih belum percaya dengan yang mengatakan jika kampus mengelola usaha pertambahan dan uang kuliah semakin murah. Jangan-jangan yang tambah kaya justru para elite dan pemilik kampusnya,” katanya.

    UAJY Bingung Cara Penunjukkan Kampus yang Boleh Kelola Tambang

    Sementara, Rektor UAJY, Gregorius Sri Nurhartanto, mengaku bingung dan khawatir terkait usulan kampus yang diperbolehkan mengelola tambang.

    Ada beberapa hal yang melatari kebingungan Nurhartanto seperti pihak yang memiliki kewenangan untuk menentukan kampus mana yang berhak mengelola tambang.

    Pasalnya, ada ribuan perguruan tinggi yang tersebar di Indonesia.

    “Nanti umpama itu ada penunjukkan, penunjukkannya seperti apa? Mengingat di Indonesia ini ada 100 perguruan tinggi negeri dan 4.000 lebih perguruan tinggi swasta, yang akan diberikan kewenangan itu siapa?,” ucapnya, Rabu (22/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Di sisi lain, kekhawatiran Nurhartanto jika kampus menerima izin tambang adalah membuat perguruan tinggi lepas dari esensinya sebagai institusi pendidikan tinggi.

    “Kami khawatir kalau perguruan tinggi sampai terlibat di dalam pengelolaan sumber daya alam, memanfaatkan mengambil atau apa apapun namanya ya nanti apakah itu akan sampai ke rakyat,” ucapnya.

    Kekhawatiran lain dari Nurhartanto adalah terkait pembiayaan yang begitu besar untuk pengelolaan tambang.

    Kemudian soal dari mana perguruan tinggi mendapatkan dana besar untuk modal. Selain itu, pola pikir yang akan muncul hanyalah soal balik modal dan mencari keuntungan.

    Menurutnya, hal tersebut berbahaya bagi perguruan tinggi.

    “Rakyat malah jadi penonton yang harapannya selama ini perguruan tinggi menjadi penyeimbang, kontrolnya pemerintah dengan analisis-analisisnya nanti malah bisa bias kalau sudah merasa ternyata mengelola tambang memang enak,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Nurhartanto menegaskan UAJY menolak menerima jika tawaran untuk mengelola tambang disodorkan.

    “Tidak (tidak menerima tawaran mengelola tambang) apalagi ini kan tentu kami justru mengajukan pemikiran-pemikiran, mbok kami dilibatkan dalam hal bukan itunya tapi dalam hal memperbaiki alam lagi,” ujarnya.

    Perguruan tinggi bersama perusahaan-perusahaan tambang, katanya, bisa melakukan penghijauan kembali. Kemudian memberikan edukasi kepada masyarakat disekitar tambang. 

    “Ayo bagaimana bersama dengan perusahaan-perusahaan yang lain, penghijauan kembali, atau apa, mengedukasi masyarakat di sekitar tambang yang biasanya hanya jadi penonton kan begitu ya,” katanya.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Wijaya Kusuma)(Kompas TV/Gading Persada)

     

     

  • Video: Pro Kontra Pemberian Izin Tambang Untuk Kampus-UMKM

    Video: Pro Kontra Pemberian Izin Tambang Untuk Kampus-UMKM

    Jakarta, CNBC Indonesia – Terdapat sejumlah poin yang menjadi pembahasan dalam revisi UU Minerba. Salah satunya terkait aturan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. perguruan tinggi hingga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    Sekjen Perhapi Resvani menuturkan pertambangan bukan industri umum, sangat padat modal, teknis dan karya. Sehingga kesalahan pada operasional bisa berakibat fatal bagi penambangnya. Namun jika UU memang sudah diputuskan, Resvani meminta hal tersebut harus dikawal bagaimana aspek teknis hingga good mining practices dan menyarankan untuk membuat aturan turunan.

    Sementara Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menuturkan revisi UU Minerba untuk mengakomodir keinginan negara atas pemerataan sumber daya bisa diberikan kepada pihak-pihak lain.

    Selengkapnya saksikan dialog Andi Shalini bersama Komisi VI DPR RI Herman Khaeron dan Sekjen Perhapi Resvani di Program Closing Bell CNBC Indonesia, Selasa (21/01/2025).