Produk: UU ITE

  • Nikita Mirzani Diperiksa Polda Jatim Terkait Pencemaran Nama Baik Juragan99

    Nikita Mirzani Diperiksa Polda Jatim Terkait Pencemaran Nama Baik Juragan99

    Surabaya, Beritasatu.com – Nikita Mirzani, artis yang dikenal dengan berbagai kontroversinya, kembali berurusan dengan polisi. Setelah kasusnya dengan Vadel Badjideh, kini Nikita dipanggil oleh Polda Jawa Timur (Jatim) untuk memberikan keterangan terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada Rabu (13/11/2024).

    Dari pantauan Beritasatu.com, ibu dari Laura Meizani Nasseru Asry (Lolly) ini memenuhi panggilan Direktorat Tindak Pidana Siber Polda Jatim sekitar pukul 10.00 WIB dan baru keluar dari gedung pemeriksaan pada pukul 15.00 WIB.

    “Aku dipanggil sebagai saksi, sebagai warga negara yang taat hukum. Dari Jakarta, aku datang ke Surabaya untuk memenuhi panggilan,” kata Nikita Mirzani setelah menjalani pemeriksaan kepada wartawan.

    Nikita menjelaskan, pemeriksaan kali ini berkaitan dengan laporan dugaan pencemaran nama baik yang diajukan oleh Shandy Purnamasari, istri dari Gilang Widya Pramana alias Juragan99. Laporan tersebut terkait dengan unggahan yang dianggap berisi fitnah yang disampaikan oleh seseorang bernama Isa Zega.

    “Jadi, ini terkait laporan pencemaran nama baik yang dibuat oleh Mbak Shandy Purnamasari. Pelapornya adalah Isa Zega. Ada sekitar 25 pertanyaan yang diajukan,” jelas Nikita Mirzani.

    Saat ditanya lebih lanjut mengenai isi pertanyaan yang diajukan oleh penyidik, Nikita Mirzani memilih untuk tidak mengungkapkannya secara memerinci. Namun, ia mengakui bahwa banyak pertanyaan yang berkaitan dengan unggahan yang dianggap mencemarkan nama baik.

    “Kurang lebih ada sekitar 25 pertanyaan yang diajukan. Namun kalau ingin tahu detailnya, tanya langsung saja ke penyidik. Yang jelas, ini terkait unggahan yang dianggap fitnah,” pungkasnya.

  • Jangan Hanya Keluhkan Pelayanan Publik di Media Sosial, Ini Saluran Pengaduan yang Tepat

    Jangan Hanya Keluhkan Pelayanan Publik di Media Sosial, Ini Saluran Pengaduan yang Tepat

    Liputan6.com, Paser – Di Desa Sungai Terik, Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser, Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kaltim menggelar sosialisasi istem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional-Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR!).

    Tak hanya sekadar menjelaskan soal sistem kanal aduan terintegrasi itu, Diskominfo Kaltim juga melatih warga menggunakannya. Satu per satu warga desa diajak menggunakan ponsel pintar untuk mencoba aplikasi pengaduan publik.

    Pranata Humas Ahli Muda Diskominfo Kaltim, Mardiasih menegaskan, masyarakat dapat memanfaatkan aplikasi ini sebagai kanal aduan resmi. Sebab jika menggunakan saluran lain seperti media sosial, bisa berdampak hukum.

    “Kalau bapak-ibu mengeluh di media sosial, terus salah, maka bisa kena UU ITE. Tapi kalau melalui aplikasi SP4N-LAPOR!, identitas pelapor dilindungi bahkan bisa melapor menggunakan anonim,” katanya Mardiasih saat menjadi narasumber sosialisasi tersebut pada Selasa (15/10/2024) silam.

    SP4N-LAPOR! merupakan kanal aduan masyarakat di 38 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota, yang terhubung dengan Kementerian PAN-RB, Kemendagri, Kantor Staf Presiden, dan Ombudsman.

    Melalui aplikasi tersebut masyarakat bisa menyampaikan pengaduan berkadar pengawasan terkait penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kepala daerah, wakil kepala daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, atau aparatur sipil negara di lingkungan Kementerian, Pemerintah Daerah, dan perangkat desa.

    “Masyarakat bisa menyampaikan kritik, saran, masukan, dan aspirasi, terkait layanan publik dan permohonan informasi,” ujarnya.

