Produk: UU ITE

  • Dampak Konten Willie Salim, Stigma Negatif Mengancam Palembang, Warga Laporkan ke Polda Sumsel – Halaman all

    Dampak Konten Willie Salim, Stigma Negatif Mengancam Palembang, Warga Laporkan ke Polda Sumsel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM PALEMBANG – Konten viral yang dibuat oleh kreator konten Willie Salim mengenai hilangnya 200 kg daging rendang saat dimasak di Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang telah memicu reaksi keras dari warga Palembang. 

    Kantor hukum Ryan Gumay Lawfirm resmi melaporkan Willie Salim ke Polda Sumatera Selatan (Sumsel) pada Sabtu (22/3/2025) malam. 

    Laporan tersebut diajukan oleh Muhammad Gustryan, yang mewakili kepentingan warga Palembang, dengan alasan konten tersebut telah menimbulkan kegaduhan serta merusak citra dan nama baik masyarakat Palembang.

    Gustryan menyatakan bahwa sebagai warga Palembang asli, ia merasa tidak terima dengan konten yang dibuat oleh Willie Salim. 

    “Benar tadi malam, kita mendatangi Polda Sumsel. Untuk melaporkan pengaduan masyarakat dan terkait peristiwa gaduh ini, laporan kita sudah diterima dengan NO LP LAP-20250322-3F227 Sabtu (22/3/2025),” ungkapnya.

    Laporan tersebut dilengkapi dengan beberapa alat bukti yang telah diserahkan ke Subdit Cyber Crime Polda Sumsel.

    Ryan Gumay, selaku perwakilan hukum, menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk memberikan efek jera bagi kreator konten yang tidak mempertimbangkan konsekuensi hukum dan dampak sosial dari konten yang mereka buat. 

    “Kami berharap laporan segera ditindaklanjuti dan terkait laporan ini akan kami kawal hingga yang bersangkutan mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum,” tegas Ryan.

    Laporan tersebut mengarah pada potensi tindak pidana sesuai Pasal 28 Ayat 2 dan 3 Jo Pasal 45 Ayat 1, 2, dan 3 Jo Pasal 27 Ayat 1 dan 3 tentang UU ITE. Selain itu, viralnya konten ini juga memicu terbentuknya Koalisi Masyarakat Palembang Gugat Willie Salim. 

    Koalisi ini berencana menempuh jalur hukum baik pidana maupun perdata terhadap Willie Salim.

    Budayawan Sumatera Selatan, Vebri Al Lintani, yang mendukung koalisi tersebut, menyatakan bahwa konten Willie Salim telah memicu komentar negatif dan bullying terhadap warga Palembang. 

    “Konten yang dibuat Willie Salim mengakibatkan komentar negatif, dan Palembang dibully sebagai orang yang rakus, tidak punya adab, dan lain-lain,” ujar Vebri.

    Vebri juga menambahkan bahwa ada dugaan Willie Salim melakukan settingan dalam konten tersebut, membiarkan orang-orang mengambil rendang yang belum matang.

    “Jadi biang keroknya ya Willie Salim,” ungkapnya. Koalisi ini berencana melaporkan Willie Salim ke Polda Sumsel pada Senin (24/3/2025).

    Sementara itu, Willie Salim telah meminta maaf secara terbuka melalui akun Instagramnya, @willie27_. Ia menyatakan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahan warga Palembang, melainkan karena kurangnya persiapan dari dirinya.

    “Saya minta maaf sebesar-besarnya untuk seluruh warga Palembang yang tersakiti gara-gara kejadian rendang yang viral ini,” kata Willie.

    Meskipun telah meminta maaf, warga Palembang menilai masalah ini belum tuntas. Mereka menuntut Willie Salim untuk menurunkan video-video terkait dan mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.

    “Harapannya bukan hanya minta maaf saja, tapi men-take down video-video tersebut,” tegas Vebri.

    Kejadian ini juga menyoroti pentingnya pengaturan dan pengawasan dalam acara-acara publik yang melibatkan banyak orang. Vebri menyarankan agar ke depannya ada lembaga kurasi yang bertanggung jawab mengawasi kegiatan-kegiatan serupa untuk mencegah terulangnya kejadian seperti ini.

    Sementara itu, pihak kepolisian telah memberikan penjelasan terkait kejadian tersebut. Kanit Binmas Polsek Ilir Barat I, Iptu Rino Ardiansyah, menyatakan bahwa acara masak rendang yang diadakan Willie Salim awalnya berjalan lancar.

     Namun, saat Willie Salim meninggalkan lokasi untuk beristirahat, warga mulai berebut mengambil daging rendang yang belum matang.

     “Kami juga pihak kepolisian menyayangkan kejadian tersebut kok sebegitunya masyarakat Palembang berebut daging rendang yang belum matang,” kata Rino.

    Disindir Bobon Santoso

    Polemik ini pun sontak viral di media sosial hingga membuat warga Palembang geram karena dihina.

    Bahkan salah satu akun yang mengaku warga Palembang menghubungi Bobon Santoso meminta datang ke Palembang menyediakan rendang  untuk memperbaiki nama Kota Palembang.

    “Assaamualaikum selamat malam mas Bobon, saya warga Kota Palembang mau minta bantuas mas Bobon untuk memperbaiki nama daerah saya karena dagin rendang 200 kg si Willie, kalau bisa mas Bobon masak di Palembang untuk membuktikan bahwa warga Palembang berakhlak dan beradab, karena dalam konten Willie diduga ada settingan. Besar harapan saya mas Bobon mau membantu memperbaiki nama daerah kami. Atas perhatian dan tanggapannya saya ucapkan terimakasih,” tulis akun Buday Budiman.

    Menanggapi itu, Bobon Santoso rupanya sudah mencium beberapa kejanggalan dari video yang beredar hingga membuat nama Kota Palembang jadi buruk.

    Bobon menyinggung Willie Salim hanya ingin membuat konten untuk viral saja, tidak dari hati.

    Tak hanya itu, Bobon bahkan ingin sekali datang ke Palembang membuat rendang, namun waktunya sangat padat.

