Jaksa Banding atas Vonis 4 Terdakwa Kasus Korupsi PT Timah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan banding atas vonis empat terdakwa kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Keempat terdakwa yaitu Tamron alias Aon, Kwanyung alias Buyug, Hasan Tjie, dan Achmad Albani.
“Adapun alasan menyatakan banding terhadap 4 terdakwa karena putusan pengadilan masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan resmi, Sabtu (28/12/2024).
“Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat perbuatan para terdakwa serta terjadi kerugian negara yang sangat besar,” tambah dia.
Adapun Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutus vonis 8 tahun terhadap Tamron alias Aon.
Selain itu, Tamron juga harus membayar uang pengganti Rp 3,5 triliun subsidair lima tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Kemudian, putusan vonis penjara 5 tahun diberikan kepada Kwanyung alias Buyug dan denda Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan.
Majelis hakim juga memvonis Hasan Tjie dengan pidana penjara 5 tahun, denda Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan.
Serta, Achmad Albani dengan vonis pidana penjara 5 tahun, dan denda Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Produk: timah
-
/data/photo/2024/12/09/6756fb639ea01.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jaksa Banding atas Vonis 4 Terdakwa Kasus Korupsi PT Timah
-

Alasan Kejagung Ajukan Banding Vonis Harvey Moeis Dkk : Belum Setimpal
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan pihaknya mengajukan upaya hukum banding terkait dengan vonis Harvey Moeis dkk pada kasus timah.
Dalam catatan Bisnis, Kejagung telah mengajukan banding terhadap Harvey Moeis, Suparta, Reza Andriansyah, Suwito Gunawan dan Robert Indarto.
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan bahwa upaya hukum banding itu dilakukan karena pihaknya menilai vonis yang dijatuhkan terhadap kelima terdakwa itu belum setimpal.
“Adapun alasan menyatakan banding terhadap 5 Terdakwa karena putusan pengadilan masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/12/2024).
Dia juga menilai, majelis hakim PN tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam putusannya tidak mempertimbangkan dampak dari kasus megakorupsi timah terhadap masyarakat.
“Majelis Hakim tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat perbuatan para Terdakwa serta terjadi kerugian negara yang sangat besar,” pungkasnya.
Sebagai informasi, hakim PN tindak pidana korupsi atau Tipikor telah memvonis sejumlah terdakwa dalam kasus timah.
Hanya saja, vonis hakim pada kasus yang merugikan negara Rp300 triliun itu dinilai terlalu rendah. Misalnya, Harvey Moeis hanya divonis setengahnya dari tuntutan jaksa penuntut umum 12 tahun.
Perincian Tuntutan dan Vonis Harvey Moeis dkk :
1. Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) Harvey Moeis
Tuntutan jaksa : pidana penjara 12 tahun, uang pengganti Rp210 miliar subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.
Putusan Majelis Hakim: pidana penjara 6 tahun 6 bulan, uang pengganti Rp210 miliar subsidair dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
2. Direktur Utama PT RBT, Suparta
Tuntutan jaksa : pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsidair delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.
Putusan hakim : pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
3. Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah
Tuntutan jaksa : pidana penjara 8 tahun dan denda Rp750 juta subsidair enam bulan kurungan.
Putusan hakim : pidana penjara 5 tahun dan denda Rp750 juta subsidair 3 bulan kurungan.
4. Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan
Tuntutan jaksa : pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp2,2 triliun subsidair delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.
Putusan hakim : pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp2,2 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
5. Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa, Robert Indarto
Tuntutan jaksa : pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp1,9 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Putusan hakim : pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp1,9 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
-

