Divonis 8 Tahun Penjara, Bos Timah Tamron Juga Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 3,5 Triliun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemilik smelter timah swasta
CV Venus Inti Perkasa
, Tamron alias Aon, dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 3.538.932.640.663,67 (Rp 3,5 triliun) dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung (Babel).
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Tony Irfan, mengatakan bahwa uang pengganti tersebut merupakan pidana tambahan yang harus dibayar oleh bos timah Koba, Bangka Belitung, sebagai pengganti kerugian negara.
Nilai ini sesuai dengan aliran dana dari PT Timah Tbk ke CV Venus Inti Perkasa dan perusahaan yang terafiliasi, baik dalam kerja sama pengolahan maupun pembelian bijih timah.
“Membebankan pidana tambahan kepada Tamron untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 3.538.932.640.663,67,” kata Hakim Tony Irfan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024).
Hakim Tony Irfan juga mengatakan bahwa Tamron harus membayar uang pengganti tersebut maksimal satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terbit.
Jika dalam waktu yang ditentukan tersebut Tamron belum membayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk negara guna menutupi uang pengganti.
“Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun,” ujar Hakim Tony.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut bahwa uang pengganti yang dituntut jaksa dijatuhkan kepada Tamron, yakni Rp 3,66 triliun, dikurangi jumlah uang yang ditransfer Tamron kepada Harvey Moeis sebesar Rp 122 miliar.
Adapun pidana pokoknya, majelis hakim menghukum Tamron dengan penjara selama 8 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Majelis hakim menilai, Tamron terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan eks Direktur PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan para bos perusahaan smelter swasta.
Tamron juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Tamron alias Aon dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar Hakim Eko.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum meminta Tamron dihukum 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan, dan uang pengganti Rp 3,66 triliun.
Jaksa menilai Tamron terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia juga dinilai terbukti melakukan TPPU sebagaimana dakwaan kedua primair.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Produk: timah
-
/data/photo/2024/12/09/6756fb639ea01.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Divonis 8 Tahun Penjara, Bos Timah Tamron Juga Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 3,5 Triliun
-

Korupsi PT Timah, 3 Terdakwa CV Venus Inti Perkasa Divonis 5-8 Bui
Jakarta, CNN Indonesia —
Tiga terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dari CV Venus Inti Perkasa divonis dengan pidana lima hingga delapan tahun penjara.
Tamron alias Aon selaku beneficial owner CV Venus Inti Perkasa divonis dengan pidana delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.
“Menyatakan terdakwa Tamron alias Aon telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) secara bersama-sama dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” ujar ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Tony Irfan saat membacakan amar putusan, Jumat (27/12).
Tamron juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp3,5 triliun dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.
“Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun,” ucap hakim.
Hal memberatkan Tamron adalah perbuatannya yang turut serta melakukan tindak pidana telah mengakibatkan kerugian keuangan negara. Tamron disebut telah memperkaya diri dan korporasi.
Sedangkan hal meringankan yakni belum pernah dihukum, bersikap sopan dalam persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga.
Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa yang ingin Tamron dihukum dengan pidana selama 14 tahun penjara.
Sementara itu, General Manager Operational CV Venus Inti Perkasa dan General Manager Operational PT Menara Cipta Mulia Achmad Albani dan Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa Hasan Tjhie divonis dengan pidana lima tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Kedua terdakwa dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, terdakwa atas nama Kwan Yung alias Buyung selaku pengepul bijih timah (kolektor) juga divonis dengan pidana lima tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa yang ingin Achmad Albani, Hasan Tjhie dan Buyung dihukum dengan pidana delapan tahun penjara.
Atas putusan tersebut, para terdakwa menyatakan pikir-pikir. Sementara itu, jaksa langsung mengucapkan banding.
Tamron, Achmad Albani, Hasan Tjhie dan Buyung bersama sejumlah pihak lain disebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp300,003 triliun terkait dengan kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Jumlah kerugian negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
(ryn/tsa)
[Gambas:Video CNN]
-

Harvey Moeis Divonis Ringan, KY Janji Dalami Putusan Majelis Hakim
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Vonis majelis hakim majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat terhadap Harvey Moeis, dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan karena terbukti bersalah melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), terus menuai kontroversi.
Pasalnya, vonis ini dinilai tidak sebanding dengan nilai kerugian negara yang dikorupsi dalam kasus tersebut. Dimana kerugian negara disebut mencapai Rp300 triliun.