    Kendati begitu, ia meminta warga Palembang untuk bersabar.

    “Satu daru ratusan DM yang masuk, sebenarnya kita sudah membedah dan menemukan beberapa kejanggalan di video yang berdampak pada reputasi negatif warga kota Palembang. Sayang sekali jadwal gua sangat padat di bulan ini, kalo ga gue pasti buktiin bahwa jika terkoordinator dengan benar ga akan ada asumsi seliar ini. Begitulah kalo orang cuma niatan buat konten gak dari hati. Buat masyarakat kota Palembang sabar ya,” tulis Bobon Santoso.

  • 4 Aktor Intelektual Kasus Tanah Milik Keuskupan Maumere Dilaporkan ke Polda NTT
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 Maret 2025

    4 Aktor Intelektual Kasus Tanah Milik Keuskupan Maumere Dilaporkan ke Polda NTT Regional 23 Maret 2025

    4 Aktor Intelektual Kasus Tanah Milik Keuskupan Maumere Dilaporkan ke Polda NTT
    Tim Redaksi
    KUPANG, KOMPAS.com
    – Forum Komunikasi dan Advokasi Komunitas Flobamora (FKKF) yang mewakili
    PT Krisrama
    , perusahaan milik Keuskupan Maumere, melaporkan empat terduga aktor intelektual dan pengikutnya ke Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Jumat (21/3/2025).
    Kasus ini terkait dengan penyerobotan tanah di Nangahale.
    Keempat terduga tersebut diduga terlibat dalam serangkaian tindakan ilegal, termasuk
    penyerobotan lahan
    , perusakan fasilitas, penebangan pohon kelapa, pencurian buah kelapa, serta pelanggaran hukum lainnya di lahan hak guna usaha (HGU) PT Krisrama.
    Mereka yang dilaporkan adalah Antonius Johanes Bala, advokat Perhimpunan Pembela
    Masyarakat Adat
    Nusantara (PPMAN); Antonius Toni, aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN); Leonardus Leo yang mengeklaim sebagai Kepala Suku Soge Natar Mage dan Ignasius Nasi yang mengeklaim sebagai Kepala Suku Goban Runut.
    “Mereka harus menghadapi proses pidana,” tegas Koordinator Kuasa Hukum PT Krisrama, Petrus Selestinus, kepada wartawan pada Sabtu (22/3/2025).
    Laporan tersebut diterima Direktorat Reserse Kriminal Umum
    Polda NTT
    , yang mencakup dugaan tindak pidana penyerobotan tanah dan pendirian pondok ilegal di lahan HGU PT Krisrama.
    Tindakan ini melanggar Pasal 2 Perppu 51/1960 dan Pasal 385 KUHP.
    Petrus menambahkan bahwa tindakan mereka juga melanggar UU ITE Pasal 28 juncto Pasal 45A UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
    Ia menilai bahwa aktivitas John Bala dan rekan-rekannya dalam membela komunitas yang mengeklaim sebagai
    masyarakat adat
    telah dilakukan dengan cara yang tidak beradab.
    “Mereka mengeksploitasi sekelompok orang sebagai kliennya dengan sebutan masyarakat adat, lalu memasuki lahan PT Krisrama dan mendirikan gubuk liar di atas lahan HGU,” ujarnya.
    Petrus juga menegaskan bahwa tidak ada masyarakat adat atau tanah ulayat di seluruh wilayah Kabupaten Sikka.
    Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa tindakan provokatif mereka telah mendorong warga untuk merusak fasilitas PT Krisrama, yang pada akhirnya menjerumuskan masyarakat yang mengeklaim sebagai masyarakat adat ke dalam aktivitas ilegal di atas tanah HGU.
    “Cara-cara anarkis tersebut tidak boleh ditolerir,” tegasnya.
    Menurut Petrus, gerakan advokasi yang sesungguhnya harus mencerminkan sikap profesional dan adab.
    “Dalam mengeklaim hak atas tanah, masyarakat adat Flores seharusnya mengedepankan adab dalam setiap interaksi dengan pihak lain dan menyelesaikan permasalahan secara berjenjang,” tambahnya.
    Tim Kuasa Hukum PT Krisrama juga mengungkapkan adanya pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh John Bala dan rekan-rekannya.
    Mereka diduga menyebarkan informasi bohong yang menghasut dan mempengaruhi orang lain untuk menimbulkan kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu.
    Pada 18 Maret 2025, John Bala dan rekannya diduga menggerakkan sekelompok warga untuk menduduki lahan PT Krisrama saat perusahaan tersebut sedang memagar lahan miliknya.
    Sekelompok orang tersebut datang dengan membawa senjata tajam dan mengancam pekerja PT Krisrama yang sedang memagar.
    “Melihat situasi ini, pada 21 Maret 2025, kami melaporkan seluruh dugaan tindak pidana kepada Polda NTT untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut,” ujar Petrus.
    Dua tokoh masyarakat Suku Goban, Muhammad Yusuf Lewor Goban dan Yustina, mengungkapkan bahwa masyarakat sukunya telah meninggalkan tanah HGU Krisrama.
    “Kami tidak mau terprovokasi lagi,” kata Yustina.
    Sebelumnya, ratusan masyarakat adat sempat mengadang alat berat yang digunakan untuk membersihkan bangunan di lokasi tersebut.
    Namun, pembersihan tetap dilakukan. 101 bangunan dirobohkan, termasuk dua rumah permanen dan 95 rumah semipermanen.
    Direktur PT Krisrama, Romo Epi Rimo, menjelaskan bahwa pihaknya memiliki hak untuk mengelola 325 hektar tanah eks HGU di Nangahale berdasarkan 10 sertifikat yang diterbitkan negara.
    “Kami melakukan pembersihan lokasi untuk program peremajaan,” ujarnya, menambahkan bahwa pembersihan tersebut telah direncanakan sejak lama dan pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada warga.
    Epi juga menyatakan bahwa PT Krisrama tidak memiliki persoalan dengan siapa pun dan berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk relokasi warga yang menetap di lokasi tersebut.
    “Kami tidak bisa menunggu pemerintah lebih lama lagi,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hak Digital dan Keamanan Digital Publik Dikhawatirkan Dirampas Jika Kewenangan Polri Ditambah – Halaman all

    Hak Digital dan Keamanan Digital Publik Dikhawatirkan Dirampas Jika Kewenangan Polri Ditambah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Nenden Sekar Arum Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) membeberkan terkait tantangan hak digital dan keamanan digital publik di Indonesia. Pada tahun 2024 catatan Safenet terjadi 103 insiden gangguan internet. 