    Sosialisasi tersebut sekaligus pelatihan, bertujuan agar warga setempat mengetahui pemanfaatan dan tata cara pelaporan aduan.

    “Adapun yang diadukan berupa layanan yang tidak sesuai standar dan kebijakan pemerintah, perilaku aparatur, adanya KKN, masalah lingkungan, dan kritikan terhadap layanan pemerintah,” kata Mardiasih.

    Melalui aplikasi SP4N LAPOR!, masyarakat bisa mengawasi kinerja pemerintah jika takut menyampaikan pendapatnya.

    Mardiasih. menambahkan sosialisasi itu juga dalam rangka mendukung pelaksanaan program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF) dari Bank Dunia guna menjaga kelestarian lingkungan.

    “Kalau ada oknum-oknum atau perusahaan yang merusak lingkungan, masyarakat juga bisa melapor ke aplikasi SP4N LAPOR!,” tuturnya.

  • Polisi Tangkap Pelaku Judi Online di Bojonegoro, Sita Rp60 Juta

    Polisi Tangkap Pelaku Judi Online di Bojonegoro, Sita Rp60 Juta

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Bojonegoro menangkap puluhan pelaku judi online (judol). Dari 20 orang yang diringkus pada kurun waktu 31 Oktober hingga 10 November 2024 itu, polisi menyita uang senilai Rp60 juta.

    “Sebanyak 20 pelaku judol diamankan Satreskrim Polres Bojonegoro saat main di warung,” ujar Kapolres Bojonegoro AKBP Mario dalam konferensi pers, Senin (11/11/2024).

    AKBP Mario Prahatinto mengungkapkan, puluhan pemain judol ini diamankan Satreskrim di beberapa lokasi, diantaranya di Kecamatan Kapas, Dander, Kota Bojonegoro, Ngasem, Balen dan Kalitidu. Polisi juga menyita 20 smartphone beserta putaran uang senilai Rp60 juta dari akun masing-masing pemain.

    “Uang tunai yang diamankan tidak ada, perhitungan uang tersebut dari hasil penarikan para pemain di akun mereka,” uangkap Polisi lulusan Akpol tahun 2004 itu.

    Para pelaku yang tertangkap dijerat dengan undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Para tersangka terancam hukuman 10 tahun penjara,” pungkasnya.

    Polres Bojonegoro mengimbau masyarakat untuk tidak bermain judi, termasuk judi online, dimana upaya untuk memberantas judi online tersebut mendapatkan perhatian penuh dari Presiden dan Kapolri. [lus]

  • Polres Malang Tangkap 17 Tersangka Judi Online dan Konvensional

    Polres Malang Tangkap 17 Tersangka Judi Online dan Konvensional

    Malang (beritajatim.com) – Satuan Reserse Kriminal Polres Malang berhasil meringkus 17 tersangka yang terlibat dalam kasus judi online dan konvensional. Penangkapan ini merupakan bagian dari upaya Polres Malang menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Program Asta Cita 100 hari kerja.

    Wakil Kepala Polres (Wakapolres) Malang, Kompol Imam Mustolih, dalam konferensi pers pada Jumat (8/11/2024) menyampaikan bahwa program pengungkapan ini dimulai sejak 28 Oktober hingga 8 November 2024.

    “Sasaran utama kami meliputi tindak pidana perjudian, perdagangan orang, kejahatan terhadap perempuan dan anak, pornografi online, penyalahgunaan bahan bakar bersubsidi, penyelundupan, serta tindak pidana korupsi,” ujar Imam.

    Dalam kasus perjudian yang diungkap, terdapat 16 kasus dengan 17 orang tersangka, yang terdiri dari 6 tersangka judi konvensional dan 11 tersangka judi online.

    Para tersangka berasal dari berbagai wilayah di Kabupaten Malang, seperti Dampit, Bantur, Pagak, Gondanglegi, Wajak, Wagir, Pakis, dan Kromengan, dengan rentang usia antara 30 hingga 82 tahun.

    Barang bukti yang berhasil diamankan meliputi ponsel, buku catatan togel, uang tunai jutaan rupiah, aplikasi situs judi online, screenshot aktivitas judi, serta aplikasi transaksi digital seperti E-Wallet dan Dana.

