Produk: UU ITE

  • Kapolda Metro Ungkap Tingkat Kejahatan di Jadetabek Naik 2% sepanjang 2024

    Kapolda Metro Ungkap Tingkat Kejahatan di Jadetabek Naik 2% sepanjang 2024

    Bisnis.com, JAKARTA – Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menyampaikan jumlah kejahatan di wilayah Jakarta, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jadetabek) mencapai 58.055 perkara.

    Karyoto mengatakan perkara kejahatan di wilayah hukum Polda Metro Jaya (PMJ) itu meningkat 2% atau 898 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

    “Jumlah kejahatan atau crime total sebanyak 58.055 perkara mengalami kenaikan atau peningkatan 2% atau 898 perkara dari tahun 2023,” ujarnya dalam rilis akhir tahun (RAT) di PMJ, Selasa (31/12/2024).

    Dia menambahkan, jumlah penyelesaian perkara yang dilakukan jajarannya berjumlah 40.750 perkara. Namun, jumlah itu menurun 3% atau 1.200 perkara dibanding dengan 2023 yang mencapai 41.950 perkara.

    “Jumlah penyelesaian perkara, crime clearance sebanyak 40.750 perkara mengalami penurunan 3% atau 1.200 dari 2023,” tambahnya.

    Jenderal polisi bintang dua itu menjelaskan bahwa peningkatan kejahatan itu terjadi lantaran terdapat hal-hal yang baru pada dimensi penegakan hukum. Seperti halnya kehadiran UU ITE.

    Dia menambahkan, kejahatan konvensional semakin menjamur karena banyak pemicunya didorong oleh motif ekonomi. 

    “Nah kemudian, kalau kejahatan-kejahatan konvensional, itu pasti banyak macam triggernya. Seperti, ketika ekonomi sudah sulit, seseorang mau mencari jalan pintas, mencari pekerjaan di sana-sini, sulit,” pungkasnya.

  • Natalius Pigai Ungkap Pihaknya Bakal Beri Pendidikan HAM untuk 44.000 Napi yang dapat Amnesti  – Halaman all

    Natalius Pigai Ungkap Pihaknya Bakal Beri Pendidikan HAM untuk 44.000 Napi yang dapat Amnesti  – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia RI (HAM) Natalius Pigai menyatakan, pihaknya bakal memberikan pendidikan HAM untuk 44.000 narapidana yang mendapat amnesti atau penghapusan hukuman.

    Pemberian amnesti itu akan dilakukan oleh Kementerian HAM sebelum para napi dibebaskan dari tahanan.

    “Sebelum mereka diberikan amnesti atau dalam proses amnesti, kami akan melakukan pendidikan hak asasi manusia,” kata Pigai saat ditemui awak media di Graha Pengayoman, Kementerian HAM RI, Selasa (31/12/2024).

    Kata Pigai, pemberian pendidikan HAM itu dilakukan agar para narapidana yang nantinya dibebaskan melalui keputusan amnesti bisa memiliki pemikiran yang baik soal HAM.

    “Membangun kesadaran HAM untuk merubah mindset dan perilaku mereka menjadi manusia yang memiliki nilai-nilai HAM, demokrasi, perdamaian, dan keadilan,” kata dia.

    Adapun mekanisme pemberian pendidikan amnesti itu kata Pigai, nantinya pihak dari Kementerian HAM RI akan mendatangi lembaga pemasyarakatan alias lapas.

    Dengan adanya pendidikan HAM itu maka diharapkan, para napi yang tadinya memiliki mindset kriminal berubah menjadi pemikiran manusiawi.

    “Sebelum mereka di-amnesti, kita akan mendatangi lembaga pemasyarakatan, inventarisir. Sudah mulai inventarisir dan nanti kita akan melakukan pendidikan,” kata dia.

    “Supaya yang paling penting kan perubahan mindset. Mindset kriminal, (diubah jadi) mindset human,” tandas Pigai.