Kejagung Nyatakan Banding Terkait Vonis Harvey Moeis Dkk
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan mengajukan banding terkait vonis terdakwa Harvey Moeis dkk dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) 2015-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan upaya hukum banding itu dilayangkan untuk sejumlah terdakwa.
Perinciannya, perpanjang tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) Harvey Moeis, Direktur Utama PT RBT, Suparta dan Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah.
“Kejagung menyatakan upaya hukum banding terdakwa Harvey Moeis, Suparta dan Reza Andriansyah terkait vonis timah,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/12/2024).
Selain ketiga terdakwa smelter PT RBT, Harli juga menyampaikan bahwa pihaknya mengajukan banding terhadap vonis dua bos smelter terkait kasus ini.
Kedua bos smelter itu adalah Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan dan Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa, Robert Indarto.
“Kami juga menyatakan banding terhadap putusan terdakwa Suwito Gunawan dan Robert Indarto,” pungkasnya.
Sebagai informasi, hakim PN tindak pidana korupsi atau Tipikor telah memvonis sejumlah terdakwa dalam kasus timah.
Hanya saja, vonis hakim pada kasus yang merugikan negara Rp300 triliun itu dinilai terlalu rendah. Misalnya, Harvey Moeis hanya divonis setengah atau 6,5 tahun pidana dari tuntutan jaksa penuntut umum 12 tahun.
-

Saat Kesopanan Bikin Koruptor yang Merugikan Negara Rp 300 T Divonis Ringan
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengamini jika kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang menjerat Harvey Moeis merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Namun Harvey divonis ringan lantaran bersikap sopan selama persidangan.
-

Rugikan Negara 300 T, Adilkah Hukuman Harvey Moeis?
JAKARTA – Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga timah tahun 2015-2022 yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Harvey harus membayar denda Rp1 miliar serta uang pengganti Rp210 miliar. Putusan hukuman Harvey menuai kritik dari berbagai pihak karena vonisnya terbilang jauh dari tuntutan jaksa yang meminta 12 tahun penjara. Pakar hukum sekaligus Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menyoroti hukuman yang dijatuhkan kepada suami Sandra Dewi itu. Simak berita selengkapnya berikut ini.
-

Hotman Paris Bandingkan Vonis Penjara Budi Said dengan Harvey Moeis: Kayaknya Ini Ada Pesanan! – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengacara kondang Hotman Paris membandingkan vonis 15 tahun penjara untuk kliennya Budi Said pada kasus korupsi rekayasa jual beli emas Antam.
Dengan vonis 6,5 tahun penjara untuk terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah Harvey Moeis.
“Kok sekarang jadi pelaku tidak pidana atas unsur yang sama? Sedangkan yang (kasus korupsi) Rp 300 triliun cuma 6,5 tahun. Ya itulah. Jadi ini kayaknya ini ada pesanan ini dari oknum siapa, kita taulah siapa di belakang,” ungkap Hotman Paris di Jakarta, Jumat (27/12/2024).
Hotman Paris yang menjadi Kuasa Hukum Budi Said mengatakan putusan terhadap kliennya semakin menghancurkan citra penegakan hukum di Indonesia.
“”Putusan vonis ini sangat tidak masuk diakal, menjadi ketawaan termasuk anak SD,” kata Hotman Paris.
Vonis Budi Said
Seperti diketahui, pengusaha yang dikenal sebagai crazy rich Surabaya, Budi Said divonis 15 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi manipulasi pembelian emas PT Aneka Tambang (Antam).
Ketua Majelis Hakim Tony Irfan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024) mengatakan Budi Said terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.
Hal ini sebagaimana diatur diatur Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hakim Tony menyebut perbuatan rasuah itu dilakukan Budi bersama-sama broker emas Surabaya Eksi Anggraeni, mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Pulogadung PT Antam, Abdul Hadi Aviciena, dan sejumlah pegawai PT Antam.
Selain hukuman bui, majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan penjara.
Tidak hanya divonis bersalah melakukan korupsi, Budi Said juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Majelis hakim kemudian menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa uang pengganti berupa 58,841 kilogram emas Antam dan denda Rp 35.526.893.372,99 (Rp 35,5 miliar).
Jika dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Budi tidak membayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk dilelang dan menutup uang pengganti.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar Hakim Tony.
Vonis terhadap Budi Said setahun lebih ringan dari tuntutan jaksa 16 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti sebanyak 58,135 kilogram emas Antam atau Rp 35.078.291.000.
Kemudian, 1136 kg emas antam atau setara dengan nilai Rp 1.073.786.839.584 berdasarkan harga pokok produksi emas antam per Desember 2023.
Dalam perkara ini, Budi Said didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.166.044.097.404 atau Rp 1,1 triliun.
Kasus Harvey Moeis
Suami artis Sandra Dewi yakni Harvey Moeis divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara (6,5 tahun).
Dalam perkara korupsi ini tata niaga PT Timah ini, negara dianggap mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menilai Harvey terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan kawan-kawan.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan ,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).
Harvey juga dihukum membayar denda Rp 1 Miliar yang akan diganti menjadi pidana badan 6 bulan jika tidak dibayar.
Vonis penjara 6,5 tahun ini lebih ringan dari tuntutan jaksa 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Penulis: Rahmat W Nugraha, Has
-