    “Modus operandi para pelaku ini adalah mengumpulkan taruhan melalui aplikasi di ponsel, yang kemudian didepositkan ke situs judi online,” jelas Imam.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 303 KUHP dan Pasal 27 Ayat 2 UU ITE dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara. [yog/beq]

  • Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online

    Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online

    GELORA.CO – “AIR beriak tanda tak dalam.” Pepatah ini mengingatkan kita bahwa sering kali masalah yang tampak di permukaan hanyalah gejala dari permasalahan yang lebih besar dan sangat kompleks.

    Dalam dunia yang semakin terhubung, fenomena judi online di tengah masyarakat telah menunjukkan riak-riak yang sangat mengkhawatirkan.

    Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada puluhan ribu anggota TNI dan Polri yang terlibat perjudian online.

    Ketika institusi yang seharusnya menjaga keamanan dan keadilan justru terjerat dalam praktik ilegal, kita dihadapkan pada kenyataan pahit, integritas dan kepercayaan publik sedang terancam.

    Dengan lebih dari 1,9 juta pegawai swasta, bahkan anak-anak yang ikut terpengaruh, jelas bahwa judi online bukan hanya sekadar masalah individu, melainkan ancaman serius bagi tatanan sosial kita.

    Dalam dialog di acara Sapa Indonesia Pagi yang ditayangkan di Kompas TV pada Kamis (7/11/2024), Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah, mengungkapkan informasi yang sangat mengejutkan dan sekaligus mengkhawatirkan.

    Ada sekitar 97.000 anggota TNI dan Polri terlibat dalam aktivitas judi online. Angka ini menambah daftar panjang keprihatinan terkait fenomena judi online yang semakin marak di Indonesia, melibatkan berbagai lapisan masyarakat, dari pegawai swasta hingga pejabat negara.

    Secara tegas, tindakan perjudian ini dilarang dalam Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU ITE.

    Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat informasi elektronik berkaitan dengan perjudian dapat dikenakan sanksi hukum.

    Lebih jauh, istilah dalam pasal ini menegaskan bahwa “mendistribusikan” berarti menyebarkan informasi kepada banyak orang, sedangkan “mentransmisikan” merujuk pada pengiriman informasi kepada pihak tertentu.

    Tak kalah penting, “membuat dapat diakses” mencakup semua tindakan yang memungkinkan publik untuk mengetahui konten perjudian, termasuk penawaran dan kesempatan bermain judi.

    Namun, realitas yang ada di lapangan menunjukkan gambaran yang jauh lebih kompleks. Keterlibatan sekitar 97.000 anggota TNI dan Polri dalam arena judi online menciptakan ironi yang mencolok.

    Institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum justru terjerat dalam praktik ilegal yang jelas-jelas dilarang oleh undang-undang.

    Hal ini menimbulkan pertanyaan besar pada masyarakat: Jika aparat penegak hukum saja tidak mampu menjaga integritas dan mematuhi hukum yang ada, bagaimana mungkin masyarakat dapat percaya pada sistem hukum yang seharusnya melindungi mereka?

    Risiko bagi mereka yang terlibat sangat besar. Pelanggar Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 dapat dikenakan pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar, sebuah konsekuensi yang seharusnya menjadi pengingat bagi setiap individu, termasuk anggota TNI dan Polri.

    Dalam konteks ini, kita juga harus bertanya: Apakah kita akan membiarkan riak-riak kecil ini terus berkembang, atau kita akan mengambil tindakan untuk menggali ke dalam dan mengatasi akar permasalahannya?

    Keterlibatan anggota TNI dan Polri dalam judi online mengindikasikan adanya permasalahan yang lebih mendalam dalam institusi tersebut. Beberapa faktor, seperti tekanan finansial, minimnya pengawasan, dan budaya permisif, mungkin menjadi salah satu penyebabnya.

    Ketika lembaga penegak hukum gagal menjaga integritas para anggotanya, penegakan hukum pun akan menjadi sulit dilakukan secara efektif.

    Masalah ini bukan hanya bersifat individu, melainkan juga mencerminkan kelemahan sistem yang perlu segera ditangani.

    Data yang disampaikan oleh PPATK menunjukkan bahwa kecanduan judi online bukan hanya masalah individu, melainkan fenomena sosial yang luas. Selain anggota TNI-Polri, terdapat 1,9 juta pegawai swasta yang juga teridentifikasi sebagai pemain judi online.

    Dalam konteks ini, kita melihat adanya potensi ancaman terhadap integritas institusi negara. Jika para penegak hukum dan aparat keamanan terlibat dalam praktik ilegal ini, bagaimana mungkin mereka bisa diharapkan untuk memberantasnya? Pemberantasan judi online hanya sekedar omon-omon belaka.