    Sebelumnya, Menteri Hukum RI (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan, aturan dari pemerintah yang bakal memberikan amnesti atau pengampunan berupa pembebasan dari masa tahanan tak akan diberikan kepada narapidana koruptor.

    Kata Supratman, dari total 44 ribu narapidana yang akan menerima amnesti itu tidak ada satupun napi koruptor yang akan menerima.

    “Pertama menyangkut amnesti yang 44 ribu yang sementara kami siapkan dengan Kementerian Imipas sama sekali dari 44 ribu itu tidak ada satupun terkait dengan kasus korupsi, sama sekali tidak ada,” kata Supratman saat jumpa pers di Kantor Kementerian Hukum RI, Kuningan, Jakarta, Jumat (27/12/2024).

    Kata dia, pemberian amnesti itu akan dipastikan hanya untuk empat golongan napi di lembaga pemasyarakatan.

    Adapun empat golongan yang dimaksud yakni, kasus politik makar di Papua.

    “Jadi ada 4 satu menyangkut soal kasus politik, teman-teman di Papua yang dianggap makar tetapi bukan gerakan bersenjata,” kata dia.

    Selanjutnya pemberian amnesti untuk narapidana yang mengalami sakit berkelanjutan.

    “Mungkin karena dia mengalami gangguan jiwa ataupun juga karena ada gangguan penyakit yang agak sulit untuk dilakukan penanganan di lapas kita terutama yang kena HIV/AIDS,” kata dia.

    Golongan ketiga yakni kata dia, narapidana yang terjerat perkara Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

    “Orang yang selama ini ditahan atas dasar pengenaan UU ITE menyangkut soal penghinaan ke kepala negara itu yang akan presiden akan beri amnesti,” kata dia.

    Terakhir kata dia, pemberian amnesti akan diterapkan kepada narapidana yang terjerat narkotika dan psikotropika.

    Hanya saja, pemberian ini diberikan untuk napi yang hanya pengguna, karena negara memandang kalau yang bersangkutan adalah korban dari peredaran narkoba.

    “Tapi statusnya sebagai pengguna yang memang seharusnya mereka tidak berada di lapas tapi harusnya menjadi tanggung jawab negara untuk melakukan rehabilitasi terhadap mereka karena mereka itu kita kategorikan sebagai korban,” kata dia.

    “Jadi enggak ada dari 44 ribu itu,” tandas Supratman.

     

     

  • Nikita Mirzani Sebut Isa Zega Jadi Tersangka di Polda Jawa Timur

    Nikita Mirzani Sebut Isa Zega Jadi Tersangka di Polda Jawa Timur

    Jakarta, Beritasatu.com – Selebritas Nikita Mirzani kembali membuat pengakuan mengejutkan. Pasalnya, Nikita Mirzani menyebut selebgram Isa Zega telah ditetapkan menjadi tersangka di Polda Jawa Timur.

    “Sesuai sama yang aku bilang, akan ada lagi musuh saya yang akan ditetapkan menjadi tersangka. Siapa? Dialah waria Isa Zega,” jelas Nikita Mirzani yang diunggah ulang akun Instagram @lambe_danu2, Sabtu (28/12/2024).

    “Bagaimana hari penutupan akhir tahun? Apakah kamu happy War?” tegasnya lagi.

    Mengetahui kabar Isa Zega bakal mendekam di penjara, membuat Nikita Mirzani kegirangan.

    “Bau-baunya mendekam lagi di jeruji besi, ini baru kabar gembira, ini baru kabar menyenangkan,” ungkap Nikita Mirzani tertawa.

    Ibu kandung Laura Meizani Nasseru Asry (LM) atau Lolly itu menyebut, setelah Isa Zega ditetapkan menjadi tersangka dugaan pencemaran nama baik, Isa Zega juga akan mendapatkan status tersangka lain atas kasus dugaan penistaan agama.