    “Pada tahun 20224 di Indonesia tercatat 103 insiden gangguan internet. Hal tersebut didominasi oleh gangguan internet dalam kategori infrastruktur terkait pemilihan umum (pemilu),” jelas Nenden Sekar Arum Direktur Eksekutif Safenet di Hotel Balairung, Matraman Raya, Jakarta Timur, Sabtu (22/03/2025) pada acara rilis temuan hasil survei dan diskusi publik yang diadakan oleh Civil Society for Police Watch, dengan judul “Urgensi Digitalisasi Kepolisian Menuju Pemolisian Sipil Berintegritas.

    Menurut Nenden, terkait kebebasan berekspresi di Indonesia tercatat dengan perincian yakini; pada tahun 2020 berjumlah 84 kasus, pada tahun 2021 terjadi 30 kasus, tahun 2022 terjadi 97 kasus, tahun 2023 terjadi 114 kasus, dan tahun 2024 146 kasus.

    Ia mengungkapkan, kasus kebebasan berekspresi di atas dengan penggunaan pasal dalam UU ITE untuk melakukan kriminalisasi dengan rincian, terjadi 76 kasus pencemaran nama baik, 23,29 persen UU ITE tahun 2016, dan 76,71 persen UU ITE 2024.

    Nenden melanjutkan, latar belakang terlapor terhadap ekspresi di ranah digital tahun 2024 terdiri atas pelajar/mahasiswa 1 kasus, pekerja kreatif 2 kasus, tenaga medis 2 kasus, buruh 3 kasus, pemuka agama 4 kasus, pejabat publik 4 kasus, pengacara 4 kasus, pengusaha/perusahaan 4 kasus, jurnalis media 7 kasus, lainnya 7 kasus, politisi 9 kasus, aktivis/organisasi masyarakat sipil 12 kasus, atlet 23 kasus, pembuat konten/pesohor 26 kasus. Jumlah terlapor tercatat 170 kasus.

    Kemudian, kata Nenden, latar belakang pelapor terhadap ekspresi di ranah digital tahun 2024 salah satunya adalah kepolisian, di mana tercatat 7 kasus, pejabat publik 12 kasus, pengusaha 17 kasus, partai politik 12 kasus, dan lainnya 13 kasus.

    Ia mengatakan, terhadap insiden serangan digital dalam rentang waktu 5 tahun terakhir cenderung  naik dengan perincian tercatat; tahun 2020 147 kasus, 2021 terjadi 197 kasus, tahun 2022 terjadi 302 kasus, tahun 2023 terjadi 323 kasus, dan tahun 2024 terjadi 330 kasus. 

    Kemudian, kata Nenden, latar belakang korban tahun 2024 yakni; mahasiswa/pelajar 83 kasus, organisasi masyarakat sipil 42 kasus, lembaga publik 37 kasus, warga umum 37 kasus, aktivis/NGO 36 kasus, pegawai swasta 34 kasus, pengusaha 13 kasus, lainnya 12 kasus, akademisi 11 kasus, perusahaan swasta 10 kasus, jurnalis/pekerja media 5 kasus, seniman 5 kasus, pesohor 4 kasus, pengacara 3 kasus, media 2 kasus, pegawai pemerintah 2 kasus, pekerja IT 1 kasus, dan pejabat publik 1 kasus.

    Lebih lanjut lagi, kata dia, platform penyerangan yang digunakan seperti instagram 107 kasus, WhatsApp 84 kasus, situs web 46 kasus, facebook 22 kasus, twitter 18 kasus, email 17 kasus, telegram 12 kasus, dan perangkat 12 kasus.

    Untuk mengatasi sejumlah kasus tersebut perlu melakukan pengaturan di ranah digital. Ke depan, perlu mengatur ruang digital berbasis hak asasi manusia, transparansi dan partisipasi. Hal tersebut diperlukan agar mencegah potensi kejahatan siber, bukan membungkam kebebasan digital. Selain itu, tidak boleh ada pasal yang multitafsir dan wawan disalahgunakan.

    Maka dari itu, kata Nenden, diperlukan peran kepolisian di ranah digital, seperti; penegakan hukum terhadap kejahatan siber, perlindungan data dan keamanan siber, dan tanpa pengawasan massal. Bahkan, kepolisian tidak berwenang memutus atau memperlambat internet, serta melakukan edukasi dan kesadaran digital. 

    Perlu diketahui, Civil Society for Police Watch telah melakukan survei sejak 12-18 Maret 2025 lalu, responden terpilih pada 26 Provinsi berjumlah 1.500 orang dengan margin of error kurang lebih 2,53 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

    Adapun metode yang digunakan yakni random sampling, sementara tenaga survey yakni minimal mahasiswa yang telah mendapatkan pelatihan dari tim pusat. Kemudian, sampel mulai dari gender, agama, tingkat pendidikan, topografi, etnis dan suku.

     

     

  • 7 Fakta Baru Kasus Asusila Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar, Korbannya Ada yang Saudara Sepupu – Halaman all

    7 Fakta Baru Kasus Asusila Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar, Korbannya Ada yang Saudara Sepupu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, KUPANG – Kasus asusila terhadap anak di bawah umur eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman kini memasuki babak baru.

    Setelah dipecat atau Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari anggota Polri, AKBP Fajar Widyadharma kini menghadapi kasus pidananya.

    Saat ini, ia menyandang status tersangka dijerat pasal berlapis.