    Keterlibatan 461 pejabat negara dalam judi online semakin memperumit permasalahan yang sudah ada.

    Di saat pemerintah beserta lembaga terkait berusaha keras untuk memberantas praktik ilegal ini, fakta bahwa individu-individu yang seharusnya menjadi panutan justru terlibat dalam perjudian menciptakan paradoks yang sulit untuk diterima oleh masyarakat.

    Ketika mereka yang memegang kekuasaan dan tanggung jawab malah terjerumus dalam kegiatan melanggar hukum, rasa keadilan masyarakat pun semakin tergerus.

    Situasi ini bukan hanya merusak citra institusi, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan.

    Masyarakat mulai mempertanyakan integritas para pemimpin dan aparat yang seharusnya melindungi mereka.

    Ketidakadilan ini menciptakan ketidakpuasan yang mendalam dan bisa memicu tindakan protes atau penolakan terhadap kebijakan yang ada.

    Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga melakukan introspeksi dan reformasi di dalam tubuh lembaga mereka.

    Tanpa adanya perubahan nyata, upaya memberantas judi online akan terasa sia-sia dan kepercayaan masyarakat akan semakin sulit untuk dipulihkan.

    Lebih mencengangkan lagi adalah penemuan 1.162 anak di bawah usia 11 tahun yang teridentifikasi bermain judi online. Fenomena ini menunjukkan bahwa judi online telah merasuk hingga ke kalangan yang paling rentan.

    Anak-anak, seharusnya berada dalam tahap perkembangan yang sehat dan positif, malah terpapar pada perilaku yang berpotensi merusak.

    Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang tanggung jawab orang dewasa dan institusi dalam melindungi generasi muda dari pengaruh negatif.

    Usia pemain judi online yang dominan antara 20-30 tahun juga menunjukkan bahwa para pemuda, yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa, terjebak dalam lingkaran kecanduan yang sulit diputus.

    Apabila tidak ada upaya serius untuk memberikan edukasi dan pencegahan, masa depan mereka akan terancam.

    Kasus baru-baru ini yang melibatkan pegawai Komdigi menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, penegakan hukum justru disalahgunakan oleh mereka yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas kejahatan.

    Alih-alih melindungi masyarakat, mereka malah terjerat dalam praktik yang merugikan banyak pihak.

    Keterlibatan anggota TNI-Polri dan pejabat negara dalam judi online seharusnya menjadi panggilan introspeksi bagi semua elemen masyarakat. Masalah ini bukan hanya berkaitan dengan hukum dan penegakan, tetapi juga menyentuh aspek etika, tanggung jawab sosial, dan perlindungan terhadap generasi muda.

    Jika kita tidak segera mengambil tindakan tegas dan nyata untuk mengatasi masalah ini, kita berisiko menyaksikan keruntuhan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi dan individu dalam masyarakat.

    Saatnya untuk memberantas judi online dengan semangat yang tidak hanya diungkapkan dalam kata-kata, tetapi juga diwujudkan dalam langkah-langkah konkret berkelanjutan.

    Penangkapan bandar judi online sangat mendesak, mengingat mereka bukan hanya pelaku utama dalam praktik ilegal ini, tetapi juga sering kali dilindungi oleh aparat atau pejabat yang seharusnya menegakkan hukum dan keadilan.

    Penulis menuntut agar tindakan tegas diambil terhadap para bandar judi, serta aparat dan pejabat yang membekingi mereka. Hanya dengan cara ini kita dapat menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi praktik ilegal dalam masyarakat.

    Dengan penegakan hukum yang adil, kita bisa mulai memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa nilai-nilai moral dan etika tetap terjaga.

    Mari bersatu dalam perjuangan ini, agar generasi mendatang dapat tumbuh dalam lingkungan yang bebas dari pengaruh negatif judi online.