Merespons kontroversi itu, Komisi Yudisial (KY) berjanji akan mendalami putusan majelis hakim terhadap Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada 2015-2022.
Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan pendalaman tersebut dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang terjadi dalam putusan itu.
“KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan. Adapun, forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding,” kata Mukti Fajar dilansir jpnn, Jumat (27/12).
KY, imbuh Mukti, menyadari vonis Harvey Moeis akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Oleh karena itu, sejak persidangan berlangsung, KY berinisiatif menurunkan tim untuk memantau persidangan.
Dia menjelaskan pemantauan persidangan dilakukan pada saat sidang menghadirkan ahli, saksi, dan saksi meringankan (a de charge). Hal itu sebagai upaya memastikan hakim menjaga imparsialitas dan independensi dalam memutus perkara. Lebih lanjut, KY mempersilakan masyarakat untuk melapor apabila menemukan dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam perkara tersebut.
-

Vonis Harvey Moies Terlalu Ringan, Jaksa Kejagung Ajukan Banding
JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada pada Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan untuk mengajukan banding terkait vonis hakim terhadap Harvey Moeis di kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno menyebut salah satu alasan di balik keputusan mengajukan banding karena vonis terlalu ringan.
“Mungkin putusannya terlalu ringan, khusus untuk pidana badannya,” ujar Sutikno kepada wartawan, Jumat, 27 Desember.
Tak hanya Harvey Moeis, jaksa juga akan mengajukan banding atas vonis yang dibetikan hakim terhadap terdakwa Suwito Gunawan, Robert Indiarto, Reza Andriansyah, dan Suparta.
Kembali mengenai alasan banding, kata Sutikno, JPU juga berpandangan majelis hakim hakim hanya mempetimbangkan peran para terdakwa. Sehingga, menjatuhkan putusan yang ringan.
Padahal, kata Sutikno, majelis hakim lebih baik juga melihat atau mempertimbangkan mengenai dampak yang diakibatkan para terdakwa terhadap masyarakat dan lingkungan.
Karenanya, perihal tersebut nantinya akan mejadi salah satu fokus yang akan dinarasikan dalam memori banding.
“Hakim nampaknya belum mempertimbangkan atau tidak mempetimbangkan dampak yang diakibatkan oleh mereka terhadap masyarakat Bangka Belitung,” kata Sutiko.
Pada kasus dugaan korupsi timah, Harvey Moeis divonis pidana penjara selam 6 tahun 6 bulan. Sementara tertdakwa Suwito Gunawan, Suparta, dan Robert Indiarto divonis 8 tahun penjara. Sedangkan, Reza Andriansyah dijatuhi sanksi pidana 5 tahun penjara.
-

Barang Bukti Kasus Korupsi Timah Harusnya Dikembalikan ke PT Timah
Jakarta –
Perkara korupsi tata niaga timah di PT Timah Tbk 2019-2022 masih bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Beberapa tersangka telah menerima vonis hukuman dalam kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp300 Triliun.
Vonis hakim bagi para tersangka dinilai mencederai keadilan. Pasalnya, para tersangka divonis hukum lebih ringan daripada tuntutan Jaksa. Seperti yang terjadi pada Harvey Moeis yang hanya menerima hukuman 6,6 tahun dari tuntutan jaksa 12 tahun.
Putusan ini, alih-alih memberikan efek jera dan mencerminkan keadilan, justru menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat, terutama bagi pihak yang dirugikan, seperti PT Timah sebagai BUMN yang menjadi representasi kepentingan negara dan rakyat.
Pakar Hukum Tata Kelola Pertambangan Timah, Firdaus Dewilmar, menjelaskan putusan ini sangat jauh dari tuntutan jaksa. Hal ini mencederai keadilan masyarakat.
“Putusan ini sangat mencederai rasa keadilan masyarakat. Pengadilan seharusnya memberikan hukuman sebanding dengan kerugian, hal ini penting agar memberikan efek jera, bahwa tidak ada tempat bagi tindakan korupsi dalam sistem yang seharusnya melindungi kepentingan publik,” kata Firdaus, di Jakarta, Jumat (27/12/2024).
Firdaus menambahkan, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merugikan negara secara langsung dan berdampak luas pada perekonomian serta kesejahteraan masyarakat.
Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengamanatkan hukuman maksimal bagi koruptor, apalagi jika kerugian negara besar.