    “Waria Isa Zega tersangka di Polda Surabaya, setelah itu tersangka lagi penistaan agama, double kill,” tutur Nikita Mirzani dengan nada gembira.

    Sebelumnya, Polda Jawa Timur telah memeriksa Nikita Mirzani untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada Rabu (13/11/2024).

    Nikita menjelaskan, pemeriksaan kali ini berkaitan dengan laporan dugaan pencemaran nama baik yang diajukan oleh Shandy Purnamasari, istri dari Gilang Widya Pramana alias Juragan99. Laporan tersebut terkait dengan unggahan yang dianggap berisi fitnah yang disampaikan oleh seseorang bernama Isa Zega.

    “Jadi, ini terkait laporan pencemaran nama baik yang dibuat oleh Mbak Shandy Purnamasari. Terlapornya adalah Isa Zega. Ada sekitar 25 pertanyaan yang diajukan,” jelas Nikita Mirzani pada Rabu (13/11/2024).

    Saat ditanya lebih lanjut mengenai isi pertanyaan yang diajukan oleh penyidik, Nikita Mirzani memilih untuk tidak mengungkapkannya secara memerinci.  Namun, ia mengakui bahwa banyak pertanyaan yang berkaitan dengan unggahan yang dianggap mencemarkan nama baik.

    “Kurang lebih ada sekitar 25 pertanyaan yang diajukan. Namun kalau ingin tahu detailnya, tanya langsung saja ke penyidik. Yang jelas, ini terkait unggahan yang dianggap fitnah,” pungkasnya.

  • Slank Luncurkan Vinyl Pertama, Ada Dua Lagu Khusus yang Dilarang Disebar di Platform Digital

    Slank Luncurkan Vinyl Pertama, Ada Dua Lagu Khusus yang Dilarang Disebar di Platform Digital

    JAKARTA – Dalam rangka merayakan ulang tahun ke-41 pada 26 Desember, Slank meluncurkan rilisan album fisik berupa vinyl untuk pertama kalinya sejak terbentuknya.

    Meski sudah melahirkan 25 album studio dan album-album lain, tidak satu pun dirilis dalam bentuk vinyl, sehingga perayaan ulang tahun kali ini menjadi begitu berarti bagi Kaka (vokal), Ridho (gitar), Abdee (gitar), Ivanka (bass), dan Bimbim (drum).

    “Hari ini adalah hari bersejarah, bahwa di 41 tahun Slank, kita pertama kalinya ngeluarin vinyl. Alhamdulillah,” kata Bimbim saat jumpa pers di Potlot, Jakarta Selatan, Kamis, 26 Desember.

    Adapun, materi di rilisan kali ini berasal dari album studio ke-25, “Joged”, yang sudah diluncurkan secara digital pada tahun 2023. Namun, Slank menambahkan dua lagu lain yang belum pernah dirilis sebelumnya, “Jangan Pergi Dulu” dan “Lelucon Usang”.

    “Ada dua track baru yang kita tidak keluarin di digital. Jadi, dua lagu baru ini khusus, hanya di vinyl,” ujar Bimbim.

    Cover vinyl ini juga memuat himbauan khusus, bahwa lagu “Jangan Pergi Dulu” dan “Lelucon Usang” dilarang untuk disebarkan di platform digital.

    “Pokoknya di sini ada himbauan bahwa lagu baru Slank yang ada di vinyl ini, yang tidak ada kita edarkan di digital, untuk tidak kita sebarkan lewat sosial media atau digital dalam bentuk apapun karena menghindari UU ITE,” kata Bimbim.

    “Jadi kalau tiba-tiba ada yang beredar, ada masalah, berarti yang menyebarkannya, bukan kita yang membuatnya,” pungkasnya.

  • Menkum Supratman Pastikan Tak Ada Koruptor dalam Usulan Penerima Amnesti

    Menkum Supratman Pastikan Tak Ada Koruptor dalam Usulan Penerima Amnesti

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan dari total 44.000 yang diusulkan menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto, tidak ada satu pun narapidana kasus korupsi atau koruptor yang masuk dalam daftar tersebut.