  • Ironi Pahit: Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 November 2024

    Ironi Pahit: Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online Nasional 8 November 2024

    Ironi Pahit: Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online
    Penyuluh Antikorupsi Sertifikasi | edukasi dan advokasi antikorupsi. Berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya integritas dan transparansi di berbagai sektor

    AIR
    beriak tanda tak dalam.” Pepatah ini mengingatkan kita bahwa sering kali masalah yang tampak di permukaan hanyalah gejala dari permasalahan yang lebih besar dan sangat kompleks.
    Dalam dunia yang semakin terhubung, fenomena
    judi online
    di tengah masyarakat telah menunjukkan riak-riak yang sangat mengkhawatirkan.
    Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada puluhan ribu anggota TNI dan Polri yang terlibat perjudian online.
    Ketika institusi yang seharusnya menjaga keamanan dan keadilan justru terjerat dalam praktik ilegal, kita dihadapkan pada kenyataan pahit, integritas dan kepercayaan publik sedang terancam.
    Dengan lebih dari 1,9 juta pegawai swasta, bahkan anak-anak yang ikut terpengaruh, jelas bahwa judi online bukan hanya sekadar masalah individu, melainkan ancaman serius bagi tatanan sosial kita.
    Dalam dialog di acara
    Sapa Indonesia Pagi
    yang ditayangkan di
    Kompas TV
    pada Kamis (7/11/2024), Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah, mengungkapkan informasi yang sangat mengejutkan dan sekaligus mengkhawatirkan.
    Ada sekitar 97.000 anggota TNI dan Polri terlibat dalam aktivitas judi online. Angka ini menambah daftar panjang keprihatinan terkait fenomena judi online yang semakin marak di Indonesia, melibatkan berbagai lapisan masyarakat, dari pegawai swasta hingga pejabat negara.
    Secara tegas, tindakan perjudian ini dilarang dalam Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU ITE.
    Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat informasi elektronik berkaitan dengan perjudian dapat dikenakan sanksi hukum.
    Lebih jauh, istilah dalam pasal ini menegaskan bahwa “mendistribusikan” berarti menyebarkan informasi kepada banyak orang, sedangkan “mentransmisikan” merujuk pada pengiriman informasi kepada pihak tertentu.
    Tak kalah penting, “membuat dapat diakses” mencakup semua tindakan yang memungkinkan publik untuk mengetahui konten perjudian, termasuk penawaran dan kesempatan bermain judi.
    Namun, realitas yang ada di lapangan menunjukkan gambaran yang jauh lebih kompleks. Keterlibatan sekitar 97.000 anggota TNI dan Polri dalam arena judi online menciptakan ironi yang mencolok.
    Institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum justru terjerat dalam praktik ilegal yang jelas-jelas dilarang oleh undang-undang.
    Hal ini menimbulkan pertanyaan besar pada masyarakat: Jika aparat penegak hukum saja tidak mampu menjaga integritas dan mematuhi hukum yang ada, bagaimana mungkin masyarakat dapat percaya pada sistem hukum yang seharusnya melindungi mereka?
    Risiko bagi mereka yang terlibat sangat besar. Pelanggar Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 dapat dikenakan pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar, sebuah konsekuensi yang seharusnya menjadi pengingat bagi setiap individu, termasuk anggota TNI dan Polri.
    Dalam konteks ini, kita juga harus bertanya: Apakah kita akan membiarkan riak-riak kecil ini terus berkembang, atau kita akan mengambil tindakan untuk menggali ke dalam dan mengatasi akar permasalahannya?
    Keterlibatan anggota TNI dan Polri dalam judi online mengindikasikan adanya permasalahan yang lebih mendalam dalam institusi tersebut. Beberapa faktor, seperti tekanan finansial, minimnya pengawasan, dan budaya permisif, mungkin menjadi salah satu penyebabnya.
    Ketika lembaga penegak hukum gagal menjaga integritas para anggotanya, penegakan hukum pun akan menjadi sulit dilakukan secara efektif.
    Masalah ini bukan hanya bersifat individu, melainkan juga mencerminkan kelemahan sistem yang perlu segera ditangani.
    Data yang disampaikan oleh PPATK menunjukkan bahwa kecanduan judi online bukan hanya masalah individu, melainkan fenomena sosial yang luas. Selain anggota TNI-Polri, terdapat 1,9 juta pegawai swasta yang juga teridentifikasi sebagai pemain judi online.