    Mantan perwira menengah Polri tersebut dijerat dengan pasal 14 ayat 1 huruf a dan b serta pasal 15 ayat 1 huruf e, g, j UU nomor 12 tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan atau pasal 45 ayat 1 junto pasal 27 ayat 1 UU nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU ITE, karena ada perekaman.

    Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda NTT, AKBP Bertha Hagge mengungkap beberapa fakta baru yang diperoleh dari hasil penyelidikan yang dilakukan pihaknya.

    Pertama, Polri menerima delapan potongan rekaman video tindak asusila AKBP Fajar dari Australian Federal Police (AFP).

    “Setelah menerima surat dari Divisi Internasional Polri dan Polda NTT tanggal 14 Januari 2025. Dasar surat itu adalah surat dari Australian Federal Police (AFP) disertai rekaman. Ada delapan potongan rekaman,” kata AKBP Bertha di ruang kerja Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra saat menerima audiensi dari massa aksi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak pada Jumat (21/3/2025).

    Kedua, berdasarkan potongan rekaman video diketahui bahwa wajah AKBP Fajar tidak ditampilkan.

    Tetapi dalam video tersebut hanya memperlihatkan wajah korban saja.

    “Dalam rekaman tidak ditunjukan wajah yang bersangkutan tetapi wajah korban saja,” katanya.

    Ketiga, dalam surat yang diterima pihaknya disampaikan tempat kejadian tindak asusila tersebut di satu hotel di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

    “Polda NTT langsung keluarkan surat perintah penyelidikan. Dari penyelidikan belum terungkap siapa pelakunya, kemudian korbannya atas nama siapa belum diketahui,” ungkap Bertha.

    Keempat, dua korban tindak asusila AKBP Fajar diketahui memiliki hubungan saudara.

    Hal tersebut terungap berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan Polda NTT terhadap pihak hotel 

    Menurut Bertha, hasil pemeriksaan pihak hotel, terungkap ada kejadian tindak asusila, yakni pada 15 Januari dan 25 Januari dengan korban berbeda.

    “Kedua korban ini yang tanggal 15 Januari itu usia 16 tahun, kemudian tanggal 25 Januari itu adalah 13 tahun. Mereka berdua ini adalah sepupu kandung. Dan korban-korban ini berhubungan langsung dengan yang bersangkutan melalui aplikasi Michat,” ujar Bertha.

    Bertha pun tak menampik bila kasus tindak asusila yang dilakukan AKBP Fajar masuk kategori trafficking, karena transaksi melalui aplikasi Michat.

    Bertha pun mengklarifikasi terkait usia anak yang diinformasikan berusia tiga tahun itu tidak benar.

    Karena pada tanggal 11 Juni 2024 usia anak baru lima tahun tiga bulan.

    Kelima, saat check in di hotel AKBP Fajar Widyadharma tak menggunakan nama samaran.

    Hal tersebut terungkap setelah pihak Polda NTT melakukan interogasi terhadap pihak hotel.

    Saat dicek transaksinya muncul nama AKPB Fajar.

    “Saat check in di hotel, beliau tidak menyembunyikan idetitas namanya. Nama jelas di situ,” kata Bertha.

    Keenam, saat 11 Juni 2024 status AKBP Fajar masih menjabat Kapolres Sumba Timur.

    Ketika tanggal 15 Januari dan 25 Januari 2025 baru sudah menjabat sebagai Kapolres Ngada.

    Disampaikan juga tersangka datang ke Kupang karena bagian dari urusan dinas, bukan urusan berbuat asusila.

    Ketujuh, perkara AKBP Fajar segera disidangkan.

    Menurut Bertha penanganan perkara asusila AKBP Fajar termasuk penanganan yang paling cepat.

    Karena setelah dilakukan penyelidikan dan diketahui siapa pelaku, siapa korban, lokasi di mana, barang buktinya, dan tanggal 23 Februari 2025 interogasi terakhir kepada tersangka.

    “Tanggal 24 Februari 2025 beliau diterbangkan ke Jakarta berdasarkan hasil koordinasi dengan Kabid Propam. Setelah gelar perkara, tanggal 3 Maret 2025, dibuat laporan Polisi. Tanggal 20 Maret, sudah diserahkan berkas tahap satu,” ujarnya.

    Ia mengatakan masih menunggu dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), apakah berkas dinilai sudah lengkap atau belum.

    Sedangkan jawaban dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) masih libur dan nanti di bulan April baru mendapat kepastiannya, apakah berkas perkara sudah lengkap atau belum.

    (Poskupang.com/ Petrus Chrisantus Gonsales) 

  • Hati-hati! Ini Sanksi Hukum bagi Orang yang Menuduh Tanpa Bukti

    Hati-hati! Ini Sanksi Hukum bagi Orang yang Menuduh Tanpa Bukti

    Jakarta, Beritasatu.com – Dalam kehidupan sehari-hari, menuduh seseorang tanpa memiliki bukti kuat dapat menjadi tindakan yang sangat berisiko yang berujung pada hukum pidana.

    Tuduhan yang tidak berdasar dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi pihak yang dituduh maupun bagi pihak yang menuduh. Tuduhan keliru tidak hanya dapat merusak hubungan sosial dan menciptakan ketidakpercayaan di lingkungan sekitar, tetapi juga dapat berujung pada permasalahan hukum yang serius.

    Hal ini menjadi semakin krusial ketika tuduhan tersebut menyangkut hal-hal yang merugikan pihak yang dituduh, seperti pencemaran nama baik, penghinaan, atau bahkan tuduhan kriminal yang tidak terbukti kebenarannya.

    Di Indonesia, tindakan menuduh seseorang tanpa bukti yang sah tidak hanya dianggap sebagai perilaku tidak etis, tetapi juga dapat berakibat pada konsekuensi hukum.

    Sejumlah peraturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur ketentuan mengenai fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan tanpa dasar yang jelas.

    Pelanggaran terhadap peraturan ini dapat berujung pada sanksi pidana, termasuk ancaman hukuman penjara dan denda yang tidak sedikit. Lalu, pasal berapa saja yang mengatur tindakan ini? Berikut penjelasan lengkapnya!