    “Sama sekali dari 44.000 itu tidak ada satu pun terkait kasus korupsi,” ujar Supratman saat konferensi pers di gedung Kemenkum, Jakarta, Jumat (27/12/2024).

    Supratman menjelaskan usulan amnesti tersebut ditujukan kepada empat kategori. Pertama, napi kasus politik Papua. Narapidana yang terlibat dalam kasus politik terkait makar di Papua, tetapi tidak terlibat dalam aksi bersenjata.

    Kedua, napi dengan penyakit berat. Mereka yang menderita penyakit serius atau gangguan jiwa, termasuk napi yang terkena HIV/AIDS sehingga sulit ditangani di lembaga pemasyarakatan (lapas). “Ada gangguan penyakit yang sulit ditangani di lapas kita,” jelas Supratman.

    Ketiga, napi UU ITE. Napi yang dijerat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya kasus penghinaan terhadap presiden.

    Keempat, pengguna narkotika. Napi yang terlibat penyalahgunaan narkotika sebagai pengguna, bukan pengedar, yang seharusnya mendapatkan rehabilitasi, bukan hukuman penjara. “Mereka ini kita kategorikan sebagai korban, yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk direhabilitasi,” tambahnya.

    Supratman menjelaskan proses asesmen terhadap napi yang memenuhi kriteria ini masih berlangsung di Kementerian Hukum (Kemenkum). “Jadi tidak ada koruptor dalam daftar 44.000 napi yang diusulkan. Proses asesmen terus dilakukan untuk memastikan penerima amnesti sesuai dengan kriteria yang ditetapkan,” tegasnya.

    Amnesti ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan pengampunan kepada napi tertentu berdasarkan pertimbangan kemanusiaan dan keadilan. Namun, Supratman memastikan narapidana kasus korupsi atau koruptor tidak termasuk dalam daftar penerima amnesti.

  • Kritik Denda Damai Koruptor, ICW: Pengembalian Kerugian Negara Tak Hapus Tindak Pidana

    Kritik Denda Damai Koruptor, ICW: Pengembalian Kerugian Negara Tak Hapus Tindak Pidana

    Kritik Denda Damai Koruptor, ICW: Pengembalian Kerugian Negara Tak Hapus Tindak Pidana
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Indonesia Corruption Watch (ICW) menegaskan, pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana korupsi yang dilaporkan oleh koruptor.
    Ketentuan itu diatur Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
    Ini disampaikan Peneliti ICW Diky Anandya menanggapi pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang menilai pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa diberikan melalui denda damai.
    “Sudah jelas sebetulnya kalau kita mengacu dalam Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, di sana disebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara itu tidak menghapus tindak pidana sama sekali,” kata Diky saat dihubungi, Jumat (27/12/2024).
    Diky mengatakan, Undang-Undang tentang Kejaksaan juga tak bisa dijadikan dasar pengampunan terhadap koruptor.
    “Sekalipun itu diatur dalam undang-undang yang sifatnya dalam tanda petik formil, di UU Kejaksaan tentu itu tidak bisa menjadi dasar untuk memberikan pemaafan terhadap terpidana atau terdakwa kasus korupsi,” ujarnya.
    Diky menilai, pernyataan pemerintah terkait denda damai koruptor tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi, terutama dalam hal pemidanaan untuk memberikan efek jera.
    Padahal, kata dia, tindak pidana korupsi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan lantaran hukuman penjara belum memberikan efek jera.
    “Itulah yang kemudian perlu dan penting untuk diformulasikan terkait dengan pemidanaan yang berjalan secara pararel, artinya pidana badan masih tetap jalan dan dimaksimalkan dengan pemulihan aset negara,” ucap dia.
    Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan, selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai.
    Dia menjelaskan, kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran Undang-Undang tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.
    “Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari Antara.
    Adapun pemerintah berencana memberikan amnesti kepada 44.000 narapidana (napi).
    Menurut Supratman, usulan pemberian amnesti itu sudah diajukan kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah pengampunan terhadap beberapa kategori narapidana.
    “Beberapa kasus yang terkait dengan penghinaan terhadap kepala negara atau pelanggaran UU ITE, Presiden meminta untuk diberi amnesti,” ujar Supratman.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kritik Denda Damai Koruptor, ICW: Pengembalian Kerugian Negara Tak Hapus Tindak Pidana