    Dalam konteks ini, kita melihat adanya potensi ancaman terhadap integritas institusi negara. Jika para penegak hukum dan aparat keamanan terlibat dalam praktik ilegal ini, bagaimana mungkin mereka bisa diharapkan untuk memberantasnya? Pemberantasan judi online hanya sekedar omon-omon belaka.
    Keterlibatan 461 pejabat negara dalam judi online semakin memperumit permasalahan yang sudah ada.
    Di saat pemerintah beserta lembaga terkait berusaha keras untuk memberantas praktik ilegal ini, fakta bahwa individu-individu yang seharusnya menjadi panutan justru terlibat dalam perjudian menciptakan paradoks yang sulit untuk diterima oleh masyarakat.
    Ketika mereka yang memegang kekuasaan dan tanggung jawab malah terjerumus dalam kegiatan melanggar hukum, rasa keadilan masyarakat pun semakin tergerus.
    Situasi ini bukan hanya merusak citra institusi, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan.
    Masyarakat mulai mempertanyakan integritas para pemimpin dan aparat yang seharusnya melindungi mereka.
    Ketidakadilan ini menciptakan ketidakpuasan yang mendalam dan bisa memicu tindakan protes atau penolakan terhadap kebijakan yang ada.
    Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga melakukan introspeksi dan reformasi di dalam tubuh lembaga mereka.
    Tanpa adanya perubahan nyata, upaya memberantas judi online akan terasa sia-sia dan kepercayaan masyarakat akan semakin sulit untuk dipulihkan.
    Lebih mencengangkan lagi adalah penemuan 1.162 anak di bawah usia 11 tahun yang teridentifikasi bermain judi online. Fenomena ini menunjukkan bahwa judi online telah merasuk hingga ke kalangan yang paling rentan.
    Anak-anak, seharusnya berada dalam tahap perkembangan yang sehat dan positif, malah terpapar pada perilaku yang berpotensi merusak.
    Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang tanggung jawab orang dewasa dan institusi dalam melindungi generasi muda dari pengaruh negatif.
    Usia pemain judi online yang dominan antara 20-30 tahun juga menunjukkan bahwa para pemuda, yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa, terjebak dalam lingkaran kecanduan yang sulit diputus.
    Apabila tidak ada upaya serius untuk memberikan edukasi dan pencegahan, masa depan mereka akan terancam.
    Kasus baru-baru ini yang melibatkan pegawai Komdigi menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, penegakan hukum justru disalahgunakan oleh mereka yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas kejahatan.
    Alih-alih melindungi masyarakat, mereka malah terjerat dalam praktik yang merugikan banyak pihak.
    Keterlibatan anggota TNI-Polri dan pejabat negara dalam judi online seharusnya menjadi panggilan introspeksi bagi semua elemen masyarakat. Masalah ini bukan hanya berkaitan dengan hukum dan penegakan, tetapi juga menyentuh aspek etika, tanggung jawab sosial, dan perlindungan terhadap generasi muda.
    Jika kita tidak segera mengambil tindakan tegas dan nyata untuk mengatasi masalah ini, kita berisiko menyaksikan keruntuhan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi dan individu dalam masyarakat.
    Saatnya untuk memberantas judi online dengan semangat yang tidak hanya diungkapkan dalam kata-kata, tetapi juga diwujudkan dalam langkah-langkah konkret berkelanjutan.
    Penangkapan bandar judi online sangat mendesak, mengingat mereka bukan hanya pelaku utama dalam praktik ilegal ini, tetapi juga sering kali dilindungi oleh aparat atau pejabat yang seharusnya menegakkan hukum dan keadilan.
    Penulis menuntut agar tindakan tegas diambil terhadap para bandar judi, serta aparat dan pejabat yang membekingi mereka. Hanya dengan cara ini kita dapat menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi praktik ilegal dalam masyarakat.
    Dengan penegakan hukum yang adil, kita bisa mulai memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa nilai-nilai moral dan etika tetap terjaga.
    Mari bersatu dalam perjuangan ini, agar generasi mendatang dapat tumbuh dalam lingkungan yang bebas dari pengaruh negatif judi online.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Video Lydia Onic 12 dan 9 Menit Viral di Medsos, Warganet Berburu Link!