Kejagung Banding Vonis Harvey Moeis, Petimbangkan Rasa Keadilan Masyarakat
GELORA.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan banding atas vonis 6,5 tahun penjara Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menuturkan, jaksa penuntut umum (JPU) menilai putusan itu terlalu ringan.
“Jaksa penuntut umum melihat ada range yang terlalu jauh antara tuntutan dan putusan,” ujar Harli, Jumat (27/12/2024).
Selain itu, kata dia, JPU juga mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat yang dianggap belum dipertimbangkan secara utuh di pengadilan.
“Terkait dengan unsur kerugian keuangan negara kita tahu bahwa di sana ada kerugian lingkungan, sehingga kerugian keuangan negara yang masih sangat besar Rp300 triliun lebih,” tutur Harli.
Sebelumnya, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Suami Sandra Dewi ini terbukti bersalah menerima uang Rp420 miliar dalam kasus korupsi timah.
“Menyatakan terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara bersama-sama melakukan korupsi dan pencucian uang,” kata Hakim dalam sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).
Harvey menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) antara lain dengan membeli barang-barang mewah seperti mobil dan rumah.
Atas perbuatannya dengan para terdakwa lain, Harvey diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Harvey Moeis melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ke-1 KUHP
-

Tiga Bos Smelter Timah Swasta Divonis hingga 8 Tahun Penjara Pada Kasus Korupsi Timah
Bisnis.com, JAKARTA – Tiga petinggi smelter swasta divonis pidana penjara selama lima tahun hingga delapan tahun penjara terkait kasus korupsi timah.
Ketiga petinggi smelter dimaksud, yakni Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon yang divonis delapan tahun penjara serta General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani dan Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie yang dijatuhkan masing-masing lima tahun penjara.
“Para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Hakim Ketua Tony Irfan dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dilansir dari Antara, Jumat (27/12/2024).
Selain ketiga petinggi smelter swasta, terdapat pula pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung yang divonis dengan pidana penjara selama lima tahun.
Tak hanya pidana penjara, keempat terdakwa turut dijatuhkan hukuman denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun untuk Tamron. Sedangkan Albani, Hasan, dan Buyung dikenakan pidana denda masing-masing senilai Rp750 juta subsider pidana kurungan enam bulan.
Sementara untuk Tamron, dihukum pula dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp3,54 triliun subsider lima tahun penjara.
Dengan demikian, perbuatan keempat terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Khusus Tamron, terbukti pula secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sehingga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana dakwaan kedua primer.
Adapun putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, Tamron dituntut 14 tahun penjara, sedangkan Achmad, Hasan, dan Buyung masing-masing delapan tahun penjara.
Namun keempat terdakwa turut dikenakan pidana denda yang sama dengan tuntutan, yakni sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun untuk Tamron, sedangkan Albani, Hasan, dan Buyung dituntut pidana denda masing-masing senilai Rp750 juta subsider pidana kurungan enam bulan.
Sementara untuk Tamron, sebelumnya dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp3,66 triliun subsider delapan tahun penjara.
Keempat terdakwa sebelumnya diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Sementara Tamron turut diduga melalukan TPPU dari uang korupsi yang diterimanya dalam kasus tersebut sebesar Rp3,66 triliun, antara lain untuk membeli alat berat, obligasi negara, hingga ruko.
Dalam kasus tersebut, Tamron bersama-sama dengan Achmad, Hasan, serta Buyung, melalui CV VIP dan perusahaan afiliasinya, yaitu CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung, dan CV Mutiara Jaya Perkasa, didakwa telah melakukan pembelian dan/atau pengumpulan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Kegiatan itu turut dilakukan bersama-sama dengan smelter swasta lainnya, di antaranya PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