    Pukat UGM: Tindak Pidana Korupsi Tak Bisa Diselesaikan dengan Denda Damai

    Pukat UGM: Tindak Pidana Korupsi Tak Bisa Diselesaikan dengan Denda Damai
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM)
    Zaenur Rohman
    mengatakan, tindak pidana korupsi tidak bisa diselesaikan dengan
    denda damai
    .
    Ia menyebutkan, denda damai hanya bisa diperuntukkan untuk tindak pidana ekonomi.
    “Tindak pidana korupsi tidak bisa diselesaikan dengan denda damai. Mengapa? Karena denda damai itu khusus untuk tindak pidana ekonomi yang diatur dalam Undang-Undang Darurat (UU Drt) Nomor 7 Tahun 1955,” kata Zaenur saat dihubungi, Kamis (26/12/2024).
    Zaenur menuturkan, secara teori, tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan ekonomi.
    Namun, dalam aturan perundang-undangan, hanya tindak pidana ekonomi yang diatur secara khusus mengenai denda damai.
    “Sehingga tindak pidana korupsi tidak bisa diselesaikan menggunakan denda damai,” ujar dia.
    Lebih lanjut, Zaenur menilai pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas terkait denda damai untuk tindak pidana korupsi belum didasari dengan kajian yang matang.
    “Sayang sekali. Artinya ini usulan yang masih sangat mentah,” ucap Zaenur.
    Sebelumnya, Supratman menyatakan, selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, juga bisa diberikan melalui denda damai.
    Dia menjelaskan bahwa kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) karena Undang-Undang (UU) tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.
    “Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari Antara.
    Seperti diketahui, pemerintah berencana memberikan amnesti kepada 44.000 narapidana (napi).
    “Beberapa kasus yang terkait dengan penghinaan terhadap kepala negara atau pelanggaran UU ITE, Presiden meminta untuk diberi amnesti,” ujar Supratman.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hukum Jual Beli Video Syur di Media Sosial: Ancaman Denda Rp 6 Miliar dan Penjara 12 Tahun

    Hukum Jual Beli Video Syur di Media Sosial: Ancaman Denda Rp 6 Miliar dan Penjara 12 Tahun

    Jakarta, Beritasatu.com – Dalam era digital, praktik jual beli video syur di media sosial semakin marak terjadi, menimbulkan kekhawatiran dari segi moral, sosial, dan hukum. Hukum jual beli video syur di media sosial sangat tegas melarang tindakan ini karena melanggar norma kesusilaan dan undang-undang terkait pornografi serta perlindungan data pribadi.

    Pelaku yang terlibat dalam tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana, baik sebagai penjual, pembeli, maupun pihak yang menyebarluaskan konten tersebut. Selain merugikan korban, praktik ini juga menciptakan dampak negatif pada masyarakat secara luas.

    Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi secara tegas melarang segala bentuk produksi dan distribusi konten pornografi, termasuk transaksi yang dilakukan melalui platform media sosial.

    Meskipun beberapa pengguna media sosial menganggap bahwa jual beli konten dewasa adalah urusan pribadi yang tidak merugikan, hukum Indonesia tetap menganggapnya sebagai tindakan kriminal. Pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat berakibat serius, mulai dari hukuman penjara hingga denda yang berat.

    Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang hukum terkait jual beli video syur sangat penting untuk mencegah risiko hukum dan menjaga norma sosial di tengah perkembangan teknologi informasi yang pesat.

    Hukum Jual Beli Video Syur di Media Sosial

    Menurut Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, setiap orang dilarang untuk memproduksi, memperbanyak, atau menyebarluaskan konten yang mengandung unsur pornografi, termasuk video syur. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6 bulan hingga paling lama 12 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 250 juta hingga paling banyak Rp 6 miliar.

    Meskipun ada anggapan bahwa pembelian konten pornografi tidak secara eksplisit diatur dalam undang-undang, namun praktik tersebut tetap bisa dikaitkan dengan berbagai pasal dalam UU Pornografi dan UU ITE. Seperti pada pasal 27 ayat (1) UU ITE yang melarang distribusi informasi elektronik yang melanggar kesusilaan, oleh karena itu, seseorang yang terlibat dalam transaksi jual beli konten pornografi dapat dikenakan sanksi berdasarkan kedua undang-undang tersebut.

    Dalam konteks hukum, penting untuk memahami bahwa meskipun ada situasi di mana seseorang mungkin merekam video untuk konsumsi pribadi, menjadikannya sebagai objek jual beli di platform publik adalah pelanggaran. Tindakan ini tidak hanya melanggar UU Pornografi tetapi juga berpotensi menjerat pelaku dalam tindak pidana cybercrime.

    Kasus Dea OnlyFans dan Marshel Widianto menjadi contoh nyata dari konsekuensi hukum yang dapat timbul dari jual beli konten pornografi. Masyarakat perlu lebih waspada dan memahami bahwa tindakan sepele seperti membeli video syur dapat berujung pada masalah hukum yang serius.

    Dengan demikian, jual beli video syur di media sosial bukan hanya masalah etika tetapi juga masalah hukum yang harus diperhatikan dengan serius. Dengan adanya regulasi yang ketat dan ancaman hukuman berat bagi pelanggar, penting bagi masyarakat untuk berpikir kritis sebelum terlibat dalam aktivitas semacam ini.

  • Kejagung: Denda Damai Hanya Untuk Tindak Pidana Ekonomi, Korupsi Tak Termasuk

    Kejagung: Denda Damai Hanya Untuk Tindak Pidana Ekonomi, Korupsi Tak Termasuk

    Kejagung: Denda Damai Hanya Untuk Tindak Pidana Ekonomi, Korupsi Tak Termasuk
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung
    Harli Siregar
    menegaskan,
    denda damai
    yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kejaksaan tidak bisa digunakan untuk penyelesaian Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor.

    Denda damai
    merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung.
    Denda damai dapat digunakan untuk menangani tindak pidana ekonomi yang menyebabkan kerugian negara.
    “Klasternya beda, kalau denda damai itu hanya untuk undang-undang sektoral. Karena itu adalah turunan dari Pasal 1 Undang-Undang Darurat (UU Drt) Nomor 7 Tahun 1955 tentang tindak pidana ekonomi,” kata Harli kepada Kompas.com, Kamis (26/12/2024).
    Harli bilang, aturan denda damai dalam Pasal 1 Undang-Undang Darurat (UU Drt) Nomor 7 Tahun 1955 telah diadopsi ke dalam pasal 35 (1) huruf K UU No 11 Tahun 2021
    “Nah, jadi kewenangan itu yang di
    adopted
    di undang-undang kejaksaan No 11 Tahun 2021. Nah, jadi itu berlaku hanya untuk tindak pidana ekonomi misalnya kepabeanan, cukai, perpajakan,” ujarnya.
    “Jadi bukan tipikor,” tambah dia.
    Harli menjelaskan, sebelumnya dalam Undang-Undang Darurat (UU Drt) Nomor 7 Tahun 1955 memang ada menjelaskan soal denda damai.
    Dalam aturan tersebut, diberikan hak dan kewenangan bagi Jaksa Agung terkait dengan finalisasi putusan.
    “Jadi dulu ada undang-undang tahun 1955, nomor 7 tentang tindak pidana ekonomi, memang itu memberi hak dan kewenangan, kepada Jaksa Agung untuk denda damai,” ujarnya.
    “Tapi, itu tidak berlaku bagi koruptor. Di sisi lain, karena undang-undang kita itu masih baru, masih nanti dirumuskan seperti apa. Karena memang itu dasarnya jelas di undang-undang darurat itu, memang masih berlaku,” tambahnya.
    Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan, selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai.
    Dia menjelaskan kewenangan denda damai dimiliki oleh
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) lantaran Undang-Undang (UU) tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.
    “Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari Antara.
    Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana memberikan amnesti kepada 44.000 narapidana (napi).
    Menurut Supratman, usulan pemberian amnesti itu sudah diajukan kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah pengampunan terhadap beberapa kategori narapidana.
    “Beberapa kasus yang terkait dengan penghinaan terhadap kepala negara atau pelanggaran UU ITE, Presiden meminta untuk diberi amnesti,” ujar Supratman.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri Hukum Sebut Pengampunan terhadap Narapidana Bisa Lewat Denda Damai