    Video Lydia Onic 12 dan 9 Menit Viral di Medsos, Warganet Berburu Link!

    JABAR EKSPRES – Video berdurasi 12 dan 9 menit menampilkan Lydia Onic viral di media sosial, tetapi awas penyebaran bisa berisiko. Apa fakta sebenarnya?

    Media sosial kembali diguncang oleh viralnya video yang menampilkan sosok Lydia Onic, seorang talent Onic Esports. Video dengan durasi masing-masing 12 menit 13 detik dan 9 menit ini beredar di berbagai platform, memancing rasa penasaran warganet sekaligus memicu spekulasi. Banyak pengguna internet yang penasaran mengenai isi video tersebut, namun penting untuk memahami risiko yang mungkin timbul dari penyebarannya.

    Siapa Lydia Onic?

    Melansir dari berbagai sumber Lydia Onic, memiliki nama lengkap Lydia Setiawan, merupakan seorang selebritas media sosial dan talent dari tim Onic Esports, khususnya populer di kalangan penggemar game online. Lahir di Samarinda, Kalimantan Timur pada 24 Juli 2004, Lydia yang kini berusia 20 tahun mulai dikenal sejak bergabung dengan Onic Esports sebagai brand ambassador pada 28 November 2021. Selain tampil dalam berbagai acara esports, kehadirannya di media sosial seperti Instagram dan TikTok menjadikannya idola di kalangan anak muda.

    Viralnya Video, Apa Sebenarnya yang Terjadi?

    Seiring video tersebut tersebar, sejumlah warganet melontarkan berbagai asumsi mengenai isinya. Meski demikian, belum ada pernyataan resmi dari Lydia atau pihak Onic Esports terkait video tersebut. Banyak yang memperingatkan bahwa penyebaran konten tersebut tanpa izin bisa menimbulkan risiko hukum. Dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), setiap orang yang menyebarkan atau menyimpan konten bermuatan pribadi tanpa izin bisa terjerat hukum.

    Awas, Ancaman UU ITE

    Menurut UU ITE, menyebarkan konten pribadi tanpa izin bisa dikenakan sanksi. Ahli hukum menyarankan untuk tidak menyebarkan atau menyimpan video yang berpotensi melanggar privasi seseorang. Pengguna media sosial diimbau untuk lebih berhati-hati dalam berkomentar atau membagikan konten viral yang tidak jelas sumbernya.

    Spekulasi yang Beredar dan Fakta Nyata

    Sejumlah spekulasi yang muncul kerap kali tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam kasus viralnya video Lydia Onic, hingga saat ini belum ada keterangan yang membenarkan dugaan negatif dari publik. Lydia Onic dikenal sebagai sosok yang memiliki reputasi baik dalam komunitas esports, sehingga beberapa pihak mengingatkan agar publik tidak mudah terpancing rumor.

  • Tak Terima Dikabarkan Meninggal, Joncik Laporkan Akun Facebook “Lintang Empat Lawang” ke Polisi

    Tak Terima Dikabarkan Meninggal, Joncik Laporkan Akun Facebook “Lintang Empat Lawang” ke Polisi

    GELORA.CO -Calon Bupati Empat Lawang, Joncik Muhammad, melalui kuasa hukumnya Widodo SH, melapor ke SPKT Polda Sumsel, Rabu, 6 November 2024.

    Laporan ini dibuat Joncik lantaran tidak terima dirinya diisukan meninggal dunia. Isu tersebut ramai beredar di media sosial.

    Joncik mengatakan, dirinya mengetahui berita hoax kalau sudah diisukan meninggal dunia dari salah satu sahabatnya. Isu tersebut pun beredar di media sosial.

    “Kabar yang telah beredar di masyarakat khususnya di Empat Lawang kalau saya meninggal karena serangan jantung. Saya mendapat kabar itu dari sahabat saya, Selasa kemarin (5 November 2024) sehingga saya kaget, bahkan keluarga saya langsung menelepon sambil menangis,” kata Joncik, dikutip RMOLSumsel, Rabu, 6 November 2024.

    Akibat kabar tersebut, Joncik merasa sangat dirugikan. Sehingga dirinya menempuh jalur hukum dan melalui pengacaranya Joncik membuat laporan ke Polda Sumsel.

    “Alhamdulillah sampai hari ini saya masih sehat walafiat dan bisa beraktivitas seperti biasa dengan adanya isu tersebut saya sangat dirugikan,” tegasnya.

    Kuasa hukum Joncik, Widodo menambahkan, dari hasil penelusuran pihaknya sumber berita hoax yang membuat isu calon Bupati Empat Lawang Joncik Muhammad meninggal dunia bersumber dari akun Facebook Lintang Empat Lawang.

    “Makanya kami mengambil tindakan menempuh jalur hukum guna melaporkan akun Facebook Lintang Empat Lawang yang pertama kali menyebarkan berita hoax Joncik Muhammad telah meninggalkan dunia,” ujar Widodo.