    Dasar Hukum Menuduh Orang Tanpa Bukti

    1. Pasal 311 ayat (1) KUHP tentang Fitnah

    Pasal 311 ayat (1) KUHP mengatur mengenai tindak pidana fitnah. Seseorang dapat dijerat dengan pasal ini jika menuduh orang lain dengan sesuatu hal yang tidak benar, terutama jika tuduhan tersebut dilakukan dengan maksud merugikan atau menjatuhkan nama baik seseorang.

    Pasal 311 ayat (1) KUHP, berbunyi: “Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis diizinkan untuk membuktikan apa yang dikatakan itu benar, tetapi tidak dapat membuktikannya, dan jika tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahuinya, maka dia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

    Dari ketentuan tersebut, terdapat beberapa unsur yang harus terpenuhi agar seseorang dapat dikenakan pasal ini, yaitu:

    Pelaku melakukan pencemaran atau pencemaran tertulis.Pelaku diberikan kesempatan untuk membuktikan tuduhannya.Pelaku tidak bisa membuktikan bahwa tuduhannya benar.Tuduhan yang dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui pelaku.Jika keempat unsur ini terpenuhi, maka pelaku bisa dikenakan pidana penjara maksimal 4 tahun.

    2. Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang Pencemaran Nama Baik

    Selain fitnah, menuduh seseorang tanpa bukti juga bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik. Pasal 310 ayat (1) KUHP mengatur bahwa seseorang yang menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan menuduh sesuatu yang tidak benar dan menyebarkannya ke publik dapat dikenakan sanksi pidana.

    Pasal 310 ayat (1) KUHP, berbunyi: “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal, dengan maksud yang nyata supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda”

    Jika tuduhan tersebut dilakukan melalui media sosial atau saluran publik lainnya, pelaku bisa dikenakan pidana yang lebih berat sesuai dengan UU ITE.

    3. Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang Pencemaran Nama Baik di Media Digital

    Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak kasus pencemaran nama baik dan tuduhan tanpa bukti terjadi di dunia digital, terutama di media sosial. Untuk itu, UU ITE juga mengatur tentang pencemaran nama baik yang dilakukan melalui internet.

    Pasal 27 ayat (3) UU ITE, berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat dipidana”.

    Pelanggar pasal ini bisa dikenakan sanksi pidana dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara atau denda hingga Rp 750 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU ITE.

  • Pencemaran Nama Baik, Nikita Mirzani Bakal Lama di Penjara

    Pencemaran Nama Baik, Nikita Mirzani Bakal Lama di Penjara

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengusaha skincare Shella Saukia diperiksa oleh Penyidik Polda Metro Jaya terkait laporannya terhadap Nikita Mirzani dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE yang dilaporkannya pada 17 Januari 2025.

    “Klien kami, Shella Saukia, telah diperiksa dengan 26 pertanyaan terkait laporannya terhadap Nikita Mirzani atas dugaan pelanggaran UU ITE. Kami telah menyerahkan barang bukti berupa transkrip video live percakapan suara Nikita Mirzani yang menghina dan menyebut klien kami sebagai ‘ular’ dan ‘hantu’,” ujar kuasa hukum Shella Saukia, Petrus Bala Pattyona dikutip dari channel YouTube, Jumat (21/3/2025).

    Petrus menjelaskan, laporan ini bermula dari video live yang diunggah Nikita Mirzani pada 17 Januari 2025 melalui akun TikTok pribadinya.

    Dalam video tersebut, Nikita Mirzani selama 8 menit berbicara dan dihujani dengan 115 ribu penonton, menyebut Shella Saukia dengan sebutan ‘ular’ dan ‘hantu’, serta me-review produk Shella Saukia yang disebut berbahaya dan bisa menyebabkan kanker kulit.

    “Setelah Nikita Mirzani merendahkan Shella Saukia dan produknya, penjualan produk Shella Saukia menurun. Ini jelas merugikan baik pribadi maupun bisnisnya,” tambahnya.

    Petrus menegaskan kasus yang dilaporkan kliennya masih dalam tahap penyidikan oleh Polda Metro Jaya, meski saat ini Nikita Mirzani ditahan di Polda Metro Jaya atas laporan Reza Gladys terkait kasus pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    “Kami mengapresiasi langkah penyidik yang terus melanjutkan pemeriksaan, meski Nikita Mirzani ditahan atas kasus lain. Hal ini memungkinkan Nikita Mirzani diperiksa atas laporan dan pasal yang berbeda. Dia bisa dikenakan beberapa perbuatan pidana dalam waktu yang bersamaan,” tutupnya.

    Dalam kasus ini, Nikita Mirzani dijerat dengan pelanggaran UU ITE dan terancam hukuman maksimal lima tahun penjara atas pelaporan Shella Saukia di Polda Metro Jaya.

  • Vonis 3 Bulan Penjara untuk Pendiri Animal Hope Shelter Dinilai Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding – Halaman all

    Vonis 3 Bulan Penjara untuk Pendiri Animal Hope Shelter Dinilai Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tangerang resmi mengajukan banding terhadap vonis hukuman tiga bulan penjara yang dijatuhkan kepada Kristian Adi Wibowo, pendiri Animal Hope Shelter. 

    Keputusan ini diumumkan usai sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Provinsi Banten, pada Rabu (19/3). JPU menilai vonis tersebut terlalu ringan dibandingkan tuntutan awal mereka, yaitu hukuman penjara selama 2,5 tahun.

    Majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Adek Nurhadi menyatakan bahwa Kristian Adi Wibowo, yang juga dikenal dengan nama Kristian Joshua Pale, terbukti bersalah melanggar Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik.

    Pasal ini mengatur tentang tindakan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang secara sengaja.

    Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama tiga bulan penjara kepada Kristian.

    “Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Kristian Adi Wibowo alias Kristian Joshua Pale selama 3 bulan,” ucap hakim Adek Nurhadi sambil mengetuk palu.

    Setelah putusan dibacakan, baik terdakwa maupun JPU diberikan kesempatan untuk menyatakan sikap, apakah menerima putusan atau mengajukan upaya hukum lebih lanjut. 