    Menteri Hukum Sebut Pengampunan terhadap Narapidana Bisa Lewat Denda Damai

    Menteri Hukum Sebut Pengampunan terhadap Narapidana Bisa Lewat Denda Damai
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com-
    Menteri Hukum (Menkum)
    Supratman Andi Agtas
    menyatakan,  selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui
    denda damai
    .
    Dia menjelaskan kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran Undang-Undang (UU) tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.
    “Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari
    Antara.

    Denda damai
    merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh jaksa agung. Denda damai dapat digunakan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.
    Supratman mengatakan implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari UU tentang Kejaksaan.
    Ia menyebutkan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat bahwa peraturan turunannya dalam bentuk Peraturan Jaksa Agung.
    “Peraturan turunannya yang belum. Kami sepakat antara pemerintah dan DPR, itu cukup peraturan Jaksa Agung,” kata Supratman.
    Kendati demikian, ia menegaskan, Presiden
    Prabowo Subianto
    bakal bersikap sangat selektif dan berupaya memberikan hukuman yang maksimal kepada para penyebab kerugian negara tersebut.
    Supratman menyebutkan, dalam menangani kasus korupsi, Pemerintah menaruh perhatian kepada aspek pemulihan aset.
    Menurut dia, penanganan koruptor tidak hanya sekadar pemberian hukuman, tetapi juga mengupayakan agar pemulihan aset bisa berjalan.
    “Yang paling penting bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, adalah bagaimana
    asset recovery
    (pemulihan aset) itu bisa berjalan,” ujar mantan Ketua Badan Legislasi DPR tersebut.
    Apabila pemulihan asetnya bisa baik, kata dia, pengembalian kerugian negara pun bisa maksimal, dibandingkan dari sekadar menghukum.
    Politikus Partai Gerindra ini kembali menegaskan bahwa pemberian pengampunan kepada pelaku tindak pidana merupakan hak konstitusional presiden yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
    Namun, hal itu tidak berarti Presiden akan membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Pemerintah tengah menunggu arahan Presiden Prabowo untuk implementasinya.
    “Kita akan tunggu arahan Bapak Presiden nanti selanjutnya. Kami belum mendapat arahan nih, nanti implementasinya seperti apa,” ucap Supratman.
    Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana memberikan amnesti kepada 44.000 narapidana (napi).
    Menurut Supratman, usulan pemberian amnesti itu sudah diajukan kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah pengampunan terhadap beberapa kategori narapidana.
    “Beberapa kasus yang terkait dengan penghinaan terhadap kepala negara atau pelanggaran UU ITE, Presiden meminta untuk diberi amnesti,” ujar Supratman di Istana Kepresidenan pada 13 Desember 2024.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.