“Hukuman ringan yang dijatuhkan menunjukkan lemahnya penegakan hukum dalam kasus ini. Hal ini berpotensi menciptakan preseden buruk dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi,” sambungnya.
Ia juga menyoroti barang bukti yang dirampas untuk negara. Menurutnya, seyogyanya barang bukti dikembalikan ke negara dalam hal ini PT Timah. Hal ini merupakan upaya untuk memulihkan kerugian negara.
Dalam perkara ini, barang bukti yang diperoleh dari tindak pidana, seharusnya dikembalikan ke PT Timah. Karena PT Timah, sebagai BUMN, memiliki peran strategis dalam pengelolaan sumber daya negara. Kerugian yang dialami PT Timah adalah kerugian negara secara langsung.
Ia menjelaskan, jika barang bukti tidak dikembalikan kepada PT Timah, ini sama saja dengan mengabaikan prinsip pemulihan kerugian negara. Sebagai entitas yang menjadi korban dalam kasus ini, PT Timah berhak mendapatkan pengembalian aset untuk memastikan bahwa kerugian yang diderita dapat diminimalisir.
“Barang bukti seyogyanya dikembalikan ke PT Timah sebagai representatksi negara setidaknya untuk biji timah atau balok timahnya. Karena kalau dirampas untuk negara berarti nanti dilelang. Masak PT Timah beli barang yang memang milik PT Timah,” sebutnya.
Firdaus menyebutkan, keadilan tidak hanya tentang menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan kerugian yang ditimbulkan. Dalam kasus ini, putusan hakim yang dirasa ringan dan tidak mempertimbangkan pengembalian kerugian negara justru mencederai rasa keadilan masyarakat.
Selain itu, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung perlu mengevaluasi putusan ini untuk memastikan bahwa prinsip keadilan dan kepastian hukum benar-benar ditegakkan.
“Kami minta secara tegas kepada Jaksa Penuntut Umum untuk segara Banding atas putusan pengadilan tersebut,” tegasnya.
Hal lain yang harus jadi perhatian diantaranya dampak kerusakan lingkungan yang terjadi secara sistematik.
“Dampak lingkungan jangan sampai diababikan siapa yang bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan. Tentu setidak-tidaknya ada peran dari mereka sebagai pelaku kejahatan dan harus bertanggung jawab untuk memulihkannya,” pesannya.
(rrd/rrd)
-

Kejagung Ungkap Alasan Ajukan Banding Atas Vonis Terdakwa Harvey Moeis: Putusan Hakim Terlalu Ringan – Halaman all
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejaksaan Agung RI, Sutikno mengungkap alasan pihaknya ajukan banding atas vonis yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Harvey Moeis cs terkait kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung.
Sutikno menyebut bahwa salah satu alasan pihaknya mengajukan banding lantaran vonis yang dijatuhkan Hakim pada terdakwa terlalu rendah.
“Satu putusannya terlalu ringan ya, khusus untuk pidana badannya,” kata Sutikno saat dikonfirmasi, Jum’at (27/12/2024).
Selain itu menurut Sutikno, dalam memutus perkara itu, Majelis hakim dinilainya hanya mempertimbangkan peran para terdakwa dalam kasus korupsi timah tersebut.
Hakim kata dia tidak mempertimbangkan dampak korupsi yang diakibatkan oleh para terdakwa terhadap masyarakat yang tinggal di area tambang timah di Bangka Belitung.
“Itu fokus yang nantinya akan kita narasikan juga di memori banding,” ujar Sutikno.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap para terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk di Bangka Belitung.
Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung RI, Sutikno menjelaskan, pihaknya melayangkan banding atas vonis terhadap lima dari enam terdakwa yang telah menjalani sidang putusan beberapa waktu lalu.
“Pada hari ini, Jum’at 27 Desember 2024, Penuntut umum menyatakan sikap atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menyatakan upaya hukum banding perkara atas nama Harvey Moeis, Suwito Gunawan, Robert Indarto, Reza Andriansyah dan Suparta,” kata Sutikno dalam keteranganya, Jum’at (27/12/2024).
Sedangkan untuk satu terdakwa lain yakni General Manager PT Tinindo Internusa, Rosalina, Sutkno menjelaskan, pihaknya menerima putusan yang telah dijatuhkan terhadap yang bersangkutan.