    Dikatakan Widodo, laporan yang dibuat di Polda Sumsel yakni penyebaran berita hoax lewat media sosial sesuai dengan Pasal 27 ayat 1, 2, dan 3 UU ITE.

    “Dengan laporan yang kami buat kami berharap Polda Sumsel bisa bergerak dan menangkap pelaku penyebar berita hoax itu. Laporan klien kami saat ini sudah ditangani Subdit cyber Ditreskrimsus Polda Sumsel,” tandasnya. 

  • Kemkomdigi kembali tutup situs dan akun besar terafiliasi judi online

    Kemkomdigi kembali tutup situs dan akun besar terafiliasi judi online

    GELORA.CO – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) melalui Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika (PAI) kembali menutup (takedown) situs dan akun media sosial dengan jumlah pengikut yang besar karena tertaut dengan situs judi online (judol).

    Situs tersebut adalah http://wajibpilih.uk dan http://pinjamriel.web. Sementara akun yang ditindak adalah platform instagram @madamgossip.official2 dengan pengikut sebanyak 133.000, @osb138 83 jumlah pengikut 4.000, dan @video.perang.brutal dengan jumlah pengikut 135.000.

    “Kami akan terus bekerja keras untuk memberantas konten perjudian online tanpa henti,” ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemkomdigi Prabunindya Revta Revolusi dalam rilis pers di Jakarta, Rabu.

    Secara keseluruhan, pada Rabu, Kementerian Komdigi telah melakukan penghapusan sebanyak 7.176 konten bermuatan judi online. Langkah tersebut jadi bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah untuk memberantas perjudian daring.

    Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring berhasil mengintervensi perputaran dana perjudian daring.

    Terdapat penurunan perputaran dana dari triwulan I hingga III tahun 2024 mencapai Rp283 triliun. Jika tidak dilakukan intervensi, perputaran dana perjudian diperkirakan dapat mencapai Rp981 triliun pada akhir tahun 2024.

    “Hal ini menunjukkan bahwa satgas telah berhasil memotong angka perjudian daring hingga 40-50 persen,” ujar Prabu.

    Prabu pun kembali mengingatkan bahwa sesuai dengan Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 3 UU ITE, terdapat ancaman pidana bagi pihak yang sengaja mendistribusikan atau menyediakan akses terhadap informasi elektronik yang bermuatan perjudian.

    Sanksi bagi pelanggar dapat berupa pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp10 miliar.

    “Judi online mirip narkoba, dapat menyebabkan kecanduan. Orang yang terlibat akan terus dihantui rasa penasaran karena tidak pernah menang. Selain itu, perjudian dapat memicu stres, depresi, dan gangguan emosi, serta menyebabkan kesepian akibat dijauhi teman-teman,” pungkas Prabu.

  • Polisi Dalami Dugaan Promosi Judi Online Dalam Video Denny Cagur

    Polisi Dalami Dugaan Promosi Judi Online Dalam Video Denny Cagur

    Bisnis.com, JAKARTA – Polda Metro Jaya bakal melakukan pendalaman terkait dugaan promosi judi online yang dilakukan oleh anggota DPR Komisi X, Denny Cagur.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan awalnya pendalaman itu dilakukan melalui patroli siber.

    “Ya tentunya akan dilakukan pendalaman oleh Polda Metro Jaya berdasarkan hasil patroli siber yang kami lakukan dan lain sebagainya,” ujarnya di Polda Metro Jaya, Rabu (6/11/2024).

    Dia juga mengimbau agar masyarakat maupun publik figur yang memiliki pengikut dengan jumlah besar agar tidak mempromosikan judi online.

    Sebab, hal tersebut bisa membuat pengikutnya ikut terjun dalam praktik judi online. Selain itu, promosi judi online juga termasuk dalam tindak pidana.

    “Mempromosikan judi online, berarti mengajak orang menjelaskan kepada orang bahwa ini ada akun tertentu. Ya ini kan sudah tau bahwa judi itu menyengsarakan para pemainnya,” pungkasnya.

    Adapun, berdasarkan video yang dilihat Bisnis, nampak Denny Cagur diduga melakukan promo situs judi online agen 138. Seperti halnya video promosi, Denny memperkenalkan keunggulan dari situs judi online tersebut.

    Sebagai informasi, setiap orang yang mempromosikan judi online dengan sengaja bisa dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 45 Ayat 3 Juncto 27 Ayat 2 dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda sekitar Rp1 miliar.