    JPU, yang diwakili oleh Fiddin Baihaki, memutuskan untuk mengajukan banding karena menganggap vonis tiga bulan terlalu ringan dan tidak sebanding dengan tuntutan awal.

    Kuasa hukum Kristian Adi Wibowo meminta waktu untuk mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya.

    Mereka belum memberikan pernyataan resmi apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.

    Namun, pihak terdakwa tampak mempertimbangkan opsi untuk melakukan upaya hukum lebih lanjut guna membela klien mereka.

    Kekecewaan Pelapor

    Di sisi lain, pelapor dalam kasus ini, Roger Paulus Silalahi, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim.

    Menurutnya, vonis tiga bulan penjara tidak sebanding dengan tuntutan JPU yang mencapai 2,5 tahun penjara.

    Roger juga menyatakan bahwa dirinya akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut.

    Roger menilai alasan yang diberikan oleh majelis hakim dalam menjatuhkan vonis tersebut tidak masuk akal. Salah satu poin yang ia soroti adalah perubahan dasar hukum dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ke Pasal 310 KUHP. Ia merasa bahwa perubahan ini tidak memiliki dasar yang kuat dan justru melemahkan posisi pelapor.

    Roger juga menegaskan bahwa ia tidak bisa menerima perlakuan Kristian yang telah memaki mendiang ibunya melalui media sosial.

    “Tapi saya mau bilang, di atas hakim masih ada Tuhan,” ujar Roger, menegaskan keyakinannya bahwa keadilan sejati akan ditegakkan di luar pengadilan.

    Kasus ini bermula ketika Kristian Adi Wibowo didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 4 UU ITE serta Pasal 310 KUHP. 

    Tuduhan ini diajukan setelah Kristian diduga melakukan pencemaran nama baik melalui unggahan di media sosial yang menyerang kehormatan Roger dan mendiang ibunya.

    UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat 3, mengatur tentang larangan penyebaran konten yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik.

    Sementara Pasal 310 KUHP mengatur tentang pencemaran nama baik secara umum. Dalam kasus ini, majelis hakim memilih untuk menggunakan Pasal 310 KUHP sebagai dasar hukum utama, yang dinilai lebih ringan dibandingkan UU ITE.

    Roger menjelaskan, kasus ini berawal terdakwa memaki salah satu orang perempuan di medsos.

    “Saya menegur yang bersangkutan, saya bilang ngomong baik baik ajah kita kan sama sama pencinta satwa. Atas komentar saya itu, dia marah lewat screenshot komentar, posting caci maki saya berjalan selama dua bulan tapi saya biarkan meski dia mengancam saya dengan membawa ormas,” kata Roger.

    Setelah itu, dilanjutkan Roger, yang bersangkutan menghina orang tuanya dengan kata yang tidak pantas.

    “Akhirnya saya melaporkan yang bersangkutan ke Polda Metro pada 1 Juni 2022 dan ini sudah berjalan 2,5 tahun berjalan saya berharap ada keadilan,” ucapnya.

    Adapun dalam kasus ini terdakwa diancam hukuman 4 tahun penjara, dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Tangerang selama 2 tahun 6 bulan.

    “Putusan juga diharapkan secara normatif minimal 1,5 tahun semoga bisa membuat efek jera yang bersangkutan. Saya berharap tidak ada penundaan lagi diputus dan langsung ditahan. Nanti saya juga akan bersurat ke kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi dan kejaksaan agung mengenai kasus ini, supaya jaksa menahan yang bersangkutan atas dasar yang bersangkutan mengulangi perbuatannya,” katanya.  (Wartakota/Feryanto Hadi)

     

     

     

  • Gara-gara Codeblu, Derita Toko Clairmont Turun Omset Rp 4 M hingga Tak Mampu Rekrut Pekerja Lepas

    Gara-gara Codeblu, Derita Toko Clairmont Turun Omset Rp 4 M hingga Tak Mampu Rekrut Pekerja Lepas

    TRIBUNJAKARTA.COM – Gara-gara ulah William Anderson alias Codeblu, bisnis toko roti Clairmont Patisserie terperosok.

    Roda perputaran usaha Toko roti tersebut sempat tersendat imbas dari review buruk Codeblu di media sosial. 

    Menurut tim marketing toko tersebut, Lintang, omset merosot lebih dari Rp 4 miliar.

    Penurunan omset itu berdampak kepada efisiensi pekerja lepas yang biasa kerap direkrut jika toko banjir pesanan.

    “Bahkan gara-gara omset turun beberapa daily worker disetop karena kita tidak mampu membayar mereka,” keluhnya. 

    Tak sampai di situ, sejumlah kesulitan kembali mendera pihak toko. 

    Beberapa brand yang sempat kerja sama mendadak memutuskan berhenti secara sepihak. 

    “Karena mereka takut nama brand mereka juga jelek. Karena beberapa netizen sudah mulai nyerang beberapa brand yang berkolaborasi dengan kami imbas Codeblu,” katanya seperti dikutip dari IG @ardyanhalley. 

    Bahkan, beberapa customer yang sudah kadung transfer ke rekening toko minta pengembalian dana usai melihat video Codeblu. 

    “Banyak juga hujatan yang masuk ke Instagram kita, kalimat-kalimat enggak pantas dilontarkan ke Instagram kita,” katanya. 

    Laporkan Codeblu

    Pihak perusahaan roti Clairmont akhirnya melaporkan food vlogger Codeblu atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) setelah diduga menyebarkan berita hoaks mengenai toko kue tersebut.

    Clairmont melayangkan laporan terhadap Codeblu ke Polres Metro Jakarta Selatan sejak Desember 2024.

    Lantas, bagaimana duduk perkara antara Clairmont dengan Codeblu?

    Kasie Humas Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Nurma Dewi, mengatakan bahwa awalnya Codeblu menuliskan ulasan atau review negatif tentang Clairmont pada 15 November 2024.

    Saat itu, ulasan negatif tersebut diberikan setelah mendapat informasi dari seorang karyawan yang bekerja di toko itu.