Berikut adalah daftar nama terdakwa yang diajukan banding dan diterima putusannya oleh Jaksa Penuntut Umum;
A. Menyatakan upaya hukum Banding Perkara atas nama:
1. HARVEY MOEIS, tuntutan Penuntut Umum; Pidana Penjara: 12 tahun UP: 210 M (6 tahun) Denda: 1 M (1 tahun), Putusan Hakim; Pidana Penjara: 6 tahun 6 bulan UP: 210 M (Subsider 2 tahun) Denda: 1 M (subsider 6 bulan).
2. SUWITO GUNAWAN tututan Penuntut Umum Pidana Penjara: 14 tahun UP: 2.2 T (8 tahun) Denda: 1 M (1 tahun), Putusan Hakim: Pidana Penjara: 8 tahun UP: 2.2 T (Subsider 6 tahun) Denda: 1 M (subsider 6 bulan).
3. ROBERT INDARTO tututan Penuntut Umum; Pidana Penjara: 14 tahun UP: 1.9 T (6 tahun) Denda: 1 M (6 bulan) Putusan Hakim; Pidana Penjara: 8 tahun UP: 1.9 T (Subsider 6 tahun) Denda: 1 M (Subsider 6 bulan).
4. REZA ANDRIANSYAH tututan Penuntut Umum; Pidana Penjara: 8 tahun UP: – Denda: 750 juta (Subsider 6 bulan) Putusan Hakim; Pidana Penjara: 5 tahun UP: – Denda: 750 juta (Subsider 3 bulan).
5. SUPARTA tututan Penuntut Umum; Pidana Penjara: 14 tahun UP: 4.5 T (8 tahun) Denda: 1 M (1 tahun) Putusan Hakim; Pidana Penjara: 8 tahun UP: 4.5 T (6 tahun) Denda: 1 M (Subsider 6 bulan).
B. Menyatakan menerima Putusan Perkara atas nama:
ROSALINA tututan Penuntut Umum Pidana Penjara: 6 tahun UP: – Denda: 750 juta (6 bln) Putusan Hakim Pidana Penjara: 4 tahun UP: – Denda: 750 juta (6 bulan).
Alhasil atas banding ini, nantinya lima dari enam terdakwa itu akan kembali menjalani sidang banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
-
/data/photo/2024/12/27/676e2090484c3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bekas Pabrik di Bangka Barat Jadi Tambang Ilegal, Pelaku Tak Ditangkap Regional 27 Desember 2024
Bekas Pabrik di Bangka Barat Jadi Tambang Ilegal, Pelaku Tak Ditangkap
Tim Redaksi
BANGKA, KOMPAS.com
– Belasan penambang timah ilegal terpergok polisi saat beraktivitas di area bekas pabrik kaolin PT Kusuma Abadi di Dusun Kelabat Darat, Parittiga,
Bangka Barat
, Kepulauan Bangka Belitung.
Meski tidak ada penangkapan yang dilakukan, polisi meminta para penambang untuk menghentikan kegiatan mereka dan membawa pulang peralatan tambang yang digunakan.
“Memberikan imbauan tegas kepada para penambang untuk segera menghentikan seluruh aktivitas yang melanggar hukum,” ungkap Ketua Tim Reserse Kriminal Polsek Jebus, Ipda Ahmad Rohadi, setelah operasi yang berlangsung pada Jumat (27/12/2024).
Rohadi menjelaskan, operasi penggerebekan ini dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat mengenai adanya
tambang ilegal
di lokasi tersebut.
Tim kemudian menyisir area dan menemukan sejumlah penambang timah inkonvensional (TI).
Para penambang tersebut langsung dikumpulkan dan diberikan arahan untuk membongkar peralatan mereka sendiri.
“Mereka berjanji untuk segera menghentikan operasi dan mengangkat alat tambang konvensional dari lokasi bekas pabrik kaolin,” lanjut Rohadi.
Lebih lanjut, Rohadi menuturkan, aktivitas penambangan ilegal tidak hanya berdampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga membahayakan keselamatan pekerja karena tidak memenuhi standar operasional yang berlaku.
“Demi menjaga kelestarian lingkungan serta mencegah dampak negatif yang lebih luas, pengawasan dan edukasi akan terus dilakukan guna menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif di wilayah hukum Polsek Jebus,” tegasnya.
Maraknya tambang ilegal di Bangka Barat disebabkan oleh banyaknya perusahaan resmi yang menghentikan operasionalnya.
Para pelaku tambang mengaku terpaksa melakukan kegiatan tersebut karena tuntutan ekonomi, dengan harga jual pasir timah mentah mencapai Rp 150.000 per kilogram.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Polemik Vonis 6,5 Tahun Penjara Harvey Moeis, Apakah Setimpal?
Bisnis.com, JAKARTA — Putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat yang hanya memvonis suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, 6,5 tahun penjara di kasus korupsi timah memantik kontroversi.
Salah satu pihak yang menyoroti kasus itu adalah Mahfud MD. Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan alias Menkopolhukam itu menilai hukuman 6,5 tahun penjara tidak setimpal. Apalagi, hakim tidak menampik mengenai kerugian negara senilai Rp300 triliun.
“Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU yang merugikan keuangan negara Rp 300 Triliun. Dakwaannya konkret ‘merugikan keuangan negara’, bukan potensi ‘merugikan perekonomian negara’,” ujarnya di akun Instagram, Kamis (26/12/2024).
Di lain sisi, eks Ketua MK ini juga mengaku heran terhadap tuntutan JPU terhadap Harvey hanya meminta untuk dipidana selama 12 bulan dengan uang pengganti Rp210 miliar.
“Akhirnya hakim memutus dengan hukuman penjara 6,5 tahun dan denda serta pengembalian uang negara yang totalnya hanya Rp 211 Miliar,” tambahnya.
Apalagi, kata Mahfud, dengan uang pengganti yang dibebankan itu masih sangat jauh dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.
Oleh karenanya, Mahfud MD menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan untuk Harvey Moeis masih belum sesuai.
“Selain hukuman penjaranya ringan, yang menyesakkan adalah dari dakwaan merugikan keuangan negara Rp 300 Triliun tapi jatuh vonisnya hanya 211 Miliar, atau, sekitar 0,007% saja dari dakwaan kerugian keuangan negara,” pungkasnya.
Vonis Harvey Moeis
Sebelumnya, Harvey Moeis yang merupakan suami artis Sandra Dewi hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Vonis majelis hakim Tipikor tersebut lebih rendah atau setengahnya dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 12 tahun hukuman penjara.
Selain diganjar hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, terdakwa Harvey Moeis juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar dengan subsider satu tahun pidana.
Kejagung Pikir-pikir
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan untuk saat ini pihaknya masih dalam masa pikir-pikir terkait dengan upaya banding terhadap vonis Harvey Moeis.
“Saat ini JPU masih menggunakan masa pikir-pikirnya 7 hari setelah putusan ya,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (26/12/2024).
Namun demikian, dia memastikan bahwa pihaknya bakal segera menentukan keputusan banding vonis Harvey dan Suparta setelah melewati masa pikir-pikir tersebut.
“Setelah itu bagaimana sikapnya nanti kita update,” pungkasnya.
-

Isu Politik dan Hukum Terkini: Wacana Denda Damai Koruptor Dinilai Salah hingga Vonis Harvey Moeis Rusak Keadilan
Jakarta, Beritasatu.com – Kabar politik dan hukum di Beritasatu.com pada Kamis (26/12/2024) terkait dengan wacana denda damai koruptor hingga kabar dari penetapan tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu juga ada kabar dari vonis suami selebritas Sandra Dewi Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah merusak rasa keadilan masyarakat hingga momen pembubaran Jamaah Islamiyah ini dinilai bersejarah dan mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor).
Berikut isu politik dan hukum terkini di Beritasatu.com, Kamis (26/12/2024).
1. Wacana Denda Damai Koruptor, Mahfud: Ini Bukan Salah Kaprah tetapi Salah Beneran
Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengkritik keras wacana denda damai untuk mengampuni koruptor yang belakangan ini digaungkan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.Mahfud menilai denda damai koruptor tersebut bukanlah salah kaprah melainkan kesalahan yang sebenarnya.
“Saya kira bukan salah kaprah tetapi salah beneran. Kalau salah kaprah itu sudah biasa dilakukan terbiasa meskipun salah, nah ini belum dilakukan kok, mana ada korupsi diselesaikan secara damai,” ujar Mahfud di kantor MMD Initiative di Kawasan Senen Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024) sore.
2. Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka, Mahfud MD: Itu Wewenang KPK
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tak ingin berspekulasi soal penetapan tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai mengarah politisasi hukum.Mahfud menegaskan penetapan tersangka terhadap Hasto Kristiyanto merupakan kewenangan lembaga antirasuah sebagai institusi penegak hukum. Dia mempersilakan KPK menjalani tanggung jawab menegakkan hukum secara transparan.