    Ulasan negatif itu pun membuat Clairmont banjir tuaian kritik dari beberapa pihak.

    “Iya, pokoknya dia (Codeblu) bilang itu ya enggak baik lah, ada negatifnya gitu,” ujar Nurma Dewi di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (17/3/2025) seperti dikutip Kompas.com. 

    Sebenarnya, pihak Clairmont sudah membantah tuduhan itu di media sosial pada 17 November 2024.

    Hanya saja, Codeblu kembali mengunggah video yang menuding pihak Clairmont memberikan kue nastar berjamur ke panti asuhan pada Januari 2025.

    Dalam unggahan video itu, Codeblu juga menyinggung dapur toko kue tersebut yang menurutnya buruk.

    Sementara itu, Clairmont dalam klarifikasinya menyebut bahwa yang mengirim kue tersebut bukan pihaknya.

    Kue tersebut diberikan oleh mantan karyawan salah satu vendor maintenance mereka tanpa sepengetahuannya.

    “Nah terus yang jelas toko roti itu (mengaku) tidak memberikan ke situ, ke panti asuhan (sudah membantah).

    Nah tapi dinaikin (videonya), diviralkan itu bahwa toko roti tersebut yang ngasih ke panti asuhan,” ucap Nurma.

    Sementara, Codeblu sudah meminta maaf kepada pihak Clairmont dan berjanji untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi.

    Permintaan maaf itu disampaikan Codeblu pada Februari 2025.

    “Dia (Codeblu) udah sampai minta maaf, cuma dilaporkan sama yang dilaporkan lah sama manajemen,” kata Nurma. Codeblu juga sudah diperiksa pada Selasa, 11 April 2025.

    Sampai saat ini, sudah ada tiga orang yang diperiksa pihak kepolisian terkait laporan Clairmont.

    “Ya, tiga orang sih baru dipanggil, pelapor (dari pihak manajemen Clairmont), pemilik (Clairmont), kemudian Codeblu,” tutur Nurma.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

     

  • Codeblu Dinilai Tak Terbukti Peras Toko Roti tapi Tetap Waswas, Pasal Ini Siap-siap Seret ke Bui

    Codeblu Dinilai Tak Terbukti Peras Toko Roti tapi Tetap Waswas, Pasal Ini Siap-siap Seret ke Bui

    TRIBUNJAKARTA.COM – Akibat ulahnya dengan toko roti Clairmont Patisserie, William Anderson alias Codeblu kini harus berurusan dengan pihak kepolisian. 

    Si “mulut pedas” itu dilaporkan pemilik toko roti ke Polres Metro Jakarta Selatan atas dugaan melanggar pasal terkait UU ITE. 

    Selain diduga menyebarkan hoaks, Codeblu juga dituding telah melakukan pemerasan terhadap pihak toko tersebut. 

    Namun, menurut pakar hukum, Christopher Anggasastra, Codeblu sepertinya lebih condong dijerat dengan tindakan penyebaran berita bohong. 

    Sedangkan dugaan tindakan pemerasan tak terbukti. 

    “Kalau pemerasan dia enggak masuk (pidana) harusnya, karena menurut saya dia dengan rate card menawarinya, dengan jasa, sehingga kalau menurut saya pemerasannya jauh lah. Tapi yang saya garis bawahi di sini adalah tentang dugaan penyebaran berita bohong itu,” ujar Christopher seperti dikutip dari Youtube Intens Investigasi yang tayang pada Selasa (18/3/2025). 

    Codeblu berpotensi dipidana karena penyebaran berita bohong. 

    Pasalnya, dia diduga memberikan informasi yang tidak valid ke media sosial terkait toko roti Clairmont Patisserie. 

    Pihak toko roti pun telah membantah tudingan Codeblu yang telah disebarkan di media sosial. 

    Bahkan selain diduga melakukan penyebaran berita bohong, Codeblu juga diduga melakukan ujaran kebencian. 

    “Saya kan denger, ceritanya bahwasanya dia itu diduga mendapatkan informasi dari karyawan yang diduga bermasalah juga di brand toko roti itu ya, sehingga informasi yang disajikan di medsos dianggap tidak valid, makanya dia harus buktikan apakah benar bahwasanya toko roti itu melakukan dugaan roti yang expired ke panti asuhan, apabila tidak terbukti ya itu masuk ke pidananya,” jelasnya. 

    Bantahan dari Codeblu

    Di sisi lain, Codeblu membantah tuduhan pemerasan terhadap toko kue berinisial CP.

    Usai menjalani pemeriksaan di Polres Metro Jakarta Selatan pada Selasa (11/3/2025) sore, ia menegaskan bahwa dirinya hanya menawarkan kerja sama pembuatan konten.

    “Bahwa itu tidak pernah terjadi dan tidak ada yang namanya pemerasan. Itu hanya penawaran kerja sama,” ujar Codeblu.

    Ia menjelaskan bahwa dalam penawarannya, ia menawarkan pembuatan delapan konten dengan total biaya Rp 350 juta.

    “Ada lima tahap kerja yang akan gue lakukan untuk pihak mereka, lalu gue meminta imbalan berupa fee sebesar Rp 350 juta dan gue akan posting delapan konten. Itu yang diduga gue melakukan pemerasan,” tambahnya.

    Namun, Codeblu mengakui bahwa unggahannya mungkin membuat toko kue tersebut merasa tidak nyaman.

    Oleh karena itu, ia menyampaikan permintaan maaf.

    “Di saat yang bersamaan gue juga bilang, kalau menimbulkan ketidaknyamanan, ya gue minta maaf,” ucapnya.

    Saat pemeriksaan, Codeblu juga diminta menjelaskan kronologi dugaan pemerasan serta membawa barang bukti.

    “Jadi tadi gue di-interview, ditanyai kronologisnya dari awal sampai akhir,” jelasnya.

    Duduk perkara Codeblu

    Pihak perusahaan roti Clairmont melaporkan food vlogger Codeblu atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) setelah diduga menyebarkan berita hoaks mengenai toko kue tersebut.

    Clairmont melayangkan laporan terhadap Codeblu ke Polres Metro Jakarta Selatan sejak Desember 2024.

    Lantas, bagaimana duduk perkara antara Clairmont dengan Codeblu?

    Kasie Humas Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Nurma Dewi, mengatakan bahwa awalnya Codeblu menuliskan ulasan atau review negatif tentang Clairmont pada 15 November 2024.

    Saat itu, ulasan negatif tersebut diberikan setelah mendapat informasi dari seorang karyawan yang bekerja di toko itu.

    Ulasan negatif itu pun membuat Clairmont banjir tuaian kritik dari beberapa pihak.

    “Iya, pokoknya dia (Codeblu) bilang itu ya enggak baik lah, ada negatifnya gitu,” ujar Nurma Dewi di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (17/3/2025) seperti dikutip Kompas.com. 

    Sebenarnya, pihak Clairmont sudah membantah tuduhan itu di media sosial pada 17 November 2024.

    Hanya saja, Codeblu kembali mengunggah video yang menuding pihak Clairmont memberikan kue nastar berjamur ke panti asuhan pada Januari 2025.

    Dalam unggahan video itu, Codeblu juga menyinggung dapur toko kue tersebut yang menurutnya buruk.

    Sementara itu, Clairmont dalam klarifikasinya menyebut bahwa yang mengirim kue tersebut bukan pihaknya.

    Kue tersebut diberikan oleh mantan karyawan salah satu vendor maintenance mereka tanpa sepengetahuannya.

    “Nah terus yang jelas toko roti itu (mengaku) tidak memberikan ke situ, ke panti asuhan (sudah membantah).

    Nah tapi dinaikin (videonya), diviralkan itu bahwa toko roti tersebut yang ngasih ke panti asuhan,” ucap Nurma.

    Sementara, Codeblu sudah meminta maaf kepada pihak Clairmont dan berjanji untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi.

    Permintaan maaf itu disampaikan Codeblu pada Februari 2025.

    “Dia (Codeblu) udah sampai minta maaf, cuma dilaporkan sama yang dilaporkan lah sama manajemen,” kata Nurma. Codeblu juga sudah diperiksa pada Selasa, 11 April 2025.

    Sampai saat ini, sudah ada tiga orang yang diperiksa pihak kepolisian terkait laporan Clairmont.

    “Ya, tiga orang sih baru dipanggil, pelapor (dari pihak manajemen Clairmont), pemilik (Clairmont), kemudian Codeblu,” tutur Nurma.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Doktif Resmi Tersangka Pelanggaran UU ITE, Ini Kronologi Kasusnya

    Doktif Resmi Tersangka Pelanggaran UU ITE, Ini Kronologi Kasusnya

    Jakarta, Beritasatu.com – Seorang kreator konten yang dikenal sebagai Doktif atau Dokter Detektif resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik terhadap dokter Andreas Hendri Situngkir. Penetapan ini merupakan kelanjutan dari laporan yang diajukan Andreas ke Polda Sumatera Utara pada 8 Oktober 2024.

    Kasus ini bermula pada tahun lalu ketika Doktif mengunggah kritik terhadap Andreas  di media sosial. Dalam unggahannya, Doktif menuding bahwa Andreas melampaui wewenangnya sebagai dokter dengan membuka jasa titipan (jastip) produk skincare dari Bangkok, Thailand. Ia mempertanyakan apakah produk yang dibawa dari luar negeri memiliki izin edar dari BPOM RI dan menilai bahwa seorang dokter tidak seharusnya terlibat dalam bisnis semacam itu.

    “Kalau datang dari Bangkok, apakah punya izin edar dari BPOM RI?” ujar Doktif dalam unggahannya.

    Menurutnya, dokter harus memahami regulasi terkait distribusi produk skincare, terutama yang berasal dari luar negeri, demi melindungi konsumen. Pernyataan tersebut kemudian menimbulkan perdebatan di media sosial, di mana sebagian mendukung Doktif, sementara yang lain menilai unggahannya menyerang pribadi dr. Andreas Situngkir.

    Dokter Detektif atau DokTif yang kerap membongkar rahasia di balik produk-produk skincare yang tengah viral. – (TikTok/-)Laporan ke Polisi

    Merasa namanya dicemarkan, Andreas melalui kuasa hukumnya, Julianus Paulus Sembiring, melaporkan Doktif ke Polda Sumatera Utara pada Oktober 2024. Laporan tersebut didaftarkan dengan nomor LP/B/1400/X/2024, dengan dugaan pelanggaran Pasal 27A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang pencemaran nama baik dan penyerangan kehormatan.

    “Laporan kami atas nama Andreas Situngkir dibuat di Polda Sumut pada 8 Oktober 2024 terhadap satu akun bernama Doktif atas dugaan pelanggaran Pasal 27A UU ITE,” ujar Julianus.

    Seiring berjalannya proses hukum, pihak kepolisian memulai penyelidikan dan memanggil saksi-saksi, termasuk saksi ahli. Berdasarkan hasil penyelidikan dan gelar perkara, kasus ini naik ke tahap penyidikan.

    Penetapan Tersangka

    Pada 17 Maret 2025, kuasa hukum Andreas, Julianus mengonfirmasi bahwa Doktif telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Sumut.

    “Kami telah mendapatkan informasi resmi dari Polrestabes Medan melalui SP2HP bahwa penyidik telah melaksanakan gelar perkara dan menetapkan Doktif sebagai tersangka,” jelas Julianus.

    Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pihaknya berharap polisi segera menahan Doktif. “Kami berharap Doktif bisa ditahan karena sudah melakukan pidana berulang terhadap klien kami,” ungkapnya.

    Dengan status tersangka yang kini disandang Doktif, proses hukum akan terus berjalan. Pihak kepolisian akan melakukan pemanggilan lanjutan untuk meminta keterangan lebih lanjut dari Doktif. Sementara itu, kasus ini menjadi perhatian publik, terutama di kalangan pegiat media sosial dan komunitas medis, mengingat implikasi hukum terkait kebebasan berpendapat di dunia digital.