“Saya enggak punya pandangan (politisasi hukum). Itu wewenang KPK, wewenang penegak hukum. Biar dipertanggungjawabkan secara hukum, secara transparan,” terang Mahfud di kantornya MMD Initiative, Jalan Kramat VI, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
3. Mahfud MD Nilai Vonis Harvey Moeis Menusuk Rasa Keadilan
Selain menyebut wacana denda damai koruptor salah, Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menilai putusan hakim dalam vonis 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar pada Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah merusak rasa keadilan masyarakat.Putusan itu dinilai tidak sebanding dengan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Harvey Moeis yang mencapai Rp 300 triliun.
4. Hasto Kristiyanto Tegaskan Akan Taat Hukum Seusai Ditetapkan sebagai Tersangka
ekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menegaskan akan taat pada hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasto menyatakan siap menghadapi risiko apa pun dengan kepala tegak dan mulut tersenyum.“PDI Perjuangan adalah partai yang menjunjung tinggi supremasi hukum,” ujar Hasto di Jakarta, Kamis (26/12/2024).
Hasto mengungkapkan, sejak awal ia sudah memahami berbagai risiko yang dihadapi saat mengkritisi demokrasi dan menyoroti penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis.
5. GP Ansor: Pembubaran Jamaah Islamiyah Momentum Bersejarah untuk Keutuhan NKRI
Setelah lebih dari tiga dekade menyebarkan paham radikalisme, organisasi Jamaah Islamiyah (JI) resmi dibubarkan. Momen pembubaran Jamaah Islamiyah ini dinilai bersejarah dan mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) yang menjadi garda pendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Pada 21 Desember 2024, bertempat di Convention Hall Terminal Tirtonadi, Kota Surakarta, digelar Deklarasi dan Sosialisasi Puncak Pembubaran Jamaah Islamiyah. Acara ini diinisiasi oleh Sub Direktorat Bina Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI bekerja sama dengan Densus 88 Anti Teror Polri.
Demikian isu politik dan hukum terkini di Beritasatu.com, terkait dengan wacana denda damai koruptor yang salah, kabar dari penetapan Hasto jadi tersangka, hingga pembubaran Jamaah Islamiyah.
-
/data/photo/2024/08/14/66bc237a28688.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mahfud MD Bandingkan Vonis Ringan Harvey Moeis dengan Hukuman Seumur Hidup Benny Tjokrosaputro
Mahfud MD Bandingkan Vonis Ringan Harvey Moeis dengan Hukuman Seumur Hidup Benny Tjokrosaputro
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD
menyoroti vonis ringan yang dijatuhkan kepada terdakwa korupsi tata niaga komoditas timah,
Harvey Moeis
, dan membandingkannya dengan hukuman seumur hidup yang diterima Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi Asabri dan Jiwasraya.
“Coba Anda ambil contoh,
Benny Tjokro
. Hukumannya seumur hidup, asetnya dirampas,” kata Mahfud saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
Mahfud menjelaskan, Harvey yang didakwa merugikan negara Rp 300 triliun hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar. Sementara itu, Benny yang terbukti merugikan negara Rp 22,788 triliun dalam kasus Asabri dan Rp 16,807 triliun dalam kasus Jiwasraya dijatuhi hukuman seumur hidup.
“Kerugian kasus timah jadi Rp 300 triliun, hanya dikabulkan perampasannya Rp 210 (miliar) ditambah denda Rp 1 miliar berarti Rp 211 (miliar). Ini sungguh tidak adil,” ujarnya.
Mahfud juga menyoroti kasus lain seperti Henry Surya dalam kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya dengan kerugian Rp 106 triliun, yang akhirnya dihukum 18 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).
Mahfud mengkritik vonis terhadap Harvey yang menurutnya tidak proporsional. Dari nilai kerugian Rp 300 triliun, uang pengganti yang dibebankan kepada Harvey hanya sekitar 0,07 persen.
“Rp 210 miliar dari Rp 300 triliun itu berapa? 0,07 persen. Tidak sampai setengah persen. Anda bayangkan itu,” tegas Mahfud.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Harvey bersalah dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, hakim menilai tuntutan 12 tahun penjara yang diajukan jaksa terlalu berat karena Harvey tidak memiliki kedudukan struktural di PT Refined Bangka Tin (RBT).
“Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun penjara terhadap diri terdakwa Harvey Moeis majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara,” kata Hakim Eko dalam sidang, Senin (23/12/2024).
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.